BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian dan Hakekat Belajar Matematika Menurut teori bahavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon ( Budiningsih. 2005: 20 ). Pengertian belajar dapat kita temukan dalam berbagai sumber atau literatur. Meskipun kita melihat ada perbedaanperbedaan di dalam rumusan pengertian belajar tersebut dari masing-masing ahli, namun secara prinsip kita menemukan kesamaan-kesamaannya. Burton, dalam sebuah buku “ The Guidance of Learning Activities “, merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya ( Aunurrahman. 2009: 35 ). Secara psikologis, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Terkait dengan hal ini Mahmud (2010 : 61) menunjukkan beberapa pengertian dan hakekat belajar adalah sebagai berikut : a. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. b. Belajar adalah perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. 8
c. Belajar adalah diperolehnya kebiasan-kebiasan, pengetahuan, dan sikap baru. d. Belajar adalah proses munculnya atau berubahnya suatu perilaku karena adanya respons terhadap suatu situasi. e. Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Syaiful B. Djamarah dan Aswan Zain (2006:10), “Belajar adalah proses perubahan perilaku pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.”. Menurut C.T Morgan (1962) (dalam Sutikno, 2009 : 4) belajar sebagai suatu perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu. Menurut Cronbach (Syaiful B. Djamarah, 2008:13) Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oeh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Pendapat lain tentang belajar dikemukakan oleh Drs. Slameto (Syaiful B. Djamarah, 2008:13), menurutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dalam Dalyono (2009:49), mengungkapkan bahwa “Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya” Belajar merupakan suatu proses yang melibatkan manusia secara orang per orang sebagai satu kesatuan organisasi sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Dengan demikian, dalam belajar orang tidak mungkin melimpahkan tugas-tugas
9
belajarnya kepada orang lain. Orang yang belajar adalah orang yang mengalami sendiri proses belajar. Seseorang telah belajar kalau terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya. Dari berbagai pendapat di atas tentang definisi belajar dapat dibuat kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses atau usaha seseorang dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan dalam interaksi dengan lingkungannya, baik berupa pengetahuan, sikap maupun keterampilan baru. Banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang matematika, namun sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang definisi matematika. Matematika berasal dari bahasa Latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Dalam bahasa Belanda, Matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang semuanya berkaitan dengan penalaran. Sedangkan secara etimologi, Matematika berasal dari kata mathema yang berarti pengetahuan, matheis yang berarti mempelajari, dan mathein yang berarti belajar. Pengertian matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh tim penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Perkembangan Bahasa disebutkan bahwa Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah bilangan. Secara etimologis matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dunia rasio sedangkan ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran. Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Matematika adalah kumpulan konsep yang mempunyai struktur sistematis, urut dengan alur logika yang jelas dan mempunyai hirarki antara satu konsep dengan konsep yang lain, maksudnya antara satu konsep dengan
10
konsep yang lain saling menunjang dan berhubungan. Satu konsep bias menjadi pendukung konsep yang lain dan sebaliknya (Budi Manfaat, 2010:147). Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten” (Budi Manfaat, 2010:110-111). Matematika sebagai ilmu bahasa seni,
karena
bentuk-bentuk
khusus
yang
ditemukan
dapat
mengekspresikan
dan
mengkomunikasikan pesan-pesan secara matematika. Matematika sebagai sains, karena matematika dihasilkan oleh penemuan dan percobaan dan isinya terorganisir secara sistematis. Matematika sebagai ilmu seni estetika, karena matematika bersangkut paut dengan bentukbentuk simetri. Dan matematika sebagai ilmu rekreasi, karena orang menemukan kesenangan dan relaks dalam mempelajari isinya. Secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya: 1. Matematika sebagai struktur yang terorganisir ; Agak berbeda dengan ilmu pengetahuan yang lain, matematika merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisir. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen, yang meliputi aksioma/postulat, pengertian pangkal/primitif, dan dalil/teorema (termasuk didalamnya lemma (teorema pengantar/kecil) dan corolly/sifat). 2. Matematika sebagai alat ; Matematika juga sering dipandang sebagai alat dalam mencari solusi berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari.
11
3. Matematika sebagai pola pikir deduktif ; Matematika merupakan pengetahuan yang memiliki pola pikir deduktif, artinya suatu teori atau pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif (umum). 4. Matematika sebagai cara bernalar ; Matematika dapat pula dipandang sebagai cara bernalar, paling tidak karena beberapa hal, seperti matematika matematika memuat cara pembuktian yang sahih (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat penalaran matematika yang sistematis. 5. Matematika sebagai bahasa artifisial ; Simbol merupakan ciri yang paling menonjol dalam matematika. Bahasa matematika adalah bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks. 6. Matematika sebagai seni yang kreatif ; Penalaran yang logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering pula disebut sebagai seni, khususnya merupakan seni berpikir yang kreatif. Obyek matematika bersifat abstrak, maka belajar matematika memerlukan daya nalar yang tinggi. Dengan daya nalar tersebut matematika dapat melatih siswa untuk berpikir secara logis, rasional, operasional dan terukur seusia dengan uraian di atas tentang karakteristik ilmu matematika. Siswa dapat belajar abstraksi melalui model-model yang berbeda. Semakin banyak model yang berbeda akan semakin memungkinkan siswa untuk menggali sifat dan karakteristik umum dari model-model tersebut sehingga siswa dapat membuat abstraksi. Sedangkan dalam generalisasi, siswa dilatih untuk membuat perkiraan atau kecenderungan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh dan non contoh dari konsep yang sedang dipelajarinya.
12
Dari berbagai pendapat di atas tentang definisi matematika dapat dibuat kesimpulan bahwa seorang siswa yang belajar matematika tidak hanya berguna baginya dalam mempelajari matematika untuk memecahkan masalah atau soal-soal dan untuk mempelajari matematika lebih lanjut, tetapi juga dapat digunakan sebagai suatu sarana rekreasi dan memecahkan masalah/soal matematika dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
2.2 Kesulitan Belajar 2.2.1 Pengertian Kesulitan Belajar Definisi kesulitan belajar pertama kali dikemukakan oleh The United States Office of Education (USOE) pada tahun 1977 yang dikenal dengan Public Law (PL) 94-142, yang hampir identik dengan definisi yang dikeluarkan oleh The National Advisory Committee on Handicapped Children tahun 1967. Definisi tersebut berbunyi: Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi. Pada umumnya “kesulitan” merupakan kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan untuk mencapai suatu tujuan, sehingga memerlukan usaha
13
yang lebih keras lagi untuk dapat mengatasinya. Hambatan tersebut mungkin disadari atau mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalami hambatan dalam proses mencapai suatu tujuan. Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifestasi tingkah laku baik secara langsung ataupun tidak langsung. Sugihartono, dkk. (2007:149) menjelaskan bahwa kesulitan belajar adalah suatu gejala yang nampak pada peserta didik yang ditandai dengan adanya prestasi belajar yang rendah atau di bawah norma yang telah ditetapkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kesulitan belajar adalah keadaan dimana siswa mengalami hambatan ataupun gangguan dalam belajar, sehingga tidak memenuhi harapan-harapan yang diinginkan dalam berbagai jenis mata pelajaran termasuk matematika.
2.2.2 Jenis-jenis Kesulitan Belajar Dalam Psikologi Belajar oleh Saiful Bahri Djamarah (2008:234-235) mengemukakan bahwa kesulitan belajar yang dirasakan oleh anak didik bermacam-macam, yang dapat dikeleompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut: 1. Dilihat dari jenis kesulitan belajar. -
ada yang berat,
-
ada yang sedang.
2. Dilihat dari bidang studi yang dipelajari -
ada yang sebagian bidang studi,
-
ada yang keseluruhan bidang studi.
3. Dilihat dari sifat kesulitannya. -
ada yang sifatnya permanen/menetap,
14
-
ada yang sifatnya hanya sementara.
4. Dilihat dari segi faktor penyebabnya. - ada yang karena faktor inteligensi, -
ada yang karena faktor non-inteligensi.
2.2.3 Ciri-ciri Siswa Yang Menunjukkan Kesulitan Belajar Seorang siswa yang mengalami kesulitan belajar akan menunjukkan ciri-ciri sebagai manifestasi dari adanya masalah yang dialami, seperti yang dikemukakan oleh Ahmad &Supriyono (2004) dalam Puhi (2011 : 19 ) sebagai berikut: a.
Menunjukkan prestasi yang rendah/dibawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas.
b.
Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya. Ia berusaha dengan keras tetapi nilainya selalu rendah.
c.
Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawankawannya dalam semua hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal.
d.
Menunjukkansikap yang kurang wajar, seperti : acuh tak acuh, berpura-pura, dusta, dan lain-lain.
e.
Menunjukkan tingkah laku yang berlainan. Misalnya mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung, dan lain-lain.
Slow-learner merupakan salah satu dari lima kesulitan belajar siswa. Lima kesulitan itu antara lain (Sudradjat, 2008). 1.
Learning disorder atau kekacauan belajar, yaitu keadaan di mana proses belajar seseorang terganggu akibat munculnya respon yang bertentangan.
15
2.
Learning disfunction, merupakan gejala di mana proses belajar yang dilakukan siswatidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa itu tidak mengalami subnormalitas mental.
3.
Under-achiever, mengacu pada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang cenderung di atas normal, tetapi berprestasi belajar yang rendah.
4.
Learning disabilities, yaitu ketidakmampuan belajar yang mengacu pada gejala di mana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar.
5.
Slow-learner, adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif sama. Slow-learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang (Burton, dalam Sudrajat, 2008).
2.2.4 Kesulitan Siswa dalam Belajar Matematika Dapat disadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan berpikir siswa, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mereka sudah tentu mengalami kesulitan, yang tentu pula kesulitan terutama dalam bidang akademik seperti pada mata pelajaran IPA. Bahasa, dan terutama Matematika, sedangkan untuk bidang non akademik mereka tidak mengalami kesulitan belajar. Masalah-masalah yang sering dirasakan dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar diantaranya : kesulitan menangkap pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik, mencari metode yang tepat, kemampuan berpikir abstrak yang terbatas, daya ingat yang lemah, dan sebagainya (Muhair, 2011: 74-75). Kesulitan siswa dalam belajar matematika dapat diartikan bahwa siswa
16
tersebut mengalami hambatan. Kesulitan-kesulitan tersebut dapat disebabkan oleh masalah karakteristik matematika, masalah siswa, ataupun masalah guru (Mubiar, 2011: 67). 1.
Karakteristik matematika Karakteristik matematika yaitu objeknya abstrak, konsep dan prinsipnya berjenjang, dan prosedur pengerjaannya banyak memanipulasi bentuk-bentuk. Siswa memerlukan waktu dan peragaan dalam menangkap konsep yang abstrak itu. Siswa akan mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep berikutnya, jika konsep yang sebelumnya tidak terbentuk dengan benar.
2.
Masalah siswa Setiap siswa mempunyai kecepatan belajar yang berbeda-beda dan gaya belajar yang berbeda pula. Mereka mempunyai kecenderungan untuk membentuk konsep sendiri yang akhirnya membentuk miskonsepsi.
3.
Masalah guru Setiap guru mempunyai persepsi sendiri tentang matematika, hakekat belajar, dan mengajar. Mereka mempunyai gaya mengajar atau metode mengajar sendiri. Selain itu, mereka juga mempunyai keterbatasan pengetahuan dan keterampilan.
2.3
Tinjauan Materi Pertidaksamaan Linear Satu Variabel Pertidaksamaan linear satu variabel adalah kalimat matematika yang menggunakan tanda
ketidaksamaan dan variabelnya berpangkat satu. Pertidaksamaan linear adalah kalimat terbuka yang menggunakan tanda <, ≤, >, atau ≥, dan mengandung variabel dengan pangkat bilangan bulat positif dan pangkat tertingginya satu. Bentuk umum dari pertidaksamaan linear : 17
ax + b > 0; ax + b ≥ 0 ax + b < 0; ax +b ≤ 0 dengan a, b∈R, a ≠ 0. 1. Sifat-Sifat Pertidaksamaan a. Sifat tak negatif Untuk a∈R maka a ≥ 0. b. Sifat transitif Untuk a, b, c∈R jika a < b dan b < c maka a < c; jika a > b dan b > c maka a > c. c. Sifat penjumlahan Untuk a, b, c∈R jika a < b maka a + c < b + c; jika a > b maka a + c > b + c. Jika kedua ruas pertidaksamaan dijumlahkan dengan bilangan yang sama tidak mengubah tanda ketidaksamaan. d. Sifat perkalian Jika a < b, c > 0 maka ac < bc. Jika a > b, c > 0 maka ac > bc. Jika a < b, c < 0 maka ac < bc. Jika kedua ruas pertidaksamaan dikalikan bilangan (riil) positif tidak akan mengubah tanda ketidaksamaan, sedangkan jika dikalikan bilangan negatif akan mengubah tanda ketidaksamaan.
18
e. Sifat kebalikan 1
Jika a > 0 maka 𝑎 > 0. 1
Jika a < 0 maka 𝑎 < 0 Contoh 1 Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan berikut. a. 3x + 4 ≥ 2x – 5 Jawab: a. 3x +4 ≥ 2x –5 3x –2 x +4 ≥ 2x –2x–5
(kedua ruas dikurangi 2x)
x + 4 ≥ –5 x + 4 –4 ≥ –5 –4
(kedua ruas dikurangi 4)
x ≥ –9
2. Himpunan Penyelesaian Pertidaksamaan Himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan dapat digambarkan pada garis bilangan, khususnya untuk himpunan penyelesaian berupa interval. Batas-batas interval digambarkan dengan menggunakan tanda " (bulatan penuh) " atau " (bulatan kosong). Tanda bulatan penuh menunjukkan bilangan tersebut termasuk ke dalam himpunan penyelesaian, dan tanda bulatan kosong menunjukkan bilangan tersebut tidak termasuk ke dalam himpunan penyelesaian. Berikut ini beberapa bentuk dari interval yang sering dijumpai dalam pertidaksamaan.
19
Garis bilangan
Himpunan
Interval tertutup
a
{x | a ≤ x ≤ b, x∈R} = [a, b]
b
Interval setengah tertutup {x | a ≤ x < b, x∈R} = [a, b) a
b {x | a < x ≤ b, x∈R} = (a, b]
a
b
Interval terbuka {x | a < x < b, x∈R} = (a, b) a
b {x | x ≥ a, x∈R} = [a, ∞)
a {x | x > a, x∈R) = ( a, ∞) a {x | x ≤ a, x∈R) = (-∞, a] a {x | x < a, x∈ R) = (-∞, a) a Untuk menentukan penyelesaian pertidaksamaan linear satu variabel, dapat dilakukan dalam dua cara sebagai berikut. a. Mencari lebih dahulu penyelesaian persamaan yang diperoleh
20
dari pertidaksamaan dengan mengganti tanda ketidaksamaan dengan tanda “=”. b. Menyatakan ke dalam pertidaksamaan yang ekuivalen. Berikut ini diberikan beberapa pertidaksamaan. a. x + 3 < 2
c. x + y > 5
b. x2 + 5 > 3
d. 6 + x2 > x
Dengan memahami definisi pertidaksamaan linear satu variabel, maka dari beberapa contoh pertidaksamaan linear di atas kita dapat menentukan manakah yang merupakan pertidaksamaan linear satu variabel atau bukan.
Pertidaksamaan a adalah pertidaksamaan linear satu variabel (PtLSV).
Pertidaksamaan b bukan pertidaksamaan linear satu variabel (PtLSV), karena variabelnya pangkat 2 (kuadrat).
Pertidaksamaan c bukan pertidaksamaan linear satu variabel (PtLSV), karena ada 2 variabel (x & y).
Pertidaksamaan d bukan pertidaksamaan linear satu variabel (PtLSV), karena variabelnya ada yang berpangkat 2 dan ada yang berpangkat 1.
2.4
Jenis-Jenis Kesulitan Siswa Dalam belajar Matematika Pembelajaran di sekolah tidak selalu berhasil mencapai tujuan, namun ada hal-hal yang
sering mengakibatkan kegagalan ataupun menjadi gangguan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, baik itu faktor internal ataupun eksternal dari siswa. Begitu pula dalam belajar matematika, banyak siswa mengalami kegagalan
21
dalam mencapai tujuan belajar. Siswa yang mengalami kegagalan sering mengatakan bahwa matematika itu sulit dipelajari. Mengajarkan matematika tidaklah mudah karena fakta menunjukkan bahwa para siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika (Jaworski, 2006). Perlu kiranya dibedakan antara matematika dan matematika sekolah. Adapun jenis-jenis kesulitan siswa dalam belajar matematika adalah : 1. Kesulitan siswa dalam menentukan teorema atau rumus untuk menjawab suatu masalah dalam mata pelajaran matematika. 2. Siswa salah dalam menentukan teorema atau rumus. 3. Siswa salah menggunakan data yang seharusnya tidak digunakan untuk menjawab suatu masalah dalam mata pelajaran matematika. 4. Siswa sulit menyelesaikan perhitungan dan kurang mampu mamanipulasi data. 5. Siswa kesulitan dalam menyatakan kesimpulan suatu masalah dalam mata pelajaran matematika. Agar pembelajaran matematika dapat memenuhi tuntutan inovasi pendidikan pada umumnya, Ebbutt dan Straker (1995: 10-63) mendefinisikan matematika sekolah yang selanjutnya disebut sebagai matematika, sebagai berikut : 1. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : 1) Memberikan kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan, 2) Memberikesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan dengan berbagai cara,
22
3) Siswa untuk menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan 4) Mendorong siswa menarik kesimpulan umum, 5) Membantu siswa memahami dan menemukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya. 2. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuanImplikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : 1) Mendorong inisiatif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda, 2) Mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan, 3) Menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal bermanfaat daripada menganggapnya sebagai kesalahan, 4) Mendorong siswa menemukan struktur dan desain matematika, 5) Mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya, 6) Mendorong siswa berfikir refleksif, dan 7) Tidak menyarankan hanya menggunakan satu metode saja. 3. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving) Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : 1) menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan matematika, 2) membantu siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri, 3) membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan matematika,
23
4) mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan mengembangkan system dokumentasi/catatan, 5) mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk memecahkan 6) membantu
siswa
mengetahui
bagaimana
dan
kapan
menggunakan
berbagai
alatperaga/media pendidikan matematika seperti : jangka, kalkulator, dsb. 4. Matematika sebagai alat berkomunikasi Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : 1) Mendorong siswa mengenal sifat matematika, 2) Mendorong siswa membuat contoh sifat matematika, 3) Mendorong siswa menjelaskan sifat matematika, 4) Mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika, 5) Mendorong siswa membicarakan persoalan matematika, 6) Mendorong siswamembaca dan menulis matematika, 7) Menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika. 2.5
Usaha
Yang Dapat Dilakukan Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Siswa Dalam
Belajar Matematika Dalam usaha mengatasi kesulitan belajar tidak bisa diabaikan dengan kegiatan mencari faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Karena itu, mencari sumber-sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyebab penyerta lainnya mutlak dilakukan secara akurat, afektif dan efisien. Dalam Syaiful B. Djamarah (2008:250-255), langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar anak didik dapat dilakukan melalui enam (6) tahap, yaitu :
24
1. Pengumpulan data Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar diperlukan banyak informasi. 2. Pengolahan data Pada pengolahan data langkah-langkah yag harus ditempuh misalnya ; identifikas masalah, membandingkan antar kasus, membandingkan dengan hasil tes, dan menarik kesimpulan. 3. Diagnosis Diagnosis adalah keputusan mengenai hasil dari pengolahan data. 4. Prognosis Keputusan yang diambil berdasarkan hasil diagnosis menjadi dasar pijakan dalam kegiatan prognosis 5. Perlakuan Perlakuan ini dimaksudkan adalah pemberian bantuan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang ada pada prognosis. 6. Evaluasi Evaluasi ini untuk mengetahui apakah perlakuan yag telah diberikan berhasil dengan baik. Artinya ada kemajua, yaitu anak dibantu keluar dari lingkaran masalah kesulitan belajar,atau gagal sama sekali.
25