BAB II KAJIAN TEORETIS
2.1 Hakikat Evaluasi Pengertian evaluasi dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti penilaian; hasil. Menurut Bryan & White (1987), evaluasi adalah upaya untuk mendokumentasi dan melakukan penilaian tentang apa yang terjadi dan juga mengapa hal itu terjadi, evaluasi yang paling sederhana adalah mengumpulkan informasi tentang keadaan sebelum dan sesudah pelaksanaan suatu program/rencana. Pengertian evaluasi menurut Charles O. Jones dalam Aprilia (2009) adalah “evaluation is an activity which can contribute greatly to the understanding and improvement of policy development and implementation” (evaluasi adalah kegiatan yang dapat menyumbangkan pengertian yang besar nilainya dan dapat pula membantu penyempurnaan pelaksanaan kebijakan beserta perkembangannya). Pengertian tersebut menjelaskan bahwa kegiatan evaluasi dapat mengetahui apakah pelaksanaan suatu program sudah sesuai dengan tujuan utama, yang selanjutnya kegiatan evaluasi tersebut dapat menjadi tolak ukur apakah suatu kebijakan atau kegiatan dapat dikatakan layak diteruskan, perlu diperbaiki atau dihentikan kegiatannya. Menurut PP No. 39 Tahun 2006, Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Menurut Ernest R. Alexander dalam Aminudin (2007), metode evaluasi dapat diklasifikasikan menjadi lima yaitu : 1)
Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu obyek penelitian dengan membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi sesudahnya.
2) Actual versus planned performance comparisons, metode ini mengkaji suatu obyek penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada (actual) dengan ketetapan perencanaan yang ada (planned) 3) Experintal (controlled) model, metode yang mengkaji suatu obyek penelitian dengan melakukan percobaan yang terkendali untuk mengetahui kondisi yang diteliti. 4) Quasi experimental models, merupakan metode yang mengkaji suatu obyek penelitian dengan melakukan percobaan tanpa melakukan pengontrolan/pengendalian terhadap kondisi yang diteliti. 5) Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu obyek penelitian yang hanya berdasarkan pada penilaian biaya terhadap suatu rencana.
Menurut Scriven (1999) ada dua model evaluasi yaitu: A. Goal Free Evaluation Dalam melaksanakan evaluasi program, evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program, yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya (kinerja) suatu program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi (pengaruh) baik hal-hal yang positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal yang negatif (yang tidak diharapkan). 2.2 Evaluasi formatif-sumatif Evaluasi formatif adalah suatu evaluasi yang biasanya dilakukan ketika suatu program tertentu sedang dikembangkan dan biasanya dilakukan lebih dari sekali dengan tujuan untuk melakukan perbaikan. Tujuan dari evaluasi formatif adalah untuk memastikan tujuan yang diharapkan dapat tercapai dan untuk melakukan perbaikan suatu produk atau program. evaluasi
formatif dilakukan untuk memberikan informasi evaluatif yang bermanfaat untuk memperbaiki suatu program. ada dua faktor yang mempengaruhi kegunaan evaluasi formatif, yaitu kontrol dan waktu. Evaluasi sumatif yaitu penilaian hasil-hasil yang telah dicapai secara keseluruhan dari awal kegiatan sampai akhir kegiatan. Waktu pelaksanaan pada saat akhir proyek sesuai dengan jangka waktu proyek dilaksanakan. Untuk evaluasi yang menilai dampak proyek, dapat dilaksanakan setelah proyek berakhir dan diperhitungkan dampaknya sudah terlihat nyata. Menurut P.P No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, di dalam pelaksanaannya, kegiatan evaluasi dapat dilakukan pada berbagai tahapan yang berbeda, yaitu; 1) Evaluasi pada Tahap Perencanaan (ex-ante), yaitu evaluasi dilakukan sebelum ditetapkannya rencana pembangunan dengan tujuan untuk memilih dan menentukan skala prioritas dari berbagai alternatif dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya; 2) Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan (on-going), yaitu evaluasi dilakukan pada saat pelaksanaan rencana pembangunan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan rencana dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya, dan 3) Evaluasi pada Tahap Pasca-Pelaksanaan (ex-post), yaitu evaluasi yang dilaksanakan setelah pelaksanaan
rencana
berakhir,
yang
diarahkan
untuk
melihat
apakah
pencapaian
(keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini digunakan untuk menilai efisiensi (keluaran dan hasil dibandingkan masukan), efektivitas (hasil dan dampak terhadap sasaran), ataupun manfaat (dampak terhadap kebutuhan) dari suatu program.
Menyikapi persoalan dalam penelitian ini, maka dapat dipaparkan mengenai defenisi manajemen olaharaga. Menurut Suherman (2009: 2) bahwa manajemen olahraga adalah suatu pendayagunaan dari fungsi-fungsi manajemen terutama dalam konteks organisasi yang memiliki tujuan utama untuk menyediakan aktifitas, produk, dan layanan olahraga atau kebugaran jasmani. Menurut pendapat Sukintaka (2009:2) menjelaskan bahwa dalam sebuah manajemen yang ideal terdapat enam fungsi manajemen yaitu meliputi: 1) Pengorganisasian (Organizing) merupakan suatu kelompok kerjasama antara seseorang dengan orang lain atau kelompok yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. 2) Perencanaan (Planning) merupakan suatu tindakan teratur yang didasari dengan pemikiran yang cermat sebelum melakukan usaha pencapaian tujuan. 3) Penentuan Keputusan (Decision Making) merupakan suatu aktifitas untuk mengakhiri pertentangan mengenai sesuatu hal atau pemilihan terhadap bermacammacam alternatif (choice making) selama kerja sama berlangsung. Tujuan akhir dari pengambilan keputusan adalah untuk menentukan suatu tindakan sebagai cara untuk memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi (problem solving). 4) Pembimbingan atau Kepemimpinan (Directing) merupakan suatu aktifitas untuk memberikan petunjuk atau perintah untuk mempengaruhi dan mengarahkan anggota dalam suatu kegiatan atau kerja sama untuk agar melaksanakan tugas. 5) Pengendalian (Controlling) merupakan suatu aktifitas yang berusaha mengupayakan agar tugas atau kerja sama yang dilakukan itu dapat berhasil sesuai dengan rencana, perintah, petunjuk, serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku dan telah ditetapkan agar tidak terjadi penyimpangan.
6) Penyempurnaan (Improvement) merupakan suatu aktifitas yang berusaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan segala segi dalam suatu usaha kerja sama untuk mencapai hasil kinerja yang lebih baik dari hasil kinerja yang sebelumnya. Selanjutnya Stoner (2009:176-278) menambahkan lagi 2 fungsi manajemen lainnya yaitu: (1) Penataan Staf dan Personalia (Staffing) merupakan fungsi manajemen yang berhubungan dengan pengadaan atau rekrutmen, penempatan, pelatihan, dan pengembangan para anggota organisasi sesuai dengan kebutuhan organisasi dan sumber daya manusia yang dimiliki. (2) Penganggaran Keuangan (Budgeting) merupakan faktor yang sangat penting karena berkaitan dengan penggunaan sumber dana yang dapat berpengarus pada laba rugi suatu organisasi. Menurut pendapat Gunur (2010:11-12) agar dalam sebuah proses manajemen dapat berjalan dengan baik maka ada beberapa sarana atau alat yang harus ada dan dipenuhi oleh seseorang atau organisai. Sarana atau alat tersebut dikenal dengan istilah “Tool Of Management” atau “6 M” yaitu meliputi: (a) manusia/man, (b) uang/money, (c) bahan/material, (d) metode/methods, (e) alat/mechines, dan (f) pasar/market.
2.3 Evaluasi Penilaiaan Evaluasi kebijakan menurut Samudro, dkk (1994) dilakukan untuk mengetahui : 1) proses pembuatan kebijakan 2) proses implementasi 3) konsekuensi kebijakan 4) efektivitas dampak kebijakan. Evaluasi pada tahap pertama, dapat dilakukan sebelum dan sesudah kebijakan dilaksanakan, kedua evaluasi tersebut evaluasi sumatif dan formatif, evaluasi untuk tahap kedua disebut evaluasi implementasi , evaluasi ketiga
dan
keempat
disebut
evaluasi
dampak
kebijakan.
Sedangkan evaluasi menurut Limberry (dalam Santoso, 1992), analisis evaluasi kebijakan mengkaji akibat-akibat pelaksanaan suatu kebijakan dan membahas hubungan antara cara-cara yang digunakan dengan hasil yang dicapai.Dengan demikian studi evaluasi kebijakan (Sudiyono, 1992) merupakan suatu analisis yang bersifat evaluatif sehingga konsekuensinya lebih restrospeksi dibandingkan prospeksi. Dan dalam mengevaluasi seorang analis berusaha mengidentifikasi efek yang
semula
direncanakan
untuk
merealisir
suatu
keberhasilan.
Studi evaluasi ini mempunyai 2 (dua) pendekatan (Sudiyono,1992) yaitu :
1. Pendekatan kepatuhan, asumsinya apabila para pelaksana mematuhi semua petunjuk atau aturan yang diberikan maka implementasi sudah dinilai
berhasil. Kemudian
pendekatan ini disempurnakan lagi dengan adanya pengaruh : a) ekstern, kekuatan non birokrasi dalam pencapaian tujuan, b) intern, program yang dimaksudkan untuk melaksanakan suatu kebijakan sering tidak terdesain dengan baik sehingga perilaku yang baik dari para pelaksana (birokrasi) tetap tidak akan berhasil dalam mencapai tujuan kebijakan. 2. Pendekatan perspektif, “what’s happening (apa yang terjadi). Pendekatan ini menggambarkan pelaksanaan suatu kebijakan dari seluruh aspek karena implementasi kebijakan melibatkan beragam variabel dan faktor. 3. Dalam studi evaluasi, menurut Finsterbusch dan Motz (dalam Samudro dkk, 1994) terdapat 4 (empat) jenis evaluasi yaitu :
a) single program after only, merupakan jenis evaluasi yang melakukan pengukuran kondisi atau penilaian terhadap program setelah meneliti setiap variabel yang dijadikan kriteria program. Sehingga analis tidak mengetahui baik atau buruk respon kelompok sasaran terhadap program.
1. Single program befora-after, merupakan penyempurnaan dari jenis pertama yaitu adanya data tentang sasaran program pada waktu sebelum dan setelah program berlangsung. 2. Comparative after only, merupakan penyempurnaan evaluasi kedua tapi tidak untuk yang pertama dan analis hanya melihat sisi keadaan sasaran bukan sasarannya. 3. Comparative before-after, merupakan kombinasi ketiga desain sehingga informasi yang diperoleh adalah efek program terhadap kelompok sasaran.
2.4 Program Evaluasi Evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Evaluasi program sangat penting dan bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan. Alasannya adalah dengan masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan.
Hal terpenting dan perlu ditekankan dalam menentukan program,yaitu
1) Realisasi atau implementasi suatu kebijakan
2) Terjadi dalam waktu yang relatif lama, karena merupakan kegiatan berkesinambungan
3) Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Adapun kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi suatu program, keputusan yang diambil diantaranya :
Menghentikan program, karena dipandang program tersebut tidak ada dapat
manfaatnya atau tidak
terlaksana sebagaimana yang diharapkan, Merevisi program, karena ada bagian-bagian
yang kurang sesuai dengan harapan. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan segala sesuatunya sudah berjalan dengan harapan. Menyebarluaskan program, karena program tersebut sudah berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat waktu yang lain. Secara umum alasan dilaksanakannya program evaluasi yaitu;
1. Pemenuhan ketentuan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya,
2. Mengukur efektivitas dan efesiensi program,
3. Mengukur pengaruh, efek sampingan program, 4. Akuntabilitas pelaksanaan program, 5. Akreditasi program, 6. Alat mengontrol pelaksanaan program, 7. Alat komunikasi dengan stakeholder program, 8. Keputusan mengenai program ; a. Diteruskan b. Dilaksanakan di tempat lain c. Dirubah d. Dihentikan
Untuk mempermudah mengidentifikasi tujuan evaluasi program, kita perlu memperhatikan unsur-unsur dalam kegiatan pelaksanaannya yang terdiri dari:
a. What yaitu apa yang akan di evaluasi
b. Who yaitu siapa yang akan melaksanakan evaluasi
c. How yaitu bagaimana melaksanakannya
Dengan memperhatikan pada tiga unsur kegiatan tersebut, ada tiga komponen paling sedikit yang dapat dievaluasi: tujuan, pelaksana kegiatan dan prosedur atau teknik pelaksanaan.
Didalam evaluasi program pendidikan terdapat ketepatan model evaluasi yang berarti ada keterkaitan yang erat antara evaluasi program dengan jenis program yang dievaluasi. Dan jenis program ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Program pemrosesan, maksudnya adalah program yang kegiatan pokoknya mengubah bahan mentah (input) menjadi bahan jadi sebagai hasil proses (output). b. Program layanan, maksudnya adalah sebuah kesatuan kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu sehingga merasa puas dengan tujuan program. c. Program umum, maksudnya adalah sebuah program yang tidak tampak apa yang menjadi ciri utamanya.
Seperti halnya penelitian, evaluasi program memerlukan proposal dan rancangan evaluasi. Perbedaan antara proposal evaluasi program dan rancangan evaluasi program terletak pada
tekanan isinya. jika proposal merupakan usulan kegiatan maka, rancangan merupakan peta perjalanan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh evaluator dalam melaksanakan evaluasi. Halhal yang harus diperhatikan dalam merancang perencanaan evaluasi adalah sebagai berikut:
1. Analisis kebutuhan, melalui kegiatan
merupakan
sebuah proses penting bagi evaluasi program karena
ini akan dihasilkan gambaran yang jelas tentang kesenjangan antara hal atau
kondisi nyata dengan kondisi yang diinginkan. Analisis kebutuhan dilakukan dengan sasarannya adalah siswa, kelas atau sekolah.
2. Menyusun proposal evaluasi program, dengan memperhatikan butir sebagai berikut:
a.
Pendahuluan, menekankan garis besar bagian isi.
b.
Metodologi yang berisi tiga hal pokok, yaitu penentuan sumber data, metode pengumpulan
data dan penentuan instrumen pengumpulan data.
c.
Penentuan instrumen evaluasi yang menekankan pada alat apa yang diperlukan untuk
mengumpulkan data, hal tersebut biasanya harus disesuaikan dengan metode yang sudah ditentukan oleh evaluator.
Secara garis besar evaluasi program dilaksanakan melalui beberapa tahapan: tahap persiapan evaluasi program, tahap pelaksanaan evaluasi program dan tahap monitoring pelaksanaan program.
Analisis data dalam evaluasi program pendidikan dapat dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut :
1. Tabulasi data, merupakan sebuah pengolahan dan pemrosesan hingga menjadi tabel dengan tujuan agar mudah saat melakukan analisis. Tabulasi ini berisikan variabelvariabel objek yang akan diteliti dan angka-angka sebagai simbolisasi (label) dari kategori berdasarkan variabel-variabel yang akan diteliti. 2. Pengolahan data, kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan setelah data terkumpul dan ditabulasi.
Dari pengolahan data ini dapat diperoleh keterangan/informasi yang
bermakna atas sekumpulan angka, simbol,
atau tanda-tanda yang didapatkan dari
lapangan. 3. Pengolahan data dengan komputer, merupakan kemudahan bagi peneliti bila objek yang diteliti memiliki variabel banyak dan sangat kompleks, hanya dengan memasukkan coding sheet langsun memprosesnya maka hasilnya akan diperoleh cepat.
Tolak ukur hasil pendidikan dapat diketahui dengan adanya evaluasi, evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai pengukuran atau penilaian hasil belajar-mengajar, padahal antara keduanya punya arti yang berbeda meskipun saling berhubungan. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dan satu ukuran (kuantitatif), sedangkan menilai berarti mengambil satu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (kualitatif). Adapun pengertian evaluasi meliputi keduanya.
Meskipun sekarang memiliki makna yang lebih luas, namun pada awalnya pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar siswa. seperti definisi yang pertama dikembangkan oleh Ralph Tyler (1950) beliau mengatakan, bahwa evaluasi merupakan proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum ada dan apa sebabnya. Untuk
definisi yang lebih luas dikemukakan oleh dua orang ahli lain yaitu Cronbach dan Stufflebeam, definisi tersebut adalah bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan.
2.5 Model Riset Evaluasi
Riset yang dilakukan menggunakan metodologi action research untuk meningkatkan kerangka kerja dalam penerapan data dimana obyek tersebut menjadi kajian penelitian. Action research adalah jenis metodologi riset yang dilakukan dengan secara aktif terjun langsung pada pemberi kebijakan yang akan diteliti, dalam hal ini, penulis ikut bekerja di dalam Balai Pelatihan Pendidikan Kejuruan. Teknik yang dilakukan dengan cara: • mengobservasi praktisi Balai Pelatihan Pendidikan Kejuruan, • action learning, • interview tak terjadwal, dan • studi informasi yang tersimpan.
Dengan melakukan action learning, penulis membuat dokumentasi terhadap setiap interaksi dengan kegiatan di Balai Pelatihan Pendidikan Kejuruan. Untuk kriteria evaluasi kinerja, riset yang penulis lakukan adalah membuat kerangka evaluasi yaitu: • Selalu mencari cara untuk mengatasi latar belakang masalah sesegera mungkin. • Selalu
mencari cara untuk meningkatkan framework yang sudah ada untuk menunjukkan
bahwa riset memiliki hasil yang menguntungkan.
Terdapat banyak model evaluasi program yang digunakan para ahli. Salah satunya adalah model CIPP ( Context – input – process – product). Model ini dikembangkan oleh Stufflebeam , model CIPP oleh Stufflebeam 1971 (dari Ward Mitchell Cates, 1990) . Model CIPP (1971) melihat kepada empat dimensi yaitu dimensi Konteks, dimensi Input, dimensi Proses dan dimensi Produk.
Keunikan model ini adalah pada setiap tipe evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan (decission) yang menyangkut perencanaan dan operasional sebuah program. Keunggulan model CIPP memberikan suatu format evaluasi yang komprehensif pada setiap tahapan evaluasi yaitu tahap konteks, masukan, proses, dan produk. Untuk memahami hubungan model CIPP dengan pembuat keputusan dan akuntabilitas dapat diamati pada visualisasi sebagai berikut :
Tipe Evaluasi
Konteks
Input
Proses
Pembuat
Obyektif
Solusi
strategi Implementasi
Keputusan
desain prosedur
Produk Dihentikan Dilanjutkan Dimidifikasi Program Ulang
Akuntabilitas
Rekaman
Rekaman pilihan Rekaman Proses Rekaman
Obyektif
strategi dan desain
desain Akutual
pencapaian dan keputusan ulang
Evaluasi konteks mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan lingkungan program atau kondisi obyektif yang akan dilaksanakan. Berisi tentang analisis kekuatan dan kelemahan obyek tertentu. Stufflebeam menyatakan evaluasi konteks sebagai fokus institusi yang mengidentifikasi peluang dan menilai kebutuhan (1983). Suatu kebutuhan dirumuskan sebagai suatu kesenjangan ( discrepancy view ) kondisi nyata ( reality ) dengan kondisi yang diharapkan ( ideality ). Dengan kata lain evaluasi konteks berhubungan dengan analisis masalah kekuatan dan kelemahan dari obyek tertentu yang akan atau sedang berjalan. Evaluasi konteks memberikan informasi bagi pengambil keputusan dalam perencanaan suatu program yang akan on going. Selain itu, konteks juga bermaksud bagaimana rasionalnya suatu program. Analisis ini akan membantu dalam merencanakan keputusan, menentapkan kebutuhan dan merumuskan tujuan program secara lebih terarah dan demokratis. Evaluasi konteks juga mendiagnostik suatu kebutuhan yang selayaknya tersedia sehingga tidak menimbulkan kerugian jangka panjang ( Isaac and Michael:1981)
Evaluasi input meliputi analisis personal yang berhubungan dengan bagaimana penggunaan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif strategi yang harus dipertimbangkan untuk mencapai suatu program. Mengidentifikasi dan menilai kapabilitas sistem, anternatif strategi program, desain prosedur untuk strategi implementasi, pembiayaan dan penjadwalan. Evaluasi masukan bermanfaat untuk membimbing pemilihan strategi program dalam menspesifikasikan rancangan prosedural. Informasi dan data yang terkumpul dapat digunakan untuk menentukan sumber dan strategi dalam keterbatasan yang ada. Pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana rencana penggunaan sumber-sumber yang ada sebagai upaya memperoleh rencana program yang efektif dan efisien.
Evaluasi proses merupakan evaluasi yang dirancang dan diaplikasikan dalam praktik implementasi kegiatan. Termasuk mengidentifikasi permasalahan prosedur baik tatalaksana kejadian dan aktifitas. Setiap aktivitas dimonitor perubahan-perubahan yang terjadi secara jujur dan cermat. Pencatatan aktivitas harian demikian penting karena berguna bagi pengambil keputusan untuk menentukan tindak lanjut penyempurnaan. Disamping itu catatan akan berguna untuk menentukan kekuatan dan kelemahan atau program ketika dikaitkan dengan keluaran yang ditemukan. Tujuan utama evaluasi proses seperti yang dikemukakan oleh Worthen and Sanders(1973), yaitu :
a. Mengetahui kelemahan selama pelaksanaan termasuk hal-hal yang
baik untuk
dipertahankan, b. Memperoleh informasi mengenai keputusan yang ditetapkan, dan c. Memelihara catatan-catatan lapangan mengenai hal-hal penting saat implementasi dilaksanakan. Evaluasi produk merupakan kumpulan deskripsi dan “judgement outcomes” dalam hubungannya dengan konteks, input, dan proses, kemudian di interprestasikan harga dan jasa yang diberikan ( Stuflebeam and Shinkfield : 1986). Evaluasi produk adalah evaluasi mengukur keberhasilan pencapaian tujuan. Evaluasi ini merupakan catatan pencapaian hasil dan keputusankeputuasan untuk perbaikan dan aktualisasi. Aktivitas evauasi produk adalah mengukur dan menafsirkan hasil yang telah dicapai. Pengukuran dkembangkan dan di administrasikan secara cermat dan teliti. Keakuratan analisis akan menjadi bahan penarikan kesimpulan dan pengajuan saran sesuai standar kelayakan. Secara garis besar, kegiatan evaluasi produk meliputi kegiatan penetapan tujuan operasional program, kriteria-kriteria pengukuran yang telah dicapai,
membandingkannya antara kenyataan lapangan dengan rumusan tujuan, dan menyusun penafsiran secara rasional.
Analisis produk ini diperlukan pembanding antara tujuan, yang ditetapkan dalam rancangan dengan hasil program yang dicapai. Hasil yang dinilai dapat berupa skor tes, prosentase, data observasi, diagram data, sosiometri dan sebaginya yang dapat ditelusuri kaitanya dengan tujuantujuan yang lebih rinci. Selanjutnya dilakukan analisis kualitatif tentang mengapa hasilnya seperti itu.
Keputusan-keputusan yang diambil dari penilaian implementasi pada setiap tahapan evaluasi program diklasifikasikan dalam tiga katagori yaitu rendah, moderat, dan tinggi.
Model CIPP merupakan model yang berorientasi kepada pemegang keputusan. Model ini membagi evaluasi dalam empat macam, yaitu :
1) Evaluasi konteks melayani keputusan perencanaan, yaitu membantu merencanakan pilihan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai dan merumuskan tujuan program.
2)
Evaluasi masukan untuk keputusan strukturisasi yaitu menolong mengatur keputusan menentukan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif yang diambil, rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
3) Evaluasi proses melayani keputusan implementasi, yaitu membantu keputusan sampai sejauh mana program telah dilaksanakan.
4) Evaluasi produk untuk melayani daur ulang keputusan.Keunggulan model CIPP merupakan system kerja yang dinamis.
Keempat macam evaluasi tersebut divisualisasikan sebagi berikut :
Bentuk pendekatan dalam melakukan evaluasi yang sering digunakan yaitu pendekatan eksperimental, pendekatan yang berorientasi pada tujuan, yang berfokus pada keputusan, berorientasi pada pemakai dan pendekatan yang responsive yang berorientasi terhadap target keberhasilan dalam evaluasi.
Jenis konsep evaluasi diantaranya ; yaitu evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan selama program itu berjalan untuk memberikan informasi yang berguna kepada pemimpin program untuk perbaikan program. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program untuk memberikan informasi konsumen tentang manfaat atau kegunaan program.
Bentuk kegiatan dalam evaluasi adalah evaluasi internal dan eksternal. Evaluasi internal dilakukan oleh evaluator dari dalam proyek sedangkan eksternal dilakukan evaluator dari luar institusi.
2.6 Pelatih dan Pelatihan
Menurut Irianto (2008:11), pelatih (coach) adalah seseorang yang bertugas memberikan pelatihan. Melatih (coaching) merupakan penyedia bantuan yang diatur bagi atlit atau sekelompok atlit dalam rangka menolongnya untuk mengembangkan diri dan meningkatkan potensinya. Irianto (2008:11) menambahkan bahwa latihan (training) adalah proses
penyempurnaan dalam berolahraga melalui pendekatan ilmiah khususnya prinsip-prinsip pendidikan secara teratur dan terencana, sehingga dapat mempertinggi kemampuan dan kesiapan olahragawan. Seorang pelatih yang menangani anak usia dini sangat dituntut untuk memiliki kreatifitas dan kesabaran yang sangat tinggi. Pelatih harus bersikap adil, mampu bergaul dan berkomunikasi dengan anak-anak serta harus dapat memberikan motivasi dan dorongan atau pujian (reward). Pelatih yang memiliki sikap dan sifat demokratis dan tidak terlalu memaksakan kehendak (mendesak) anakanak lebih cocok diterapkan pada kelompok pemula (Sneyers, 1992:11-13). Program latihan bagi anak usia dini banyak ditekankan pada aktifitas praktek permainan yang bersifat kelompok atau kerjasama, melatihkan kemampuan dalam memahami atau menguasai teknik dasar, taktik, koordinasi, mental serta menerapkan dan mengajarkan permainan yang sportif dan fair play. Tujuan utama latihan pada kelompok pemula adalah untuk menanamkan perasaan senang terhadap olahraga dan untuk membiasakan diri anak terhadap teknik dasar permainan, kerjasama tim dan menunjukkan bagaimana cara bermain yang baik, benar, sportif, dan fair play. Menurut Partini (2010:100) periodisasi pertumbuhan dan perkembangan manusia berdasarkan perhitungan kalender Jawa yang disebut “windu“ yang berarti 8 tahun dibagi menjadi 4 yaitu: (1) Masa kanak-kanak atau windu pertama yaitu manusia yang berumur 0,0-8,0 tahun, (2) Masa remaja atau windu kedua yaitu manusia yang berumur 8,0-16,0 tahun, (3) Masa pemuda atau windu ketiga yaitu manusia yang berumur 16,0-24,0 tahun, dan (4) Masa kanakkanak atau windu keempat yaitu manusia yang berumur 24,0 tahun ke atas. Menurut Furqon (2002: 5-6) permainan sepak bola mulai dikenalkan pada anak usia dini aat berusia antara 10-12
tahun dan masuk pada tahap spesialisai saat berumur 11-13 tahun dan diharapkan dapat mencapai puncak prestasinya pada saat berusia 18-24 tahun.
2.7 Pengembangan Sekolah Sepak Bola
Dalam pengembangan sekolah sepak bola, tentu tidak lepas dari adanya kurikulum latihan pembelajaran. Hal ini bertujuan agar proses latihan di SSB berjalan secara sistematis dan terarah berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan oleh masing-masing SSB. Berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, tentu SBB bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content), proses penyampaiannya, maupun sampai pada pelaksanaan latihan di lapangan. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, SSB harus menciptakan suasana belajar dan latihan yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini: a. Pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa. b. Bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada. c. Pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah. Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan
psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan. Sebuah organisasi sepak bola yang baik harus membangun seksi-seksi kelompok umur yang spesifik, supaya benar-benar bisa menetapkan sasaran tertentu yang harus dicapai di setiap kelompok umur tersebut, dan memungkinkan organisasi untuk melakukan pengawasan yang lebih baik terhadap perkembangan pemain dan pelatihan yang mereka jalani. 1. Kelompok Umur 11/12 Tujuan utama dari kelompok umur ini adalah untuk mengembangkan keterampilan teknik dasar permainan, sebagai berikut: 1. Kontrol bola. 2. Membawa bola (dengan masing-masing kaki). 3. Tendangan (langsung mengarah ke gawang atau tendangan pisang/melengkung (dari luar kotak penalti). 4. Operan dalam dan luar kaki (juga dengan tendangan melengkung). 5. Crossing (panjang/pendek). 6. Sundulan bertahan dan menyerang. 7. Eksekusi (didalam kotak penalti). 8. Antisipasi 9. Improvisasi Terapkan keterampilan-keterampilan teknik ini pada sebuah pertandingan, dalam posisi bertahan atau menyerang Penetapan posisi baik untuk pemain bertahan maupun menyerang
akan mulai diperkenalkan pada tingkat umur ini. Pertandingan-pertandingan tingkat lokal dan propinsi harus mulai diikuti untuk mendapatkan pengalaman bertanding.
2. Kelompok Umur 13/14 Pengembangan pada tingkat usia ini, akan difokuskan pada kecepatan reaksi dari penerapan seluruh keterampilan teknik dalam situasi pertandingan dari 2 v 1 sampai 6 v 5. Konsentrasi pada pengembangan keterampilan teknik yang setara untuk kedua belah kaki. Adalah sebuah kebiasaan di dalam sepak bola, pada seluruh tingkatannya, bahkan para profesionalnya, untuk melakukan peninjauan ulang dan latihan keterampilan teknik sebagai kegiatan rutin dalam latihan. Pelatihan intensif dalam 4 aspek dasar sepak bola merupakan bagian dari U13/U14. Hal-hal tersebut sudah seharusnya menjadi keputusan-keputusan yang otomatis. a. Bermain bola di lapangan. b. Meminimalkan jumlah sentuhan terhadap bola. c. Menerima bola dan memindahkan titik serangan. d. Penempatan diagonal-bertahan dan menyerang. Muncul untuk menerima bola. Intensitas latihan baik dalam posisi bertahan maupun menyerang akan semakin bertambah. Selain itu, para pemain di tingkat ini harus mulai belajar bermain di semua sektor lapangan (bertahan, tengah dan menyerang). Berbagai tekanan serangan, sirkulasi bola dan rotasi pemain (ketika bertahan) juga diperkenalkan di tingkat ini. Pertandingan-pertandingan tingkat lokal dan propinsi, dan beberapa pertandingan tingkat nasional harus diikuti untuk mendapatkan pengalaman bertanding.
3. Kelompok Umur 15/16 Tujuan utama pengembangan di tingkat ini adalah latihan taktik dan teknik baik untuk setiap individu pemain maupun keseluruhan tim, sebagai berikut: a. Seperti kami telah sebutkan, selalu lakukan peninjauan ulang keterampilan teknik. b. Temukan sektor terbaik (bertahan/tengah/penyerang) bagi setiap pemain dan asahlah keahlian mereka di sektor tersebut. c. Perencanaan (pola) taktik secara intensif. d. Memperkuat siklus permainan dalam berbagai situasi, berbagai jenis tekanan dan berbagai strategi. e. Pemahaman menyeluruh mengenai bagaimana membangun serangan dari belakang melalui jalur tengah maupun sayap. Pertandingan-pertandingan tingkat lokal, propinsi, nasional dan beberapa pertandingan tingkat internasional harus mulai diikuti untuk mendapatkan pengalaman bertanding.
4. Kelompok Umur 17/19 Tujuan utama di tingkat ini adalah untuk membangun pengetahuan taktik dan strategi untuk diterapkan diberbagai sistem (3-5-2/4-4-2/4-2-4). Membangun pemahaman mengenai berbagai jenis tekanan dan gerakan yang sesuai serta perputaran para pemain tengah. Seluruh siklus permainan harus dipahami oleh keseluruhan tim.disarankan untuk terlibat dalam seluruh jadwal pertandingan yang tersedia, baik secara local, provinsi.