BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Konsep Pertambangan Rakyat 2.1.1 Gambaran Singkat Pertambangan Rakyat Sesudah Kemerdekaan Tonggak awal bagi penguasaan sumberdaya pertambangan dialam kemerdekaan adalah pasal 33 UUD 1945. Pasal tersebut merupakan deklarasi fundamental pengambilalihan penguasaan sumberdaya alam (termasuk tambang) dari tangan rakyat pada bangunan kekuasaan yang lebih besar yaitu negara. Negara menegaskan diri sebagai penguasa tunggal dari seluruh sumberdaya alam dengan maksud digunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Model pengusaan begini kemudian populer disebut dengan Hak Mengusai Negara (HMN). Inilah yang menjadi idiologi penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia. Ketika Indonesia merdeka, aturan teknis pertambangan rakyat diatur dalam UU No 37 1960 sebagai pengganti dari Mijnwet 1899. Undang-undang pengganti UU no 37 prp/1960, dalam pasal 11 menyebutkan: “Pertambangan Rakyat hanya dapat dilakukan oleh rakyat setempat yang memegang kuasa pertambangan (izin) Pertambangan rakyat”. UU juga mengatur bahwa “Pertambangan rakyat diatur dengan UU, dan bila UU dimaksud belum dibuat maka Pertambangan rakyat dapat diusahakan dan dilaksanakan dengan izin Menteri”1. Akibatnya pertambangan rakyat baru bisa dilakukan dengan seizin menteri. Syarat perijinan demikian tentulah menyulitkan, karena secara geografis lokasi penambangan rakyat sebagain besar berada di pedalaman tetapi karena keterbatasan aparat negara kegiatan pertambangan tanpa ijin tetap berlangsung.
1
Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No 37 Tahun1960
Istilah tambang rakyat secara resmi terdapat pada Pasal 2 huruf n, UU No. 11Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Dalam pasal ini disebutkan bahwa Pertambangan Rakyat adalah satu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b dan c yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri. Golongan A ( bahan galian strategis, seperti minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam, bitumen padat, aspal, antrasit, batu bara, uranium, nikel, kobalt dan timah), Golongan B ( bahan galian vital, seperti besi, mangan, tembaga, timbale, emas, perak, intan, zircon, Kristal kuarsa dan belerang) dan golongan C ( bahan galian yang tidak termasuk golongan strategis dan vital, seperti marmer, batu kapur, dolomit, kalsit, granit, andesit, basal, tanah liat, batu permata, dan batu setengah permata ) yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong royong dengan alat-alat sederhana untuk pencarian sendiri. Kegiatan pertambangan rakyat dilakukan pada wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat.2 Industri pertambangan adalah suatu industri dimana bahan galian mineral diproses dan dipisahkan dari material pengikut yang tidak diperlukan. Dalam industri mineral, proses untuk mendapatkan mineral-mineral yang ekonomis biasanya menggunakan metode ekstraksi, yaitu proses pemisahan mineral-mineral dari batuan terhadap mineral pengikut yang tidak diperlukan. Mineral-mineral yang tidak diperlukan akan menjadi limbah industri pertambangan dan mempunyai kontribusi yang cukup signifikan pada pencemaran dan degradasi lingkungan. Industri pertambangan sebagai industri hulu yang menghasilkan sumberdaya mineral dan merupakan sumber bahan baku bagi industri hilir yang diperlukan oleh umat manusia di dunia.3
2
Undang-Undang No 11 tahun 1967, Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.
3
D. Noor, Geologi Lingkungan, ( Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hal, 45
Menurut Salim bahwa usaha pertambangan terdiri atas usaha penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan penjualan. a) Penyelidikan umum merupakan usaha untuk menyelidiki secara geologi Umum atau fisika, di daratan perairan dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian pada umumnya. b) Usaha eksplorasi adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti/seksama adanya sifat letakan bahan galian. c) Usaha eksploitasi adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya. d) Usaha pengolahan dan pemurnian adalah pengerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian. e) Usaha pengangkutan adalah segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil pengolahan serta pemurnian bahan galian dari daerah eksplorasi atau tempat pengolahan/pemurnian. f) Usaha penjualan adalah segala sesuatu usaha penjualan bahan galian dan hasil pengolahan/pemurnian bahan galian.4 Berdasarkan jenis pengelolaannya, kegiatan penambangan terdiri atas dua macam yaitu kegiatan penambangan yang dilakukan oleh badan usaha yang ditunjuk secara langsung oleh negara melalui Kuasa Pertambangan (KP) maupun Kontrak Karya (KK), dan penambangan yang dilakukan oleh rakyat secara manual. Kegiatan penambangan oleh badan usaha biasanya dilakukan dengan menggunakan teknologi yang lebih canggih sehingga hasil yang diharapkan
4
H.S. Salim,, Hukum Pertambangan Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal, 91
lebih banyak dengan alokasi waktu yang
lebih efisien, sedangkan penambangan rakyat
merupakan aktivitas penambangan dengan menggunakan alat-alat sederhana. Di Indonesia, segala bentuk kegiatan industri pada sektor pertambangan diharapkan mampu menyumbang pada peningkatan ekonomi
dan
pembangunan negara.
Kegiatan
eksploitasi oleh industri pertambangan terus dilakukan demi seiring dengan meningkatnya jumlah permintaan akan sumberdaya alam mineral akibat meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. 2.1.2 Kebijakan Perizinan Usaha Pertambangan Izin usaha dan atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan izin usaha dan atau kegiatan (UU
No. 32 Tahun 2009). Perizinan usaha
pertambangan ini meliputi pelimpahan Kuasa Pertambangan dan Kontrak Karya (KK). Dengan adanya otonomi daerah, perizinan pengelolaan sumberdaya alam tambang saat ini berada di bawah wewenang pemerintah daerah. Salim menyatakan bahwa apabila usaha pertambangan dilaksanakan oleh kontraktor, kedudukan pemerintah adalah memberikan izin kepada kontraktor yang bersangkutan. Izin yang diberikan oleh pemerintah berupa kuasa pertambangan, kontrak karya, perjanjian karya pengusahaan pertambangan, dan kontrak production sharing.5 Menurut Salim perusahaan tambang yang diberikan izin untuk mengusahakan bahan tambang terdiri dari: a) Instansi pemerintah yang di tunjuk oleh menteri; b) Perusahaan negara; c) Perusahaan daerah; d) Perusahaan dengan modal bersama antara negara dan daerah;
5
Ibid, hal, 93
e) Koperasi; f) Badan atau perseorangan swasta; g) Perusahaan dengan modal bersama antara negara dan atau daerah dengan koperasi dan atau badan/ perorangan swasta, h) Pertambangan rakyat.6 Kuasa pertambangan merupakan kuasa yang diberikan oleh pemerintah sebagai pihak yang berwenang kepada pihak-pihak yang akan melakukan usaha penambangan. Pemerintah yang berwenang dalam penerbitan kuasa pertambangan ini adalah Bupati/Walikota, Gubernur, dan Menteri. Kuasa pertambangan ini juga meliputi kuasa pertambangan dalam penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian dan pengangkutan atau penjualan. Sedangkan kontrak karya adalah perjanjian yang berisi kesepakatan bersama antara pemerintah dengan pihak usaha penambangan, dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Ketentuan mengenai Kuasa Pertambangan dan Kontrak Karya ini di atur dalam Undang-Undang Pokok Pertambangan Nomor 11 Tahun 1967. Menurut Salim setiap perusahaan pertambangan yang ingin memperoleh kontrak karya, harus mengajukan permohonan kontrak karya dalam rangka penanaman modal asing (PMA)/PMDN kepada pejabat yang berwenang. Pejabat berwenang menandatangi kontrak karya adalah Bupati/Walikota, Gubernur dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral. Penandatanganan kontrak karya oleh pejabat ini disesuaikan dengan kewenangannya. Apabila wilayah kontrak karya yang di mohon berada dalam wilayah kebupaten, pejabat yang menandatangi kontrak karya itu adalah Bupati/walikota, tetapi apabila wilayah pertambangan yang di mohon berada dalam dua kebupaten/kota, sedangkan kedua kabupaten/kota itu tidak menandatangani kerja
6
Ibid, hal, 94
sama, pejabat yang berwenang untuk menandatangani kontrak karya itu adalah Gubernur. Sementara itu, apabila wilayah pertambangan yang di mohon berada pada dua daerah provinsi, pejabat yang berwenang menandatangani adalah Menteri Energi Sumber Daya Mineral dengan pemohon. Jangka waktu berlakunya kontrak karya tergantung kepada jenis kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan. jangka waktu berlakunya kegiatan eksploitasi adalah tiga puluh tahun. Jangka waktu itu juga dapat diperpanjang.7 2.1.3 Realitas Lapangan Pertambangan Rakyat Dari semua peraturan yang ada, dapat ditarik catatan penting yaitu : a) Berbagai pengaturan pertambangan rakyat dalam berbagai paraturan perundangan memberikan pembatasan keleluasaan rakyat menambang, b) Ketidak pastian usaha pertambangan rakyat karena kalau ada pemegang Kontrak Karya atau kontrak pertambangan lain, maka penambang rakyat harus menyingkir, c) Sedangkan untuk diareal yang ada Kontrak Pertambangannya tetap dibuka kemungkinan pertambangan rakyat, dengan syarat adanya ijin pemegang kontrak pertambangan dan d) Penertiban dan pembinaan yang dilakukan oleh Negara lebih merupakan tindakan yang reaktif dan tidak terencana dan cendrung dimaksudkan untuk mematikan pertambangan rakyat. Karena itu sebagai akibat dari berbagai kebijakan terhadap pertambangan rakyat tersebut, banyak pertambangan-pertambangan dilakukan tanpa ijin (PETI). PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) adalah “cap” yang diberikan negara pada pelaku pertambangan yang tidak mendapatkan izin dari pemerintah sebagai pemegang hak menguasasi negara atas bahan tambang. Tak peduli apakah penambang adalah rakyat yang melakukan kegiatan pertambangan
7
Ibid, hal, 95
berdasarkan adat istiadat, atau pun mereka yang hanya “berjudi” nasib dari bahan tambang, tetap akan menyandang label PETI jika tak mendapat izin. Stigma PETI berkonotasi liar, merusak, dan tak menguntungkan. Oleh karena itu perlu “ditertibkan”. Menurut Tim Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin ( PETI ) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, faktor-faktor timbulnya kegiatan pertambangan rakyat diantaranya adalah kemiskinan, keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta keterlibatan pihak lain yang bertindak sebagai pemodal.8 Salah satu usaha yang dilakukan oleh masyarakat untuk keluar dari kemiskinan dan memperoleh pendapatan yang layak adalah dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada, diantaranya adalah bahan galian (Bahan tambang ) dan mudah dijual dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi, salah satunya adalah penambangan emas dan bahan galian lainnya seperti batu bara dan timah. Keterbatasan Lapangan Kerja Sebagai konsekwensi dari laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dalam dasawarsa tahun 1960-an da 1970-an, terkonsentrasinya pemusatan pembangunan, kuatnya arus investasi antar tempat dan ruang serta bervariasinya laju pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan arus mobilisasi orang dan jasa menjadi semakin deras. Selanjutnya lapangan pekerjaan disuatu sisi tersedia seiring dengan semakin besarnya “ derived demand “ terhadap tenaga kerja menurut keahlian dan spesifikasi bidang tertentu. Disisi lain, pencari kerja yang baru serta yang lama akumulasinya semangkin membesar. Tidak disangka bahwa dalam interaksi tersebut telah pula menghasilkan jenis lapangan kerja yang semangkin beragam dan kompleks, baik formal maupun tidak formal.9 Adanya Pemodal Keberadaan pihak ketiga ( penyandang dana ) yang memanfaatkan kemiskinan masyarakat tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar merupakan salah satu
8
Laporan Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral Tahun 2004
9
Elfindri, Dkk.,Ekonomi Ketenaga Kerjaan, (Padang: Andalas University Press, 2004), hal 54.
faktor yang menyebabkan mangkin maraknya kegiatan pertambangn oleh rakyat yang sudah mengarah kepada kegiatan Pertambangan Tanpa Izin ( PETI ) sebagaimana disinyalir oleh tim penanggulangan masalah pertambangan tanpa izin Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral dalam publikasi yang diterbitkan dalam tahun 2000. Pada umumnya masyarakat yang melakukan kegiatan penambangan rakyat adalah berasal dari keluarga miskin dan berpendidikan rendah. Para penambang ini sering kali menjadi korban atau sapi perahan dari penyandang dana dengan memberikan pinjaman modal terlebih dahulu dan dikembalikan dengan cara menjual hasil tambangnya kepada pemodal tersebut dengan harga yang sangat murah dibandingkan dengan harga dipasaran.10 2.1.4 Dampak Pertambangan Rakyat Sebagai mana dikemukakan pada bagian terdahulu, bahwa pertambangan rakyat yang pada masa krisis ekonomi berkepanjangan dan munculnya era reformasi yang terjadi di Indonesia, mengalami peningkatan luar biasa baik secara kuantitas maupun kualitas dan sebagian besar telah bergeser kepada kategori pertambangan tanpa izin ( PETI ). Menurut tim terpadu pusat pertambangan masalah pertambangan tanpa izin Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral dalam publikasi mengenai penanggulangan masalah Pertambangan Tanpa Izin tahun 2000, kegiatan pertambangan yang masuk kepada kategori PETI pada umumnya tidak memenuhi berbagai kriteria yang dapat diterima baik dari aspek ekonomi, konservasi, pengelolaan lingkungan, keselamatan dan kesejahteraan kerja. Hal ini menimbulkan dampak negatif yang banyak disoroti dari kegiatan pertambangan rakyat seperti :
10
Laporan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2004
1) Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, berupa terjadinya pengundulan hutan menjadi padang pasir yang berjumlah ribuan hektar, dan pencemaran air sungai terutama oleh unsure merkuri yang jauh diatas ambang batas, 2) Kecelakaan tambang yang menyebabkan hilangnya nyawa pelaku tambang rakyat, 3) Pemborosan sumberdaya mineral, berupa tertinggalnya cadangan berkadar rendah yang tidak ekonomis lagi untuk ditambang baik karena pertambangan rakyat yang hanya menambang cadangan berkadar tingi maupun akibat “ recovery “ pengolahan yang rendah, 4) Kawasan sosial antara lain terjadinya kerusuhan di wilayah-wilayah pertambangan rakyat menyusul berkembangnya budaya premanisme, perjudian, prostitusi, dan kemerosotan moral lainnya. Disamping dampak negatif tersebut, kegiatan pertambangan rakyat juga memberikan danpak positif, khususnya bagi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pertambangan itu sendiri, yaitu sebagai lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan utama bagi penambang dan keluarganya. Salah satu bentuk usaha
pertambangan yang dinyatakan legal di Indonesia adalah
pertambangan yang dilakukan masyarakat melalui pertambangan skala kecil ( Small Scale Mining ), yang telah berjalan sejak tahun 1990, sebagai salah satu upaya pemberdayaan usaha kecil/menengah dalam bentuk Badan Usaha Koperasi/KUD. Menurut Wiriosudarmo, Pertambangan Skala Kecil ( PSK ) diartikan sebagai operasi dan investasi pertambangan dimana investor maupun operatornya adalah rakyat kecil atau masyarakat secara bersama-sama ( kolektif ). Jadi, suatu operasi pertambangan yang secara fisik kecil, namun kalau dimiliki oleh pengusaha besar, maka pertambangan tersebut tidak dapat digolongkan sebagai PSK. Masalah utama yang banyak dihadapi dalam proses pengelolaan usaha pertambangan skala kecil diantaranya adalah :
a) Masalah kewilayahan, seringkali wilayah yang dimohonkan untuk wilayah pertambangan skala kecil lokasinya tumpang tindih dengan kegiatan lain, sehingga proses perizinannya terkendala, b) Masalah permodalan, masyarakat yang terlibat dalam kegiatan penambangan skala kecil atau koperasi/KUD kurang memiliki pengetahuan dan kemampuan pengakses perbankan/lembaga keuangan lainnya dalam rangka memperoleh pinjaman modal untuk usaha pertambangan skala kecil, c) Masalah manajemen, masyarakat yang terlibat dalam kegiatan penambangan skala kecil atau koperasi/KUD kurang memiliki pengetahuan dan kemampuan mengenai manajemen usaha/perkoperasian, d) Kekurangmampuan dalam penguasaan teknologi dan penggunaan peralatan semi mekanis serta perawatannya, sehingga peralatan yang dimiliki cepat rusak, e) Ketidaktahuan mengenai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan pertambangan.11 Pengusahaan pertambangan skala kecil yang ada di Indonesia saat ini dapat digolongkan atas beberapa klasifikasi. Klasifikasi tersebut didasarkan pada klasifikasi yang digunakan dalam pedoman pengembangan pengusahaan penambangan skala kecil yang dibuat oleh Departemen Energi dan Sumber daya Mineral, yaitu : 1) Penambangan skala kecil pemula, 2) Penambangan skala kecil utama, 3) Penambangan skala kecil mantap12
11
12
R. Wiriosudarmo., Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Usaha (Yogyakarta:Graha Ilmu, 1999), 73 Laporan Departemen Energi Dan Sumberdaya Mineral, Tahun 2004
Menurut Kristanto dampak diartikan sebagai adanya suatu benturan antara kepentingan
dua
yang berbeda, yaitu kepentingan pembangunan dengan kepentingan usaha
melestarikan kualitas lingkungan yang baik. Dampak yang diartikan dari benturan antara dua kepentingan itupun masih kurang tepat karena yang tercermin dari benturan tersebut hanyalah kegiatan yang menimbulkan dampak negatif. Pengertian ini pula yang dahulunya banyak di tentang oleh para pemilik atau pengusul proyek. Perkembangan selanjutnya, yang dianalisis bukan hanya dampak negatifnya saja melainkan juga dampak positifnya dan dengan bobot analisis yang sama.13 Apabila didefinisikan lebih lanjut, maka dampak adalah setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungan akibat adanya aktivitas manusia. Disini tidak disebutkan karena adanya proyek, karena proyek sering diartikan sebagai bangunan fisik saja, sedangkan banyak proyek yang bangunan fisiknya relatif kecil atau tidak ada, tetapi dampaknya besar. Jadi yang menjadi objek pembahasan bukan saja dampak proyek terhadap lingkungan, melainkan juga dampak lingkungan terhadap proyek. Menurut Salim setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah: a) Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional; b) Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ; c) Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang; d) Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang; e) Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang;
13
P. Kristanto., Ekologi Industri, (Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2004), hal 61
f) Meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; dan g) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang. Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah: 1) Kehancuran lingkungan hidup; 2) Penderitaan masyarakat adat; 3) Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal; 4) Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan; 5) Kehancuran ekologi pulau-pulau; dan 6) Terjadi pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan Meningkatnya kebutuhan sumberdaya mineral di dunia telah memacu kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral serta untuk mendapatkan lokasi-lokasi sumberdaya mineral yang baru. Konsekuensi dari meningkatnya eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral harus diikuti dengan usaha-usaha dalam pencegahan terhadap dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya mineral tersebut.14
2.1.5 Dampak Sosial Pertambangan Rakyat Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan pertambangan rakyat berdampak pada kondisi sosial masyarakat. Hal ini terlihat dengan adanya peralihan mata pencaharian masyarakat sector pertanian ke sector non pertanian, berkurangnya luas lahan pertanian disebabkan semakin tingginya aktivitas pertambangan. Selain itu, terjadinya transformasi budaya yang berakibat pada
14
Noor, D, Geologi Lingkungan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006). hal 75
timbulnya konflik horizontal dikalangan masyarakat. Dengan kata lain, bahwa aktivitas pertambangan sangat berpengaruh pada keberlangsungan tatanan kehidupan sosial masyarakat. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti menarik suatu kesimpulan bahwa untuk mengukur sejauhmana dampak keberadaan pertambangan terhadap kehidupan sosial masyarakat diperlukan beberapa indikator sebagai berikut: 1. Kesempatan Kerja 2. Pendapatan Masyarakat 3. Kepemilikan Lahan Pertanian 4. Hubungan antara warga
2.2 Teori Perubahan Sosial 2.2.1 Pengertian Perubahan Sosial Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok, adapula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun luas, serta perubahan-perubahan yang lambat sekali, akan tetapi berjalan cepat. Perubahan-perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga-lembaga kemasyarakat, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial. Menurut Hendropuspito, bahwa terdapat dua rumusan definisi perubahan sosial yaitu: 1) Perubahan sosial didefinisikan sebagai perbedaan keadaan yang berarti dalam unsur masyarakat dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Dalam definisi ini terkandung perubahan sosial pasif.
2) Perubahan sosial adalah proses perkembangan unsur sosial budaya dari waktu ke waktu yang membawa perbedaan yang berarti dalam struktur dan fungsi masyarakat.15 Menurut Mac Iver yang dikutip dalam Soejono Soekanto, perubahan sosial dikatakan sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (sosial relationship) atau sebagai perubahan terhadap perubahan keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.16 Dari berbagai pendapat tentang perubahan sosial tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial adalah perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosialnya. Perubahan sosial dalam masyarakat nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang serta interaksi sosial.
2.2.2 Bentuk-bentuk Perubahan Sosial Menurut Soerjono Soekanto perubahan sosial dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, antara lain yaitu: 1. Perubahan lambat dan perubahan cepat Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat, dinamakan evolusi. pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa perencanaan. Perubahan tersebut tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan. Sementara itu perubahan sosial yang berlangsung secara cepat yang lazimnya disebut revolusi. Unsur pokok revolusi adalah
15
Hendropuspito, Oc, Sosiologi Sistematik, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hal.256
16
Soerdjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Grafindo Persada, 1982), hal.306
adanya perubahan secara cepat dan perubahan itu mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. 2. Perubahan kecil dan perubahan besar Perubahan-perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Sedangkan perubahan besar adalah perubahan yang akan membawa pengaruh besar dalam masyarakat. Berbagai lembaga kemasyarakatan akan ikut berubah misalnya hubungan kerja, sistem kepemilikan tanah, hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat. 3. Perubahan yang direncanakan dan perubahan yang tidak direncanakan Perubahan yang direncanakan merupakan perubahan yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang menghendaki adanya perubahan dalam masyarakat. Perubahan sosial yang tidak direncanakan merupakan perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat.17 2.2.3 Penyebab Terjadinya Perubahan Sosial Dalam suatu penelitian harus ditentukan jenis perubahan sosial yang akan diselidiki kurun waktu tersebut dan unsur sosial/budaya yang menjadi penyebab perubahan sosial. Menurut Hendropuspito bahwa penyebab perubahan sosial dapat dikategorikan dalam dua macam: 1. Penyebab yang ada di dalam manusia sendiri atau faktor manusia. Keudukan manusia sangat sentral dan penting dalam masyarakat dan perkembangannya dalam masyarakat, maka wajar jika manusia sebagai faktor penyebab utama perubahan sosial. Faktor manusia merupakan faktor utama karena dalam diri manusia ada beberapa
17
Ibid. hal. 315-319
tenaga dinamis yang memainkan peran yang menentukan perubahan masyarakat, yaitu kecenderungan, dorongan hati dan kemauan yang menyatu menjadi sumber dinamika yang dapat dikembangkan dengan cara tertentu dan dalam situasi tertentu. Manusia dengan kekurangan dan kelebihannya menjadi penyebab penting perubahan sosial. Disamping kemauan, kecenderungan dan dorongan hati, sejumlah nilai sosial yang bersifat ideologis dan masih berupa cita-cita juga memberikan pengaruh pada perubahan masyarakat. 2. Penyebab diluar manusia atau faktor non manusia Nilai-nilai sosial yang telah menjadi kenyataan, misalnya telah menjadi gerakan, telah mengejawantah dalam bentuk masyarakat tertentu yang memberikan pengaruh atas perkembangan masyarakat selanjutnya. Faktor-faktor non manusia antara lain, pertambahan penduduk, sistem ekonomi, penerapan-penerapan penemuan baru (teknologi modern, mode, sistem pendidikan terencana, arus sekularitas, warna politik nengara (Negara sosialis, Negara pancasila).18 Perubahan sosial memperlihatkan transformasi kultur dan pergeseran institusi sosial terusmenerus tanpa henti. Macionis yang dikutip dalam Sunyoto Usman menyebutkan empat karakteristik perubahan. Pertama, perubahan sosial terjadi disetiap masyarakat, kendati pun laju perubahan sosial bervariasi. Perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat bersahaja (hunting and gathering sosieties) lebih lambat dibandingkan dengan perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat maju atau berteknologi tinggi. Dalam kehidupan masyarakat yang sama juga terjadi perbedaan perubahan elemen kebudayaan. Seperti pernah diungkapkan Ogburn yang dikutip oleh Sunyoto Usman, bahwa dalam kehidupan suatu masyarakat bisa terjadi cultural lag, yaitu ketika kebudayaan material dalam masyarakat itu
18
Hendropuspito, Oc, Sosiologi Sistematik, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hal. 43
berubah lebih cepat dibandingkan dengan kebudayaan non-materialnya. Kedua, perubahan sosial kerap kali berkembang pada arah yang sulit dikontrol. Sebuah penemuan atau kebijakan baru disusun untuk meningkatkan kesejahteraan sosial boleh jadi malah membuat masyarakat sengsara akibat manipulasi dan monopoli yang dilakukan oleh kalangan tertentu (penguasa dan penguasa). Ketiga, perubahan sosial sering kali melahirkan kontroversi, terutama karena memperoleh variasi pemaknaan yang saling bertentangan. Keempat, perubahan sosial boleh jadi menguntungkan pihak-pihak tertentu, tetapi dalam waktu yang bersamaan justru bisa merugikan pihak-pihak tertentu lainnya. Konsep penting dalam studi perubahan sosial adalah modernitas atau pola sosial (social patterns) yang terkait dengan industrialisasi. Modernisasi lazim dikonsepsikan sebagai proses perubahan sosial akibat dari industrialisasi. Peter Berger dikutip dalam Sunyoto Usman mencatat empat sosial karakteristik modernisasi sebagai berikut : 1) Modernitas telah merusak ikatan solidaritas sosial yang melekat dalam kehidupan masyarakat tradisional. Kebersamaan dan hidup dalam sepenanggungan berangsur-angsur menipis digantikan oleh kompetisi memenuhi keragaman kebutuhan hidup. 2) Terjadi ekspansi pilihan personal (personal choice). Modernitas telah berubah kehidupan masyarakat tradisonal yang semula dibingkai oleh kekuatan diluar kontrol manusia menjadi diwarnai oleh proses individualisasi, antara lain ditandai oleh keyakinan bahwa manusia mempunyai kebebasan memilih sesuai dengan selera yang dikehendaki. 3) Terjadi peningkatan keragaman keyakinan. Keterbukaan yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan proses modernisasi membuka peluang kemungkinan terjadi rekonstruksi nilai dan norma yang telah mapan.
4) Terjadi orientasi kedepan dan kesadaran atas waktu. Modernisasi telah menggeser kehidupa masyarakat tradisional yang semula ditandai oleh orientasi kini dan disini (a posteriori), menjadi lebih berorientasi kedepan (a priori). 19 Berkaitan dengan hal tersebut di atas, perubahan sosial masyarakat yang ada di desa Tanoyan Selatan terjadi setelah terbukanya tambang emas yang pada awalnya dikelolah oleh masyarakat setempat. Hal ini terlihat dengan adanya proses alih fungsi hutan pun terjadi. Masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian yang bergerak dibidang pertanian, kini berpindah ke sektor non pertanian (jadi penambang). Hal ini menimbulkan asumsi oleh sebagian dari masyarakat desa Tanoyan Selatan bahwa menjadi penambang lebih menghasilkan banyak uang daripada harus menjadi petani. Artinya bahwa menjadi penambang lebih menjamin kesejahteraan mereka ketimbang mereka harus menunggu hasil panen yang memakan waktu yang cukup lama. Selanjutnya, proses alih fungsi hutan tersebut juga menyebabkan dampak terhadap pada semakin menyempitnya lahan pertanian yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Kondisi ini juga yang menyebabkan komoditas perkebunan yang ada di desa tersebut semakin menurun dari waktu ke waktu. 2.2.4 Solidaritas Sosial Solidaritas sosial adalah suatu keadaan dimana suatu hubungan keadaan antara inidividu atau kelompok yang didasarkan pada faktor perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama diperkuat oleh pengalaman pengalaman emosional bersama. Hubungan ikatan ini lebih kuat dibandingkan hubungan yang didasarkan pada kontrak atas persetujuan rasional. Karena keadaan hubungan yang ada, timbul dari kemampuan masingmasing individu dalam berempati terhadap individu atau kelompok yang lain dalam 19
34
Sunyoto Usman, Sosiologi Sejarah, Teori Dan Metodologi, (Yogyakarta; Pustaka Belajar, 2012). hal 33-
hubungannya itu, sehingga antara individu satu dengan yang lain dapat ikut merasakan perasaan batiniyah dari salah satunya ketika terkena dampak peristiwa sosial. Dan atas dasar kepercayaan yang dianut bersama merupakan satu kesatuan nyata mendorong kesadaran kolektiv muncul. a. Solidaritas Mekanik Kesadaran sebagai individu pada masa dahulu masih lemah, sedangkan kesadaran kolektif memerintah atas atas bagian terbesar kehidupan individu. Kepercayaan yang sama, perasaan yang sama, dan tingkah laku yang sama mempersatukan orang menjadi masyarakat. Apa yang dicela oleh salah satu maka dicela pula oleh yang lainnya, apa yang dianggap baik oleh yang satu maka dianggapa baik pula oleh yang lainnya. Solidaritas mekanik
didasarkan
pada
suatu
“kesadaran
kolektif”
bersama
(collective
consciousness/conscience) yang menunjuk pada totalitas kepercayaan dan sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama. Itu merupakan suatu solidaritas yang tergantung pada individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama pula. Ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama,cita-cita, dan komitmen moral. Contoh dari solidaritas mekanik di dalam masyarakat adalah jamaah keagamaan. Bagi Durkheim indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanik adalah ruang lingkup dan kerasnya hukum-hukum yang bersifat menekan. Ciri khas yang penting dari solidaritas itu, didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen dan sebagainya. Homogenitas itu hanya berkembang bila tingkat pembagian kerja rendah. Karena itu individualitas tidak berkembang, individualitas itu terus menerus dilumpuhkan oleh tekanan yang besar sekali guna tercapainya konformnitas. b. Solidaritas Organik
Masyarakat modern disatukan oleh suatu solidaritas organik, yaitu solidaritas organik muncul karena pembagian kerja bertambah besar. Biasanya terjadi dalam masyarakat industri. Karena perbedaan antara individual membuat mereka menjadi masyarakat, maka dapat dikatakan integritas yang tinggi berpengaruh besar dalam terciptanya solidaritas itu. Solidaritas organik didasarkan pada tingkat ketergantungan yang tinggi. Adanya spesialisasi dalam kerja yang saling berhubungan dan saling tergantung sedemikian rupa sehingga system itu membentuk solidaritas menyeluruh yang funsionalitas. Tingkat diferensiasi dan spesialisasi yang menimbulkan saling ketergantungan secara relative dari pada nilai dan norma yang berlaku. Tingkat individu pun relatif tinggi. Apa yang dianggap baik oleh salah satu orang, belum tentu menjadi baik pula oleh yang lain. Contoh dari solidaritas organiik di dalam masyarakat adalah perusahaan dagang. Dimana di dalamnya anggota termotivasi oleh faktor imbalan ekonomi, ada ketergantungan antara orang yang bekerja di mesin,mengawasi mesin,memperbaiki mesin, mandor, penjual, pembukuan, yang menjual barang, sekretaris, akuntan, manajer, dan seterusnya, yang saling berhubungan, maka membentuk sebuah solidaritas dalam suatu sistem.20 Dalam pemikiran webber, difokuskan dalam masalah-masalah motivasi individu dan arti subyektif. Tujuannya adalah untuk menganalisa hubungan yang penting antara polapola motivasi subyektif dan pola institusional yang besar dalam masyarakat. Bila Durkheim mempelajari masyarakat dalam prespektif secara luas atau makro ,maka Webber melelalui prespektif dalam lingkup yang lebih sempit yaitu prespektif mikro. Webber memilih konsep rasionalitas sebagai titik pusat perhatiannya yang utama, dan sama pentingnya dengan konsep utama Durkheim yaitu konsep solidaritas. Karena konsep
20
Paul Doyle Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakarta Gramedia, 1986), hal 170-179,
rasionalitas sebagai pusat acuan maka keunikan orientasi obyektif individu serta motivasinya sebagian dapat diatasi dan diteliti. Jadi menurut webber sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku sosial serta intepretatif memandang individu dan tindakannya sebagai satuan dasar dan individu sebagai inti dari sosiologi. Bebeda dengan Durkheim, Webber memandang fakta sosial sebagai sesuatu yang didasarkan pada motivasi individu dan ttindakan-tindakan social. Lalu melihat masyarakat sebagai sesuatu yang riil, yang tidak harus mencerminkan maksud individu-individu yang sadar. Masyarakat bukan sekedar kenyataan tetapi lebih kepada bagian-bagiannya. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih rinci penjelasan mengenai tindakan social dan macammacam tindakan sosial yang didasarkan pada konsep rasionalitas. Maka berdasarkan kriteria rasional dan nonrasional dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu; 1) Tindakan rasional,meliputi: tindakan rasional instrumental, tindakan rasionalitas yang berorientasi nilai. Nilai-nilai akhir itu bersifat non rasional dimana individu tidak dapat memperhitungkannya secara obyektif mengenai tujuan-tujuan mana yang harus ditentukan. Contohnya ketika hari raya idul fitri, anak sungkem kepada orang tua, lalu orang tua memberi kan uang kepada anaknya atau keponakannya.21 2) Tindakan nonrasional , meliputi: tindakan tradisional dan tindakan afektif. Tindakan yang didominasi oleh perasaan dan emosi tanpa refleksi intelektual dan perencanaan yang sadar. Contohnya marah, cinta, kesenangan, kegembiraan, kesedihan dan sbagainya. Orang yang sedang mengalami emosi atau perasaan nya itu meluapkan
21
K.J Veeger, Realitas Sosial, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990), hal.51
ungkapannya tanpa pertimbangan yang sadar dan intelektual. Tindakan itu benar-benar tidak rasional dan karena kurangnya pertimbangan logika, ideology, dan rasionalitas. Keempat tipe tindakan social itu merupakan tipe-tipe tindakan murni ,dimana mereka adalah konstruksi-konstruksi konseptual dari webber untuk memahami dan menafsirkan realitas empiris yang beraneka ragam.22
2.2.5 Strukturalisme Pendekatan strukturalisme merupakan turunan dari pendekatan marxisme. Strukturalisme dan marxisme sama-sama menolak pendekatan realisme dan liberalisme karena bagi mereka realisme dan liberalisme mendukung adanya inequality. Meski begitu strukturalisme tidak terlalu ekstrem dalam memandang adanya kelas-kelas sosial, bahkan tidak ada yang namanya borjuis dan proletar dalam kamus mereka. Strukturalisme melihat kelas-kelas sosial yang teraplikasi dalam sistem internasional memang sudah seharusnya terjadi dan memang dibutuhkan dalam berjalannya sistem internasional. Dalam pendekatan struktualisme ada yang dinamakan worldsystem theory dan dependency theory yang merupakan perwujudan pengaplikasian teori strukturalisme dalam Hubungan Internasional. Dalam World-system sendiri terdapat dua tipe yaitu: (1) Negara imperium dunia, yaitu berbentuk institusi, seperti IMF; dan (2) Worldeconomics, yaitu mekanisme instuti bentukan negara imperium dunia. World-system theory juga membagi negara-negara dibagi atas tiga pelapisan, yaitu: (1) Core state, adalah negara-negara kaya yang memiliki banyak modal. Negara-negara kaya inilah yang mengeksploitasi tenaga dari negara-negara lainnya. Contohnya adalah Amerika Serikat. (2) Peripheral state, adalah negara-
22
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), hal. 72
negara miskin yang biasa dikenal dengan negara dunia ketiga. Negara peripheral ini biasanya sumber daya alamnya dan sumber daya manusianya dieksploitasi oleh negara core atau negara kaya. Contohnya adalah Indonesia (3) Semi-peripheral state, merupakan negara yang belum bisa dikatakan kaya karena memang belum kaya namun bukan negara miskin juga. Contoh negara semi-peripheral adalah Malaysia. Malaysia “mengimpor” tenaga kerja dari Indonesia namun ia tidak sekaya itu hingga dapat menjadi core state. Tiga pelapisan yang sudah dijelaskan di atas menurut pendekatan strukturalisme saling berhubungan. Negara kaya pasti membutuhkan negara miskin begitupun sebaliknya. Negara kaya yang memiliki modal mempergunakan modalnya untuk produksi, namun darimana negara mendapatkan sumber daya manusia untuk menjalankan produksinya. Di sinilah peranan negara peripheral untuk negara core. Negara peripheral juga tentunya mendapatkan imbalan dan keuntungan tertentu dengan bekerja untuk produksi negara core. Memang ada kesan eksploitasi, namun semua itu memang sudah seharusnya, karena negara-negara di dunia ini memang saling membutuhkan.23
23
Buecker, Regina, “Karl Marx's Conception Of International Relations”, (Glendon Journal Of International
Studies, 2003). hal 49-58.