3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Padi (Oryza sativa L.) Padi IR64 merupakan tanaman semak, semusim yang memiliki tinggi 115-
126 cm dan berumur 110-120 hari. Batang padi IR64 berbentuk tegak dan berwarna hijau. Daun dari tanaman padi IR64 memiliki muka daun kasar, posisi daun tegak, telinga dan lidah daun tidak berwarna, dan warna daun hijau (BPSTP, 2009). Dalam tangkai buah, buah dan batang tanaman padi terkandung saponin. Disamping itu, tangkai buah dan batangnya mengandung polifenol serta pada bagian tangkai buah terkandung alkaloid (Depkes RI, 1994). Berikut merupakan klasifikasi dari tanaman padi. Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Bangsa
: Polaes
Suku
: Gramineae
Marga
: Oryza
Jenis
:Oryza sativa L.
Bagian dari tanaman ini yang masih kurang pemanfaatannya adalah bagian batang atau biasa disebut jerami. Selama ini jerami padi dimanfaatkan
5
6
untuk ternak hanya 31-39%, untuk industri hanya 7-16% dan sisanya dibiarkan sebagai limbah. Jerami padi merupakan biomassa dengan kandungan selulosa terbesar, disamping hemiselulosa dan lignin dalam jumlah yang lebih kecil. Dalam jerami padi mengandung 28-36% selulosa, 23-28% hemiselulosa, 12-16% lignin, dan 15-20% abu (Jalaluddin, 2005).
2.2
Delignifikasi Delignifikasi merupakan proses pembebasan lignin dari suatu senyawa kompleks dan merupakan salah satu perlakuan pendahuluan yang dilakukan dengan tujuan mempermudah proses hidrolisis. Proses ini penting dilakukan sebelum hidrolisis bahan selutolik, sebab lignin merupakan dinding kokoh yang melekat pada serat selulosa dan hemiselulosa sehingga suatu tanaman menjadi keras dan dapat berdiri kokoh dan lignin dapat menghambat penetrasi asam atau enzim sebelum hidrolisis berlangsung (Gunam, 2010). Salah satu metode perlakuan pendahuluan secara kimia adalah perlakuan delignifikasi menggunakan natrium hidroksida (NaOH). Delignfikasi dapat dilakukan dengan larutan NaOH, karena larutan ini dapat menyerang dan merusak struktur lignin, bagian kristalin dan amorf, memisahkan sebagian lignin dan hemiselulosa serta menyebabkan penggembungan struktur selulosa (Enari, 1983; Marsden dan Grey, 1986; Gunam dan Antara 1999). 2.3
Hidrolisis Dalam proses hidrolisis rantai polisakarida tersebut dipecah menjadi
monosakarida-monosakarida (Kirk-Othmer, 1983). Hidrolisis meliputi proses
7
pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna pada selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6) (Rohana, 2013). Hidrolisis selulosa dapat dilakukan secara enzimatis dan kimiawi. Hidrolisis secara enzimatis dapat dilakukan dengan menggunakan enzim selulase, sedangkan hidrolisis secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan asam, yaitu asam kuat konsentrasi rendah maupun asam lemah konsentrasi tinggi. Hidrolisis selulosa secara asam dapat dilakukan dengan menggunakan asam kuat encer pada temperatur dan tekanan tinggi, dan dapat dilakukan dengan menggunakan asam pekat pada temperatur dan tekanan rendah (Oktavianus, 2013). Hidrolisis dengan larutan asam biasanya menggunakan asam encer, dimana kecepatan reaksinya berbanding dengan konsentrasi asam (Groggins, 1958). Salah satu asam yang digunakan dalam proses hidrolisis selulosa adalah asam klorida. Proses hidrolisis pada suhu tinggi dilakukan pada kisaran suhu 160240°C, sedangkan proses hidrolisis pada suhu rendah dilakukan pada suhu 80140°C. Hidrolisis bahan-bahan berlignoselulosa akan menghasilkan senyawa gula sederhana, seperti glukosa, xilosa, selobiosa dan arabinosa. Hidrolisis dalam suasana asam menghasilkan pemecahan ikatan glikosida dan berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama proton yang berkelakuan sebagai katalisator asam berinteraksi cepat dengan oksigen glikosida yang menghubungkan dua unit gula (I), yang akan membentuk asam konjugat (II). Langkah ini akan diikuti dengan pemecahan yang lambat dari ikatan C-O, dalam kebanyakan hal menghasilkan zat
8
antara kation karbonium siklis (III). Protonasi dapat juga terjadi pada oksigen cincin (II’), menghasilkan pembukaan cincin dan kation karbonium non siklis (III’) (Oktavianus, 2013). Mekanisme reaksi total hidrolisis selulosa secara asam ditampilkan dibawah ini (Oktavianus, 2013).
Gambar 2.1 Reaksi Hidrolisis Hidrolisis dipengaruhi oleh suhu reaksi, waktu, pencampuran pereaksi dan konsentrasi asam yang digunakan. Semakin tinggi suhu reaksi, semakin cepat pula jalannya reaksi. Tapi jika suhu yang digunakan terlalu tinggi konversi akan menurun karena selulosa akan terdegradasi menjadi karbon. Semakin lama waktu hidrolisis, konversi yang dicapai semakin besar sampai pada batas waktu tertentu akan diperoleh konversi yang relatif dan apabila waktu tersebut diperpanjang, pertambahan konversi akan kecil sekali (Mastuti, 2010).
2.4
Selulosa Mikrokristal Selulosa
mikrokristal
merupakan
senyawa
murni
yang
sebagian
terdepolimerisasi, berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, berbentuk serbuk kristal dan terdiri dari partikel berpori. Rumus molekul dari selulosa mikrokristal adalah (C6H10O5)n, dimana jumLah n adalah 220 dengan berat molekul 36000.
9
Selulosa mikrokristal sedikit larut dalam 5% b/v larutan natrium hidroksida: praktis tidak larut dalam air, asam encer (Rowe, 2009). Berikut merupakan struktur dari selulosa mikrokristal.
Gambar 2.2 Struktur selulosa mikrokristal (Rowe, 2009) Selulosa mikrokristal dapat diproduksi dengan dua metode yaitu metode kimiawi dan metode mikrobiologi. Metode kimiawi dilakukan dengan mereaksikan selulosa dengan larutan mineral kuat pada titik didihnya dengan waktu tertentu hingga diperoleh derajat polimerisasi yang diinginkan. Sedangkan metode mikrobiologi dapat dilakukan dengan disintegrasi mekanik selulosa dengan bantuan mikroorganisme (Arry, 2003). Selulosa mikrokristal dapat digunakan sebagai adsorben, pensuspensi, penghancur pada tablet dan kapsul, disintegran pada tablet. Pada tabel 1 dapat dilihat konsentrasi dalam menggunakan selulosa mikrokristal sebagai adsorben, pensuspensi, penghancur atau disintegran (Rowe, 2009). Tabel 2.1 Fungsi dari selulosa mikrokristal (Rowe, 2009). Fungsi
Konsentrasi (%)
Adsorben
20-90
Pengikat atau diluent pada kapsul
20-90
Penghancur pada tablet
5-15
Pengikat atau diluent pada tablet
20-90
10
Selulosa mikrokristal dalam farmasi, banyak digunakan dalam obatobatan, terutama sebagai pengikat atau penghancur pada formulasi tablet dan kapsul serta dapat digunakan pada metode granulasi basah dan cetak langsung. Selain dapat digunakan sebagai pengikat atau penghancur, selulosa mikrokristal juga dapat digunakan sebagai lubrikan dan disintegrant dalam tablet (Rowe, 2009). Selulosa mikrokristal stabil meskipun higroskopis dan harus disimpan dalam wadah yang tertutup, kering dan sejuk. Selulosa mikrokristal dapat diproduksi dengan hidrolisis terkontrol selulosa dari bahan tanaman berserat dengan larutan asam mineral encer. Setelah hidrolisis, hidroselulosa yang diperoleh dimurnikan dengan penyaringan dan dengan metode spraydried untuk membentuk partikel berpori kering dengan distribusi ukuran partikel yang luas (Rowe, 2009). Berikut merupakan tabel karakteristik selulosa mikrokristal. Tabel 2.2 Karakteristik selulosa mikrokristal (Rowe, 2009) Sudut diam 40º Bobot jenis
0,337 g/cm3
Bobot jenis mampat
0,478 g/cm3
Bobot jenis nyata
1,512-1,668 g/cm3
Waktu alir
1,41 g/detik
Titik lebur
260-270ºC
Kelembaban
< 5%
pH
5-7,5
Susut pengeringan
< 7%
Kelarutan dalam eter
< 0,05%
Kelarutan dalam air
< 0,25%
11
2.5
Identifikasi Selulosa Mikrokristal
2.5.1 Perhitungan Alfa, Beta, Gamma Selulosa Mikrokristal Uji ini dilakukan untuk menentukan kadar selulosa alfa, beta, dan gamma yang terkandung dalam pulp yang terdelignifikasi. Selulosa alfa merupakan bagian pulp yang tidak larut dan tahan terhadap larutan NaOH 17,5 % dan 9,45% serta memiliki berat molekul yang tinggi. Selulosa beta merupakan bagian pulp yang larut dalam larutan NaOH dan bisa diendapkan dengan larutan asam. Selulosa beta merupakan bagian yang terdegradasi. Sedangkan selulosa gamma merupakan bagian pulp yang tertinggal dalam larutan dan kandungan utamanya terdiri dari hemiselulosa (SNI, 2009). Uji ini dilakukan dengan mengekstraksi pulp dengan larutan NaOH 17,5% pada suhu 25ºC. Bagian terlarut yang terdiri dari selulosa beta dan selulosa gamma, akan dioksidasi oleh kalium dikromat dan kemudian ditentukan secara volumetrik, sedangkan selulosa alfa merupakan bagian yang tidak larut (SNI, 2009). 2.5.2 Perhitungan Derajat Polimerisasi Derajat polimerisasi merupakan jumlah unit berulang dalam rantai yang disebut n atau P. Hasil dari derajat polimerisasi n dan berat molekul dari unit monomer sama dengan berat molekul primer. Derajat polimerisasi dapat menunjukkan ukuran molekul primer yang berhubungan dengan berat molekul (Habibah, 2013).
12
2.6
Uji Sifat Fisika-Kimia Selulosa Mikrokristal
2.6.1
Uji Organoleptik Uji selulosa mikrokristal meliputi bau, warna, dan bentuk selulosa
mikrokristal (Depkes RI, 1995). Selulosa mikrokristal berbentuk serbuk kristal, berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa (Rowe, 2009). 2.6.2 Susut Pengeringan Uji ini dilakukan untuk menetapkan jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu. Dilakukan dengan cara memanaskan selulosa mikrokristal dalam oven sampai diperoleh kadar yang tetap (Depkes RI, 1995). Susut pengeringan dihitung dengan persamaan berikut, dengan a merupakan berat selulosa mikrokristal awal dan b merupakan berat akhir selulosa mikrokristal. Susut pengeringan (%) =
𝑎−𝑏 𝑎
x 100%
................................. (Persamaan 2.1)
2.6.3 Uji Kelembaban Uji ini dilakukan untuk mengetahui kandungan lembab dalam selulosa mikrokristal. Kelembaban merupakan bagian air pada permukaan selulosa mikrokristal. Kelembaban ini berpengaruh terhadap kompaktibilitas selulosa mikrokristal karena apabila memiliki kelembaban yang tinggi pada saat diformulasikan menjadi tablet akan menyebabkan granul melekat pada permukaan die dari punch. Sedangkan jumlah kelembaban yang terlalu rendah menyebabkan tablet menjadi rapuh. Dengan adanya uji ini maka ikatan partikel akan menjadi kuat sehingga akan mempengaruhi kekerasan tablet (Lieberman, 1989).
13
2.6.4
Pengukuran pH Pengukuran pH bertujuan untuk mengoptimalkan stabilitas dari selulosa
mikrokristal
pada
saat
kondisi
penyimpanan.
Uji
dilakukan
dengan
mencampurkan selulosa mikrokristal dengan 10 mL air bebas CO2 selama 1 menit kemudian dilakukan pengukuran pH menggunakan pH meter. pH dari selulosa mikrokristal berkisar antara 5-7,5 (Rowe, 2009). 2.6.5
Uji Viskositas Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu
viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Dengan memiliki viskositas yang optimum, maka akan memperbaiki kemampuan tuang sediaan sehingga memudahkan dalam pengaturan volume pemakaian. Viskometer yang dapat digunakan untuk menentukan viskositas system non newton adalah viskometer yang memiliki kontrol shearing stress yang bervariasi (Martin et al., 1993). Viskometer Brookfield DV-E merupakan viskometer yang dapat digunakan untuk mengukur viskositas sistem non newton (Lachman, 2008). Prinsip kerja alat ini adalah pengukuran viskositas dengan melakukan kontrol terhadap shearing stress dengan menggunakan variasi kecepatan pengadukan. Viskometer Brookfield DV-E dapat menentukan tahanan yang dialami oleh suatu silinder berputar yang dicelupkan dalam bahan kental. Semakin tinggi viskositas maka semakin besar tahanannya. (Garg et al., 2002).
14
2.6.6
Uji Bobot Jenis dan Kompaktibilitas Penentuan bobot jenis diperlukan untuk penentuan kompaktibilitas dari
selulosa mikrokristal sehingga dapat ditentukan bagaimana sifat alir selulosa mikrokristal yang dihasilkan. Terdapat dua jenis bobot jenis yang penting dalam penentuan kompaktibilitas dari selulosa mikrokristal yaitu bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat (Lachman, 2008). a.
Bobot jenis nyata Bobot jenis nyata adalah perbandingan berat selulosa mikrokristal yang
telah dikeringkan sebanyak 50 gram yang kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 mL dan dicatat volumenya (Voight, 1995). Berikut ini merupakan persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung bobot jenis nyata. Bobot jenis nyata (Po) =
b.
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 (𝑚𝐿)
(Persamaan 2.2)
Bobot jenis mampat Bobot jenis mampat merupakan perbandingan berat selulosa mikrokristal
yang telah dikeringkan sebanyak 50 gram yang kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 mL dan dilakukan pengetukan hingga volumenya konstan dan dicatat volume mampat dari selulosa mikrokristal (Voight, 1995). Berikut ini merupakan persamaan untuk menghitung bobot jenis mampat. 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
Bobot jenis mampat (ρ1) = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 (𝑚𝐿) (Persamaan 2.3)
15
c.
Kompaktibilitas Persen kompaktibilitas dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari
pengukuran bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat (Voight, 1995). Kompaktibilitas merupakan kemampuan suatu bahan untuk berkurang volumenya pada saat mendapatkan tekanan. Kompaktibilitas adalah salah satu faktor penting dalam menentukan kemampuan serbuk atau selulosa mikrokristal untuk menjadi bentuk yang lebih stabil bila mendapat tekanan, yaitu mudah menyusun diri pada saat memasuki ruang cetak kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi bentuk yang mampat dan akhirnya menjadi massa yang kompak dan stabil (Lachman, 2008). Berikut ini merupakan persamaan untuk menghitung persen kompaktibilitas. % Kompaktibilitas =
𝜌1 − 𝜌𝑜 𝜌𝑜
…………………………...........(Persamaan 2.4)
Keterangan : ρo
: Bobot jenis nyata
ρ1
: Bobot
jenis mampat
Tabel 2.3 Hubungan kompaktibilitas dengan sifat alir selulosa mikrokristal (Aulton, 1998) Kompaktibilitas (%)
Sifat aliran
5 – 12
Sangat baik
12 – 18
Baik
18 – 23
Cukup
23 – 33
Kurang
33 – 38
Sangat kurang
>38
Sangat buruk
16
d.
Kompresibilitas Uji kompresibilitas bertujuan untuk menentukan kemampuan granul untuk
menjadi bentuk yang lebih kompres jika mendapat tekanan (Lachman dkk., 2008). Persen kompresibilitas dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari pengukuran bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat. % Kompresibilitas =
Keterangan :
𝜌𝑡 − 𝜌𝑜 𝜌𝑜
………………………....…...........(Persamaan 2.5)
= bobot jenis mampat = bobot jenis nyata (Voight, 1995)
Tabel 2.4. Hubungan Kompresibilitas dengan Sifat Alir (Aulton, 2002)
2.6.7
Kompresibilitas (%)
Sifat aliran
5 – 12
Sangat baik
12 – 18
Baik
18 – 23
Cukup
23 – 33
Kurang
33 – 38
Sangat kurang
>38
Sangat buruk
Uji Sifat Alir (fluiditas) Sifat alir merupakan salah satu faktor penting dalam uji sifat fisik selulosa
mikrokristal, karena berpengaruh terhadap keseragaman bobot saat pengemasan dan saat diformulasikan yaitu pada proses pencetakan tablet (Sheth dkk., 1980).
17
Sifat alir selulosa mikrokristal dapat diketahui dengan cara mengukur waktu alir dan sudut diam (Lachman dkk., 2008). 1.
Waktu Alir Waktu alir merupakan waktu yang diperlukan sejumlah tertentu bahan
yang mengalir melalui lubang corong atau sejumlah bahan yang mengalir dalam suatu waktu tertentu. Waktu alir dilakukan dengan cara mengalirkan bahan pada corong, kemudian diamati waktu yang diperlukan untuk mengalir. Laju alir selulosa mikrokristal akan berpengaruh terhadap waktu alir (Fudholi, 1983). 2.
Sudut diam Sudut diam merupakan sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel
bentuk kerucut dengan bidang horizontal. Selulosa mikrokristal akan mengalir dengan baik apabila sudut diam yang terbentuk kurang dari 40º. Besar kecilnya sudut diam sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya gaya tarik dan gaya gesek antar partikel. Jika gaya tarik dan gaya gesek kecil, maka selulosa mikrokristal akan lebih cepat dan lebih mudah mengalir. Selain itu sudut diam juga dipengaruhi oleh ukuran partikel, semakin kecil ukuran partikel maka kohesivitas partikel makin tinggi yang akan mengurangi kecepatan alirnya sehingga sudut diam yang terbentuk semakin besar pula (Candra, 2008). Sudut diam ini dilakukan dengan cara mengalirkan bahan dari corong ke dasar. Bahan tersebut akan membentuk suatu kerucut yang kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang dihasilkan, artinya sudut kemiringannya semakin kecil, semakin baik daya aliran serbuk tersebut (Voight, 1995). Metode pengukuran sudut diam yang sering digunakan adalah metode
18
corong. Alat pengukur sudut diam dengan metode corong terdiri dari corong gelas dengan diameter 10 cm, panjang tangkai 2 cm, diameter mulut tangkai 1 cm, ring besim statif, kertas diagram, kertas penyekat (Fudholi, 1983). Gesekan antar partikel dari timbangan bahan yang menentukan bentuk kerucut aliran dan memberikan petunjuk tentang kondisi kohesi yang ada dapat dikurangi dengan menambahkan bahan pengatur luncuran atau aliran. Hingga alir yang tinggi juga dihasilkan melalui pengeringan bahan atau dengan meniadakan partikel yang berukuran <10 µm sehingga mampu menghilangkan pengaruh negatif dari gaya adhesi dan muatan elektrik. Bahan dengan komponen yang berupa lempengan dan peluru memiliki sudut tuang yang datar (Voight,, 1995). Sudut diam α dapat dihitung dengan persamaan berikut, dengan h merupakan tinggi kerucut (cm) dan r merupakan jari-jari bidang dasar kerucut (cm) (Voight, 1995). ℎ
Tan α = 𝑟
……………………………………………. (Persamaan 2.6)
Berikut merupakan hubungan sifat alir dan sudut diam dari selulosa mikrokristal. Tabel 2.5 Hubungan sifat alir dan sudut diam (Aulton, 1998) Sudut diam Sifat alir <25º
Sangat baik
25º-30º
Baik
30º-40º
Cukup
>40º
Sangat sukar
19
2.6.8
X-Ray Diffraction (X-RD) Difraksi adalah fenomena hamburan yang melibatkan sejumlah besar
atom. Atom-atom tersebut tersusun secara periodik dan teratur pada suatu kisi sehingga hamburan yang dihasilkan oleh atom-atom tersebut memiliki fasa tertentu yang berhubungan dengan atom-atom pada kisi tersebut. Difraksi dapat terjadi apabila hukum Bragg 2d sin = n
terpenuhi (Subagja, 2011). Tiga
metode dalam difraksi sinar-x adalah: (1) Metode difraksi Laue; (2) Metode hablur bergerak; dan (3) Metode difraktometeri serbuk. Metode difraktometeri serbuk ialah untuk mencatat difraksi sampel polikristal. Pada analisis struktur material berbasis bahan alam ini, digunakan alat difraktometer, yang prinsip kerjanya seperti Gambar 2.3 Sampel serbuk dengan permukaan rata dan mempunyai ketebalan yang cukup untuk menyerap alur sinar-X yang menuju keatasnya. Puncak-puncak difraksi yang dihasilkan dengan menggunakan alat pencacah. Umumnya menggunakan pencacah Geiger dan sintilasi. Alat monitor dapat diputar mengelilingi sampel dan diatur pada sudut terhadap alur datang. Alat monitor 2 dijajarkan supaya sumbunya senantiasa melalui dan bersudut tepat dengan sumbu putaran sampel (Cullity, 1956).
Gambar 2.3 Difraksi sinar x pada bidang atom (Cullity, 1956)
20
Keterangan : n
= jarak tempuh = panjang gelombang
= sudut difraksi pada bidang kisi d = ukuran kristal Peralatan yang digunakan adalah X-ray Diffraction (merk Philips). Hasil analisis dengan X-ray Diffraction adalah berupa difraktogram yang berupa susunan garis atau puncak dengan intensitas dan posisi berbeda-beda yang spesifik pada material yang dianalisis. Tiap fase kristalin mempunyai susunan difraktogram yang karakteristik, maka dapat digunakan sebagai sidik jari untuk uji identifikasi. Penentuan kesesuaian struktur kristal yang terbentuk dilakukan dengan mencocokkan setiap puncak yang muncul pada difraktogram pada nilai sudut 2θ dan d tertentu hasil analisis dengan data dari JCPDS (Joint Committee Powder Diffraction Standar) sehingga diperoleh informasi orientasi bidang kristal yang terbentuk. Penentuan ukuran kristal ditentukan dengan merujuk pada puncak-puncak utama pola difraktogram melalui pendekatan persamaan Debye Scherrer yang dirumuskan: 𝐷=
𝐾𝜆 𝛽 cos 𝜃
.........................................................................(Persamaan 2.7)
Nilai ukuran kristal ditentukan dengan persamaan modifikasi Debye Scherrer sebagai berikut : ln 𝛽 = 𝑙𝑛
𝐾𝜆 𝐾𝜆 1 = 𝑙𝑛 + 𝑙𝑛 𝐷 cos 𝜃 𝐷 cos 𝜃
....................(Persamaan 2.8)
21
Keterangan : D = ukuran kristal K = faktor bentuk dari kristal (0,9-1) λ = panjang gelombang dari sinar-X (1,54056 Å) β = nilai dari Full Width at Half Maximum (FWHM) (rad) θ = sudut difraksi (derajat) (West, 1989) 2.6.9
Analisis Fourier Transform Infrared (FT-IR) Fourier Transform Infra Red (FTIR) memberikan informasi dalam hal
kimia, seperti struktur , konformasional pada polimer dan polipaduan, perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar infra merah melewati tempat kristal sehingga terjadi kontak dengan permukaan cuplikan. Degradasi atau induksi oleh oksidasi, panas, maupun cahaya, dapat diikuti dengan cepat melalui infra merah. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar karena resolusinya lebih tinggi (Kroschwitz, 1990). Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra merah. Pada FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang berupa interferogram (Bassler, 1986). Interferogram juga memberikan informasi yang berdasarkan pada intensitas spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor
22
diubah secara digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai domain, tiaptiap satuan frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap (fourier transform). Kemudian sinyal itu diubah menjadi spektrum IR sederhana. Spektroskopi FTIR digunakan untuk mendeteksi sinyal lemah, menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah, dan analisis getaran (Silverstain, 1967). Hasil yang diperoleh adalah berupa spektrum inframerah yang kemudian diplot sebagai intensitas fungsi energi, panjang gelombang ( m) atau bilangan gelombang (cm-1). Analisis gugus fungsi kemudian dilakukan dengan membandingkan pita absorbsi yang terbentuk pada spektrum inframerah menggunakan tabel korelasi dan menggunakan spektrum senyawa pembanding (yang sudah diketahui) (Anam, 2007). Gambar 2.4. merupakan skema dari FT-IR.
Gambar 2.4 Skema FT-IR
2.7
Analisis Data Salah satu metode yang digunakan untuk melakukan analisis data adalah
Analysis of Variance (ANOVA). Varians diartikan sebagai derajat dimana 2 atau lebih hal berbeda dibandingkan. ANOVA digunakan untuk menguji hipotesis bahwa rata-rata antara 2 atau lebih grup apakah sama dengan membandingkan
23
varians pada tingkat kepercayaan tertentu. Asumsinya adalah bahwa sampel memiliki distribusi normal dan memiliki varians yang sama. Hipotesis awal (H0) dari ANOVA adalah dengan menganggap bahwa rata-rata grup adalah sama (faktor tidak signifikan) dan hipotesa alternatif (H1) menganggap bahwa rata-rata grup tidak sama (faktor signifikan) (Santoso, 2010). ANOVA one-way menjelaskan analisis varians yang timbul pada faktor tunggal. ANOVA one-way digunakan ketika data dibagi dalam kelompok berdasarkan 1 jenis faktor untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antar grup dan jika ada, maka dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference (LSD) untuk memperjelas perbedaan pada masing-masing grup (Santoso, 2010).