BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kesalahan Pemahaman Siswa Kesalahan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2007:982) berasal dari kata dasar “salah” yang artinya tidak benar, tidak betul atau keliru. Jadi, kesalahan dalam memecahkan soal-soal laju reaksi berarti siswa tidak benar dalam mengerjakan soal tersebut. Menurut Sukirman, kesalahan merupakan penyimpangan terhadap hal yang benar yang sifatnya sistematis, konsisten, maupun insedental pada daerah tertentu. Sedangkan (Basuki : 2006), kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal-soal adalah 1) kesalahan konsep; 2) Kesalahan operasi; 3) Kesalahan ceroboh; dan 4) kesalahan dominan adalah kesalahan konsep. (dalam Sitti dkk) Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan adalah suatu bentuk penyimpangan terhadap jawaban yang sebenarnya yang bersifat sistematis. Sedangkan menurut (Malau, 1996 : 44) penyebab kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam menyelesaikan soalsoal dapat dilihat dari beberapa hal antara lain disebabkan 1) kurangnya pemahaman atas materi prasyarat maupun materi pokok yang dipelajari; 2) kurangnya penguasaan bahasa matematika; 3) keliru menafsirkan atau menerapkan rumus; 4) salah perhitungan; 5) kurang teliti; 6) lupa konsep. Dari pihak guru dapat dinyatakan bahwa cara mengajar kurang mendukung pemahaman yang tuntas atas materi yang diajarkan serta guru kurang memperhatikan siswa dalam belajar. (dalam Sitti dkk) Menurut kamus psikologi kata pemahaman berasal dari kata insight yang mempunyai arti wawasan, pengertian pengetahuan yang mendalam jadi arti dari insight adalah suatu pemahaman atau penilaian yang beralasan yang dimiliki seseorang. (Sumarno: 1987 ) melaporkan bahwa
pemahaman juga diartikan dari kata understanding derajat pemahaman ditentukan oleh tingkat keterkaitan suatu gagasan , prosedur atau fakta matematika dipahami secara menyeluruh jika halhal tersebut membentuk jaringan dengan keterkaitan yang tinggi. Dan konsep diartikan sebagai ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan sekumpulan objek. (dalam Kesumawati). Menurut Duffin & Simpson (2000) pemahaman konsep sebagai kemampuan siswa untuk : 1) menjelaskan konsep, dapat diartikan siswa mampu untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya. Contohnya pada saat siswa belajar faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi maka siswa mampu menjelaskan ulang faktor-faktor tersebut; 2) pertanyaan menggunakan konsep pada berbagai situasi yang berbeda, contohnya dalam kehidupan sehari-hari jika seorang siswa berniat untuk memberi temannya hadiah ULTAH berupa celengan kaleng yang telah dilapisi suatu bahan kain, kalengnya telah tersedia dirumah tetapi bahan kainnya dibeli. Siswa tersebut harus memikirkan berapa meter bahan kain yang harus dibelinya ? Berapa uang yang harus dimiliki untuk membeli bahan kain ? contohnya Untuk memikirkan berapa bahan kain yang harus dibelinya berarti siswa tersebut telah mengetahui konsep luas permukaan kaleng yang akan dilapisinya dan konsep aritmatika sosial; 3) mengembangkan beberapa akibat dari suatu konsep, dapat diartikan bahwa siswa paham terhadap suatu konsep akibatnya siswa mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan setiap masalah dengan benar. (dalam Kesumawati) Kesalahan pemahaman adalah merupakan suatu kesalahan yang terjadi akibatk siswa tidak memahami konsep, menghafal dan salah mengartikan, (Berg, 1991:66) Kesalahan pemahaman konsep dalam Belajar Suatu kesalahan pemahaman siswa dalam belajar kimia dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu: 1) kesalahan yang terjadi secara acak tanpa sumber tertentu (misalnya
salah hitung atau salah dalam menuliskan rumus kimia); 2) salah/menghafal dan; 3) kesalahan yang terjadi secara terus menerus serta menunjukan kesalahan dengan sumber-sumber tertentu. Dari ketiga jenis kesalahan di atas yang selalu dan sering terjadi kesalahan pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal-soal dan menjadi perhatian para ahli dibidang pendidikan. Kesalahan pemahaman tersebut dapat terjadi karena siswa kesulitan dalam mempelajari kimia. (dalam skripsi Matali : 2005) Menurut Beek & Louters: 1991), sebagian besar maha(siswa) kesulitan dalam memahami bahasa kimia dan hal ini berpengaruh pada kemampuannya menyelesai-kan masalah kimia. Penelitian senada dilakukan Lynch (1989) tentang bagaimana peranan bahasa komunikasi di kelas dalam mengatasi terjadinya miskonsepsi kimia alam dari peserta didik, menurutnya apa yang diucapkan guru di kelas belum tentu semuanya dapat dipahami dengan baik dan benar oleh peserta didik. Beberapa dimensi komunikasi yang dapat menyebabkan miskonsepsi kimia diantaranya banyaknya kata-kata dalam ilmu kimia yang bersifat teknis dan hubungan logis, frekuensi peserta didik mengungkapkan pendapatnya relatif masih kurang, perbedaan bahasa yang digunakan guru dan peserta didik, dan ragam bahasa yang digunakan peserta didik (tidak ada keseragaman bahasa terhadap konsep kimia yang sedang dipelajari. ( dalam Salirawati ) Malau, 1996: 44 megemukakan penyebab kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal dapat dilihat dari beberapa hal antara lain disebabkan yaitu: 1) kurangnya pemahaman atas materi prasyarat maupun materi pokok yang dipelajari; 2) kurangnya penguasaan bahasa matematika; 3) keliru menafsirkan atau menerapkan rumus, salah perhitungan, kurang teliti, lupa konsep. Dari pihak guru dapat dinyatakan bahwa cara mengajar kurang mendukung pemahaman yang tuntas atas materi yang diajarkan serta guru kurang memperhatikan siswa dalam belajar.
Mahmuda 2011: 13) menyatakan bahwa Conceptual knowledge is characterize most clearly as knowledge that rich in relationship. It can be thought of as connected web of knowledge, a network in which the linking relationships are as prominent as the discrete pieces of information. (dalam Sitti dkk, 2012) Pendapat di atas dimaksudkan bahwa pengetahuan konseptual adalah suatu pengetahuan yang kaya akan hubungan-hubungan. Hubungan ini meliputi fakta dan sifat-sifat sehingga semua potongan informasi terkait pada suatu jaringan. Pengembangan pengetahuan konseptual menurut Mahmuda ( dalam sitti dkk, 2012) dicapai dengan pembentukan hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi. Sejalan dengan itu, (Suherman dkk, 2001: 5) menyatakan bahwa konsep-konsep matematika tersususn secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. hal ini artinya bahwa di dalam matematika terdapat konsep prasyarat dimana konsep ini sebagai dasar untuk memahami suatu topik atau konsep selanjutnya. Kesalahan konsep adalah kesalahan yang dilakukan siswa dalam menafsirkan istilah, konsep, dan prinsip. Atau salah dalam menggunakan istilah, konsep dan prinsip, (Kastolan, 1992: 6). Indikator kesalahan konseptul menurut (Kastolan: 1992) adalah sebagai berikut:a) Salah dalam menentukan rumus atau teorema atau defenisi untuk menjawab suatu masalah, b) Penggunaan rumus, teorema, atau definisi yang tidak sesuai dengan kondisi prasyarat berlakunya rumus, teorema, atau definisi tersebut. c) Tidak menuliskan rumus, teorema atau definisi untuk menjawab suatu masalah. Belajar tidak senantiasa berhasil, akan tetapi sering kali ada hal-hal yang bisa menghambat kemajuan belajar. Kesalahan pemahaman dalam belajar kimia akan mengakibatkan lemahnya penguasaan siswa terhadap materi kimia secara utuh. Kesalahan pada umumnya adalah siswa berkesulitan belajar dalam mengaitkan suatu konsep ke konsep yang lain dalam hal ini adalah konsep kimia.
Hal tersebut tidak hanya terjadi pada siswa melainkan pada guru, jika guru tidak menguasai materi, maka dapat menimbulkan kesalahan, dan kesalahan tersebut akan diterima oleh siswa secara mentah tanpa harus di teliti. Konsep-konsep kimia yang diajarkan guru tidak selalu dapat diterima secara utuh oleh peserta didik seperti yang diharapkan. Setiap peserta didik mengonstruksi konsepnya sendirisendiri, sehingga perbedaan konstruksi konsep individu inilah yang menyebabkan tingkat pemahaman konsep mereka berbeda-beda pula. Menurut Berg, 1991: 11 (dalam Salirawati, 2010) dalam pembelajaran konsep, peserta didik diharapkan dapat : 1. Mendefinisikan konsep yang bersangkutan 2. menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep-konsep yang lain 3. menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep yang lain dan 4. menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan menerapkannya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan keempat kriteria tersebut dapat diketahui apakah peserta didik sudah memahami konsep atau belum. Dengan kata lain, jika peserta didik telah memahami suatu konsep, maka ia seharusnya memenuhi keempat kriteria tersebut. Pada kenyataannya, tidak semua peserta didik memiliki pemahaman yang sama tentang suatu konsep. Tabel. 1 Tentang kemungkinan pola jawaban siswa yang bisa menentukan apakah siswa mengalami kesalahan pemahaman atau tidak. No. Pola Jawaban Peserta Didik
Kategori Tingkat Pemahaman
1.
Jawaban inti tes benar – alasan benar
memahami (M)
2.
Jawaban inti tes benar – alasan salah
Kesalahan pemahaman (Mi-1)
3.
Jawaban inti tes salah – alasan benar
Kesalahan pemahaman (Mi-2)
4.
Jawaban inti tes salah – alasan salah
tidak memahami (TM-1)
5.
Jawaban inti tes salah – alasan tidak diisi
tidak memahami (TM-2)
6.
Jawaban inti tes benar – alasan tidak diisi
memahami sebagian tanpa miskonsepsi (MS-1)
7.
Tidak menjawab inti tes dan alasan
tidak memahami (TM-3)
Pembelajaran, dalam suatu definisi dipandang sebagai upaya mempengaruhi siswa agar belajar yang pada inti siswa saling berinteraksi dan bekerja sama dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut, maka terjadinya prestasi belajar kimia yang rendah dapat disebabkan tidak berfungsinya salah satu atau beberapa komponen yang terlibat dalam sistem pembelajaran sebagaimana mestinya. Pada proses pembelajaran berlangsung tentunya ada hal-hal yang dapat mempengaruhinya, hal-hal tersebut diantaranya: 1. Prakonsepsi atau konsep awal peserta didik Konstruksi awal suatu konsep dinamakan prakonsepsi yang kemungkinan besar peserta didik mengalami kesalahan karena prakonsepsi dibentuk sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang konsep yang dimaksud. Sebagai contoh, meskipun peserta didik belum diajarkan tentang kesetimbangan kimia, tetapi ia telah mengonstruksi sendiri bahwa reaksi yang setimbang pasti massanya sama. 2. Pemikiran asosiatif peserta didik Menurut Arons (1981: 166), asosiasi peserta didik terhadap istilah-istilah sehari-hari kadang-kadang dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi. 3. Pemikiran Humanistik Manusia adalah makhluk hidup yang unik, karena meskipun ia lemah dibandingkan makhluk hidup lainnya, tetapi ia memiliki kelebihan berupa akal pikiran yang mampu
mengendalikan keinginannya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia seringkali memandang semua benda di sekitarnya sesuai dengan nalurinya sebagai manusia atau bersifat manusiawi (Gilbert, Watts, & Osborne, 1982: 62). 4. Penalaran (reasoning) yang tidak lengkap atau salah Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan (Jujun S. Suriasumantri, 1970: 18). Pada kenyataannya, miskonsepsi dapat pula disebabkan oleh penalaran (reasoning) peserta didik yang tidak lengkap atau salah. Ketika peserta didik belum memperoleh pembelajaran suatu konsep, ia telah memiliki prakonsepsi yang dibentuk berdasarkan pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan (Berg, 1991: 4). 5. Intuisi yang salah Intuisi merupakan suatu kegiatan berpikir yang non analitik dan tidak mendasarkan kepada suatu pola berpikir tertentu. Dengan kata lain, intuisi merupakan kegiatan berpikir yang tidak berdasarkan penalaran (Jujun S. Suriasumantri, 1970: 19). 6. Tahap perkembangan kognitif peserta didik Seperti yang dikemukakan Piaget (Ratna Wilis Dahar, 1988: 18) bahwa tahap perkembangan kognitif anak dimulai dari tahap konkret sampai tahap abstrak, sehingga pemberian materi pelajaran kepada peserta didik harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitifnya. Miskonsepsi dapat terjadi apabila peserta didik menerima materi ajar yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya.
2.2 Laju Reaksi Dalam raksi kimia yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, jika kita amati secara seksama dilihat dari waktu berlangsungnya sanagtlah beragam yaitu : ada yang berlangsung cepat dan ada
yang berlangsung lambat. Peristiwa tersebut tergantung pada zat yang direaksikannya. Terlepas dari zat yang direaksikan, kedua peristiwa tersebut menunjukan bahwa adanya perubahan atau pergeseran sifat dengan seiring jalannya waktu jalannya reaksi. Dan dalam reaksi kimia perubahan zat pada reaksi kimia dihubungkan dengan waktu berlangsung reaksi dapat disitilakan dengan laju reaksi. Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk setiap satuan waktu. Jika diketahui persamaan reaksi : A B maka laju A sama dengan berkurang perubahan konsentrasi A dibahagi dengan perubahan waktu (t) dan laju B sama dengan bertambah perubahan konsentrasi B per perubahan waktu. dengan [A] dan [B] merupakan konsentrasi dalam satuan molar pada periode waktu t. [A] diberi tanda negatif karena konsentrasi A berkurang. Sebaliknya, [B] diberi tanda positif karena konsentrasi B bertambah. Secara umum laju reaksi dirumuskan v atau laju reaksi sama dengan d[C] per dt Dengan v adalah laju reaksi, d[C] adalah perubahan konsentrasi dan dt adalah perubahan waktu. Berdasarkan definisi dari pada laju rekasi, tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Jika ditinjau dari waktu berlangsungnya, reaksi kimia ada yang berlangsung cepat dan ada yang berlangsung lambat. Besarnya laju reaksi dari suatu reaksi kimia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kita dapat mengatur besarnya laju reaksi dengan cara mengubah faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Namun, perlu diingat bahwa untuk data sebuah percobaan dengan variasi beberapa faktor, tidak semua faktor selalu berpengaruh. Ada beberapa faktor yang mempengaruhhi laju reaksi adalah (1) Konsentarsi, Pengaruh konsentrasi pada laju reaksi dapat dipeljari dengan mengulangi reaksi magnesium dengan asalam klorida. Pada percobaan tersebut akan menunjukan Reaksi kimia akan berlangsung lebih cepat atau laju reaksi semakin besar jika konsentrasi zat yang bereaksi semakin besar; (2) Luas Permukaan, Suatu reaksi mungkin melibatkan pereaksi dalam
bentuk padat, apakah ukuran kepingan zat padat dapat mempengaruhi terhadap laju reaksi. Hal ini tentunya sangat berpengaruh. Karena semakin luas permukaan bidang sentuh reaktan, laju reaksi semakin cepat; (3) Suhu, Laju reaksi juga dapat dipercepat dan diperlambat dengan mengubah suhunya. Jika reaksi kimia berlangsung lebih cepat pada suhu tinggi. Semakin tinggi suhu maka energi kinetik zat-zat yang bereaksi semakin besar; (4) Katalis, Katalis yaitu zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi zat itu tidak mengalami perubahan kimia secara kekal atau permanen sehingga pada akhir reaksi zat tersebut dapat diperoleh kembali. Katalis dibedakan menjadi dua, yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen yaitu katalis yang mempunyai fase yang sama dengan fase pereaksi. Katalis heterogen yaitu katalis yang mempunyai fase yang berbeda dengan fase pereaksi. Pada umumnya, katalis heterogen digunakan dalam wujud padat. Sementara itu, reaktannya berbentuk gas. Molaritas (M) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah mol zat terlarut (solute) setiap satuan volume (dalam liter dan disimbolkan L) larutan. Secara matematika molaritas sama dengan jumlah mol zat per volume larutan. Dengan M adalah molaritas dengan satuanya (M), nsolute adalah jumlah mol solute dengan satuan (mol) dan Vlarutan adalah volume larutan dengan satuan (L). 2.2.1 Teori Tumbukan Mengapa reaksi berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi? Bagaiamana katalis dapat mempercepat laju reaksi? Pengaruh dari berbagai faktor terhadap laju reaksi dapat dijelaskan dengan teori timbukan. Menurut teori ini, suatu reaksi berlangsung sebagai hasil tumbukan antarpartikel pereaksi. Akan tetapi, tidaklah setiap tumbukan menghasilkan reaksi, melainkan hanya tumbukan antarpartikel yang memiliki energi cukup serta arah tumbukan yang tepat. Jadi, laju reaksi akan bergantung pada tiga hal berikut.
1) frekuensi tumbukan, 2) energi partikel pereaksi, dan 3) Arah tumbukan. Tumbukan yang menghasilkan reaksi, kita sebut tumbukan efektif. Energi minimum yang harus dimiliki oleh partikel pereaksi sehingga menghasilkan tumbukan efektif disebut energi pengaktifan (Ea = energi aktivasi). Untuk memahami arti energi pengaktifan, perhatikanlah benda-benda disekitarmu yang dapat terbakar, misalnya kertas. Kita sudah mengetahui bahwa proses pembakaran merupakan reaksi antara bahan bakar dengan oksigen (dari udara). Reaksi kimia diawali ketika partikel-partikel zat yang bereaksi (pereaksi) saling bertumbukan. Namun, tidak semua tumbukan yang terjadi akan menghasilkan zat baru. Zat baru dapat dihasilkan dari tumbukan yang berlangsung sempurna. Tumbukan sempurna dinamakan tumbukan efektif. Partikel zat yang saling bertumbukan kadang-kadang juga tidak langsung berubah menjadi zat hasil. Tumbukan tersebut terlebih dahulu membentuk suatu molekul kompleks yang disebut molekul kompleks teraktivasi. Pembentukan molekul kompleks teraktivasi berhubungan dengan energi aktivasi. Energi aktivasi merupakan energi tumbukan terendah yang diperlukan untuk pembentukan molekul kompleks teraktivasi sehingga reaksi dapat berlangsung. Ada beberapa faktor yang mempenagruhi laju reaksi berdasarkan pada teori tumbukan. 1. Konsentrasi Konsentrasi berhubungan dengan frekuensi tumbukan. Semakin besar konsentrasi maka semakin banyak partikel zat yang bereaksi. Akibatnya, kemungkinan tumbukan antarpartikel pereaksi semakin besar dan tumbukan efektif antarpartikel juga semakin banyak. Dengan demikan, reaksi akan semakin cepat berlangsung.
2. Luas Permukaan Jika luas permukaan semakin besar maka kemungkinan terjadi singgungan antarpereaksi juga akan semakin besar. Hal ini akan memperbanyak frekuensi tumbukan sehingga tumbukan efektif juga akan banyak terjadi. Frekuensi tumbukan efektif yang semakin banyak akan meningkatkan laju reaksi. 3. Suhu Ketika suhu dinaikkan, energi kinetik dalam molekul reaktan juga bertambah. Adanya energi kinetik yang tinggi mengakibatkan gerakan antarmolekul semakin cepat dan acak. Akibatnya, frekuensi tumbukan yang terjadi semakin banyak sehingga reaksi semakin cepat berlangsung. 4. Katalis Katalis berfungsi untuk menurunkan energi aktivasi. Adanya katalis akan mengakibatkan reaksi berlangsung dalam beberapa tahap. Tahap reaksi paling lambat dalam suatu mekanisme reaksi merupakan tahap penentu laju reaksi. Katalis berperan penting dalam kehidupan makhluk hidup dan industri, terutama industri petrokimia. Di dalam tubuh makhluk hidup, enzim merupakan contoh katalis yang berperan penting dalam prose pencernaan. Enzim yang berperan dalam proses pencernaan merupakan katalis homogen karena berwujud cairan. Selain di dalam tubuh, peran enzim juga dapat dilihat dalam proses peragian glukosa. 2.2.2 Persamaan Laju Reaksi dan orde Reaksi Tujuan dari mempelajari laju reaksi adalah untuk dapat memprediksi laju suatu reaksi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan hitungan matematis melalui hukum laju. Sebagai contoh, pada reaksi aA + bB menghasilkan cC + dD, dimana A dan B adalah pereaksi, C dan D adalah produk dan a,b,c,d adalah koefisien penyetaraan reaksi, maka hukum lajunya dapat dituliskan laju reaksi
sama dengan k[A]m dikalikan dengan [B]n dengan k adalah tetapan laju dipengaruhi suhu dan katalis, m adalah orde reaksi (tingkat) reaksi terhadap pereaksi A, n adalah orde raksi (tingkat) reaksi terhadap pereaksi B dan [A],[B] adalah konsentrasi dalam molaritas. Pangkat m dan n ditentukan dari data eksperimen, biasanya harganya n kecil dan tidak selalu sama dengan koefisien a dan b. Semakin besar harga ‘k’ reaksi akan berlangsung lebih cepat. Kenaikan suhu dan penggunaan katalis umumnya memperbesar harga k. Secara formal hukum laju adalah persamaan yang menyatakan laju reaksi v sebagai fungsi dari konsentrasi semua komponen spesies yang menentukan laju reaksi. Salah satu faktor yang dapat mempercepat laju reaksi adalah konsentrasi, namun seberapa cepat hal ini terjadi? Menemukan orde reaksi merupakan salah satu cara memperkirakan sejauh mana konsentrasi zat pereaksi mempengaruhi laju reaksi tertentu. Orde reaksi atau tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi komponen tersebut dalam hukum laju. Sebagai contoh, v sama dengan k [A]m [B]n, bila m=1 kita katakan bahwa reaksi tersebut adalah orde pertama terhadap A. Jika n=3, reaksi tersebut orde ketiga terhadap B. Orde total adalah jumlah orde semua komponen dalampersamaan laju: n + m + Pangkat m dan n ditentukan dari data eksperimen, biasanya harganya kecil dan tidak selalu sama dengan koefisien a dan b. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara jumlah pereaksi dan koefisien reaksi dengan orde reaksi Secara garis besar, Gulberg dan Waage merumuskan hubungan kuantitatif antara konsentrasi zat-zat yang bereaksi dengan laju reaksi dalam hukum Aksi Massa sebagai berikut. “Laju reaksi dalam suatu sistem homogen pada suatu temperatur berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang bereaksi, setelah masing-masing konsentrasi dipangkatkan dengan koefisiennya dalam persamaan reaksi yang bersangkutan”. Jika diketahui persamaan reaksi : mA + mB pC + qD maka laju
reaksinya dapat dirumuskan : v = k[A]m [B]m Dimana v adalah laju reaksi dengan satuan (M det1
), k adalah tetapan konsentrasi laju reaksi dengan satuan (L mol-1 det-1), [A] adalah konsentrasi
zat A dengan satuan (mol-1 L), [B] adalah konsentrasi zat B dengan satuan (mol-1 L), m dan n adalah konsentrasi A dan B dalam persamaan reaksi (orde reaksi), dan m + n adalah orde reaksi total. Tingkat reaksi atau orde reaksi yaitu jumlah pangkat konsentrasi zat dalam rumus laju reaksi. Secara teoritis, tingkat reaksi kimia merupakan jumlah koefisien zat-zat yang bereaksi dalam persamaan reaksinya. Hubungan Persamaan Laju Reaksi Dengan Definisi Laju Reaksi a.
Reaksi orde satu A(g) B (g)
Misal reaksi
Menurut definisi, laju reaksi dapat dituliskan dengan r sama dengan min d[A] per dt. Menurut persamaan laju reaksi, karena reaksi adalah tingkat satu, maka dapat dituliskan r sama dengan k[A] Hubungan antara persamaan laju reaksi dengan definisi laju reaksi dapat ditentukan sebagai berikut. d [ A] k [ A] dt d [ A] k [ A] dt dt
Jika diintegrasi, maka akan menghasilkan
d [ A] k dt [ A]
akhir ln [ A] akhir awal kt awal
akhir awal
Jadi, hubungan yang diperoleh dapat dituliskan sebagai berikut. ln
A0 kt At
Dengan [A0] adalah molaritas pada waktu t sama dengan 0 satuanya (M) dan[At] adalah molaritas setelah t sama dengan t detik satuan (M). b.
Reaksi Orde Dua
Misal 2 A( g ) B ( g ) C ( g ) Dari definisi laju reaksi dapat dituliskan r sama dengan –d[A] per dt. Menurut persamaan laju reaksi, karena reaksi adalah tingkat dua, maka dapat dituliskan : r sama dengan k [A]2 . Hubungan antara persamaan laju reaksi dengan definisi laju reaksi dapat ditentukan sebagai berikut. d [ A] k[ A]2 dt d [ A] k dt dt d [ A] [ A]2 k dt
Jika keadaan awal pada t = 0 dan keadaan akhir pada t = t , maka hubungan yang diperoleh dapat dituliskan sebagai berikut. 1 1 kt [ At ] [ A0 ]
Waktu paruh (t½) Waktu paruh merupakan waktu yang diperlukan agar molaritas zat sisa menjadi setengah molaritas zat awal. Misal mula-mula molaritas zat A adalah a mol, setelah waktu t½, maka molaritas zat A sisa sebesar ½ a mol. Waktu paruh sering digunakan untuk perhitungan dalam reaksi peluruhan radioaktif. Selain itu dengan mengetahui waktu paruh laju reaksi dapat dicari dengan lebih cepat. a.
Untuk orde satu Coba kalian lihat kembali hubungan persamaan laju reaksi dengan definisi laju reaksi,
[ A0 ] kt [ At ] Pada waktu paruh (t½), maka molaritas
diperoleh :
ln
1 [ At ] [ A0 ] 2 Dengan demikian, persamaan dapat diubah menjadi :
A0 k t 1 2 1 [ A0 ] 2 ln 2 k t 1 2 ln 2 0 , 693 t1 2 k k ln
Jadi, waktu paruh untuk reaksi orde satu dapat dirumuskan sebagai berikut. b.
Untuk orde dua
t1 2
0,693 k
Waktu paruh dapat ditentukan dari hubungan persamaan laju reaksi dengan definisi laju reaksi. Berdasarkan hubungan tersebut dan penjelasan sebelumnya, diperoleh :
1 1 kt [ At ] [ A0 ] Seperti pada orde 1, maka molaritas [At] =
1 [A0] sehingga 2
1 1 kt 1 2 1 [ A0 ] 2 A0 2 1 kt 1 2 [ A0 ] [ A0 ] 1 kt 1 2 [ A0 ]