BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Disiplin Kerja Dalam konteks manajemen sumber daya manusia (MSDM), pentingnya
pembinaan disiplin pegawai berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, terbebas dari kekhilafan dan kesalahan. Oleh sebab itu, setiap organisasi termasuk instansi pemerintah perlu memiliki berbagai ketentuan yang harus ditaati oleh seluruh anggota organisasi dan didukung oleh standar yang harus dipenuhi oleh setiap pegawai. Begitu pentingnya kedisiplinan, sehingga ada ahli yang berpendapat bahwa kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting, karena semakin baik disiplin pegawai, semakin tinggi prestasi yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi suatu organisasi mencapai hasil yang optimal.Hal yang demikian, berlaku pula bagi komunitas aparatur negara, khususnya PNS, yang menempatkan kedisiplinan sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pencapaian kinerja organisasi (Herman, 2010). Disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila melanggar tugas dan wewenang yang diberikan (Sastrohadiwiryo, 2002). Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan organisasidan norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan, 2001). Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela
10
11
mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan organisasi, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Jadi seseorang akan bersedia mematuhi semua peraturan serta melaksanakan tugastugasnya baik secara sukarela maupun karena terpaksa. Menurut Irmim(2004) disiplin kerja adalah 1) perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban, 2) perasaan risi atau merasa malu dan berdosa kalau melakukan perbuatan yang menyimpang, 3) sikap tahu untuk membedakan hal-hal apa yang seharusnya dilakukan, yang wajib dilakukan, yang boleh dilakukan dan yang tidak pantas dilakukan, 4) merupakan sikap taat, tertib sebagai hasil pengembangan dari latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian watak, 5) pemahaman dan pelaksanaan yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma, kriteria, dan standar sehingga dapat mengontrol perilaku sehari-hari. Suatu organisasi dapat menerapkan 2 (dua) jenis disiplin, tergantung pada keadaan bagaimana karyawan tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Jenis-jenis disiplin tersebut adalah sebagai berikut : 1)
Pendisiplinan Preventif adalah tindakan yang mendorong karyawan untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan, artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan dan perilaku yang diinginkan dari setiap organisasi diusahakan pencegahan jangan sampai para karyawan berperilaku negatif. Keberhasilan penerapan pendisiplinan preventif terletak pada disiplin
12
pribadi para anggota organisasi, akan tetapi agar disiplin pribadi tersebut semakin kokoh paling sedikit 3 hal yang perlu mendapat perhatian manajemen yaitu : (1)
Para anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki organisasi, karena secara logika seorang tidak akan merusak sesuatu yang merupakan miliknya, berarti perlu ditanamkan perasaan kuat bahwa keberadaan mereka dalam organisasi bukan sekedar mencari nafkah, mereka adalah anggota keluarga besar organisasi yang bersangkutan.
(2)
Para karyawan menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam kerangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi.
(3)
Para karyawan perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Penjelasan dimaksud seyogyanya disertai informasi lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan yang bersifat normatif tersebut.
2)
Pendisiplinan Korektif terjadi jika ada karyawan yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dalam kedisiplinan diperlukan peraturan dan hukuman. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan bimbingan bagi karyawan dalam menciptakan tata tertib yang baik di dalam organisasi/perusahaan. Dengan tata tertib yang baik, semangat kerja, moral kerja, efisiensi dan efektivitas kerja karyawan akan
13
meningkat. Jelasnya organisasi akan sulit mencapai tujuannya jika karyawan tidak mematuhi peraturan yang sudah ada. Sedangkan hukuman diperlukan dalam meningkatkan kedisiplinan dan mendidik karyawan supaya mentaati semua peraturan organisasi. Pemberian hukuman harus adil dan tegas terhadap semua karyawan. Dengan keadilan dan ketegasan, sasaran pemberian hukuman akan tercapai. Peraturan tanpa dibarengi pemberian hukuman yang tegas bagi pelanggarnya bukan menjadi alat pendidik bagi karyawan. Tujuan utama dari pembinaan disiplin kerja secara umum adalah demi kelangsungan perusahaan sesuai dengan motif perusahaan. Sedangkan secara khusus adalah 1) tenaga kerja diharapkan menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen, 2) dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya, 3) dapat menggunakan prasarana, barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya, 4) dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada perusahaan, 5) tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek mapun jangka panjang. Kesimpulan yang dapat dipetik dari uraian teori-teori tersebut yaitu disiplin adalah sikap dan tindakan-tindakan yang tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan yang ada. Disiplin merupakan suatu yang penting dalam upaya menciptakan keteraturan dalam perusahaan. Disiplin tenaga kerja amat erat
14
korelasinya dengan motivasi dan moral kerja dan dapat dikembangkan secara formal melalui suatu latihan pengembangan disiplin misalnya dalam bekerja dengan cara menghargai waktu, tenaga, biaya dan sebagainya.
2.2
Kompetensi Kompetensi merupakan suatu karakteristik yang
mendasar dari
seseorang individu,yaitu penyebab yang terkait dengan acuan kriteria tentang kinerja yang efektif”A competency is an underlying characteristic of anindividualthatis causally relatedto criterion-referenced
effective and/or
superior performance in a job or situation“ (Spencer&Spencer,1993:9). Menurut kriteria kinerja pekerjaan (jobperformancecriterion) yang diprediksi, kompetensi dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu kompetensi permulaan atau ambang (thresholdcompetencies) dan kompetensi yang membedakan (differentiating
competencies).Yang
pertam
(thresholdcompetencies)
merupakan karakteristik esensial-minimal (biasanya adalah pengetahuan dan keterampilan) yang
dibutuhkan oleh seseorang untuk
dapat berfungsi
efektif dalam pekerjaannya akan tetapi tidak membedakan kinerja pekerja yang superior dan kinerja pekerja yang biasa saja. Kompetensi kategori kedua adalah kompetensi yang membedakan yaitu faktor-faktor yang membedakan antara pekerja yang memiliki kinerja superior dan biasa-biasa saja (rata-rata). Karyawan yang kompeten adalah modal terpenting bagi perusahaan atau lembaga dalam memperoleh keunggulan kompetitif. Pendekatan berbasis kompetensi ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kinerja bidang sumber daya manusia. Berbagai bentuk organisasi seperti perusahaan
15
bisnis dan pelayanan publik telah menggunakan pendekatan kompetensi untuk memadukan
tren global dan strategi bisnis. Kompetensi mencakup
pengetahuan,
keterampilan,
kemampuan,
sifat
dan
perilaku
yang
memungkinkan seorang karyawan atau pegawai melakukan tugas dan fungsi atau pekerjaan tertentu (Vathanophas, 2007).
2.3
Nilai individu Cheng (2010) dalam tulisannya yang berjudul Developing a Meta-
Inventory of Human Values telah mengutip beberapa ahli yang telah menjelaskan pengertian nilai.Williams (1979) dalam menyebutkan bahwa istilah nilai dalam riset ilmu sosial telah banyak digunakan untuk mengukur kepentingan, kesenangan, kesukaan, preferensi, tugas, kewajiban moral, keinginan, kemauan, tujuan, kebutuhan, keengganan dan aktivitas dan banyak lagi sesuai dengan tujuan dari riset sosial tersebut. Rokeach (1973) menyatakan nilai adalah penentu hampir semua jenis perilaku yang bisa disebut perilaku sosial atau aksi sosial, sikap dan ideologi, evaluasi, penilaian moral dan pembenaran diri atau orang lain dan upaya untuk mempengaruhi orang lain.Schwartz (2007) menyebutkan bahwa nilai menjadi aspek yang penting untuk menyusun sebuah konstruk psikologi sosial dalam suatu penelitian sosial. Pandangan yang menyatakan nilai mampu memotivasi dan sekaligus mampu menjelaskan dasar pengambilan keputusan seorang individu telah diterima secara luas dan diakui sebagai faktor prediktif dalam menyelidiki dinamika manusia dan kehidupan sosialnya. Nilai (value) Individu yaitu nilai yang memuat elemen pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang benar, baik atau
16
diinginkan. Menurut Milton, Rokeach dalam (Robbins, 2009) mengatakan bahwa nilai (values) adalah keyakinan abadi (enduring belief) yang dipilih oleh seserang atau sekelompok orang sebagai dasar untuk melakukan kegiatan tertentu (mode of conduct) atau sebagai akhir tindakannya (end state of existence), dan Menurut Robin Williams Jr menjelaskan bahwa value bukan hanya sebagai kriteria atau standar untuk melakukan tindakan tetapi juga berfungsi sebagai kriteria atau standar untuk melakukan penilaian, menentukan pilihan, bersikap, berargumentasi maupun menilai kinerja. Smith dan Schwartz (1997) dalam Harris (2012) mendefinisikan nilai-nilai sebagai keyakinan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, melampaui tindakan atau situasi tertentu, berfungsi sebagai standar untuk memandu pemilihan atau evaluasi perilaku, orang dan peristiwa, dan diperintahkan oleh kepentingan relatif untuk satu sama lain.Konsep nilai seperti yang dikemukakan Rokeach dan William Jr (Robbins,2009) sering disebut sebagai nilai individu atau nilai personal. Beberapa contoh nilai yang berkaitan dengan personal/individual value diantaranya adalah disiplin diri (self-discipline), pengendalian diri (selfcontrol), kesalehan dan kebaikan hati seseorang, sedangkan jika nilai-nilai tersebut dikaitkan dengan pekerjaan, misalnya seperti yang dikemukan Hofstede, maka akan diperoleh konsep nilai yang lain yakni nilai-nilai kerja (work related values). Contoh nila-nilai kerja misalnya job involvement dan komitmen. Nilai individu dapat menyebabkan timbulnya keinginan seseorang untuk membantu orang lain.
17
Menurut Survei Nilai Rokeach (RVS) ada dua peringkat nilai berdasarkan survei Rokeach (Robbins,2009) yaitu sebagai berikut. 1) Nilai terminal, bentuk akhir keberadaan yang sasarannya sangat diinginkan, yang ingin dicapai seseorang dalam hidupnya. 2) Nilai instrumental, bentuk perilaku atau upaya pencapaian nilai-nilai terminal yang lebih disukai oleh orang tertentu. Secara terperinci nilai terminal instrumental dari RVS seperti tersaji Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Rokeach Value Survey (RVS) Nilai-nilai terminal (1) Kehidupan yang nyaman (kemakmuran) Kehidupan yang menantang (menstimulasi dan aktif)) Peka terhadap pencapaian (kontribusi secara terus menerus) Dunia yang damai (tidak ada perang dan konflik) Persamaan (persaudaraan, peluang yang sama untuk semua) Dunia yang damai (tidak ada perang dan konflik) Dunia yang indah (keindahan alam dan seni) Kebebasan (kemerdekaan,bebas memilih)
Nilai-nilai instrumental (2) Ambisius (kerja keras, memiliki cita-cita) Berpikiran luas (berpikiran terbuka) Cakap (kompeten, efisien) Riang (senang hati, bergembira) Bersih (rapi, teratur) Berani (mempertahankan keyakinan) Pemaaf (bersedia memaafkan orang lain)
Suka meenolong (bekerja untuk kesejahteraan orang lain) Kebahagiaan (kepuasan) Jujur (tulus, mengatakan yang sebenarnya) Keselarasan bathin (bebas dari konflik Imajinatif (berani, kreatif) bathin) Cinta yang dewasa (keintiman seksual Merdeka (percaya diri, sanggup memenuhi dan spiritual) kebutuhan sendiri) Keamanan nasional (perlindungan dari Intelektual (cerdas, reflektif) serangan) Kesenangan (kehidupan yang Logis (konsisten, rasional) menyenangkan dan memanfaatkan waktu luang)
18
Lanjutan Tabel 2.1 (1) Keselamatan (kehidupan yang aman dan abadi) Hormat diri (harga diri) Pengakuan sosial (rasa hormat dan kekaguman) Persahabatan sejati (perkawinan dekat)
(2) Penuh kasih (penuh kasih saying, lembut) Patuh (menurut dan hormat) Sopan (sopan santun, bersikap baik)
Bertanggung jawab (bisa dipercaya, bisa diandalkan) Kebijaksanaan (pemahaman yang matang Bisa mengendalikan diri sendiri (tenang, akan kehidupan disiplin diri)
Sumber: Robbins, 2009
2.4
Disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil Peraturan
Pemerintah
2010tentangDisiplin PNS
Republik
IndonesiaNomor
53
menyebutkan bahwa Disiplin PNS
Tahun adalah
kesanggupan PNS menaati kewajiban danmenghindari larangan yang ditentukan dalamperaturan perundang-undangan kedinasan yang apabila tidak ditaati ataudilanggar dijatuhi hukuman disiplin.Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan,atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajibandanatau melanggar larangan ketentuan disiplinPNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luarjam kerja.Hukuman disiplin adalah hukuman yangdijatuhkan kepada PNS karena melanggarperaturan disiplin PNS.
2.5
Jenis-jenis kompetensi Spencer (2004) membedakan kompetensi dalam enam aspek pembentuk
kompetensi unggul seperti tersebut di bawah ini. 1) Integritas. Integritas adalah tindakan konsisten dengan apa yang disampaikan oleh karyawan kepada klien atau pihak perusahaan. Karyawan dapat mengembangkan komunikasi yang baik untuk dapat
19
menyampaikan ide-ide dan penilaiannya secara terbuka dan langsung. Selain itu karyawan juga dapat menyambut dengan baik keterbukaan dan kejujuran dari sebuah masukan yang disampaikan klien atau perusahaan kepadanya 2) Orientasi melayani klien (customer orientation). Setiap karyawan dapat menunjukkan keinginan membantu klien. Kompetensi ini mensyaratkan karyawan untuk dapat menemukan dan memenuhi kebutuhan klien. Kebutuhan klien sering kali tidak terbatas pada aspek-aspek pelayanan yang telah diprediksikan oleh sebuah intitusi. Hal ini diperparah oleh klien yang sering tidak kooperatif dengan secara jelas menyampaikan apa yang dibutuhkannya. Klien lebih sering menuntut karyawan untuk lebih tanggap tentang apa yang dibutuhkannya. Tidak tanggapnya karyawan akan memicu komplain dari klien sehingga karyawan pada posisi ini selalu menjadi pihak yang salah dan berimbas pada kredibilitas instusi. Menyikapi ini tentunya upaya penemuan dan pemenuhan kebutuhan klien menjadi mutlak. Kedua upaya ini dapat dilakukan dengan membangun kondisi yang kondusif
sehingga
klien
menjadi
kooperatif
menyampaikan
kebutuhannya secara jelas dan di sisi lain klien dapat memahami bila karyawan juga memiliki keterbatasan bila kebutuhannya tersebut tidak mampu dipenuhi. Membangun suasana kondusif seperti itu tentunya hanya bisa dilakukan bila karyawan memiliki perhatian yang besar pada klien (customer orientation).
20
3) Concern to Order. Kompetensi ini diciptakan untuk mengurangi ketakpastian peran karyawan. Hadirnya kompetensi ini dapat memudahkan pimpinan memantau dan memeriksa kejelasan peran dan rencana kerja dari setiap karyawannya. Setiap pimpinan sebuah institusi tentunya memiliki kewenangan untuk menetapkan dan memerintahkan karyawannya melaksanakan tugasnya masing-masing. Namun tidak jarang deskripsi tugas tidak dipahami oleh karyawan yang berkompeten. Karyawan yang berkompeten tentunya mampu dengan cepat dan tepat memahami tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Pemahaman akan tugas atau yang disebut sebagai concern to order diawali dengan proses sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, aplikasi dan pengawasan oleh pimpinan. Keempat tahapan proses tersebut tetunya tidak dapat dilakukan bila karyawan sendiri tidak mempunyai kompetensi dasar terkait concern to order. 4) Teamwork. Setiap karyawan sebaiknya dapat bekerja sama dalam tim dan merasa sebagai bagian dari tim sehingga tidak ada pemisahan kerja sebagai dampak dari keinginan berkompetisi. 5) Percaya diri. Percaya diri adalah sebuah keyakinan akan kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan tugas dan mampu memilih metode yang efektif untuk menyelesaikan tugas dan masalah. 6) Orientasi prestasi. Karyawan mempunyai keinginan dan rencana untuk bertindak memenuhi atau bahkan melampaui standar prestasi yag ditetapkan perusahaan aatau lembaga. Tindakan yang dapat diambil
21
adalah berinovasi dan mengambil resiko untuk melakukan sesuatu yang baru atau lebih baik. Kompetensi dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu kompetensi inti/dasar yang merupakan kompetensi minimal yang mutlak dimiliki oleh karyawan, kompetensi tambahan/lanjutan yang merupakan pengembangan dari pengetahuan dan keterampilan dasar untuk mendukung tugas karyawan dalam memenuhi tuntutan/kebutuhan
masyarakat yang
sangat dinamis serta makin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Spence rdalam Moeheriono (2009), komponen utama pembentuk kompetensi: pengetahuan, keterampilan, konsep diri dan motif. Menurut Hasibuan (2000) dan Wibowo (2008), faktor yang mempengaruhi kompetensi seseorang yaitu: Pendidikan, keyakinan, keterampilan, pengalaman, karakteristik pribadi, motivasi dan isu emosional. Pendapat
Siagian (2000) dan Gibson (1997) hal yang berperan
mempengaruhi kompetensi adalah: pendidikan, minat, motivasi dan sosial ekonomi, serta masa kerja. 1) Pendidikan Pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan seseorang. Pendidikan dan pengalaman kerja merupakan langkah awal untuk melihat seseorang, pendidikan merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk memyelesaikan pekerjaan, dengan latar belakang pendidikan pula seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu jabatan tertentu (Hasibuan,2000).
22
Selain itu proses
pendidikan merupakan suatu
perkembangan
manusia
untuk
berfikir
pembinaan dalam dan
cenderung
berkembangnya kemampuan dasar yang ada padanya. Menurut Nadler dalam Moekijat (1996) pendidikan adalah proses pembelajaran yang mempersiapkan individu untuk pekerjaan yang berbeda pada masa yang akan datang. Menurut Siagian (2000) pendidikan dapat mempengaruhi kompetensi seseorang,
karena makin tinggi pendidikan seseorang
makin besar keinginannya untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam pelaksanaan tugasnya. Disamping itu pegawai yang
memiliki pendidikan yang lebih tinggi diharapkan mampu
memberikan masukan-masukan yang bermamfaat kepada atasan dalam upaya peningkatan pelaksanaan tugas. 2) Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil“tahu”,dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indra mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan didefinisikan sebagai pengenalan terhadap kenyataan, kebenaran, prinsip dan keindahan terhadap suatu obyek. Pengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan, dipahami dan diingatnya. Informasi dapat berasal dari berbagai bentuk termasuk
23
pendidikan formal maupun non formal, percakapan harian membaca, mendengar radio, menonton televisi dan dari pengalaman hidup lainnya.
Hasil
penelitian
Rogers
dalam
Notoatmodjo
(2005),
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: (1) Awareness
(kesadaran),
dimana
orang
tersebut
menyadari
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). (2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus (objek) tersebut, disini sikap subjek sudahmulai timbul (3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya (4) Trial
(mencoba)
melakukan
dimana
subjek
sudah mulai
mencoba
sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
stimulus (5) Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. (6) Dari pengalaman dan hasil penelitian, ternyata apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses tersebut yaitu didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positip, maka perilaku tersebut akan bersifa tlanggeng (long
lasting)
sebaliknya
didasari oleh
apabila perilaku
tersebut tidak
pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
dan
24
Tingkatan pengetahuan menurut Notoatmodjo, terbagi menjadi 6 tingkatan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif, tingkatan tersebut yakni: (1) Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya, mengingat kembali (recall) terhadap suatu yangs pesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima,“tahu”ini merupakan tingkatan yang paling rendah. (2) Memahami
(Comprehension)
diartikan
sebagai
suatu
kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. (3) Aplikasi (Application)
diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi Riil (sebenarnya). (4) Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. (5) Sintesis (Synthesis) yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru
dengan kata lain sintesis
adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
25
(6) Evaluasi (Evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Lebih lanjut Notoatmodjo (2010), mengemukakan bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan merupakan fungsi dari sikap, menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai suatu konsistensi. Sikap berfungsi sebagai suatu skema, suatu cara strukturisasi agar dunia disekitar tampak logis dan masuk akal untuk melakukan
evaluasi
terhadap
fenomena
luar
yang
ada
dan
mengorganisasikannya. 3) Masa Kerja Masa kerja adalah jangka waktu yang orang sudah bekerja (pada satu kantor, badan, dansebagainya), semakin lama seseorang bekerja maka semakin terampil dan makin berpengalaman pula dalam melaksanakan pekerjaan, masakerja merupakan faktor individu yang
26
berhubungan dengan prilaku dan persepsi individu yang mempengaruhi kompetensi individu, misalnya seseorang yang lebih lama bekerja akan dipertimbangkan lebih dahulu dalam hal promosi, berkaitan erat dengan apa yang disebut senioritas (Siagian, 2000). 4) Pelatihan Pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama dalam hal pengetahuan (Knowledge), kemampuan (Ability), keahlian (Skill) dan sikap (Attitude). Pelatihan pada
dasarnya
merupakan
sebuah proses untuk meningkatkan
kompetensi seseorang (Arep. I dan Tanjung.H,2003). Menurut JohnR Schermerhorn dalam Moekijat (1996) pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan dan meningkatkan keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan beberapa tujuan pelatihan bagi pegawai adalah: 1) untuk mengembangkan keterampilan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, 2) untuk mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, untuk mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kerjasama dengan teman- teman pegawai dan pemimpin.
2.6
Fungsi nilai individu Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Nilai sebagai standar, fungsinya adalah sebagai berikut.
27
(1)
Membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam socialissiues tertentu.
(2)
Mempengaruhi Individu untuk lebih menyukai ideology politik tertentu dibanding ideology politik yang lain.
(3)
Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain
(4)
Melakukan evaluasi dan membuat keputusan
(5)
Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi orang lain, memberitahu individu akan keyakinan, sikap dan tingkah laku lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah, bisa dipengaruhi dan diubah
2) Nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan pengambilan keputusan. Situasi tertentu secara tipikal akan mengaktivasi beberapa nilai dalam system individu. Umumnya nilai-nilai yang teraktivasi adalah nilainilai yang dominan pada individu yang bersangkutan. 3) Fungsi Motivasional. Fungsi langsung dari nilai adalah mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah untuk mengekspesikan kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan memiliki fungsi motivasional. Nilai dapat memotivasi individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu, memberi arah dan intensitas emosional tertentu, terhadap tingkah laku (Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori yang menyatakan bahwa nilai juga merepresentasikan kebutuhan (termasuk secara biologis) dan keinginan, selain tuntutan sosial (Grube,1994).
28
4) Nilai Sebagai Keyakinan (Belief) Nilai merupakan keyakinan yang tergolong preskriptif atau proskriptif yaitu beberapa cara atau akhir tindakan dinilai sebagai hal yang diinginkan atau tidak diinginkan. Hal ini sesuai dengan definisi dari Allport bahwa nilai adalah suatu keyakinan yang melandasi seseorang untuk bertindak berdasarkan pilihannya Rokeach(1973) dalam Robinson, dkk (2009) mengemukakan bahwa keyakinan dalam konsep Rokeach, bukan hanya pemahaman dalam skema konseptual tapi juga predisposisi untuk bertingkah laku yang sesuai dengan perasaan terhadap obyek dari keyakinan tersebut. Rokeach (1973) menyatakan, sebagai keyakinan, nilai memiliki aspek kognitif, afektif dan tingkah laku sebagai berikut : (1)
Nilai meliputi Kognisi tentang apa yang diinginkan, menjelaskan pengetahuan, opini dan pemikiran yang diinginkannya.
(2)
Nilai meliputi Afektif, dimana individu atau kelompok memiliki emosi terhadap apa yang diinginkan, sehingga nilai menjelaskan perasaan individu atau kelompok terhadap apa yang diinginkan itu.
(3)
Nilai memiliki komponen tingkah laku, artinya nilai merupakan variable yang berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan.
Pemahaman nilai sebagai keyakinan, tidak dapat dipisahkan dari model yang dikembangkan Rokeach pertama kali pada tahun 1968 yang disebut Belief System Theory (BST), Grube dkk (1994) menjelaskan bahwa BST adalah organisasi dari teori yang menjelaskan dan mengerti bagaimana keyakinan
29
dan tingkah laku saling berhubungan, serta dalam kondisi apa system keyakinan dapat dipertahankan atau diubah.
2.7
Pengukuran Nilai Individu Pengukuran nilai didasarkan kepada hasil evaluasi diri yang dilaporkan
oleh individu kedalam suatu skala pengukuran (Rovkeach Value Survey, Schwartz Value Survey). Evaluasi diri membutuhkan pemahaman kognitif maupun afektif terhadap diri sendiri, termasuk untuk membedakan antara nilai ideal normatif dan nilai faktual yang ada saat ini. Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, nilai-nilai seseorang akan tampak dalam beberapa indikator tersebut di bawah ini. 1) Berkaitan dengan definisi nilai sebagai cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu, maka indikator pertama adalah pertanyaan tentang keinginan-keinginan, prinsip hidup dan tujuan hidup seseorang. 2) Indikator berikutnya adalah tingkah laku subyek dalam kehidupannya sehari-hari. Nilai berpengaruh terhadap bagaimana seseorang bertingkah laku, memberi arah pada tingkah laku dan memberi pedoman untuk memilih
tingkah laku yang diinginkan. Jadi tingkah laku seseorang
mencerminkan nilai-nilai yang dianutnya. Dari tingkah laku dapat dilihat apa yang menjadi prioritasnya, dan apa yang lebih diinginkan seseorang. 3) Fungsi nilai adalah mencerminkan tingkah laku. Seberapa besar seseorang berusaha mencapai apa yang diinginkannya dan intensitas emosional yang diatribusikan terhadap usahanya tersebut. Dapat menjadi ukuran tentang kekuatan nilai yang dianutnya.
30
4) Salah satu dari fungsi nilai adalah dalam memecahkan konflik dan mengambil keputusan. Dalam keadaan-keadaan dimana seseorang harus mengambil keputusan dari situasi yang menimbulkan konflik, nilainya yang dominan akan teraktivasi. Jadi apa keputusan seseorang dalam situasi konflik tersebut dapat dijadikan indikator tentang nilai yang dianutnya. 5) Fungsi lain dari nilai adalah membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam suatu topik social tertentu dan mengevaluasinya.
2.8
Hubungan nilai individu dengan disiplin kerja PNS Harris (2012) mendefinisikan nilai individu sebagai keyakinan yang
mengacu pada tujuan yang diinginkan, melampaui tindakan atau situasi tertentu, berfungsi sebagai standar untuk memandu pemilihan atau evaluasi perilaku, orang dan peristiwa, dan diperintahkan oleh kepentingan relatif untuk satu sama lain. Bila mengacu pada frase tersebut maka akan dapat diketahui ada tiga aspek yang juga terrangkum dalam PP RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Ketiga aspek yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1) Aspek 1 : keyakinan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, melampaui tindakan atau situasi tertentu. Frase dalam pernyataan Harris (2012) ini sejalan dengan PP RI Nomor 53 Tahun 2010 yang menyebutkan bahwa Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupanPegawai Negeri Sipil (PNS) untuk menaati kewajiban danmenghindari larangan yang ditentukan dalamperaturan perundang-undangan dan/atauperaturan kedinasan.
31
2) Aspek 2 : berfungsi sebagai standar untuk memandu pemilihan atau evaluasi perilaku, orang dan peristiwa. Frase ini jelas menunjukkan nilai individu dapat digunakan sebagai alat evaluasi diri maupun berbagai kejadian di sekitar individu itu sendiri. Pemahaman seperti ini jelas sejalan dengan fungsi PP RI Nomor 53 Tahun 2010 yang berperan sebagai media evaluasi kedisiplinan yang telah dilakukan oleh seorang PNS. 3) Aspek 3 : diperintahkan oleh kepentingan relatif untuk satu sama lain. Frase ini menjelaskan bahwa nilai individu muncul sebagai refleksi kepentingan pribadi terhadap individu yang lain. PP RI Nomor 53 Tahun 2010 diciptakan jelas diciptakan untuk menyatukan berbagai kepentingan pribadi dari setiap PNS untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
2.9
Implementasi Nilai Individu pada Disiplin Kerja PNS Vathanophas (2007) yang meneliti tentang kinerja PNS di Thailand
menyatakan bahwa keberhasilan pelaksanaan tugas seorang PNS dibentuk oleh konsep dirinya. Konsep diri atau nilai individu inilah yang selanjutnya membentuk motivasi untuk melaksanakan tugas yang dibebankan negara kepadanya. Bangkitnya motivasi akan memicu keinginan untuk mempelajari segala bentuk kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas-tugas tersebut. Kemampuan dan keterampilan adalah syarat kompetensi yang harus dipenuhi pada masa awal rekrutmen pegawai baru. Pada tahapan inilah
32
maka nilai individu bukan hanya menjadi pembentuk motivasi namun telah berkembang menjadi bagian dari kompetensi itu sendiri. Ada banyak kompetensi yang harus dipenuhi oleh seorang PNS. Banyaknya kompetensi yang harus dipenuhi ini mengingat besarnya dan beragamnya beban tanggunggjawab yang dipikulnya. Karena itulah diperlukan pegawai pemerintahan yang memahami secara tepat tentang berbagai tugas yang dibebankan padanya (Vathanophas, 2007). Selain pemahaman pada tugas maka kompentensi utama yang perlu dimiliki oleh seorang pegawai pemerintahan adalah memiliki orientasi kepada kebutuhan masyarakat yang dilayaninya. Ini karena apabila publik dapat terlayani dengan baik oleh aparatur birokrasi, maka dengan sendirinya aparatur birokrasi mampu menempatkan posisi dan kedudukannya yaitu sebagai civil servant atau public service. Kondisi ini akan berdampak pada kinerja dari aparatur birokrasi yang sesuai dengan harapan dari masyarakat, pada akhirnya akan timbul trust kepada aparatur birokrasi tersebut. Hal inilah yang akan menjadikan negara yang maju dalam hal pelayanan kepada warganya dan melahirkan pada terwujudnya birokrasi yang bersih, akuntabel dan transparan (Tobirin, 2010).
2.10
Hubungan Concern to Order dengan Disiplin Kerja Disiplin kerja menjadi sebuah kunci keberhasilan dari kinerja sebuah
lembaga. Zouine (2014) yang melakukan pengkajian pada penerapan Enterprise Resource Planing (ERP) baik pada lembaga pemerintahan maupun nonpemerintahan selama dua dekade belakangan ini menyatakan keberhasilan penerapan ERP sangat dipengaruhi oleh nilai individu dari karyawan atau
33
pegawai. Individu yang memahami perannya (concern to order) akan secara disiplin menjalankan semua tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam suatu sistem yang dijalankan lembaga. PNS yang memahami perannya dengan baik dan melaksanakannya secara disiplin akan mendorong kemajuan bagi lembaganya. Kirby (2003) dalam Dhliwayo (2011) menyatakan bahwa seorang karyawan atau pegawai yang memahami pekerjaannya akan dapat memprediksi berbagai kekacauan yang ditimbulkan dari beban tugasnya. Selanjutnya akan mudah diperkecil peluang kegagalan yang mungkin terjadi. Lebih jauh lagi adalah pegawai dapat dengan mudah
meningkatkan
jumlah
pesanan
atau
jumlah
tugas
yang
bisa
diselesaikannya di masa mendatang.
2.11
Hubungan Customer Orientation dengan Disiplin Kerja PNS mempunyai misi memberikan pelayanan terbaik kepada publik. Patel
(2013) menyatakan bahwa kunci sukses pelaksanaan pelayanan publik adalah karyawan yang disiplin dalam mengemban misi pelayanan publik. Artinya karyawan harus bisa lebih mengedepankan kepentingan publik yang menjadi konsumennya (customer orientation) untuk mendorong terciptanya kepuasan publik. Ini dapat dapat dilakukan bila lembaga mendorong karyawan untuk terus mengembangkan keterampilan dan kompetensinya. Pelayanan yang diberikan seorang PNS kepada publik telah menimbulkan konsekwensi terjalinnya kontak antar personal. Babbar (2008) melalui hasil studinya menunjukkan bahwa dalam kontak personal seperti itu maka pekerja harus mampu tunjukkan perhatian individu, keinginan untuk menolong, sopan
34
santun, dan ketepatan dalam melakukan tindakan. Kemampuan ini hanya dapat dilakukan oleh pekerja yang terlatih dan tentunya memiliki kedisiplinan pada tugas utamanya yaitu memberikan pelayanan pada publik.