BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar Spektroskopi Raman Raman merupakan teknik pembiasan sinar yang memiliki berbagai keunggulan dalam penggunaannya. Dalam spektrum Raman tidak ada dua molekul yang memberikan spektrum yang benar – benar sama dan intensitas biasan sinar proporsional dengan jumlah senyawa yang ada pada sampel. Maka dari itu spektrum Raman dapat digunakan sebagai informasi kualitatif dan kuantitatif sampel, melalui interpretasi spektra, pencocokan dengan library, dan aplikasi metode kemometrik (Bartick, 2002a). Biasan Raman merupakan salah satu teknik pembiasan yang digunakan untuk identifikasi molekul. Prinsip biasan Raman yaitu sumber sinar dengan frekuensi tunggal berinteraksi dengan molekul dan mengubah awan elektron yang memutari nukleus untuk membentuk posisi short-lived atau dikenal sebagai virtual state. Keadaan ini tidak stabil sehingga foton akan sesegera mungkin diradiasikan kembali (Smith and Dent, 2005). Pada proses pembiasan apabila hanya awan elektron yang bergerak maka foton akan terbiaskan dengan perubahan frekuensi yang sangat kecil, hampir mirip dengan elektron sumber sinar atau disebut sebagai biasan elastis. Biasan elastis ini dominan terjadi dan pada molekul dan dikenal sebagai biasan Reyleigh. Namun, jika gerakan nukleus juga terinduksi pada proses pembiasan, energi akan ditansfer antar foton yang datang dengan molekul
7
15
atau dari molekul menuju foton yang dibiaskan. Hal ini disebut sebagai biasan inelastik. Energi biasan ini berbeda satu unit vibrasional dengan foton yang ditembakkan dan dikenal dengan biasan Raman. Biasan ini lemah karena hanya satu foton yang dibiaskan setiap 106-108 foton. Namun hal ini dapat diatasi dengan peningkatan densitas energi yang diberikan (Smith and Dent, 2005). Pada biasan Raman dapat terjadi pergeseran yang positif (Stokes) dan negatif (Anti-stokes). Geseran stokes memiliki intensitas yang lebih tinggi dan menimbulkan transisi dari energi yang rendah (ground state) m menuju energi yang lebih tinggi n. Sedangkan, geseran anti-stokes terjadi pada level energi vibrasional tereksitasi n bertransisi menuju energi vibrasional yang lebih rendah m seperti terlihat pada gambar 2.1. Maka dari itu biasan Raman disajikan dalam bentuk geseran energi dari radiasi yang diberikan (∆ cm-1) namun disederhanakan menjadi cm-1 (Smith and Dent, 2005; Chalmers et al., 2012).
Gambar 2.1 Diagram Biasan Rayleigh dan Biasan Raman (Smith and Dent, 2005)
16
2.2 Instrumentasi Spektroskopi Raman Spektroskopi Raman terdiri dari dua macam teknik berdasarkan cara mengumpulkan spektra yaitu Raman dispersif dan Fourier Transform Raman (Bartick, 2002a). Terdapat tiga komponen utama pada spektroskopi Raman yaitu sumber sinar pengeksitasi, sistem pengumpul sinar dan sistem pendeteksi (Naglic, 2012). Pada Rigaku Raman First Guard Analyzer tersedia laser dengan panjang gelombang 532, 785 atau 1064 nm. Sedangkan pada FT-Raman Rigaku Raman First Guard Analyzer menggunakan laser NIR pada panjang gelombang 1064 nm. Pada panjang gelombang ini fluoresensi hampir dapat dihilangkan, namun dengan perbandingan intensitas Raman dengan panjang gelombangnya yaitu ¼ λ membuat sinyal Raman menjadi lemah (Smith and Dent, 2005). Sinar selanjutnya dihantarkan menuju sampel melalui sistem optikal berupa cermin dan lensa atau dapat pula melalui kabel fiber optik. Sistem lensa berfungsi sebagai pemfokusan sinar menuju sampel dan mengumpulkan sinar hasil biasan Raman (Kalantriet al., 2010). Hasil biasan diteruskan menuju interferometer. Interferometer mengubah sinyal Raman menjadi interferogram, dan membiarkan detektor mengumpulkan spektrum Raman secara simultan. Pada FT-Raman detektor yang digunakan lebih sensitif, elemennya tunggal, serta detektor khusus untuk NIR seperti Indium Gallium Arsenide (InGaAs) atau detektor germanium (Ge) yang didinginkan oleh nitrogen cair (Smith and Dent, 2005).
17
Gambar 2.2 Instrumentasi Spektroskopi Raman (Smith and Dent, 2005)
2.3 Penanganan Sampel Pada Spektroskopi Raman Sampel yang digunakan pada instrumen Raman dapat berbentuk cair, padat, polimer ataupun senyawa mudah menguap. Senyawa – senyawa yang digunakan sebagai sampel ini dapat berupa senyawa organik ataupun non organik. Pada analisis kualitatif dengan spektroskopi Raman tidak memerlukan posisi yang sangat sempurna yang sesuai dengan arah sinar. Namun pada analisis kuantitatif sampel harus ditempatkan pada tempat yang vial atau kuvet khusus yang posisinya optimal dengan arah sinar (Smith and Dent, 2005). Bentuk kristal dan ukuran partikel juga mempengaruhi spektrum Raman yang dihasilkan. Biasan analit, matriks ataupun pengotor yang terdapat pada sampel juga harus diketahui perbedaan intensitasnya. Ketika sampel berada pada matriks seperti polimer, resin atau emulsi, maka akan terjadi reduksi
18
sinyal Raman akibat perubahan ukuran partikel. Selain itu polimorfisme juga mempengaruhi dimana pembentukan sampel menjadi bentuk lempengan dengan tekanan tertentu dapat menghilangkan perubahan polimorfisme pada serbuk (Smith and Dent, 2005).
2.4 Parasetamol Parasetamol memiliki rumus molekul C8H9NO2 dengan berat molekul 151,16 gram/mol. Pemerian Parasetamol berupa serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit (Depkes RI, 1995). Titik lebur Parasetamol yaitu pada suhu 169º-170,5ºC (Moffat et al., 2005). Struktur Parasetamol terlihat pada gambar 2.3. Sedangkan puncak spektrum Raman yang kemungkinan muncul pada Parasetamol berdasarkan gugus fungsinya terlihat pada tabel 2.1.
Gambar 2.3 Struktur Kimia Parasetamol (Moffat et al., 2005)
19
Tabel 2.1 Tabel Rentang Puncak Spektrum Raman Parasetamol Berdasarkan Gugus Fungsinya (Smith and Dent, 2005; Farquharson et al., 2011) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Gugus Fungsi Cincin Aromatik I Cincin Aromatik II Amida Keton C=C C – CH3 CH3, CH2 C – C (Alifatik) C–N
Rentang Bilangan Gelombang (cm-1) 990 – 1100a 1450 – 1500a 1550 – 1700a 1600 – 1710a 1625 – 1680a 1355 – 1385a 1405 – 1455a 250 – 400a 1250 – 1305b
Keterangan : (a) sumber dari Smith and Dent, 2005 (b) sumber dari Farquharson et al., 2011
2.3 Klorfeniramin Maleat Klorfeniramin Maleat memiliki rumus molekul C16H19ClN2.C4H4O4 dengan berat molekul 390,87 g/mol. Pemerian Klorfeniramin Maleat berupa serbuk kristal putih dan tidak berbau (Depkes RI, 1995). Titik lebur Klorfeniramin Maleat yaitu pada suhu 130º-135ºC (Moffat et al., 2005). Struktur Klorfeniramin Maleat terlihat pada gambar 2.4. Sedangkan puncak spektrum Raman yang kemungkinan muncul pada Klorfeniramin Maleat berdasarkan gugus fungsinya terlihat pada tabel 2.2.
Gambar 2.4 Struktur Kimia Klorfeniramin Maleat (Faridah dkk., 2008)
20
Tabel 2.2 Tabel Rentang Puncak Spektrum Raman Klorfeniramin Maleat Berdasarkan Gugus Fungsinya (Smith and Dent, 2005; Farquharson et al., 2011) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Gugus Fungsi Cincin Aromatik I Cincin Aromatik II Cincin Heterosiklik C-Cl C=C C – CH3 CH3, CH2 C – C (Alifatik) C–N COOH
Rentang Bilangan Gelombang (cm-1) 990 – 1100a 1450 – 1500a 1550 – 1610a 550 – 790a 1625 – 1680a 1355 – 1385a 1405 – 1455a 250 – 400a 1250 – 1305b 1610-1740a
Keterangan : (a) sumber dari Smith and Dent, 2005 (b) sumber dari Farquharson et al., 2011
2.4 Fenilpropanolamin Fenilpropanolamin memiliki nama lain DL-Norephedrine atau (αS)-rel-α[(1R)-1-Aminoethyl] benzenemethanol. Fenilpropanolamin memiliki rumus molekul C9H13NO, dengan bobot molekul 151,2 g/mol. Fenilpropanolamin merupakan serbuk kristal, warna hampir putih sampai putih, bau sedikit aromatik (Moffat et al., 2005). Struktur Fenilpropanolamin terlihat pada gambar 2.5. Sedangkan puncak spektrum Raman yang kemungkinan muncul pada Fenilpropanolamin berdasarkan gugus fungsinya terlihat pada tabel 2.3.
Gambar 2.5 Struktur Kimia Fenilpropanolamin (Moffat et al., 2005)
21
Tabel 2.3 Tabel Rentang Puncak Spektrum Raman Klorfeniramin Maleat Berdasarkan Gugus Fungsinya (Smith and Dent, 2005; Farquharson et al., 2011) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Gugus Fungsi Cincin Aromatik I Cincin Aromatik II C-OH C=C C – CH3 CH3, CH2 C – C (Alifatik) C–N
Rentang Bilangan Gelombang (cm-1) 990 – 1100a 1450 – 1500a 1500 – 2000a 1625 – 1680a 1355 – 1385a 1405 – 1455a 250 – 400a 1250 – 1305b
Keterangan : (a) sumber dari Smith and Dent, 2005 (b) sumber dari Farquharson et al., 2011
2.5 Analisis Data dengan Cross Correlation Function Dalam membandingkan perubahan bentuk spektrum akibat berbagai konsentrasi dalam suatu campuran digunakan analisis fungsi korelasi silang “cross correlation function” (Harmita, 2004). Koefisien korelasi (r) dihitung dengan : r=
Σ Σ Σ
......................................................................................... (1)
Keterangan : xi dan yi adalah harga bilangan gelombang dan intensitas dari dua spektrum yang dibandingkan pada suatu rentang bilangan gelombang hasil pengukuran. (Harmita, 2004) Nilai koefisien korelasi (r) berkisar antara -1 sampai +1, dimana koefisien korelasi (r = 0) menunjukkan tidak ada hubugan antara dua variabel. Apabila nilai koefisien korelasi (r ≤ 0,35) maka korelasinya lemah; 0,36-0,67 korelasinya sedang; 0,68 - 0,89 korelasinya kuat; dan koefisien korelasi (r ≥ 0,9) korelasinya sangat kuat (Taylor, 1990).