10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Konsep Pertanian Organik Menurut Budiasa (2014), sistem pertanian organik adalah suatu sistem
pertanian holistik dimana manajemen produksi bertujuan meningkatkan kesehatan agroekosistem termasuk keanekaragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah untuk mengoptimalkan produksi tanaman. Dua aspek utama dalam pertanian organik yaitu penggunaan pupuk dan pestisida organik. Produksi
organik
bertujuan
untuk
mengembangkan
usaha
yang
berkelanjutan dan harmonis dengan lingkungan (CGSB, 2006 dalam Budiasa, 2014). Empat prinsip pertanian organik yaitu: 1. Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesuburan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan alam semesta menjadi satu dan tak terpisahkan (prinsip kesehatan). 2. Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus hidup ekologi, bekerja dengan mereka, meniru mereka, dan membantu mempertahankan mereka (prinsip ekologi). 3. Pertanian organik harus membangun hubungan yang menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kehidupan (prinsip keadilan). 4. Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan masa depan serta lingkungan (prinsip perawatan).
10
11
Menurut Budiasa (2014), perbedaan mendasar antara pengelolaan sistem pertanian organik dan konvensional adalah cara penanganannya. Pertanian konvensional lebih sering menargetkan pencapaian jangka pendek (misalnya aplikasi pupuk cair atau herbisida). Pertanian organik tidak mengutamakan pada ekonomi jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan konsep ekologi. Ini menggunakan pendekatan strategis yang berbeda, yang bergantung pada tujuan jangka panjang (pencegahan daripada reaktif). Contohnya adalah pentingnya rotasi tanaman untuk siklus nutrisi dan perlindungan dari gulma, hama, dan pengendalian penyakit (Ghimire 2002; Watson et al 2002 dalam Budiasa, 2014). Komponen penting dari sistem pertanian organik adalah pengelolaan tanah dan tanaman, daur ulang limbah pertanian, pengendalian gulma tanpa penggunaan zat kimia, dan sistem pertanian terintegrasi yang intensif. Pertanian organik adalah sistem pertanian berkelanjutan yang telah ditetapkan secara hukum (Watson et al. 2002 dalam Budiasa, 2014). Produksi pertanian, termasuk persiapan lahan dalam kegiatan penanaman, pengolahan dan penanganan pasca panen, penyimpanan, dan transportasi. Hal ini sesuai dengan standar sistem manajemen produksi produk organik untuk menjaga integritas produk organik dan kualitas dari produk (CGSB, 2006 dalam Budiasa, 2014). Untuk memenuhi standar umum pertanian organik adalah dengan menyediakan Internal Control System (ICS). IMO mengembangkan kurikulum pelatihan tentang pengaturan dan harmonisasi ICS untuk kelompok tani produsen (IMO, 2007 dalam Budiasa, 2014).
12
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa adalah pasar terbesar produk organik. Di Uni Eropa, produk pertanian dan peternakan yang dijual sebagai produk organik harus mendapatkan sertifikasi berdasarkan Peraturan EC 2092/91 dan 1804/99. Di Inggris, Badan Standarisasi Makanan Organik mengimplementasikan undang-undang seperti terdapat lisensi dari badan sertifikasi, seperti Asosiasi Tanah, untuk memeriksa dan menyatakan serta menjamin produk organik yang dihasilkan tersebut mengikuti prosedur pertanian organik. Jepang telah memiliki dan menggunakan standar pertanian di Jepang sejak 1 April 2001; Amerika Serikat telah menggunakan Standar Organik Nasional AS sejak Oktober 2002. Meskipun peraturan yang berbeda-berbeda, namun semua itu bertujuan untuk menciptakan suatu bentuk ekonomi dan lingkungan berasaskan pertanian berkelanjutan yang menekankan pada sistem biologis tanpa ketergantungan pada input eksternal (Watson et al. 2002 dalam Budiasa, 2014). Produsen atau eksportir yang menjual produk-produk organik harus mengikuti proses sertifikasi organik. Artinya, lembaga sertifikasi terakreditasi menyediakan jaminan tertulis bahwa produk atau sistem produksi sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Sertifikasi produk mungkin didasarkan pada berbagai kegiatan pemeriksaan, termasuk verifikasi praktek manajemen, audit jaminan kualitas, dan ketersediaan produksi di dalam maupun di luar (CGSB, 2006 dalam Budiasa, 2014). Di Jepang, semua produk organik wajib berlabel yang telah disertifikasi oleh lembaga sertifikasi terdaftar (RCO) harus
13
menyertakan logo JAS dan nama lembaga sertifikasi. Saat ini, sertifikasi organik di negara berkembang dilakukan oleh inspektur dari lembaga sertifikasi. Keuntungan di sisi produsen adalah bahwa nama dan logo dari lembaga sertifikasi, penggunaan label, maka akan memberikan jaminan kepercayaan terhadap konsumen terkait produk organik yang dihasilkan oleh produsen. Proses sertifikasi cukup mahal, karena inspektur berasal dari negara pengimpor. Salah satu cara produsen dapat meminimalkan biaya adalah melalui perekrutan staf lokal sebagai petugas di lingkungan produsen tersebut oleh lembaga sertifikasi organik. Sebuah lembaga sertifikasi di negara-negara berkembang yang diakreditasi oleh negara pengimpor juga bisa menyatakan produksi organik. Namun, ini mungkin lebih sulit dan memakan waktu yang cukup lama dalam membangun akreditasi internasional untuk lembaga sertifikasi lokal. Cara terbaik dengan bekerja sama antara lembaga sertifikasi lokal dan lembaga sertifikasi internasional. Terlebih dahulu memeriksa dan menyatakan pertanian organik serta yang terakhir akan mengevaluasi prosedur sertifikasi dan menerbitkan sertifikat.
2.2
Kegunaan Budidaya Organik Kegunaan budidaya organik pada dasarnya membatasi kemungkinan
dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi. Pupuk organik dan pupuk hayati memiliki daya ameliorasi ganda dengan bermacam-macam proses yang saling mendukung untuk menyuburkan tanah serta menghindarkan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan (Sutanto, 2002). Pertanian organik
merupakan
sistem
pertanian
yang
ramah
lingkungan
karena
14
memanfaatkan pupuk organik dan dapat memberikan beberapa dampak positif untuk masyarakat pedesaan (Kennvidy, 2010). Menurut Notohadiprawiro, 1992 (dalam Sutanto, 2002), sistem pertanian organik dengan segala aspeknya memiliki banyak keuntungan terhadap pembangunan pertanian rakyat dan penjagaan lingkungan hidup termasuk konservasi sumber daya lahan. Pertanian organik penerapannya tidak mudah dan akan menghadapi banyak kendala. Lebih lanjut Sutanto, 1997 (dalam Sutanto, 2002) menyebutkan dalam penerapannya, pertanian organik banyak menghadapi kendala berupa keruahan (bulkiness) bahan, takarannya harus banyak, dan dapat menghadapi persaingan dengan kepentingan lain untuk memperoleh sisa tanaman dan limbah organik dalam jumlah yang cukup.
2.3
Standar Organik Internal Kelompok Tani Padi Organik Somya Pertiwi Hasil diskusi dengan Tim Penyusun Dokumen ICS dan Pembina Mutu dari
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Direktorat Mutu dan Standarisasi, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Deptan Jakarta, disepakati beberapa aturan yang harus dipenuhi oleh anggota kelompok (Kelompok Tani Padi Organik Somya Pertiwi, 2009). 1. Lahan yang sudah terdaftar dalam sertifikat tidak dijual ataupun dipindah tangan/disewakan kepada orang lain. Apabila tidak ada sertifikat maka harus ada bukti kepemilikan yang sah. 2. Lahan organik yang bersebelahan dengan lahan non organik harus ada pembatas yang mampu menghindari kontaminasi dari lahan non organik.
15
3. Benih atau bibit benih harus dari induk yang organik dan memenuhi syarat induk yang layak. 4. Lahan dalam wilayah organik harus bebas dari pupuk dan pestisida kimia serta bahan herbisida kimia. 5. Pengendalian hama/penyakit dan gulma harus dilakukan secara alamiah, secara manual (menggunakan kearifan lokal). 6. Setiap anggota kelompok tidak boleh menyimpan bahan kimia di rumah, kebun, dan gudang penyimpanan. 7. Tidak menerima proyek dari luar yang menggunakan paket kimia sintetis atau membeli sendiri dari toko. 8. Pembersihan gulma/tanaman pengganggu tidak boleh menggunakan bahan kimia sintetis. 9. Setiap anggota wajib mengontrol sawahnya dan sawah tetangga serta bersedia diperiksa oleh petugas dan sesama anggota baik di rumah, kebun, dan tempat penyimpanan gabah. 10. Petani anggota wajib memiliki data tentang lahan sawah. 11. Tidak menerima atau membeli produk yang berlabel organik tanpa persetujuan petugas/Inspektur Internal. 12. Pemanenan dilakukan dengan thereser dan secara manual. 13. Tidak boleh menyimpan gabah pada tempat atau wadah bekas bahan kimia sintetis termasuk wadah baru yang berlabel kimia sintetis. 14. Seluruh sarana yang digunakan dalam budidaya, penanganan pasca panen sampai pengolahan harus bebas dari bahan kontaminan yang dapat
16
mengagalkan integritas keorganikan. Sarana yang telah digunakan untuk produk non organik apabila mau digunakan untuk produk organik harus dicuci lebih dahulu.(sprayer, cangkul, wadah-wadah, dan sebagainya). 15. Setiap anggota wajib menjual di kelompok meskipun terjadi persaingan harga sesaat. 16. Tidak menerima gabah dari orang lain yang bukan anggota atau sawah yang tidak terdaftar dalam sertifikat. 17. Setiap anggota kelompok wajib mengikuti pertemuan atau penyuluhan dari pihak manapun terkait dengan pertanian organik. 18. Pengurus kelompok dan petugas ICS melakukan tugasnya secara jujur dan transparan. 19. Hamparan padi organik perlu dibuatkan blok lahan milik anggota agar tidak menimbulkan kerancuan jika terjadi pencemaran padi organik. 20. Pembelian, penyimpanan, penggilingan, dan pengepakan produk beras organik berdasarkan blok yang telah disepakati. 21. Tidak menggunakan alat semprot bekas bahan kimia sintetis. 22. Setiap anggota wajib mengelola ternak (besar dan kecil) secara alamiah dengan menggunakan model kandang yang sesuai yang tidak menimbulkan dampak pencemaran terhadap lahan organik. 23. Tidak dibenarkan memberikan makanan ternak yang berasal dari lahan non organik. 24. Setiap anggota wajib menjaga ternak yang masuk dari luar daerah.
17
25. Ternak sakit yang membutuhkan pengobatan pada kulit luar, maka tidak diperkenankan menggunakan obat kimia semprot untuk proses penyembuhan. 26. Jika mengalami kesulitan dalam pengelolaan organik dapat berkonsultasi dengan penyuluh dan petugas lapangan. 27. Setiap anggota berhak memberikan suara dalam memberikan usul saran serta hak memilih dan dipilih menjadi pengurus. 28. Anggota dapat mempelajari administrasi pengurus jika membutuhkan. 29. Setiap anggota harus mengikuti aturan yang sudah disepakati bersama dan jika melanggar akan diberi sanksi denda sesuai peraturan yang berlaku (kesepakatan anggota kelompok). 30. Setiap anggota harus membuat surat pernyataan serta menandatanganinya dan mentaati aturan dan keputusan kelompok. 31. Apabila menggunakan pupuk atau pestisida jenis baru harus sesuai dengan lampiran
SNI
01-6729-2002
tentang Sistem
Pangan
Organik
atau
menanyakannya pada penyuluh atau pembina lapang. 32. Penyimpanan produk organik dan non organik tidak boleh dicampur, harus ada pemisah yang jelas dan mampu menghindari kontaminasi dari produk non organik. 33. Selama transportasi harus tetap adanya jaminan tidak terjadi kontaminasi yang dapat mengagalkan nilai organiknya. 34. Lahan milik anggota yang ada di luar wilayah kelompok tani harus dikelola secara organik.
18
35. Padi yang ada di luar kelompok tani (1 Kecamatan) tidak dicampur ke kelompok meskipun dikelola organik. 36. Petani yang memiliki lahan di luar wilayah kelompok tani perlu membuat dan menandatangani surat pernyataan. 37. Setiap anggota kelompok tidak boleh membuang bahan non organik (plastik, kaleng, dan sebagainya) ke lahan padi organiknya.
2.4
Manajemen Strategi
2.4.1 Definisi strategi Menurut Tripomo dan Udan (2005), strategi adalah suatu pola tindakan dan alokasi sumberdaya yang dirancang dengan cara-cara untuk mencapai tujuan jangka panjang suatu oganisasi sesuai dengan pilihan tentang apa yang ingin dicapai suatu organisasi di masa depan dan bagaimana cara mencapai keadaan yang diinginkan. Menurut David (2004), strategi adalah cara atau bakal tindakan yang menuntut
keputusan
manajemen
dan
dalam
perumusannya
diperlukan
mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal yang dihadapi oleh perusahaan tersebut. Strategi adalah pola sasaran, maksud maupun tujuan dan kebijakan serta rencana-rencana penting untuk mencapai tujuan yang dinyatakan dengan cara seperti menetapkan bisnis yang dianut atau yang akan dianut oleh perusahaan ((Andrew, 1971 (dalam Craig dan Grant, 1993)). Definisi strategi menurut Umar (2003), yaitu suatu tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) terus-menerus serta dilakukan dengan berdasarkan sudut pandang mengenai apa yang diharapkan oleh para pelanggan di
19
masa depan. Berdasarkan definisi dari ketiga pakar tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan suatu cara atau tindakan dan alokasi sumber daya yang didasarkan pada sudut pandang mengenai apa yang diharapkan para pelanggan di masa depan sehingga dapat mencapai tujuan-tujuan perusahaan dalam jangka panjang.
2.4.2 Manfaat rumusan strategi Apapun latar belakangnya, baik karena permasalahan maupun keinginan dari masing-masing organisasi. Organisasi tersebut tetap memiliki strategi. Selanjutnya menurut Tripomo dan Udan (2005), perumusan strategi yang baik memiliki manfaat strategi sebagai berikut. 1. Mendorong pemahaman terhadap situasi Pada saat suatu organisasi membuat, memahami, melaksanakan rumus strategi, dan lebih responsif terhadap masalah sebelum terjadi sehingga organisasi tersebut menjadi terangsang untuk memahami situasi yang terjadi di masa depan yang mampu mempengaruhi organisasi tersebut. 2. Mengatasi konflik karena arah pengembangan yang tidak jelas Konflik dalam suatu organisasi yang terjadi disebabkan oleh para anggota organisasi tersebut tidak mengetahui atau belum menyepakati kondisi yang ingin dicapai organisasi di masa depan serta bagaimana cara untuk mencapai kondisi yang diinginkan organisasi tersebut. Strategi yang baik dapat digunakan organisasi sebagai alat koordinasi karena hubungan sebab akibat antara tujuan dan kegiatan/keputusan menjadi lebih jelas dan tepat.
20
3. Pendayagunaan dan alokasi sumber daya terbatas Perumusan strategi digunakan untuk menggalang berbagai sumber daya organisasi atau perusahaan serta mengarahkannya sesuai dengan strategi organisasi. 4. Memenangkan kompetisi Strategi dibutuhkan oleh suatu organisasi dengan tujuan untuk bertahan hidup dan atau berkembang dengan harus menghadapi pesaing-pesaing yang lain. 5. Mampu mencapai keinginan dan memecahkan permasalahan besar Dengan memusatkan perhatian permasalahan atau keinginan organisasi atau perusahaan yang paling kritis, secara sistematis organisasi atau perusahaan mampu memecahkan permasalahan atau mencapai keinginan yang mungkin terkait satu sama lain.
2.4.3 Tahap perumusan strategi Menurut Tripomo dan Udan (2005), tahapan perumusan strategi sebagai berikut. 1. Perumusan strategi Tahapan manajemen strategi diawali dengan perumusan strategi. Perumusan strategi adalah suatu proses untuk memilih strategi dalam mewujudkan visi suatu organisasi dalam jangka panjang. Proses pengambilan keputusan mulai dari penetapan misi, visi, dan tujuan dari suatu organisasi atau perusahaan tersebut dalam jangka panjang. Perumusan strategi melalui tahapan utama yaitu:
21
a. Analisis arah yaitu analisis yang digunakan untuk menentukan misi, visi, dan tujuan organisasi atau perusahaan dalam jangka panjang. b. Analisis situasi yaitu tahapan untuk membaca situasi dan menentukan kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan menjadi dasar perumusan strategi. c. Penetapan strategi yaitu tahapan untuk identifikasi alternatif dalam memilih strategi. 2. Perencanaan tindakan Langkah pertama untuk mengimplementasikan strategi yang telah ditetapkan adalah dengan membuat perencanaan strategi. Pada perencanaan strategi, yang harus dilakukan adalah bagaimana membuat rencana pencapaian (sasaran) dan rencana kegiatan (program dan anggaran) yang benar-benar sesuai dengan arahan (visi, misi, dan tujuan) serta strategi yang telah ditetapkan perusahaan. 3. Implementasi Menjamin keberhasilan strategi yang telah berhasil dirumuskan harus diwujudkan dalam tindakan implementasi yang cermat dan tepat. Strategi harus tercermin pada rancangan struktur organisasi, budaya organisasi, kepemimpinan, dan sistem pengelolaan SDM. 4. Evaluasi Strategi diimplementasikan dalam suatu lingkungan yang terus berubah. Implementasi yang sukses menuntut pengendalian dan evaluasi pelaksanaan. Sehingga diperlukan melakukan perbaikan-perbaikan yang tepat.
22
2.4.4 Konsep strategi Pemahaman yang baik mengenai konsep strategi dan konsep-konsep lain yang berkaitan sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun. Adapun konsep-konsep strategi menurut Rangkuti (2005) sebagai berikut. 1. Distintinctive competence Distintinctive competence merupakan tindakan yang dilakukan oleh organisasi agar dapat melakukan kegiatan atau aktivitas yang lebih baik dibandingkan pesaingnya. Menurut Day dan Wensley (Rangkuti, 2005), identifikasi distintinctive competence dalam suatu organisasi atau perusahaan sebagai berikut. a. Keahlian tenaga kerja b. Kemampuan sumber daya Kedua faktor tersebut menyebabkan suatu perusahaan dapat lebih unggul dibandingkan pesaingnya. Dengan memiliki kemampuan riset pemasaran yang tepat maka suatu organisasi atau perusahaan dapat mengetahui secara tepat semua keinginan para konsumen sehingga dapat menyusun dan merumuskan strategi-strategi pemasaran yang lebih baik dari pesaingnya. Seluruh kekuatan tersebut dapat diciptakan melalui penggunaan seluruh sumber daya yang dimiliki oleh suatu organisasi atau perusahaan seperti peralatan dan proses produksi yang canggih, penggunaan jaringan saluran distribusi yang cukup luas, penggunaan sumber bahan baku yang berkualitas, dan penciptaan brand image yang positif serta sistem reservasi yang terkomputerisasi.
23
2. Competitive advantages Competitive advantages merupakan kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya. Keunggulan bersaing disebabkan oleh pilihan-pilihan strategi yang dilakukan oleh suatu organisasi atau perusahaan untuk merebut peluang pasar. Menurut Porter (Rangkuti, 2005) ada tiga strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh keunggulan bersaing yaitu: a. Cost leadership b. Diferensiasi c. Fokus Perusahaan dapat memperoleh keunggulan bersaing yang lebih baik dibandingkan pesaingnya jika perusahaan tersebut mampu memberikan harga jual yang lebih murah daripada harga yang diberikan oleh pesaingnya dengan nilai/kualitas produk yang sama. Harga jual yang lebih rendah dapat dicapai oleh perusahaan apabila perusahaan tersebut mampu memanfaatkan skala ekonomis, efisiensi produksi, penggunaan teknologi, kemudahan akses dengan bahan baku, dan sebagainya. Suatu perusahaan juga dapat melakukan diferensiasi dengan menciptakan persepsi terhadap nilai tertentu pada konsumennya seperti persepsi terhadap keunggulan kinerja produk, inovasi produk, pelayanan yang lebih baik, dan brand image yang lebih unggul. Strategi fokus juga dapat diterapkan oleh perusahaan untuk memperoleh keunggulan bersaing sesuai dengan segmentasi dan sasaran pasar yang diharapkan.
24
2.5
Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal
2.5.1 Analisis lingkungan internal Menurut Umar (2003), aspek-aspek lingkungan internal suatu organisasi dapat dilihat dari beberapa pendekatan yaitu: 1. Pasar dan pemasaran Agar posisi produk di pasar sesuai dengan harapan, faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain pangsa pasar, pelayanan purna jual, kepemilikan informasi tentang pasar, pengendalian distributor, kondisi satuan kerja pemasaran, kegiatan promosi, harga jual produk, komitmen manajemen puncak, loyalitas pelanggan, dan kebijakan produk baru. 2. Keuangan dan akuntansi Faktor-faktor yang perlu diperhitungkan adalah kemampuan perusahaan memupuk modal jangka pendek dan jangka panjang, hubungan baik dengan penanam modal dan pemegang saham, pengelolaan keuangan, struktur modal kerja, harga jual produk, pemantauan penyebab inefisiensi, dan sistem akunting yang andal. 3. Kegiatan produksi dan operasi Kegiatan produksi dan operasi suatu organisasi perlu memperhatikan hubungan baik dengan pemasok, sistem logistik yang andal, lokasi fasilitas yang tepat, organisasi yang memiliki kesatuan sistem yang bulat, pembiayaan, pendekatan inovatif dan proaktif, kemungkinan terjadinya terobosan dalam proses produksi, dan pengendalian mutu.
25
4. Sumber daya manusia Berbagai faktor yang diperlukan dalam sumber daya manusia antara lain: langkah-langkah yang jelas mengenai manajemen SDM, keterampilan dan motivasi kerja, produktivitas, dan sistem imbalan. 5. Manajemen Selanjutnya menurut David (2004), fungsi manajemen pada faktor internal yang dinilai terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, motivasi, penyusunan staf, dan pengawasan.
2.5.2 Analisis lingkungan eksternal Menurut Umar (2003), lingkungan eksternal dibagi menjadi dua kategori yaitu sebagai berikut. 1. Lingkungan jauh perusahaan terdiri dari dua faktor yang pada dasarnya di luar dan terlepas dari perusahaan. Faktor-faktor utama yang biasa diperhatikan adalah faktor politik, ekonomi, sosial, dan teknologi (PEST). Lingkungan jauh ini dapat memberikan kesempatan besar bagi perusahaan untuk maju. Namun, dapat juga menjadi hambatan dan ancaman bagi perusahaan untuk maju. Berikut dijelaskan mengenai masing-masing faktor-faktor lingkungan jauh tersebut. a. Faktor politik Pada faktor politik ini arah kebijakan dan stabilitas politik pemerintah dapat menjadi faktor penting bagi suatu organisasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar suatu usaha atau bisnis mampu berkembang dengan baik adalah undang-undang tentang lingkungan dan perburuhan,
26
peraturan tentang perdagangan luar negeri, stabilitas pemerintah, peraturan tentang keamanan dan kesehatan kerja, dan sistem perpajakan. b. Faktor ekonomi Kondisi ekonomi suatu daerah atau negara sangat mempengaruhi iklim berbisnis suatu perusahaan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis ekonomi suatu daerah atau negara adalah siklus bisnis, ketersediaan energi, inflasi, suku bunga, investasi, harga-harga produk dan jasa, produktivitas, dan tenaga kerja. c. Faktor sosial Kondisi sosial suatu masyarakat memang berubah-ubah (dinamis). Kondisi sosial ini banyak aspeknya seperti sikap, gaya hidup, adat-istiadat, dan kebiasaan dari orang-orang di lingkungan eksternal perusahaan seperti kondisi kultural, ekologis, demografis, religius, pendidikan, dan etnis. d. Faktor teknologi Teknologi pada dasarnya terus berkembang dan mengalami kemajuan yang pesat. Setiap kegiatan usaha harus selalu mengikuti perkembanganperkembangan teknologi yang diterapkan pada produk atau jasa yang dihasilkan. 2. Lingkungan industri Aspek lingkungan industri lebih mengarah pada persaingan dimana bisnis perusahaan berada. Faktor yang mempengaruhi kondisi persaingan seperti ancaman dan kekuatan yang dimiliki perusahaan termasuk dalam kondisi persaingan sehingga perlu dilakukan analisis. Porter mengemukan konsep
27
competitive strategy adalah konsep yang menganalisis persaingan bisnis berdasarkan lima kekuatan bersaing yaitu ancaman masuk pendatang baru, persaingan sesama perusahaan dalam industri, ancaman dari produk pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli (buyers), dan kekuatan tawarmenawar pemasok (suppliers).
Potensi pengembangan produk pengganti
Kekuatan tawar pemasok
Perseteruan di antara perusahaan yang saling bersaing
Kekuatan tawar konsumen
Potensi masuknya pesaing baru
Gambar 2.1 Model Lima Kekuatan Porter Sumber: Porter (David, 2004)
Berikut dapat dijelaskan masing-masing faktor lingkungan industri berdasarkan model lima kekuatan Porter. a. Ancaman masuk pendatang baru Masuknya perusahaan sebagai pendatang baru akan menimbulkan ancaman bagi perusahaan yang sudah ada karena akan menyebabkan kapasitas bertambah, terjadinya perebutan pangsa pasar, dan perebutan sumber daya yang terbatas. Ada beberapa faktor penghambat pendatang baru yang disebut
28
faktor hambatan masuk yaitu skala ekonomi, diferensiasi produk, kecukupan modal, biaya peralihan, akses ke saluran distribusi, ketidakunggulan biaya independen, dan peraturan pemerintah. b. Persaingan sesama perusahaan dalam industri Persaingan dalam industri akan mempengaruhi kebijakan dan kinerja perusahaan. Dalam persaingan oligopoly, perusahaan mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi pasar. Sedangkan pada pasar persaingan sempurna, akan memaksa perusahaan menjadi follower termasuk harga jual produk. Menurut Porter (Umar, 2003), tingkat persaingan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
jumlah kompetitor, tingkat
pertumbuhan industri, karakteristik produk, biaya tetap yang besar, kapasitas, hambatan keluar. c. Ancaman dari produk pengganti Perusahaan-perusahaan yang berada dalam suatu industri tertentu akan bersaing dengan produk pengganti. Barang substitusi dapat memberikan fungsi atau jasa yang sama. Ancaman produk pengganti ini kuat bilamana konsumen dihadapkan pada switching cost yang sedikit dan jika produk pengganti mempunyai harga murah dengan kualitas sama, bahkan lebih tinggi dari produk-produk suatu industri. d. Kekuatan tawar-menawar pembeli (buyers) Para pembeli dengan kekuatan yang mereka miliki, mampu mempengaruhi perusahaan untuk menurunkan harga produk yang ditawarkan, meningkatkan mutu dan servis, serta mengadu perusahaan dengan kompetitornya. Beberapa
29
kondisi yang mungkin dihadapi perusahaan dengan adanya kekuatan tawarmenawar pembeli sebagai berikut. a. Pembeli mampu memproduksi produk yang diperlukan. b. Sifat produk tidak terdiferensiasi dan banyak pemasok. c. Switching cost pemasok adalah kecil. d. Pembeli mempunyai tingkat profitabilitas yang rendah. e. Produk perusahaan tidak terlalu penting bagi pembeli, sehingga pembeli dengan mudah mencari substitusinya. e. Kekuatan tawar-menawar pemasok (suppliers) Pemasok dapat mempengaruhi industri lewat kemampuan mereka menaikkan harga atau pengurangan kualitas produk atau servis. Pemasok menjadi kuat apabila beberapa faktor terpenuhi yaitu: a. Jumlah pemasok sedikit. b. Produk/servis yang ada adalah unik dan mampu menciptakan switching cost yang besar. c. Tidak tersedia produk substitusi. d. Pemasok mampu melakukan integrasi ke depan dan mengolah produk yang dihasilkan menjadi produk yang sama yang dihasilkan perusahaan.
2.6
Analisis Matriks SWOT
2.6.1 Pengertian analisis matriks SWOT Menurut Rangkuti (2005), analisis matriks SWOT merupakan salah suatu metode atau cara untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah proyek atau konsep bisnis yang berdasarkan faktor internal (dalam) dan faktor
30
eksternal (luar) yaitu strengths, weakness, oppurtunities, dan threats yang akan dilakukan analisis. Analisis SWOT hanya menggambarkan situasi yang terjadi bukan sebagai pemecah masalah. Pengelolaan dan pengembangan suatu aktivitas memerlukan suatu perencanaan strategis, yaitu suatu pola atau struktur sasaran yang saling mendukung dan melengkapi menuju ke arah tujuan yang menyeluruh sebagai persiapan perencanaan agar dapat memilih dan menetapkan strategi serta sasaran sehingga tersusun program-program dan proyek-proyek yang efektif dan efisien maka diperlukan suatu analisis yang tajam dari para pegiat organisasi. Salah satu analisis yang cukup popular di kalangan pelaku organisasi adalah analisis SWOT. Analisis SWOT terdiri dari empat faktor yaitu: 1. Strenghts (kekuatan) Merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. 2. Weakness (kelemahan) Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. 3. Oppurtunities (peluang) Merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi. Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep
31
bisnis itu sendiri. Misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, dan kondisi lingkungan sekitar. 4. Threats (ancaman) Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
2.6.2 Langkah-langkah analisis data dalam matriks SWOT Rangkuti (2006), menyatakan matrik SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi yaitu strategi kekuatan-peluang (S-O strategies), strategi kelemahan-peluang (W-O strategies), strategi kelemahan-ancaman (W-T strategies), dan strategi kekuatan-ancaman (S-T strategies). Langkah penelitian ini akan menerangkan bagaimana analisis dilakukan mulai dari data mentah yang ada sampai pada hasil penelitian yang dicapai. Dalam penelitian ini, langkah-langkah analisis data dilakukan sebagai berikut. 1. Melakukan pengklasifikasian data. Faktor apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan sebagai faktor internal organisasi, peluang, dan ancaman sebagai faktor eksternal organisasi. Pengklasifikasian ini akan menghasilkan tabel informasi SWOT. 2. Melakukan analisis SWOT yaitu membandingkan antara faktor eksternl peluang (oppurtunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal organisasi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness). 3. Dari hasil analisis, kemudian diinterpretasikan dan dikembangkan menjadi keputusan pemilihan strategi yang memungkinkan untuk dilaksanakan.
32
Strategi yang dipilih biasanya hasil yang paling memungkinkan (paling positif) dengan risiko dan ancaman yang paling kecil.
2.7
Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM) Menurut David (2004), selain membuat peringkat strategi untuk
memperoleh daftar prioritas, hanya ada satu teknik analitis dalam literatur yang dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang dapat dijalankan. Teknik tersebut adalah matriks perencanaan strategis kuantitatif (QSPM) yang merupakan tahap 3 dari kerangka analitis perumusan strategi. Teknik tersebut secara objektif menunjukkan strategi alternatif yang paling baik. QSPM menggunakan masukan dari analitis tahap 1 dan hasil-hasil pencocokan dari analitis tahap 2 untuk memutuskan secara objektif strategi alternatif yang dapat dijalankan. Secara konseptual, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi yang didasarkan sampai seberapa jauh faktor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal kunci dimanfaatkan atau ditingkatkan. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dihitung dengan menentukan dampak kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal.
2.8
Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Nasir, dkk (2012) mengenai kelayakan dan
strategi pengembangan usaha beras cimanuk melalui peningkatan mutu oleh PD Jaya Saputra, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandenglang menggunakan analisis data secara deskriptif dengan menggunakan teknik SWOT dan QSPM.
33
Analisis kelayakan melalui kriteria penilaian PBP, Net B/C, BEP, NPV, dan IRR. Penelitian ini
menghasilkan
Internal Factor Evaluation
(IFE) matriks
menghasilkan skor 2,688. External Factor Evaluation (EFE) matriks 2,758, dan Internal-External (IE) matriks yang semuanya berada pada kuadran V yaitu pertumbuhan/stabilisasi yang berarti perusahaan harus melakukan strategi penetrasi pasar dan pengembangan. Strategi yang direkomendasikan menerapkan teknologi produksi padi untuk mendapatkan mutu, meningkatkan dan menjaga mutu sesuai dengan nilai beras, peraturan mutu untuk mempertahankan loyalitas konsumen, meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) di bagian produksi dan pemasaran melalui distribusi resmi. Hasil analisis kelayakan menunjukkan kriteria BEP Rp 84.866,00, PBP 32 bulan, Net B/C 1,044, NPV positif Rp 765.395,00, dan IRR 17%. Peningkatan mutu dapat dilakukan melalui peningkatan manjemen SDM, budidaya, panen dan pasca panen, termasuk perbaikan mesin dan kemasan yang tepat (Nasir, dkk, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (2009), mengenai strategi pengembangan padi organik Kelompok Tani Sisandi, Desa Baruara, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini didasarkan pada teknologi pertanian di Kelompok Tani Sisandi mengadopsi teknologi revolusi hijau yang dilakukan dengan menggunakan benih hibrida, pupuk anorganik, pestisida anorganik, dan pengolahan lahan yang menggunakan traktor. Penggunaan input luar yang menyebabkan penurunan produktivitas lahan dan hasil panen kurang memuaskan mengakibatkan petani kurang bersemangat dalam mengolah lahan.
34
Penelitian ini menganalisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) serta merumuskan strategi pengembangan padi organik dengan pendekatan arsitektur strategik di Kelompok Tani Sisandi. Penelitian ini menggunakan teknik analisis lingkungan internal, lingkungan eksternal, matriks SWOT, dan arsitektur strategik. Hasil analisis pada Kelompok Tani Sisandi diperoleh analisis internal. Kelompok Tani Sisandi memiliki lima kekuatan yaitu memiliki peralatan pertanian yang mendukung, memiliki ketua kelompok tani yang aktif dan dinamis, telah mengikuti pelatihan teknologi pertanian ramah lingkungan, telah mengikuti pelatihan budidaya padi yang baik, dan lokasi usaha strategis. Kelompok Tani Sisandi juga memiliki enam kelemahan yaitu modal kerja yang terbatas, mayoritas lahan petani merupakan lahan sewaan, petani kurang mampu mengimplementasikan budidaya padi organik, pemasaran yang kurang efisien, kurang konsistennya anggota organisasi terhadap tugas-tugasnya, dan sumberdaya manusia petani kurang kompeten. Berdasarkan hasil analisis lingkungan eksternal, Kelompok Tani Sisandi memiliki delapan peluang yaitu hubungan yang baik dengan Dinas Pertanian setempat, adanya konsultan pertanian yang memahami pertanian organik dan mau membina petani, tersedianya sarana produksi pertanian seperti bibit, pestisida, dan pupuk organik yang sudah bersertifikat, adanya lembaga (TB Silalahi Center) yang peduli pada pertanian di Tobasa, meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi untuk hidup sehat, peluang pasar yang masih luas baik domestik maupun mancanegara, potensi sumberdaya alam yang
35
mendukung, dan adanya program pemerintah Go Organik 2010. Ancaman yang dihadapi terdiri dari perubahan cuaca yang tidak menentu, banyaknya peredaran produk padi organik palsu, dan maraknya konversi lahan pertanian. Analisis matriks SWOT menghasilkan delapan alternatif strategi yaitu mengembangkan produk padi organik dengan optimalisasi sumber daya yang ada, mengembangkan pasar dengan mempertahankan hubungan sumber daya yang ada, mengembangkan pasar dengan mempertahankan hubungan yang baik dengan Dinas Pertanian dan menjalin kerjasama dengan TB Silalahi
Center,
mengembangkan padi organik dengan meningkatkan permodalan produk dengan cara meningkatkan keahlian budidaya padi organik melalui menjalin kerja sama baik dengan Dinas Pertanian dan konsultan pertanian, penguatan kelembagaan kelompok tani, pengembangan produk dengan adanya sertifikasi organik, mengembangkan produk dengan adanya pemahaman pentingnya sektor pertanian untuk menyangga produk ekonomi keluarga, menjalin kerjasama dengan para ahli teknologi baik dari institusi pendidikan maupun instansi terkait untuk mendapat teknologi yang sehat, cepat, dan tepat guna. Rancangan arsitektur strategik dilakukan dengan memperjelas visi, misi, sasaran kelompok tani, dan mengidentifikasi tantangan. Perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut. 1. Perbedaan penelitian Nazir, dkk (2012) dan penelitian ini adalah penelitian Nazir, dkk (2012) meneliti beras cimanuk di Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandenglang. Sedangkan penelitian ini meneliti beras merah organik di Subak
36
Wongayabetan, Desa Mengesta, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Persamaan penelitian ini dengan Nazir, dkk (2012) yaitu sama-sama menggunakan teknik analisis matriks SWOT dan analisis QSPM. 2. Perbedaan penelitian Siahaan (2009) dengan penelitian ini adalah penelitian Siahaan (2009) meneliti strategi pengembangan beras organik di Kelompok Tani Sisandi, Desa Baruara, Kabupaten Toba Samosir. Sedangkan penelitian ini meneliti strategi pengembangan agribisnis beras merah organik di Subak Wongayabetan, Desa Mengesta, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Siahaan (2009) yaitu sama-sama menganalisis lingkungan internal maupun eksternal dan menggunakan analisis matriks SWOT.