BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Lari 100 Meter a. Pengertian Lari100 Meter Pengertian dari lari cepat atau sprint disini adalah lari dengan kecepatan penuh dari garis start sampai garis finis tanpa mengurangi kecepatan dengan waktu yang sangat singkat. Seperti yang di kemukakan Soegito (1992: 8) bahwa, “lari ialah gerak maju yang diusahakan agar dapat mencapai tujuan (finish) secepat mungkin atau dalam waktu singkat”. Pada dasarnya gerakan lari pada semua jenis lari adalah sama, gerakan berpindah dengan kaki dari satu tempat ke tempat lain untuk mencapai tujuan. Sedangkan sprint adalah suatu cara dimana seorang atlet harus menempuh jarak dengan kecepatan semaksimal mungkin. Selanjutnya yang dimaksud lari jarak pendek menurut Yusuf Adisasmita (1992: 35) adalah “Semua nomor lari yang dilakukan dengan kecepatan penuh (sprint) atau kecepatan maksimal, sepanjang jarak yang ditempuh”. Dalam lari ada tiga nomor yang sering di ajarkan di sekolah dan sering diperlombakan diantaranya lari jarak 100 m, 200 m, dan 400 m bahkan dalam dunia perlombaan atletik ketiga jarak atau nomor tersebut menjadi nomor utama atau sering disebut nomor bergengsi dalam kejuaraan atletik. Lari cepat merupakan salah satu nomor lari jarak pendek yang sangat banyak peminatnya karena tidak perlu menggunakan fisik atau daya tahan yang besar seperti lari jarak jauh. Hal ini sesuai pendapat Aip Syarifudin (1992: 41) bahwa “ Lari jarak pendek atau lari cepat (sprint) adalah cara lari dimana atlet harus menempuh seluruh jarak (100 meter) dengan kecepatan semaksimal mungkin. Artinya harus melakukan lari yang secepat-cepatnya dengan mengerahkan seluruh kekuatannya mulai awal (mulai dari start) sampai melewati garis akhir (finish)”. Pada cabang olahraga atletik, khususnya pada nomor lari sprint, unsur kodisi fisik yang dibutuhkan adalah kekuatan, kecepatan dan daya ledak otot tungkai serta kecepatan reaksi pada saat start. Keempat unsur kondisi fisik tersebut harus dilatih dan ditingkatkan dalam setiap usaha memperoleh kemampuan lari yang maksimal. Disamping itu, harus diyakini bahwa untuk mencapai prestasi tinggi tidaklah seperti yang dibayangkan, tetapi harus dengan latihan tidak hanya dengan cabang olahraga yang ditekuni tetapi harus bersifat khusus pada bidang pendukung lainnya. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, lari 100 meter merupakan suatu cara lari menempuh jarak 100 meter yang dilakukan dengan kecepatan maksimal dari garis
start sampai garis finish. Lari harus dilakukan dengan secepat-cepatnya menempuh jarak 100 meter dengan waktu singkat mungkin. b. Prinsip-Prinsip Pokok Lari 100 Meter Memahami prinsip-prinsip pokok dalam lari sprint sangatlah penting karena prinsipprinsip pokok tersebutlah yang digunakan siswa dalam melakukan lari sprint. Dalam lari sprint 100 meter ini, dibagi menjadi tiga diantaranya: start, gerakan lari dan gerakan masuk finish. Pelari pada dasarnya mengunakan tiga bentuk dasar posisi dalam melakukan start, dalam pelaksanaan start ini jaraknya pun sangat bervariasi. Dalam pelaksanaan pengambilan start hendaknya disesuaikan dengan panjang tungkai, kekuatan tungkai dan koordinasi. Start dalam lari sprint sendiri dibagi menjadi tiga macam diantanya start panjang (elongated start), menengah (medium start), danstart pendek (bunched start)
Gambar 2. 1. Tiga Posisi Dasar Balok Start (Gerry A. Carr,1991:29) Selanjutnya menurut Gerry A. Carr (1991:28) : Setelah aba-aba “bersedia” terdengar, pelari mengambil posisi start diatas balok start dengan berat badan berada diantara lutut belakang dan kedua lengan.Kedua lengan selebar bahu, kedua tangan berada dibelakang garis. Jari-jari dan ibu jari membentuk huruf V. kedua bahu didorong kedepan, sedikit lebih depan dari pada tangan (7 sampai 8 cm). Tungkai lebih kuat disimpan dibalok startyang depan, sebab kontak dengan balok ini lebih lama. Kaki depan berada diatas balok pada umumnya 1 ¾ sampai 2 kali panjang kaki dari garis start. Kaki belakang yang berada diatas balok belakang biasanya 1 ½ panjang kaki dari kaki depan. Bernafas dg teratur, Didalam posisi “siap”, atlet mengangkat pinggul keatas dan kedepan dengan sudut lutut tungkai depan kira-kira 80 sampai dengan 90 derajat sedangkan lutut tungkai belakang dengan sudut 110 sampai dengan 130 derajat. Berat badan didukung oleh kedua lengan.
Dalam lari sprint 100 meter ini pastikan kedua tungkai dan kedua kaki tetap kontak dengan balok start.Punggung dan kepala segaris lurus dan pandangan sesuai dengan posisi kepala. Kedua bahu berada dalam posisi agak ke depan dari posisi tegak kedua lengannya saat aba-aba siap, pelari menahan nafas.Ketika pistol berbunyi, tungkai depan diluruskan dengan serentak dan lutut tungkai belakang digerakkan lurus kedepan. Kedua lengan digerakkan dengan kuat untuk mengimbangi gerakan yang sangat kuat dari kedua tungkai.
Gambar 2. 2 Urutan Gerak Start Lari Sprint (Gerry A. Carr,1991:29) Prinsip-prinsip pokok lari sprint 100 meter tersebut penting untuk dipahami dan dimengerti oleh setiap guru, siswa bahkan pelatih yang terjun didunia atletik khususnya nomor lari sprint 100 meter. Kesalahan dalam teknik lari akan merugikan dirinya karena catatan waktu pasti tidak baik dan kurang sempurna. Keseluruhan prinsip tersebut hendaknya dilaksanakan setiap kali latihan ataupun dalam pembelajaran, sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal. c. Teknik Lari sprint 100 Meter Kecepatan lari cepat 100 meter dapat ditingkatkan melalui peningkatan efesiensi gerak dalam penggunaan teknik yang tersedia.Penggunaan teknik yang baik dapat meningkatkan efesiensi gerakan sehingga kecepatan lari 100 meter dapat meningkat.Gerakan lari jarak pendek (sprint) merupakan gerakan menumpu dan mengais. Badan bergerak maju akibat dari gaya dorong ke belakang terhadap alas pijakan. Gaya maju dan efisiensi penggunaannya merupakan kunci dalammenghasilkan kecepatan yang dapat dikembangkan oleh seorang pelari.Peningkatan prestasi lari cepat (sprint) 100 meter menuntut adanya perbaikan dan pengembangan unsur-unsur teknik dalam lari sprint. Menurut Aip Syarifudin (1992 : 41) bahwa, “dalam lari jarak pendek ada tiga teknik yang harus dipahami dalam situasi yai tu mengenai : (1) teknik start, (2) teknik lari dan, (3) teknik melewati garis finish”. Teknik lari jarak pendek(sprint) terdiri dari tiga bagian yaitu, teknik start, teknik lari dan teknik finish. Dari ketiga teknik tersebut harus dilakukan dengan benar agar
mendapatkan hasil yang maksimal dalam latihan maupun perlombaan. Untuk lebih jelas dibawah ini adalah penjabaran dari ketiga teknik diatas : 1. Teknik start Start adalah kunci utama keberhasilan seorang pelari, apabila posisi star yang diapakai atlit sesuai dan tidak ada kesalahan maka itu akan menentukan keberhasilan pelari dalam berlari. Kemampuan dalam melakukan star sangat dibutuhkan. Menurut Gerry A. Carr,(1991:28) : saat melakukan start Setelah aba-aba “bersedia” terdengar, pelari mengambil posisi start diatas balok start dengan berat badan berada diantara lutut belakang dan kedua lengan.bokong diangkat badan condong kedepan keseimbangan dijaga dengan ditopang oleh tangan kedua kaki menginjak blokstart”. Berikut adalah ilustrasi gambar saat start:
Gambar 2. 3 Posisi saat start aaba-aba siap. (Gerry A. Carr,1991:29) Gambar diatas adalah saat pelari pada posisi start dan aba-aba siap. Saat bunyi pistol terdengar seorang pelari akan sekuat tenaga menghentakkan kakinya dan mengayunkan lengan kebelakang agar mendapatkan tenaga yang sangat besar saat melakukan akselerasi. Saat meninggalkan blokstart tubuh masih condong sampai jarak 40 meter kemudian baru tegak. 2. Teknik lari cepat (sprint) Seorang pelari teknik amat sangat berpengaruh terhadap prestasi lari dilapangan. Untuk dapat lari cepat dengan baik dan benar, maka harus menguasai teknik lari cepat dengan baik dan benar. Dalam gerakan berlari khususnya pada nomor lari jarak 100 meter, pelari akan berlari dengan secepat-cepatnya dengan mengerahkan tenaga yang kuat untuk mendorong tanah kedepan. Menurut Soedarminto (1991 : 249) bahwa, “ badan bergerak maju karena akibat dari gaya dorong ke belakang terhadap tanah. Gaya maju ini dan efisiensi penggunaannya merupakan kunci kecepatanyang dapat dikembangkan oleh pelari”.Dalam berlari badan dicondongkan kedepan kurang lebih 20
derajat untuk mengatasi hambatan udara dan cenderung dapat memelihara letaknya titik berat badan selalu kedepan. Disamping tolakan kaki saat mendorong tanah dilakukan dengan jari-jari kaki saat telapak kaki diluruskan agar mendapat gaya tolak sebesar-besarnya. Hal ini menurut Soedarminto (1991 : 251) “dilakukan agar kaki benar-benar lurus dan tegang pada saat mendorong supaya gaya dorong kebelakang seluruhnya dapat diubah menjadi gerak kedepan”. Gerakan lengan yang dilakukan berlawanan dengan gerakan kaki. Gerakan lengan berlawanan dengan kaki berfungsi membangun tubuh agar sprint yang dilakukan dapat dilakukan secara secara otomatisasi gerak. Dalam lari sprint setiap atlet atau murid harus menekuk siku nya 90° agar diperoleh hasil yang efektif dan efisien, yaitu melakukan gerakan dengan mengeluarkan tenaga sekecil-kecilnya dan diperoleh hasil yang semaksimal mungkin, sehingga tujuan dari latihan dapat tercapai dengan benar dan sempurna. 3. Teknik saat Finish Gerakan saat finish termasuk juga unsur dalam teknik lari. Seorang pelari ketika akan memasuki finish posisi dada dimajukan keepan pada garis finish, ini ditujukan agar lebih awal menyentuh garis finish. Karena saat finish akan dilihat bagian mana yang lebih dulu menyentuh garis finish.
d. Analisis Kecepatan larisprint 100 meter Lari sprint100 meter pada dasarnya adalah gerak seluruh tubuh ke depan secepat mungkin yang dihasilkan oleh gerakan dari langkah-langkah kaki dalam menempuh jarak 100 meter, yang unsur pokoknya adalah panjang langkah dan kecepatan frekuensi langkah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hay (1993: 396) bahwa kecepatan lari atlet tergantung dari kedua faktor yang mempengaruhi, yaitu: 1) Panjang langkah adalah jarak yang ditempuh oleh setiap langkah yang dilakukan. 2) Frekuensi langkah jumlah langkah yang diambil pada suatu waktu tertentu (yang juga disebut sebagai irama langkahatau kecepatan langkah). Kecepatan lari sangat tergantung kepada besarnya panjang langkah dan frekuensi langkah, maka penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang menentukan ukuran tersebut. 1) Panjang Langkah
Panjang setiap langkah yang dilakukan oleh seorang pelari dapat dianggap sebagai jumlah dari ketiga jarak yang berbeda.
Gambar 2.4 Kontribusi total panjang langkah pelari (Hay, 1993: 398) Adapun penjelasan dari gambar di atas adalah sebagai berikut : a) Jarak tinggal landas (take off distance) adalah jarak horizontal ketika pusat gravitasi menghadap ke ujung jari kaki yang tinggal landas pada saat kaki tersebut meninggalkan tanah. b) Jarak terbang (flight distance) adalah jarak horizontal ketika pusat gravitasi berjalan pada saat pelari ada di udara. c) Jarak pendaratan (landing distance) adalah jarak horizontal ketika ujung kaki yang ada didepan menghadap ke pusat gravitasi pada saat pelari mendarat (Hay, 1993: 398) Yang pertama dari ketiga kontribusi tersebut tergantung kepada kedudukan tubuh atlet pada saat tinggal landas (take off). Seberapa jauh pelari menjulurkan kaki penopangnya sebelum kaki meninggalkan tanah, dan sudut yang dibuat oleh kaki dengan horizontal pada saat itu memiliki arti penting dalam kaitannya dengan kedudukan tubuh. Sudut yang dibuat oleh kaki dengan garis horizontal pada saat kaki memutuskan hubungan dengan tanah terkait dengan variasi yang besar.
Gambar 2.5. Jarak pusat gravitasi pelari pada Saat kaki meninggalkan landasan dengan sudut kemiringan badan bervariasi (Hay, 1993: 399) Sudutnya bervariasi antara sekitar 30o ketika pelari meninggalkan blok sampai mendekati 60o ketika ia mendekati langkah yang penuh. Jarak horizontal dari ujung jari ke pusat gravitasi berkurang dari 90 cm menjadi 40 cm. Pada bagian lari tersebut langkah dimana atlet tidak menyentuh tanah, jarak horizontal yang pelari tempuh ditentukan oleh faktor-faktor yang mengatur terbangnya semua proyektil semacam itu, yaitu kecepatan, sudut, dan tinggi pelepasan dan resistensi udara yang ditemui saat terbang (flight). Terpenting dari hal ini adalah kecepatan pelepasan, sebuah jumlah yang pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan reaksi tanah yang dikerahkan pada atlet. Hal ini nantinya merupakan hasil dari kekuatan (gaya), terutama dari juluran pinggul, lutut, sendi pergelangan kaki, yang dikerahkan oleh pelari terhadap tanah. Jarak horizontal dari ujung jari kaki yang didepan sampai garis gravitasi pada saat atlet mendarat adalah yang terkecil diantara kontribusi terhadap panjang langkah keseluruhan. Ukurannya dibatasi oleh kebutuhan untuk menjamin bahwa gaya reaksi tanah yang ditimbulkan ketika kaki mendarat seefisien mungkin. Saat mengayunkan kaki bawah kedepan tepat didepan kaki yang mendarat tampaknya merupakan cara yang tepat bagi pelari untuk menambah panjang langkah, gerakan kaki kedepan ketika pelari menyentuh tanah menimbulkan reaksi kebelakang (sejenis reaksi baling-baling atau mengerem) yang mengurangi kecepatan pelari kedepan (Hay, 1993: 399). 2) Frekuensi Langkah
Jumlah langkah yang dilakukan oleh atlet dalam suatu waktu tertentu ditentukan oleh berapa waktu yang perlukan untuk menyelesaikan satu langkah, semakin lama waktu yang diperlukan, maka semakin sedikit langkah yang dapat dilakukan oleh atlet dalam suatu waktu tertentu, dan sebaliknya. Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan satu langkah dapat dianggap sebagai jumlah waktu ketika atlet (1) bersentuhan dengan tanah; dan (2) di udara. Ketika pelari menghabiskan sekitar 67% waktu dari setiap langkah pada sentuhan dengan tanah dalam beberapa langkah pertama, maka angka ini turun menjadi 40-45% ketika kecepatan tertinggi didekati. Waktu saat atlet bersentuhan dengan tanah diatur terutama oleh kecepatan otot kaki sebagai penopang yang dapat mengarahkan tubuh kedepan dan kemudian kedepan dan keatas ke fase terbang berikutnya. Waktu yang dihabiskan oleh atlet di udara ditentukan oleh kecepatan dan ketinggian pusat gravitasi pada saat tinggal landas dan oleh resistensi udara yang ditemui pada saat terbang (Hay, 1993: 400). Usaha untuk meningkatkan panjang langkah dan frekuensi langkah dalam lari cepat 100 meter dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode yang paling efektif adalah dengan meningkatkan kondisi fisik yang menunjang kecapatan lari 100 meter dan meningkatkan penggunaan efesiensi teknik lari sprint. Kesalahan-kesalahan yang umum terjadi pada saat latihan start atau awalan saat meninggalkan block start sering kali terjadi, bukan hanya pada atlit pemula melainkan atlit yang sudah berpengalaman. Kesalahan yang umum dilakukan antara lain 1.
Atlit berlari dalam posisi “duduk”. Kaki tidak diluruskan sepenuhnya, dan tubuh tidak dimiringkan ke depan.
2.
Tangan tidak diayunkan ke arah lain. Seperti sudah diutarakan diatas bahwa ayunan tangan sangat berpengaruh sekali terhadap kecepatan lari karena ini dapat meningkatkan penggunaan yang sanagt efisien teknik lari sprint.
3.
Atlet berlari dengan kepala dimiringkan kebelakang atau badan lebih condong kebelakang. Ini sangat tidak efisien karena dengan badan condong kebelakang akan menghambat kecepatan lari karena badan akan melawan arus angin sehingga terasa berat.
4.
Saat melakukan possisi star sang atlit kelihatan sangat tegang. Ini dikarenakan psikis dari atlit yang belum siap dalam mengikuti pertandingan. Dari penjelasan diatas ini merupakan tugas seorang pelatih untuk memberikan
evaluasi atau pembenaran teknik dalam berlari, agar seoarang atlet dapat mengerti dimana letak kesalahannya sehingga dapat dibenarkan sebelum terlambat. e. Prinsip-Prinsip Latihan Lari 100 Meter
Latihan fisik harus dilakukan secara sistematis dan terprogram dengan baik.Agar dapat mencapai hasil sesuai dengan harapan, pelaksanaan latihan harus berdasarkan pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Prinsip latihan merupakan landasan garis pedoman secara ilmiah dalam pelatihan yang harus dipegang teguh
dalam melakukan latihan. Menurut
Sudjarwo (1995: 21-23) prinsip-prinsip latihan diantaranya: “(1) Prinsip individu, (2) Prinsip penambahan beban, (3) prinsip interval, (4) Prinsip latihan sepanjang tahun”. Sedangkan prinsip-prinsip latihan yang lain menurut Bompa (1990: 29) sebagai berikut: “(1) Prinsip Beban-Lebih (overload), (2) Prinsip Perkembangan Multilateral, (3) Prinsip Intensitas Latihan, (4) Prinsip Kualitas Latihan, (5) Prinsip Berpikir Positif, (6) Variasi Dalam Latihan, (7) Prinsip Individualisasi, (8) Penetapan Sasaran (goal setting), (9) Prinsip Perbaikan Kesalahan.” Prinsip-prinsip latihan tersebut sangatlah penting untuk diperhatikan dalam latihan.Prinsip-prinsip latihan yang harus diperhatikan meliputi prinsip individu, prinsip penambahan beban, prinsip beban berlabih, prinsip reversibilitas.Tujuan latihan dapat tercapai dengan baik, jika prinsip-prinsip latihan tersebut dilaksanakan dengan baik dan benar. Adapun prinsip-prinsip latihan yang secara umum harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1) Prinsip kekhususan latihan (Specificity of Training) Pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat khusus, sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, gerakan dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Agar mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan latihan harus bersifat khusus, yaitu khusus mengembangkan kemampuan tubuh sesuai dengan tuntutan dalam cabang olahraga atletik nomor sprint 100 meter yang akan dikembangkan ke tingkat prestasi yang diharapkan. Menurut Mochamad Sajoto (1988:116) Kekhususan dalam hal ini adalah: spesifik terhadap sistem energi utama, spesifik terhadap kelompok otot yang dilatih, pola gerakan, sudut sendi dan jenis kontraksi otot. Apabila prinsip kekhususan ini dapat diperhatikan oleh pelatih dengan tepat, efektif dan efisien maka akan diperoleh hasil yang maksimal. 2) Prinsip Beban Lebih (The Overload Principles) Pemberian beban dimaksudkan agar tubuh beradaptasi dengan beban yang diberikan tersebut, jika itu sudah terjadi maka beban harus terus ditambah sedikit demi sedikit untuk meningkatkan kemungkinan perkembangan kemampuan tubuh.Kemampuan atlet hanya dapat meningkat jika beban latihan lebih berat dari beban yang diterima sebelumnya. Penggunaan beban secara overloadakan merangsang penyesuaian fisiologis dalam tubuh, sehinga
peningkatan prestai terus menerus hanya dapat dicapai dengan peningkatan beban latihan (Bompa, 1990:44).Untuk mendapatkan efek latihan yang baik, organ tubuh harus diberi beban melebihi beban dari aktifitas sehari-hari.Untuk itu beban yang diberikan mendekati maksimal hingga beban maksimal. Akan tetapi pelatih harus dapat memahami seberapa besar beban serta intensitas yang dilakukan oleh atlet, karena kalau pelatih tidak memperhatikan hal tersebut maka akan terjadi kelebihan atau kurang dari pada intensitas. Apabila beban tersebut terlalu berat atau bahkan sangat kurang maka atlet akan mengalami kemunduran dari pada prestasinya, bahkan akan memperoleh cidera (overtraining).
3) Prinsip Beban Bertambah(The Principles of Progresive Resistance) Beban
latihan
harus
ditingkatkan
agar
terjadi
peningkatan
kemampuan
tubuh.Peningkatan beban latihan dilakukan secara progresif.Yang dimaksud dengan peningkatan beban secara progresif adalah peningkatan beban secara teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Prinsip beban bertambah dilakukan dengan meningkatkan berat beban secara bertahap dalam suatu program latihan, yaitu dengan meningkatkan berat badan, set, repetisi, frekuensi dan lamanya latihan. Melalui latihan yang berulang-ulang yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu, serta adanya peningkatan beban secara progresif, maka adaptasi tubuh terhadap training bersifat kronis.Tubuh beradaptasi terhadap sesuatu yang dilatihkan perlahan-lahan, sesuai dengan peningkatan bebannya yang dilakukan secara bertahap. Menurut Bompa (1990:77) "Adaptasi tubuh terhadap training (latihan) bersifat menyeluruh yang menyangkut aspek anatomis, fisiologis, biokimia dan psikologis". Sedangkan menurut M. Sajoto (1988: 115) penggunaan beban secara overload dapat merangsang penyesuaina fisiologis tubuh yang mendorong meningkatnya kekuatan otot. Sehingga pengertian dari ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan dalam hal latihan hendaknya beban tersebut semakin hari semakin bertambah bebannya. 4) Prinsip latihan Beraturan(The Principles Arrangement of Excentrise) Prinsip ini bertujuan agar beban latihan tertuju dan tersusun menurut program latihan yang sesui.Hendaknya latihan dimulai dari yang ringan menuju latihan yang sangat berat.Agar fungsi anatomis tubuh dapat beradaptasi secara sempurna.Program latihan pun dibuat dan dievaluasi sedemikian rupa sehingga dalam latihan tersebut dapatmengarah kelatihan yang efektif dan efisien sertaberurutan. 5) Prinsip Individual (The Principles of Individuality)
Pada prinsipnya karakteristik masing-masing individu berbeda-beda, baik secara fisik maupun psikologis. Untuk itu target latihan disesuaikan dengan tingkat kesegaran seseorang, tujuan yang ingin dicapai dan lamanya latihan. Latihan harus disesuaikan dengan karakteristik setiap atlet untuk memberikan kekhususan dalam pelaksanaan latihan. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan tersebut direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi individu. Sangat bijaksana jika pelatih memberikan latihan sesuai dengan kondisi dan tingkat perkembangan tiap-tiap siswa. Individu yang dimaksud bukan hanya penggunaan metode didalam mengoreksi teknik lari sprint 100 meter tetapi melalui pengukuran yang lebih objektif dan observasi secara subjektif. Kemudian pelatih dapat merealisir kebutuhan pelatihan dan memaksimalkan kemampuan atlet.Pelatih juga harus dapat membedakan kemampuan masing-masing individu, sehingga porsi ataupu menu setiap atlet berbeda-beda. 6) Prinsip Reversibilitas(The Principles of Reversibility) Keaktifan melakukan latihan fisik akan dapat meningkatkan kemampuan fisik, sebaliknya ketidakaktifan atau tanpa latihan akan menimbulkan kemunduran kemampuan fisik. Kualitas dari latihan juga akan menurun kembali apabila tidak dilakukan secara teratur dan kontinyu. Menurut Soekarman (1987:60) bahwa, setiap hasil latihan
kalau tidak
dipelihara akan kembali ke keadaan semula". Berdasarkan prinsip ini, untuk mendapatkan kemampuan fisik yang baik maka harus melakukan latihan fisik secara teratur dan kontinyu. Latihan fisik secara teratur dan kontinyu menyebabkan terjadinya adaptasi-adaptasi tubuh terhadap beban latihan. Dengan adaptasi tubuh terhadap pembebanan latihan ini, maka kemampuan tubuh akan meningkat sesuai dengan rangsangan yang diberikan. Oleh karena itu kesinambungan latihan mempunyai peranan yang sangat penting, dengan tidak melupakan adanya pulih asal (recovery), karena fungsi dari waktu pemulihan sama pentingnya dengan waktu kerja dalam latihan. f. Faktor-Faktor Pendukung Lari Sprint Lari cepat 50 meter (sprint) adalah serangkaian tolakan, melayang, mendarat yang dilakukan secara halus (smoth) sehingga di saat berlari seseorang tidak berfikir tentang lari, tetapi berusaha secepat mungkin mencapai garis akhir (finish). Lari sprint 60 meter sebagai suatu seri tolakan atau lompatan, komponen dasarnya adalah daya ledak (power) otot tungkai. Usaha untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai akan meningkatkan panjang langkah dan menghasilkan kecepatan lari. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan lari, diantaranya adalah :
1) Tenaga otot merupakan salah satu persyararan terpenting bagi kecepatan lari. Terutama pelari sprint yang masih jauh dari puncaknya daapat memperbaiki kecepatannya. 2) Viskositas otot, hambatan gesekan dlam sel (intra seluler) serat-serat otot, dengan pemanasan dapat ditingkatkan luas ruang gerak. Viskositas tinggi pada otot mempengaruhi secara negatif kecepatan maksimal yang dapat dicapai. 3) Kecepatan reaksi atau daya reaksi paada waktu start harus diperhatikan, walaupun tidak banyak yang dilatih. 4) Kecepatan kontraksi, yaitu kecepatan pengaruh otot setelah mendapatkan ransangan saraf. Hal ini tergantung pada struktur ototnya dan ditentukan oleh bakat. 5) Koordinasi atau kerjasama antara sistem syaraf dan otot yang digunakan. 6) Antropometrik, yaitu bentuk tubuh atlit, terutama perbandingan badan dan kakinya merupakan hal yang penting. Menurut Bompa (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang yang menghasilkan gerakan kecepatan tinggi yaitu faktor fisiologis dan kinerja seperti: a)
Sistem energi, berlari cepat melibatkan pelepasan energi yang memungkinkan pergerakan yang tinggi dari cross bridge dalam otot dan produksi yang cepat dan berulang kekuatan otot.
b) Sistem neuromuskuler, karakteristik morfologi otot serta adaptasi terhadap pola aktivitas saraf dapat memainkan peran penting dalam ekspresi bergerak kecepatan tinggi. c)
Komposisi otot, tipe serabut otot atau komposisinya tampaknya berperan dalam menentukan kemampuan kinerja yang cepat.
d) Faktor saraf, gerakan kecepatan tinggi seperti yang digunakan selama melakukan sprint dengan intensitas maksimal, membutuhkan tingkat tinggi aktivitas saraf. e)
Aktivasi otot, ketika melakukan gerakan berlari banyak otot yang berbeda diaktifkan pada waktu tertentu dan intensitas umtuk mengoptimalkan kecepatan gerak.
f)
Stretch reflex, muncul untuk mempengaruhi kerja lari.
g) Kelelahan syaraf-syaraf, kelelahan dapat mempengaruhi performa sprint dengan mengurangi kapasitas kekuatan menghasilkan sukarela. h) Technical systems, aktivitas balistik yang menjalankan serangkaian langkah peluncuran tubuh ke depan dengan percepatan maksimal atau kecepatan lebih dari beberapa jarak. i)
Akselerasi, selama periode percepatan awal dari memulai statis, baik satu langkah dan panjang akan meningkat selama 15 pertama sampai 20 lebih 8- 10 langkah.
j)
Kecepatan maksimal, kecepatan maksimal dicapai pada (15-20 meter atau 8-10 langkah) akan tegak dan laju langkah dan panjang akan baik memberikan kontribusi terhadap kecepatan gerak. Selain faktor yang telah dikemukakan diatas, Kebanyakan syaraf motorik tunggal,
mempunyai banyak cabang memasuki otot & menginervasi otot tsb, ttp otot tertentu hanya diinervasi oleh satu syaraf motorik.Unit motorik adalah sebuah syaraf motorik + serabut otot yang diinervasi.Unit motorik adalah unit fungsional dasar dari otot skelet.Reaksi otot dapat di tetapkan sesuai dengan ukuran dan jumlah unit motorik yang mendapat rangsangan ketika sprint.Hal ini memungkinkan bagi gerakan yang lemah dan yang kuat saat melakukan akselerasi lari. Terdapat dua macam unit motorik yang mempengaruhi reaksi kecepatan sesuai dengan namanya : a)
Unit FT (fast-twitch)/sentakan cepat, cepat berkontraksi. Lebih baik digunakan selama kegiatan seperti: lari cepat. Unit FT mempunyai ciri-ciri: kapasitas aerobic rendah, kapsitas glycolitik tinggi,kepadatan kapiler rendah, kekuatan kontraksi besar, kemungkinan keletihan tinggi.
b) Unit ST (slow-twitch), lambat berkontraksi, lbh baik di gunakan pada kegiatan yg memerlukan ketahanan. Unit ST mempunyai ciri-ciri: kapasitas aerobic tinggi, kapasitas glycolitik rendah,kepadatan kapiler tinggi, kekuatan kontraksi kecil,kemungkinan keletihan rendah. Dari sudut waktu dan gerak, setiap lari cepat dimulai dengan bereaksi secepat mungkin terhadap aba-aba dan berakhir setela mencapai garis finish. Waktu dan periode gerak dapat dibagi dalam beberapa fase : (1) Waktu Reaksi, (2) Waktu meninggalkan balok start, (3) Waktu akselerasi, (4) Waktu mempertahankan kecepatan dan (5) Waktu mencapai garis finish. Menurut Harsono (1988 : 218) mengatakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan lari yaitu : 1) Adanya elastisitas dari otot, karena semakin panjang otot itu terulur, maka makin cepat pelari (sprinter) berkontraksi, otot memanjang dan memendek serta dapat melangkah lebih lebar, berlari rileks. 2) Teknik lari, misalnya gerakan tangan, sikap badan waktu berlari. 3) Kamampuan mengatasi tahanan (resistence). 4) Konsentrasi dan semangat waktu berlomba. 5) Keturunan dan keadaan alam serta intensitas latihan. Sebagaimana
telah
dikemukakan
sebelumnya,
bahwa
untuk
meningkatkan
kemampuan lari cepat 60 meter harus didukung oleh unsur kondisi fisik seperti kekuatan dan
daya ledak. Namun faktor utama adalah daya ledak otot tungkai, karena didalamnya sudah terdapat kekuatan dan kecepatan. Disamping itu, faktor lain yang ikut mendukung pencapaian prestasi sprint 60 meter adalah teknik dasar dan kemampuan melakukan start jongkok dengan baik termasuk konsentrasi dalam melakukan. Keseluruhan faktor-faktor di atas merupakan satu kesatuan yang harus dimiliki dan ditingkatkan penguasaannya untuk dapat meningkatkan kemampuan lari sprint100 meter. Peningkatan tersebut dapat dicapai hanya dengan melakukan latihan yang teratur dan sistematis serta tetap memperhatikan prinsip-prinsip dari suatu latihan. Bakat juga memegang peranan yang penting untuk mencapai prestasi maksimal pada nomor lari jarak pendek. Disisi lain, perbedaan susunan serabut otot menyebabkan kemampuan seseorang dalam melakukan kegiatan olahraga berbeda-beda, ini dipengaruhi ole serabut otot putih dan mera. Unsur kondisi fisik sangat dominan pada lari jarak pendek adalah daya ledak otot tungkai, kecepatan dan kekuatan serta kecepatan reaksi. Kondisi fisik memegang peranan yang sangat penting pada setiap cabang olahraga, bahkan dapat dikatakan sebagai fundamental menuju olahraga prestasi. Biasanya sebelum diterjunkan kearena perlombaan, seorang atlit harus sudah berada pada suatu kondisi fisik atau tingkat fitness yang baik, sehingga mampu menghadapi intensitas kerja dan segala macam stress yang bakal dihadapinya dalam pertandingan atau perlombaan. Tanpa persiapan kondisi fisik yang baik, sebaiknya atlit tidak diterjunkan untuk mengikuti perlombaan. Dalam penyusunan program latihan, kondisi fisik haruslah direncanakan dengan baik, sistematis dn ditujukan untuk meningkatkan kemampuan fungsional dari sistem tubuh, sehingga dengan demikian memungkinkan atlit untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Bila seorang atlit sudah mencapai tingkat kondisi fisik yang optimal, maka atlit tersebut akan mudah meningkatkan kemampaun skillnya. Oleh karena itu untuk menjadi atlit pada lari sprint, harus didukung oleh berbagai factor diantaranya system syaraf neuromuscular yang sangat mendukung dalam terbentuknya reaksi otot untuk merangsang otot dalam mencapai kecepatan yang maksimal serta perlu memiliki tingkat kondisi fisik yang prima, sehingga usaha-usaha yang diperlukan untuk dapat mencapai prestasi yang maksimal dapat diperoleh dengan sebaik mungkin didukung system syaraf otot yang mumpuni untuk merangsang kecepatan reaksi otot seorang sprinter. g. Prestasi Lari 100 Meter Kata prestasi berasal dari bahasa belanda yaitu prestatie, dalam bahasa indonesianya menjadi prestasi yang berarti hasil usaha (Arifin, 2009: 12). Jadi prestasi adalah kemampuan nyata yang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari
dalam maupun dari luar individu dalam proses belajar. Dengan kata lain prestasi adalah hasil yang telah dicapai dengan usaha-usaha yang dilakukan dan dikerjakan dengan menonjolkan bukti-bukti nyata yang meyakinkan bahwa proses yang dilalui telah dicapai. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang antara lain dalam kesenian, olahraga, pendidikan. Prestasi merupakan suatu masalah yang prenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupan manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Dikaitkan dengan lari 100 meter maka prestasi lari 100 meter adalah kemampuan nyata yang berupa hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari luar maupun dari dalam individu dalam proses pelatihan yang diberikan yang mengarah pada lari 100 meter tersebut. Dalam latihan olahraga tujuan utama adalah untuk mencapai prestasi yang tinggi. Untuk mencapainnya dibutuhkan pengorbanan dan kerja keras serta kemauan yang tinggi agar semua itu dapat tercapai 2. Metode Latihan Lari Sprint 100 Meter Metode latihan lari 100 meter harus dilakukan secara sistematis dan terprogram secara teratur, agar dapat mencapai hasil sesuai dengan harapan, pelaksanaan latihan harus berdasarkan pada metode latihan yang benar. Metode latihan merupakan landasan garis pedoman secara ilmiah dalam pelatihan yang harus dipegang teguh dalam melakukan latihan. Seorang pelatih harus mampu memilih metode latihan yang terbaik sesuai dengan karakteristik cabang olahraga yang dibinanya. Metode latihan lari100 meter sendiri sangatlah banyak, tentunya seorang pelatih ataupun atlet dapat menggunakan salah satu bahkan mengkombinasikan metode-metode latihan tersebut ke dalam program latihan.Metode latihan lari sprint100 meteryang digunakan dalam penelitian ini adalah metode latihan up hill sprintdan down hill sprint.Dalam hal ini kedua metode memiliki banyak kelebihan dan kelemahan dari masing-masing metode. a. Metode Latihan Up Hill Sprint Seorang atlet berlari pada tanjakan sedang sejauh 30-40 meter dengan kemiringan lintasan menanjak dengan kemiringan 3-5 derajat dengan kecepatan ½, ¾, dan penuh. Tingkatkan pengulangan ketika stamina dan kebugaran atlet meningkat. Atlet dapat berjalan ke dasar tanjakan untuk memulihkan kondisi (Gerry A Carr, 1997: 26).
3-5 derajat
Gambar 2.6 Latihan up hill sprint Metode latihan up hill sprint merupakan bentuk latihan lari cepat yang dilakukan pada lintasan naik atau lari menaiki bukit. Dengan kata lain, latihan lari cepat up hill yaitu lari cepat pada lintasan naik. Dalam hal ini Lee E, Brown,. Vance. A, Ferrigno., and Juan Carlos Santana (200: 67) menyatakan, “Lari mendaki bukit (up hill) yaitu atlet diharuskan untuk berlari mendaki bukit dengan kecepatan menengah berulang-ulang. Latihan ini bertujuan untuk mengembangkan dynamic strength pada otot-otot tungkai. Jika ditinjau dari stimulus gerakan pergelangan kaki, untuk latihan lari menanjak akan sangat berbeda dengan latihan lari pada medan yang datar. Pada saat menanjak, otot ekstensor sendi pergelangan kaki akan bekerja lebih berat untuk menahan berat badan yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi pada lintasan yang miring. Dengan demikian akan terjadi pembesaran pada serabut-serabut otot dan jumlah kapiler darah akan bertambah, yang akan mengakibatkan meningkatnya kualitas kontraksi otot dan meningkatnya kualitas otot-otot yang berada pada pergelangan kaki. Sehingga secara tidak langsung otot-otot yang berada pada pergelangan kaki akan terbiasa dengan beban yang berat dan jika atlet lari pada lintasan yang datar maka tolakan yang dihasilkan oleh pergelangan kaki akan lebih besar. Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan lari cepat dapat digunakan dengan lintasan naik berupa bukit atau trap tangga. Latihan lari pada lintasan naik akan meningkatkan dynamic strength otot-otot tungkai. Gerakan lari yang dilakukan pada lintasan tinggi, maka kerja otot-otot tungkai lebih besar karena harus melawan tarikan gravitasi bumi. Latihan lari up hill dilakukan dengan jarak antara 30-40 meter. Hal ini
didasarkan pendapat Suharno HP (1993: 49) bahwa, “volume beban lari cepat 5-10 kali giliran lari, tiap-tiap giliran atlet lari secepat-cepatnya dengan jarak 30-80 meter”.Dalam program latihan Up Hill Sprint pada akhir program, latihan dilaksanakan pada medan yang datar, sesuai dengan yang digunakan dalam lari cepat 100 meter, tujuannya agar kondisi atlet kembali terbiasa dengan medan datar. b. Metode Latihan Down Hill Sprint Seorang atlet berlari pada menurun sedang sejauh 30-40 meter dengan kemiringan lintasan menanjak dengan kemiringan 3-5 derajat dengan kecepatan ½, ¾, dan penuh. Tingkatkan pengulangan ketika stamina dan kebugaran atlet meningkat.
Gambar 2.7 Latihan down hill sprint(performance.com) Metode latihan down hill sprint merupakan latihan lari cepat dengan menuruni bukit yang dilakukan dengan kecepatan maksimal tanpa mengurangi kecepatan serta menahan berat tubuh agar mendapatkan kecepatan yang maksimal. Lari menuruni bukit (down hill) bertujuan untuk melatih kecepatan frekuensi gerak kaki agar diperoleh frekuensi kecepatan yang maksimal. Latihan menurun ini juga dapat meningkatkan dynamic strenght. Latihan down hill juga dapat melatih kontraksi system syaraf isometrik karena lari menuruni bukit bagi seorang atlit akan melatih kecepatan yang konstan dan dengan gerak ayunan yang penuh.Jarak yang ditempuh dalam latihan menurun ini antara 30-40 meter, sehingga memungkinkan mendapatkan rangsangan frekuensi langkah yang cepat. Berlari pada lintasan menurun membutuhkan keseimbangan yang sangat baik dikarenakan apabila tidak sungguh-sungguh dalam melakukannya maka keseimbangan yang diinginkan tidak akan didapat. Lari pada lintasan menurun akan mendapatkan kecepatan gerak yang sangat besar dikarenakan adanya gaya tatik gravitasi bumi. Oleh karena itu, latihan pada lintasan menurun harus dilakukan dengan sebaik mungkin dengan mengatur irama kecepatan dan menjaga keseimbangan tubuh. Latihan lari pada lintasan menurun akan
mendapatkan kecepatan gerak yang maksimal,. Ditinjau dari hukum gerak, maka suatu benda akan bergerak dengan cepat apabila jatuh dari tempat yang lebih tinggi, karena adanya gaya tarik gravitasi bumi. Demikian halnya dengan latihan lari sprint pada lintasan menurun. Tingkat kemiringan yang harus digunakan untuk latihan menurun harus disesuaikan dengan kondisi seorang siswa atau atlit. Sebuah kemiringan 5,8 derajat dan total jarak berlari 40 meter mungkin optimal, menurut sebuah studi yang telah dilakukan "International Journal of Sports Fisiologi dan Kinerja." mengatakan “rekomendasi yang berlaku untuk kemiringan 3 derajat mungkin tidak efektif”. Untuk seorang atlit atau siswa pemula, pendekatan latihan atau program latihan yang diberikan yang paling efektif untuk melakukan latihan agar menemukan kondisi lapangan yang tidak begitu curamagar dapat memaksa seorang siswa atau atlit melakukan frekuensi gerakan yang cepat untuk mendapatkan dorongan berlari yang kencang serta dapat mengurangi tingkat resiko cidera yang amat besar. Berlari dengan menuruni bukit dapat mengembangkan koordinasi lari seorang atlit dengan memaksa kaki untuk melakukan frekuensi latihan dengan kecepatan tinggi. Pada awalnya, atlit akan mengalami kesulitan menjaga keseimbangan, tapi seiring dengan berjalannya waktu koordinasi seorang siswa akan meningkatkan respon berlarinya. Akibatnya, kecepatan lari atlit atau siswa pada lintasan datar akan meningkat karena terjadi peningkatan frekuensi pada langkah lari yang telah dilakukan pada latihan menurun.Dalam metode program latihan down Hill Sprint pada akhir program, latihan dilaksanakan pada medan yang datar, sesuai dengan yang digunakan dalam lari cepat 100 meter, tujuannya agar kondisi atlet kembali terbiasa dengan medan datar. 3. Sistem Energi Pada Lari 100 meter Otot merupakan salah satu alat tubuh yang menggunakan ATP sebagai sumber energi untuk kepeluan aktivitas fisik. ATP paling banyak tertimbun dalam sel otot, akan tetapi ATP yang tertimbun dalam otot jumlahnya sangat terbatas, yaitu sekitar 4-6 milimol/kg otot. ATP yang tersedia hanya cukup untuk aktivitas yang cepat dan berat selama 8-10 detik, pada aktivitas yang berlangsung lebih lama dari waktu tersebut perlu dibentuk ATP kembali. Sistem energi pada lari cepat yaitu anaerobik.Kemampuan anaerobik adalah kemampuan tubuh dimana mekanismepenyediaan energi untuk mewujudkan gerak yang bergantung padakebutuhan O2 tidak dapat terpenuhi seluruhnya oleh tubuh, ketika terjadipertukaran energi dalam jaringan tubuh atau dengan kata lain “capable ofliving without oxygen”
(Tattam,www.slideshare.net/jorrflv/effect
of
trainingon
theenergi-sistem).
Kemampuan anaerobik mendorong tubuh melakukan gerak maksimalsampai waktu tertentu, sehingga paru-paru tidak mampu memasukkanO2 ke otot-otot yang dibutuhkan. Jadi, tubuh
melakukan gerak tanpa O2 dan dilakukan dalam waktu yang singkat. Selama waktu ini, tubuh akanmenghasilkan asam laktat yang merupakan alasan mengapa tubuh merasalelah. Besarnya kapasitas anaerobik dapat menunjukkan besarnya tuntutan/keperluan O2 yang akan terwujud sebagai beratnya beban atau intensitaskerja yang dilakukan. Kemampuan anaerobikini sering dimanfaatkan oleh atlet dalam mempromosikan kecepatan,kekuatan, dan untuk membangun massa otot. Secara fisiologi, ada 2 jenis sistem energi anaerobik yaitu: 1) ATP (Adenosin Tri Posfat) dan CP (PospatCreatin), dimana kurang lebihdalam 10 detik pertama dari gerak (sistem anaerobik), tubuhakan membakar ATP yang tersimpan sebagai sumber energi 2) Glikolisis anaerobik. Setelah ATP-CP yang tersimpan di dalamotot terbakar habis, tubuh akan membuat ATP yang lebih denganmendongkrak karbohidrat yang hadirmelalui proses glycolysis Kemampuan fisik yang termasuk dalam system kerja anaerobik yangpertama atau disebut dengan kemampuan anaerobik alaktasid adalahkemampuan kecepatan gerak, baik dalam bentuk Speed, Agility, maupunQuickness. Banyak cabang olahraga yang membutuhkan komponen-komponen tersebut baik secara tersendiri yaitu: hanya membutuhkankemampuan Speed saja, atau Agility saja, namun banyak cabang olahragayang membutuhkan gabungan dari kemampuan-kemampuan tersebut. Lari cepat atau sprint contohnya cabang olahraga ini merupakan salah satu cabang yang menggunakan sistem energi anaerob alaktasik serta ATP CP. Selain kemampuan kecepatan gerak, kemampuan lain yang sistemkerjanya berdasarkan sumber energi anaerob adalah kemampuan kekuatanyang cepat (power). 4. Rasio Panjang Tungkai dan Tinggi Badan Peningkatan kecepatan lari 100 meter dapat dipengaruhi oleh proporsi tubuh (rasio anthropometrik) dari atlet baik itu tinggi badan, berat badan, panjang tungkai ataupun faktor anthropometrik yang lain. Istilah anthropometrik berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia sedangkan “metron” yang berarti ukuran. Anthropometrik merupakan suatu studi yang menyangkut pengukuran dimensi tubuh manusia yang berkaitan dengan karakteristik tubuh manusia berupa ukuran, bentuk dan kekuatan tubuh. Sementara itu, rasio kita ketahui merupakan sebuah perbandingan dua atau lebih dari suatu benda. Jadi, rasio anthropometrik merupakan perbandingan dari ukuran-ukuran tubuh. Rasio anthropometrik merupakan pengukuran lebih jauh mengenai bagian-bagian luar dari tubuh. Pengukuran anthropometrik diantaranya meliputi pengukuran yang membedakan tinggi badan dan panjang tungkai.
Panjang tungkai dikatakan relatif panjang apabila ditinjau dari segi perbandingan dengan tinggi badan. Kondisi pertumbuhan yang bervariasi yang dialami oleh setiap individu mengakibatkan bervariasinya proporsi ukuran bagian-bagian tubuh yang dimiliki. Proporsi ukuran bagian-bagian tubuh ada hubungannya dengan kapasitas kemampuan individu untuk melakukan keterampilan gerak tertentu. Proporsi ukuran bagian-bagian tubuh tertentu akan menguntungkan untuk bentuk gerakan tertentu dan sebaliknya bisa menguntungkan dalam melakukan keterampilan gerak yang lain. Keterampilan gerak tertentu yang memerlukan keterlibatan bagian tubuh tertentu, mensyaratkan adanya kondisi dan kapasitas kemampuan bagian tubuh yang terlibat itu yang sesuai dengan karakteristik gerakan yang dilakukan. Rasio atau perbandingan ukuran antara unsur bagian tubuh yang berfungsi sebagai satu kesatuan sistem yang menghasilkan gerakan merupakan salah satu faktor yang dipersyaratkan. Bentuk tubuh yang ideal sesuai dengan cabang olahraga yang dipelajari merupakan salah satu syarat yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi olahraga. Sajoto (1988:11) menyatakan salah satu aspek untuk mencapai prestasi dalam olahraga adalah aspek biologis yang meliputi struktur dan postur tubuh, yaitu: 1) ukuran tinggi badan dan panjang tungkai, 2) ukuran besar, lebar dan berat badan, 3) somatotype (bentuk tubuh). Tungkai manusia terbagi atas tiga segmen yaitu: tungkai atas, tungkai bawah, dan telapak kaki. Rasio panjang telapak kaki dan tinggi badan secara biomekanika diduga dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Berdasarkan hal diatas, tinggi badan dan panjang tungkai merupakan salah satu aspek yang dapat mendukung kemampuan seseorang dalam usaha meningkatkan kecepatan lari. Hal itu terkait dengan kemampuan seseorang untuk dapat melakukan tolakan yang maksimal. a.
Panjang Tungkai Dalam setiap cabang olahraga terdapat syarat-syarat agar dapat berprestasi. Pada
umumnya syarat-syarat yang dipenuhi berupasyarat fisik dan non fisik . Syarat fisik meliputi kebugaran, kesehatan, kelincahan, postur tubuh, dan keterampilan. Sedangkan syarat non fisik meliputi motivasi dan daya juang serta kerja sama”. Bentuk tubuh yang ideal sesuai cabang olahraga yang dipelajari merupakan salah satu syarat yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi olahraga. Dalam hal ini Sajoto (199011)” salah satu aspek untuk mencapai prestasi dalam olahraga adalah aspek biologi yang meliputi struktur dan postur tubuh yaitu : 1.
Ukuran tinggi dan panjang tungkai.
2.
Ukuran besar, lebar , dan berat badan,
3.
Somatotype (bentuk tubuh)”. Somatotype atau bentuk tubuh menurut Sheldon dibagi menjadi tiga tipe, yaitu
mesomorp sebagai karakteristik bentuk tubuh yang berotot (atletis), endomorp menunjukan bentuk tubuh yang gemuk atau berlemak, dan ektomorp merupakan bentuk tubuh yang kurus, namun ada bentuk tubuh gabungan atau kombinasi dari ketiga benuk tubuh tersebut, Urutan pencapaian puncak pertumbuhan untuk anak laki-laki dimulai dengan panjang tungkai, kemudian disusul dengan pelebaran panggul dan dada, pertumbuhan puncak panjang tungkai dengan panjang togok kira-kira berselang satu tahun, kematangan yang terlambat ditandai variasi urutan, lamanya dan itensitas peningkatan berbagai segmen tubuh selama periode pertumbahan. Seorang anak yang lambat matang mengalami pertumbuhan tungkai lebih lama sehingga secara proporsional tungkai lebih panjang dibandingkan togok. Pada anak laki-laki yang cepat matang cenderung mempunyai tungkai yang lebih pendek dengan panggul lebih besar dibandingkan mereka yang lebih cepat matang. Bentuk tubuh yang tinggi, atletis yang memiliki otot-otot yang baik dapat mendukung penampilan atlet lompat jauh untuk meraih prestasi pada umumnya orang yang atletis disertai anggota tubuh yang ideal (orang yang tinggi biasanya tangan dan tungkainya panjang). Dalam hal ini Yusuf Adisasmita dan Aip Syarifuddin (1996:73) menyatakan” orang yang tinggi umumnya anggota badannya, lengan dan tungkainya juga panjang. Bentuk tubuh serta anggota badan yang demikian akan memberi keuntungan bagi cabang olahraga yang spesifikasinya memerlukan tubuh yang demikian”. Panjang tungkai merupakan anggota gerak bagian bawah terdiri dari tungkai dan panggul. Secara keseluruhan tulang-tulang yang menjadi anggota gerak bagian bawah Evelyn Pearce (1999:75) adalah : Anggota bawah terdiri dari tiga puluh satu tulang Tulang pangkal paha
1 tulang coxae
Tulang Paha
1 femur
Tulang kering
1 tibia
Tulang betis
1 fibula
Tempurung lutut
1 patela
Tulang pangkal paha
7 tulang tarsa
Tulang telapak kaki
5 tulang metetarsal
Ruas jari
14 falang
Secara garis besar tulang manusia terdiri dari tiga bagian yaitu : tungkai atas, yaitu paha dari pangkal paha sampai lutut, istilah anatominya femur atau flight,. Tulang paha ini adalah tulang-tulang panjang pada tubuh, yang berupa tulang pipa, dan fibula (tulang betis), letaknya sebelah lateral tungkai bawah. Tapak kaki terdiri dari tulang tarsal dan falanks. Tulang tarsal (tulang mata kaki) ada 7 buah tulang-tulang ini mendukung berat badan saat berdiri. Tulang mata tarsal berjumlah 5 buah berupa tulang pipa, metatarsal pertama adalah gemuk pendek, metatarsal kedua terpanjang. Falanks adalah ruas kaki bentuknya sama dengan jari-jari tangan tetapi lebih pendek Ketiga bagian anggota gerak bawah tersebut mempunyai peranan yang penting dalam gerakan lompat jauh. Dalam proses gerakan lari ketiga anggota gerak bawah tersebut saling mempengaruhi untuk mendapat kecepatan maksimal. Selain itu juga dibantu gerakan kedua lengan, sikap badan dan koordinasi gerakan yang searah. Dalam hal ini Rusli Lutan Dkk. (1992 : 135) Lompat jauh memiliki unsur gerak yang sama 1. Gerakan tungkai (gerakan tubuh milai dari sendi panggul kebawah yaitu paha, tungkai bawah, dan kaki). 2. Gerakan lengan (Lengan atas, lengan bawah, tangan). 3. Sikap Badan. 4. Koordinasi yang selaras dari semua unsur gerak bawah. Rangkaian gerakan tersebut merupakan siklus yang harus dikoordinasi dengan baik untuk memperoleh kecepatan lari yang maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi panjang tungkai terletak pada ukuran tubuh berkembang sering dengan perkembangan dan pertumbuhan tubuh anak. Pada usia tertentu ukuran dan bagian-bagian tubuh anak besar mengalami perubahan dibanding pada anak kecil. Demikian juga panjang tungkai mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan tubuh anak. Sugiyanto (1998:140) menyatakan” secara proporsional kaki dan tangan tumbuh lebih cepat dibanding pertumbuhan togok, hal ini seperti halnya terjadi pada anak kecil. Dengan kecepatan pertumbuhan togok yaitu tidak sama, media anak besar umumnya menjadi tampak panjang kakinya. Pada umumnya perkembangan ukuran dan proporsi tulang antara anak laki-laki dan perempuan yang berbeda. Menurut Sugiyanto (1990:140) menyatakan bahwa mulai umur 11 tahun pada anak perempuan presentase panjang togok mulai lebih cepat dibandingkan pertumbuhan panjang kaki. Hal ini baru mulai terjadi pada umur kurang 14 tahun untuk anak laki-laki pada umur 14 tahun panjang kakinya kurang lebih 40 dari tinggi badan.
Berdasarkan pendapat diatas menunjukan pada akhir masa anak besar perbandingan proporsi ukuran bagian-bagian tubuh anak laki-laki dengan anak perempuan mulai tampak perbedaannya. Anak laki-laki lebih panjang dibandingkan anak perempuan. Makanan yang dikonsumsi sehari-hari juga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak makanan yang dikonsumsi dan bergizi tiap hari akan mempengaruhi pertumbuhan seseorang baik rangka tubuh maupun organ lainnya. Dangsina Moeloek dan Arjatmo Tjokronegoro (1984:47) menyatakan bahwa” keadaan gizi dan kesehatan pada saat pertumbuhan akan kesiapan otot rangka dari organ tubuh lainnya untuk menerima beban olahraga”. Selain faktor gizi, keturunan merupakan faktor yang menentukan keadaan fisik seseorang. Sugiyanto (1998:3) mengemukakan” Terhadap sifat dan pertumbuhan fisik faktor keturunan sangat berpengaruh. Pengaruh nyata adalah terhadap ukuran,
bentuk, dan
kecepatan atau irama pertumbuhan”. Tungkai merupakan bagian tubuh yang dominan dalam lompat jauh. Tungkai panjang yang disertai otot-otot yang mempunyai peranan penting untuk melakukan langkah dalam lari secepat mungkin. Hampir sebagian besar untuk melakukan langkah dengan ayunan langkah yang lebih serta kecepatannya tinggi. Panjang tungkai merupakan proporsi tubuh yang dapat mendukung langkah lari cepat dalam melakukan lompat jauh. Menurut Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996:73)” keuntungan kaki yang panjang adalah dimungkinkan bertambah panjang langkah”. Pendapat lain dikemukakan Sudarminto (1995:40)”. Makin panjang pengungkit makin besar usaha yang digunakan untuk mengayun”. Pendapat tersebut menunjukan tungkai yang panjang memungkinkan memiliki ayunan kaki yang lebih jauh dan panjang , sehingga hal ini mempengaruhi kecepatan lari yang dilakukan. Lain hal bagi seorang atlet lompat jauh yang memiliki tungkai pendek akan memiliki jangkauan dan ayunan kaki pendek juga, sehingga hasil larinya hasil lari tidak maksimal dibandingkan pelari yang memiliki tungkai panjang. Oleh karena itu untuk memperoleh kecepatan dan lompatan yang lebih maksimal, maka seoarang pelompat jauh harus mampu memampatkan tungkainya untuk menghasilkan lompatan jauh. b. Tinggi Badan Jhonson & Jack (1986:34) menyatakan penampilan pria dan wanita di pengaruhi oleh usia, tinggi badan dan struktur badan. Tinggi badan menentukan keberhasilan dalam sejumlah cabang olahraga, termasuk cabang atletik nomor lari 100 meter. Atlet yang memiliki tinggi badan lebih tinggi akan lebih menguntungkan, yaitu jangkauan akan
menjadi luas. Atlet yang memiliki sifat dan karakteristik tinggi badan yang ideal dimungkinkan akan mempunyai keuntungan secara mekanik. Dalam pemilihan cabang olahraga tidak terlepas dari postur yang dimiliki atlet, postur dikatakan baik apabila: 1.
Bagian atau segmen tersusun rapi.
2.
Tidak ada ketegangan pada persendian, tulang, ligamen dan otot di sekelilingnya. Postur mempunyai kaitan dengan proporsi tubuh yang khas menurut cabang
olahraganya sebagai berikut: 1.
Kaki mengarah kedalam atau inversi saat berdiri dalam sikap sedia, dengan lutut agak ditekuk dan badan membungkuk, stabilitasnya lebih besar dan lebih mudah bergerak.
2.
Sebaiknya kaki yang mengarah keluar atau eversi (duck feet), mempunyai kemampuan di air untuk menyisir keluar.
3.
Badan dengan ruas tulang belakang bagian pinggang yang agak melengkung (sway back) atau tenggeng, disebabkan oleh karena pelvis condong ke depan. Postur ini cocok untuk peloncat, pesenam, sprinter dan lompat jauh. B. Penelitian Yang Relevan Penelitian yang relevan diperlukan untuk mendukung kajian teori yang
dikemukakan. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah : Penelitian yang dilakukan oleh Marliani Pradesa (2014) tentang perbedaan pengaruh latihan up hill dan down hill memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rasio panjang tungkai dan tinggi badan seorang atlit.
C. Kerangka Berpikir 1. Perbedaan Pengaruh Metode latihan Up Hill Sprint dan Down Hill Sprint Terhadap Peningkatan Lari Sprint 100 Meter. Metode Latihan lari cepat up hill dan metode latihan down hill merupakan bentuk latihan lari cepat yang dilakukan pada lintasan lari yaitu berupa lintasan lari naik, lintasan lari menurun dan mengkombinasikan lintasan lari naik dan menurun. Dari kedua metode latihan lari cepat tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik tersebut akan menimbulkan pengaruh yang berbeda pula terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. Hal ini karena metode latihan lari cepat up hill dan down hillmengembangkan unsur yang berbeda yang dibutuhkan dalam gerakan lari cepat 100
meter. Metode latihan up hill sprint merupakan bentuk latihan lari cepat yang dilakukan pada lintasan naik atau lari menaiki bukit. Dengan kata lain, latihan lari cepat up hill yaitu lari cepat pada lintasan naik. Jika ditinjau dari stimulus gerakan pergelangan kaki, untuk latihan lari menanjak akan sangat berbeda dengan latihan lari pada medan yang datar. Pada saat menanjak, otot ekstensor sendi pergelangan kaki akan bekerja lebih berat untuk menahan berat badan yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi pada lintasan yang miring. Dengan demikian akan terjadi pembesaran pada serabut-serabut otot dan jumlah kapiler darah akan bertambah, yang akan mengakibatkan meningkatnya kualitas kontraksi otot dan meningkatnya kualitas otot-otot yang berada pada pergelangan kaki. Sehingga secara tidak langsung otot-otot yang berada pada pergelangan kaki akan terbiasa dengan beban yang berat dan jika atlet lari pada lintasan yang datar maka tolakan yang dihasilkan oleh pergelangan kaki akan lebih besar. Metode latihan down hill sprint merupakan latihan lari cepat dengan menuruni bukit yang dilakukan dengan kecepatan maksimal tanpa mengurangi kecepatan serta menahan berat tubuh agar mendapatkan kecepatan yang maksimal. Lari menuruni bukit (down hill) bertujuan untuk melatih kecepatan frekuensi gerak kaki agar diperoleh frekuensi kecepatan yang maksimal. Latihan menurun ini juga dapat meningkatkan dynamic strenght. Jarak yang ditempuh dalam latihan menurun ini antara 30-80 meter. Dari uraian tersebut ada kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode latihan, maka diduga antara metode latihan up hill sprintdan down hill memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kecepatan lari sprint 100 meter. Sehingga ada perbedaan pengaruh antara metode latihan linier dan non linear terhadap kecepatan lari sprint 100 meter yang diterapkan pada siswa. 2. Perbedaan Peningkatan Lari Sprint 100 Meter Antara Siswa Yang Memiliki Rasio Panjang Tungkai:Tinggi Badan Tinggi dan Rasio Panjang Tungkai: Tinggi Badan Rendah. Tinggi badan dan panjang tungkai mempunyai pengaruh terhadap siswa atau atlet. Karena tinggi badan dan panjang tungkaiyang dimiliki setiap orang tidak semua sama, ada yang memiliki tinggi badan dan panjang tungkai tinggi dan tinggi badan dan panjang tungkairendah. Mengingat selain kecepatan juga ada kemampuan fisik yang merupakan salah satu unsur yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan hasil lari sprint 100 meter. Sehingga tinggi rendahnya panjang tungkai dan tinggi badan yang dimiliki siswa sangat mempengaruhi kecepatan lari.
Panjang tungkai dan tinggi badan tinggi akan berpengaruh terhadap peningkatan kecepatan yang signifikan dalam setiap latihannya. Oleh karena itu jika seseorang menginginkan kecepatan yang sangat tinggi hendaknya didukung oleh postur tubuh yang sesuai bentuk tubuh yang tinggi biasanya disertai dengan tubuh yang panjang. Berbanding terbalik dengan seseorang yang memiliki bentuk tubuh yang tinggi (tungaki yang panjang) biasanya lemah atau kalah dalam melakukan start pada lari cepat 100 mete atau bisa dikatakan rendah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan dari tinggi rendahnya rasio panjang tungkai dan tinggi badan akan berpengaruh berbeda terhadap kecepatan lari sprint 100 meter. Sehingga diduga ada perbedaan pengaruh kecepatan lari sprint 100 meter antara siswa yang memiliki tinggi rasio panjang tungkai dan tinggi badan tinggi dan rasio panjang tungkai dan tinggi badan rendah. 3. Pengaruh Interaksi Metode Latihan dan Rasio panjang Tungkai:Tinggi Badan Terhadap Peningkatan Lari Sprint 100 Meter. Rasio panjang tungkai dan tinggi badan adalah komposisi anatomi tubuh yang mana proporsi ukuran bagian-bagian tubuh tertentu akan menguntungkan untuk bentuk gerakan tertentu dan sebaliknya bisa menguntungkan dalam melakukan keterampilan gerak yang lain. Rasio panjang tungkai dan tinggi badan merupakan salah satu unsur yang sangat penting terhadap peningkatan lari sprint 100 meter. Karena kecepatan tidak lepas dari postur tubuh yang tinggi dan panjang tungkai yang dimilki oleh seseorang yang merupakan faktor penunjang untuk seorang sprinter Latihan yang dapat digunakan dalam meningkatkan kecepatan diantaranya melalui metode latihan up hill sprint dan down hill sprint. Metode Up hill sprint akan meningkatan kekuatan otot serta kecepatan lari, sedangkan metode down hill sprint merupakan latihan lari cepat dengan menuruni bukit yang dilakukan dengan kecepatan maksimal tanpa mengurangi kecepatan serta menahan berat tubuh agar mendapatkan kecepatan yang maksimal. Lari down hill bertujuan untuk melatih kecepatan frekuensi gerak kaki agar diperoleh frekuensi kecepatan yang maksimal karena lari menurun akan merangsang otot syaraf untuk mendapatkan kecepatan. Metode latihan melalui metode up hill sprint dan down hill sprint sering kali dapat dilaksanakan secara bersama-sama atau dapat juga dilatih secara bergantian. Sehingga kedua macam metode ini dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan lari sprint 100 meter. Dalam latihan kecepatan ada dampak positif yang diperoleh salah satunya dapat meningkatkan kondisi fisik diantaranya daya tahan kecepatan. Latihan daya
tahan kecepatan memiliki perubahan yang sifatnya nyata yaitu dapat meningkatkan kecepatan lari sesorang untuk menempuh waktu yang maksimal. Dari uraian tersebut diatas, dapat diduga bahwa metode latihan dan rasio panjang tungkai dan tinggi badan akan memberikan pengaruh terhadap kecepatan lari sprint 100 meter. Sehingga diduga ada interaksi antara metode latihan dan rasio panjang tungkai dan tinggi badan terhadap kecepatan larisprint 100 meter.
B. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir dapat disusun hipotesis sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh antara metode up hill sprint dan down hill sprint terhadap peningkatan sprint 100 meter. 2. Ada perbedaan peningkatan sprint 100 meter antara siswa yang memiliki rasio panjang tungkai-tinggi badan yang tinggi dengan siswa yang memiliki rasio panjang tungkaitinggi badan yang rendah 3. Ada interaksi antara metode latihan dan rasio panjang tungkai dan tinggi badan terhadap peningkatan sprint100 meter. Berdasarkan hipotesis diatas telah didapat hasil sebagai berikut : 1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan lari up hill sprint dan latihan lari down hill sprint dalam meningkatkan prestasi lari sprint 100 meter. 2. Ada perbedaan hasil latihan lari 100 meter yang signifikan antara siswa yang memiliki rasio panjang tungkai : tinggi badan kategori tinggi dan rendah. 3. Tidak Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara metode latihan lari 100 meter danrasio panjang tungkai : tinggi badan terhadap hasil latihan prestasi lari 100 meter.