BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengukuran Kinerja Untuk dapat menjamin suatu organisasi berlangsung dengan baik, maka organisasi perlu mengadakan evaluasi. Evaluasi tersebut dapat dilakukan dengan cara mengukur kinerjanya, sehingga aktivitas organisasi dapat dipantau secara periodik. Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam menjamin keberhasilan strategi organisasi.
2.1.1. Pengertian Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja pada dasarnya merupakan kegiatan manusia dalam mencapai tujuan organisasi. Pengukuran kinerja menurut Siegel dan Marconi (1998) dalam Mulyadi (2001:415 416) adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya dioperasikan oleh sumber daya manusia maka pengukuran kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi. Hansen dan Mowen (1995) membedakan pengukuran kinerja secara tradisional dan kontemporer. Pengukuran kinerja tradisional dilakukan dengan membandingkan kinerja aktual dengan
kinerja
yang
dianggarkan
atau
biaya
standar
sesuai
dengan
karakteristik
pertanggungjawabannya, sedangkan pengukuran kinerja kontemporer menggunakan aktivitas sebagai pondasinya. Ukuran kinerja dirancang untuk menilai seberapa baik aktivitas dilakukan dan dapat mengidentifikasi apakah telah dilakukan perbaikan yang berkesinambungan. Prinsip-
Universitas Sumatera Utara
prinsip dalam pengukuran kinerja menurut Hansen dan Mowen (1995) dalam Rosyati dan Hidayati (2004) adalah: a. Konsistensi dengan tujuan perusahaan. b. Memiliki adaptabilitas pada kebutuhan. c. Dapat mengukur aktivitas yang signifikan. d. Mudah dipublikasikan. e. Akseptabilitas dari atas ke bawah. f. Biaya yang digunakan efektif. g. Tersaji tepat waktu. Kinerja merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode, seiring dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, suatu dasar efisiensi, pertanggung jawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Fauzi, 1995 : 207). Setiap organisasi mengharapkan kinerja yang memberikan kontribusi untuk menjadikan organisasi sebagai suatu institusi yang unggul di kelasnya. Jika keberhasilan organisasi untuk mengadakan institusi yang unggul ditentukan oleh berbagai faktor maka berbagai faktor yang menentukan keberhasilan perusahaan (succes factor) untuk menjadikan organisasi suatu institusi yang unggul tersebut digunakan sebagai pengukur keberhasilan personal. Dengan demikian, dibutuhkan suatu pengukuran kinerja yang dapat digunakan menjadi landasan untuk mendesain sistem penghargaan agar personel menghasilkan kinerjanya yang sejalan dengan kinerja yang diharapkan oleh organisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Tujuan Pengukuran Kinerja Tujuan pokok pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Pengukuran kinerja dilakukan pula untuk menekan perilaku yang tidak semestinya (disfunctional behaviour) dan untuk mendorong perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta imbalan balik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik (Mulyadi, 2001:416).
2.1.3. Manfaat Pengukuran Kinerja Manfaat pengukuran kinerja adalah sebagai berikut (Mulyadi, 2001:416): a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian personel secara maksimum. b. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan personel, seperti: promosi, transfer dan pemberhentian. c. Mengidentifikasi kebutuhan penelitian dan pengembangan personel dan untuk menyediakan kriteria seleksi evaluasi program pelatihan personel. d. Menyediakan suatu dasar untuk mendistribusikan penghargaan.
2.1.4. Tahap Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama yaitu tahap persiapan dan tahap penilaian (Mulyadi, 2001:420). a. Tahap persiapan terdiri dari tiga tahap rinci yaitu: 1) Penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
2) Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja. 3) Penilaian kinerja sesungguhnya. b. Tahap penilaian terdiri dari tiga tahap rinci yaitu: 1) Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. 2) Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar. 3) Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan.
2.2. Pengukuran Kinerja dengan Sistim Tradisional Dalam masyarakat tradisional, ukuran kinerja yang biasa digunakan adalah ukuran kinerja keuangan. Pengukuran kinerja ini mudah dilakukan sehingga kinerja personel yang diukur hanyalah yang berkaitan dengan keuangan. Namun ukuran keuangan tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan oleh organisasi dan lebih memfokuskan pada pengerahan sumber daya organisasi untuk tujuan-tujuan jangka pendek. Ukuran keuangan yang biasa digunakan adalah rasio-rasio keuangan yang meliputi: 1) Rasio likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek bila jatuh tempo. 2) Rasio leverage yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang. 3) Rasio aktivitas yang mengukur seberapa efektif manajemen yang ditujukan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan investasi perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
4) Rasio pertumbuhan yang mengukur kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di dalam pertumbuhan ekonomi dan industri. 5) Rasio penilaian yang mengukur kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai pasar yang melampaui pengeluaran biaya investasi. Menurut Weston dan Copeland (1989) pengukuran kinerja dengan menggunakan rasiorasio seperti diatas mempunyai keterbatasan-keterbatasan yaitu: 1. Rasio ini disusun berdasarkan data akuntansi dan data ini dipengaruhi oleh cara penafsiran yang berbeda dan bahkan bisa merupakan hasil manipulasi. 2. Jika perusahaan menggunakan tahun fiskal yang berbeda atau jika faktor musiman merupakan pengaruh yang penting maka akan mempunyai pengaruh pada rasio-rasio perbandingannya. 3. Analisis harus sangat hati-hati dalam menentukan baik buruknya suatu rasio dalam membentuk suatu penilaian menyeluruh dari perusahaan berdasarkan serangkaian rasio keuangan. 4. Rasio yang sesuai dengan rata-rata industri tidak memberikan kepastian bahwa perusahaan berjalan normal dan memiliki manajemen yang baik. Sedangkan menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton kelemahan-kelemahan pengukuran kinerja yang menitik beratkan pada kinerja keuangan yaitu: 1. Ketidakmampuan mengukur kinerja harta-harta tidak tampak (intangible Assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan. 2. Kinerja keuangan hanya mampu bercerita mengenai sedikit masa lalu perusahaan dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perkembangan lingkungan usaha yang semakin kompetitif, dan persaingan informasi menjadi ciri utamanya, sistem pengukuran yang hanya menggunakan pengukuran tunggal untuk mengukur kinerja menjadi kurang cocok. Hal ini dikarenakan keterbatasanketerbatasan yang dimilikinya seperti: Ukuran tradisional yang hanya mengukur kinerja dari sudut pandang keuangan tidak mampu mendeteksi jika perusahaan mengalami kemajuan dalam kapabilitas dan intangible assetnya. Bahkan, kinerja keuangan jangka pendek masih bisa meningkat meskipun perusahaan mengurangi pengeluarannya pada intangible asset. Dengan kata lain ukuran tunggal ini dapat menimbulkan bias dan tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai kinerja perusahaan yang sesungguhnya. Pendekatan tradisional yang menggunakan ukuran kinerja finansial cenderung mengarahkan manajemen untuk mencapai tujuan jangka pendek dan mengabaikan tujuan jangka panjang.
2.3. Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard Pada awalnya, Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada sektor keuangan saja, tanpa memperhatikan sektor non keuangan. Sistem pengukuran kinerja yang hanya menekankan pada sektor keuangan membuat perusahaan sulit untuk berkembang. Oleh karena itu pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian riset kantor akuntan publik KPMG di USA yang dipimpin oleh David P. Norton, mensponsori studi tentang “Penilaian Kinerja dalam Organisasi Masa Depan.” Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “Balanced Scorecard Measures That Drive Performance” dalam Harvard Business Review (Januari-Februari 1992).
Universitas Sumatera Utara
Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan diperlukan pengukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses internal bisnis,serta pembelajaran dan pertumbuhan.
2.3.1. Pengertian Balanced Scorecard Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu Balanced dan Scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang, sedangkan balanced artinya berimbang, maksudnya adalah untuk menilai kinerja seseorang dinilai secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan eksteren (Mulyadi, 2005:1). Menurut Hansen dan Mowen (2004 : 509) menyatakan bahwa: “Balanced Scorecard is responsibility accounting system objectives and measures for four different perspective: the financial perspective, the customer perspective, the process perspective, and the learning and growth perspective”. Balanced Scorecard merupakan pendekatan yang menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam tujuan-tujuan dan pengukuran-pengukuran yang dilihat dari empat perspektif serta menerjemahkan visi unit bisnis dan strateginya ke dalam tujuan dan pengukuran yang berwujud, dimana pengukuran tersebut mencerminkan keseimbangan antara hal-hal sebagai berikut: a. Pengukuran hasil (pada masa lalu) dan pemicu kinerja masa depan. b. Pengukuran eksternal dengan pengukuran internal. c. Pengukuran kinerja keuangan dan non keuangan.
Universitas Sumatera Utara
d. Proses top-down yang merupakan suatu penjabaran dari visi, misi dan strategi dengan proses bottom-up dimana hasil pengukuran di tingkat operasional didorong untuk memberikan umpan balik guna mengevaluasi strategi tersebut. e. Pengukuran-pengukuran atas hasil yang dilihat secara objektif, data kuantitatif dan unsur subjektif yang berwujud pertimbangan-pertimbangan manajerial. f. Tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Balanced Scorecard merupakan kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi yang diturunkan dari strategi perusahaan yang mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan. Balanced Scorecard memberikan suatu cara untuk mengkomunikasikan strategi suatu perusahaan pada manajer-manajer di seluruh organisasi. Balanced Scorecard juga menunjukkan bagaimana perusahaan menyempurnakan prestasi keuangannya (Amin Widjaja Tunggal, 2002:1). Balanced Scorecard menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton (1997: 7) merupakan suatu metode penilaian yang mencakup empat perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard menekankan bahwa pengukuran keuangan dan non keuangan harus merupakan bagian dari informasi bagi seluruh pegawai dari semua tingkatan bagi organisasi. Sementara menurut Anthony, Banker, Kaplan dan Young (1997) mendefinisikan Balanced Scorecard sebagai berikut: “a measurement and management system that views a business unit’s performance from four perspective: financial, customer, interval business process and learning and growth.” Tujuan dan pengukuran dalam Balanced Scorecard bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non keuangan yang ada, melainkan merupakan hasil dari suatu
Universitas Sumatera Utara
proses atas bawah (top-down) berdasarkan misi dan strategi dari suatu unit usaha, misi dan strategi tersebut harus diterjemahkan dalam tujuan dan pengukuran yang lebih nyata (Teuku Mirza, 1997: 14).
2.3.2. Manfaat Balanced Scorecard Kaplan dan Norton (2000:17) mengemukakan beberapa manfaat dari konsep pengukuran kinerja Balanced Scorecard yaitu: a. Mengklarifikasi dan menghasilkan konsensus mengenai strategi. b. Mengkomunikasikan strategi ke seluruh perusahaan. c. Menyelaraskan berbagai tujuan departemen dan pribadi dengan strategi perusahaan. d. Mengkaitkan berbagai tujuan stategis dengan sasaran jangka panjang dan anggaran tahunan. e. Mengidentifikasikan dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis. f. Melaksanakan peninjauan ulang strategis secara periodik dan sistematis. g. Mendapatkan umpan balik yang dibutuhkan untuk mempelajari dan memperbaiki strategi.
Untuk lebih jelasnya tentang hubungan keempat perspektif dalam konsep Balanced Scorecard dapat dilihat pada Gambar 1.
Universitas Sumatera Utara
Keuangan
ROI
Pelanggan/Konsumen
Loyalitas Pelanggan
Penyertaan Tepat Waktu
Proses Internal Bisnis
Proses Mutu
Proses Waktu Siklus
Pembelajaran dan Pertumbuhan Keahlian Pekerja
Gambar 1. Hubungan keempat perspektif dalam konsep Balanced Scorecard Sumber: Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:28 Berdasarkan Gambar 1. bahwa dorongan terhadap tolok ukur ROI dapat berupa penjualan yang berulang dan penjualan yang diperluas dari pelanggan yang ada sekarang, hasil dari tingkat loyalitas yang tinggi dari pelanggan. Sebab itu loyalitas pelanggan dimasukkan dalam perspektif pelanggan karena loyalitas pelanggan diharapkan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap ROI. Akan tetapi bagaimana organisasi mencapai loyalitas pelanggan? Analisis preferensi pelanggan dapat mengungkapkan bahwa pengiriman yang tepat waktu atau layanan tepat waktu sangat dihargai pelanggan. Dengan demikian, memperbaiki waktu pengiriman atau waktu layanan yang tepat waktu diharapkan mengakibatkan loyalitas pelanggan bertambah, yang pada gilirannya,
Universitas Sumatera Utara
diharapkan mengarah pada kinerja keuangan yang lebih tinggi. Maka baik loyalitas pelanggan ataupun layanan yang tepat waktu digabungkan dalam perspektif pelanggan. Untuk mencapai waktu layanan tepat waktu yang lebih baik, perusahaan perlu mencapai waktu siklus yang pendek dalam proses operasi dan proses internal yang bermutu tinggi, kedua faktor tersebut adalah sebagai tolok ukur dalam perspektif proses bisnis internal. Selanjutnya dengan melatih dan memperbaiki keterampilan karyawan yang merupakan tolok ukur untuk perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.
2.3.3. Faktor-faktor yang Memacu Kebutuhan Perusahaan Untuk Menggunakan Balanced Scorecard Balanced Scorecard merupakan alat manajemen Kontemporer. Kebutuhan perusahaan untuk mengimplementasikan Balanced Scorecard dipacu oleh faktor-faktor berikut ini: 1. Lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan sangat kompetitif. Lingkungan bisnis yang seperti ini menuntut kemampuan perusahaan untuk: a) Membangun keunggulan kompetitif melalui distinctive capability b) Membangun dan secara berkelanjutan memutakhirkan peta perjalanan untuk mewujudkan masa depan perusahaan. c) Menempuh langkah-langkah strategi dalam membangun masa depan perusahaan. d) Mengerahkan dan memusatkan kemampuan serta komitmen seluruh personel dalam membangun masa depan perusahaan 2. Sistem manajemen yang digunakan oleh perusahaan tidak cocok dengan tuntutan lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan. Sistem manajemen yang tidak cocok dengan tuntutan
Universitas Sumatera Utara
lingkungan bisnis sebagaimana yang digambarkan diatas memiliki karakteristik sebagai berikut: a) Sistem manajemen yang digunakan hanya menggunakan anggaran tahunan sebagai alat perencanaan masa depan perusahaan b) Sistem manajemen yang digunakan tidak mengikut sertakan secara optimum seluruh personel dalam membangun masa depan perusahaan c) Tidak terdapat kekoherenan antara rencana jangka panjang dengan rencana jangka pendek dan implementasinya
2.3.4. Keunggulan dan Keterbatasan Balanced Scorecard Penemuan sistem evaluasi kinerja berbasis Balanced Scorecard oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton memiliki beberapa keunggulan, yaitu: 1. Komprehensif Maksudnya adalah Balanced Scorecard mengukur kinerja perusahaan lebih luas dan menyeluruh (komprehensif). Tidak hanya dari perspektif keuangan saja, namun juga dari perspektif lainnya seperti, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif tersebut dapat bermanfaat sebagai berikut: a) Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang. b) Meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang komplek.
Universitas Sumatera Utara
2. Koheren Balanced Scorecard mengharuskan manajemen untuk membangun hubungan sebab akibat diantara berbagai sasaran strategis yang dihasilkan dalam perencanaan strategis. Setiap sasaran strategis yang ditetapkan dalam perspektif non keuangan harus memiliki hubungan dengan sasaran perspektif keuangan. 3. Seimbang Balanced Scorecard bertujuan untuk menyeimbangkan konsep pemikiran dari manajemen agar tidak terlalu terfokus pada ukuran-ukuran dari perspektif keuangan. Sebagai akibat pengaruh konsep pengukuran kinerja perusahaan yang hanya menilai rasio keuangan. Sehingga mengabaikan perspektif lainnya. 4. Terukur Dalam Balanced Scorecard semua sasaran strategik telah ditentukan alat ukurnya, baik untuk perspektif keuangan maupun non keuangan. Walaupun demikian sebagai sebuah teori, Balanced Scorecard juga mempunyai beberapa keterbatasan yaitu: 1. Ukuran utama yang diajukan belum tentu relevan digunakan disemua unit/perusahaan. Ba lanced Scorecard seringkali memerlukan penyesuaian dalam mengimplementasinya. Konsep ini cenderung dirancang untuk diterapkan pada perusahaan laba, sedangkan pada perusahaan nirlaba, koperasi dan lembaga pemerintahan memerlukan penyesuaian dengan kondisi yang ada. Bahkan pada beberapa perusahaan yang bersifat profit oriented pun, ukuran utama tersebut memerlukan penyesuaian sebelum dapat diimplementasikan di perusahaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2. Perusahaan kurang berani mengadakan pergantian karyawan. Hal ini kemungkinan besar terjadi dalam perusahaan yang menerapkan Balanced Scorecard sebagai akibat adanya ukuran utama retensi karyawan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. 3. Ukuran utama yang diajukan cenderung tepat diterapkan pada perusahaan yang memilki strategi intensif.
2.3.5. Model Balanced Scorecard Kaplan dan Norton (2000:8) menggambarkan Balanced Scorecard kedalam satu kotak
Inisiatif
Inisiatif
Sasaran
Untuk mewujudkan visi Bagaimana kita Memelihara kemampuan Untuk berubah dan Meningkatkan diri
Tujuan Ukuran
Pembelajaran & Pertumbuhan
Sasaran
Untuk menyenangkan Pemegang saham dan Pelanggan proses bisnis Apa yang harus dikuasai
VISI & STRATEGI
Ukuran
Bisnis Internal
Tujuan
Inisiatif
Sasaran
Inisiatif
Sasaran
Untuk mewujudkan visi apa yangHarus diperlihatkan Kepada pelanggan
Ukuran
Pelanggan
Tujuan
Untuk berhasil secara Financial, apa yang Harus diperlihatkan Kepada pemegang saham
Ukuran
Finansial
Tujuan
utama dengan empat tabel disekelilingnya sebagaimana terdapat pada Gambar 2. dibawah ini:
Gambar 2. kerangka kerja Balanced Scorecard Sumber: Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:8
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Gambar 2. Konsep Balanced Scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja yang memandang perusahaan dari empat perspektif secara komprehensif dan koheren yang tergambarkan dalam suatu model lebih mudah dipahami. Bahwa satu kotak utama menggambarkan visi dan strategi perusahaan, yang diterjemahkan kedalam tujuan, ukuran kinerja, target dan inisiatif dari masing-masing perspektif yang tergambarkan dalam empat tabel disekelilingnya. Model yang dikemukakan oleh Kaplan dan Norton ini secara sepintas terlihat lebih menekankan pada keseimbangan konsep Balanced Scorecard.
2.3.6. Membangun Sebuah Balanced Scorecard Membuat rancangan sistem Balanced Scorecard hendaknya dilakukan dengan proses yang sistematis agar tercipta kejelasan bagaimana misi dan strategis organisasi diterjemahkan ke dalam tujuan dan ukuran operasionalnya. Ada empat tahapan utama membangun Balanced Scorecard demi mendorong munculnya komitmen dari manajemen puncak untuk membantu bawahannya mencapai tujuan mereka. Keempat tahapan tersebut adalah: A. Menentukan Arsitektur Ukuran Penentuan arsitektur ukuran ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu: 1) Tahap Pemilihan Unit Bisnis Organisasi yang sesuai. Tahap ini merupakan tugas awal yang sulit dalam melakukan pemilihan unit bisnis yang sesuai, maka dari itu perlu berkonsultasi dengan pihak manajemen puncak. Proses Scorecard awal akan berhasil baik di dalam sebuah unit bisnis strategis yang melaksanakan aktivitas lengkap keseluruhan rantai nilai inovasi, operasi, pemasaran, penjualan jasa, dan pelayanan terhadap pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
2) Tahap Mengidentifikasikan Keterkaitan Antar Unit Bisnis Strategis Setelah Unit Bisnis Strategis (UBS) ditentukan dan dipilih, maka perlu dipelajari keterkaitan antar UBS dengan cara wawancara dengan pihak manajemen organisasi bisnis untuk mengetahui: a. Tujuan finansial bagi UBS (pertumbuhan pendapatan, profitabilitas, arus kas). b. Tema korporasi (lingkungan, keamanan, kebijakan–kebijakan pekerja, hubungan masyarakat, mutu, daya saing harga, inovasi). c. Keterkaitan dengan UBS lain (pelanggan yang sama, kompetensi utama, peluang bagi pendekatan terpadu terhadap pelanggan, pemasok internal/hubungan pelanggan). Pengidentifikasian UBS membuat berbagai kendala dan peluang menjadi tampak, sesuatu yang mungkin tidak akan terlihat jika UBS dianggap sebagai unit organisasi yang sama sekali terpisah. B. Menentukan Tujuan Strategis Merupakan tahap untuk menentukan objektif/tujuan sebagai bahan untuk melakukan perancangan pengukuran kinerja. Ada dua tahap di dalam menentukan tujuan strategis ini, yaitu: 1) Melakukan wawancara. Sebelum wawancara dilakukan dengan pihak manajemen yang terkait perlu diadakan peninjauan terhadap bahan mengenai latar belakang Balanced Scorecard maupun dokumen internal organisasi yang meliputi: visi, misi, strategi, dan unit bisnis strategis. Berdasarkan wawancara ini kemudian diperoleh masukan tentang tujuan strategis dan berbagai usulan tentang ukuran kinerja Balanced Scorecard disepanjang keempat perspektif Scorecard. Wawancara tersebut memenuhi beberapa tujuan penting diantaranya: Tujuan eksplisit: Untuk memperkenalkan sistem Balanced Scorecard kepada para manajemen puncak untuk memberi tanggapan terhadap pertanyaan–pertanyaan
Universitas Sumatera Utara
konsep tersebut dan untuk mendapatkan masukan awal tentang strategi organisasi dan bagaimana menterjemahkan hal ini ke dalam tujuan dan ukuran Scorecard. Tujuan implisit: Memulai proses agar manajemen puncak berfikir mengenai penerjemahan strategi dan tujuan organisasi ke dalam ukuran profesional yang nyata. 2) Sesi Sintesis. Keluaran sesi sintesis ini adalah daftar peringkat tujuan dalam keempat perspektif. Setiap perspektif dan tujuan di dalam perspektif akan disertai dengan ungkapan anonim para manajemen puncak organisasi yang menjelaskan dan mendukung tujuan tersebut. Kemudian menentukan daftar tentatif tujuan yang diprioritaskan mewakili unit bisnis strategis dan apakah keempat perspektif itu terkait dalam hubungan sebab akibat. C. Memilih dan Merancang Ukuran Tujuan utama dalam memilih ukuran bagi sebuah Scorecard adalah untuk mengidentifikasi ukuran yang paling baik dalam mengkomunikasikan maksud sebuah strategi untuk tiap perspektif dan mengidentifikasikan keterkaitan penting yang ada diantara ukuran di dalam perspektif maupun antara perspektif tersebut dengan perspektif Scorecard lainnya serta berusaha mengidentifikasi bagaimana masing-masing ukuran mempengaruhi satu sama lain. D. Menentukan Target Perjalanan mewujudkan visi dan tujuan organisasi melalui strategi yang dipilih merupakan perjalanan jangka panjang dan penuh rintangan. Penentuan target yang hendak dicapai dalam mewujudkan sasaran strategik dalam kurun waktu tertentu dimasa depan berdasarkan kinerja masa lalu dan menggunakan potensi yang ada untuk merealisasikan target tersebut (Kaplan dan Norton, 1996 : 262-267).
Universitas Sumatera Utara
2.3.7. Kunci Keberhasilan dalam mengimplementasikan Balanced Scorecard Sebagai sebuah konsep yang relatif baru, kesuksesan dan kegagalan implementasi BSC hendaknya dipandang secara positif. Hanya dengan memperhatikan dan memahami secara cermat poin-poin utama dari konsep dan penerapan BSC, suatu kegagalan dapat diminimalisir. Untuk itu, perlu dicermati beberapa asumsi yang mendasari konsep BSC. Yuwono
(2006:125)
menjelaskan
Scorecard
adalah
suatu
sarana
untuk
mengkomunikasikan persepsi suatu perusahaan secara sederhana dan mudah dimengerti oleh seluruh pihak terutama orang-orang dalam organisasi yang akan mengeksekusi strategi perusahaan. Kebersamaan dan kesabaran dalam mengenali, memahami, sekaligus menerima kultur dan mindset orang-orang dalam organisasi sangatlah penting. Hal ini dimaksudkan agar proses Scorecard tetap sejiwa dan selaras dengan napas organisasi, tanpa melupakan peran Scorecard itu sendiri untuk menghasilkan perbaikan dan perubahan. Dengan demikian diharapkan para pegawai bisa menerima Scorecard itu sendiri untuk menghasilkan perbaikan dan perubahan. Para pegawai bisa menerima Scorecard sebagai suatu gambaran relevan mengenai perusahaan, suatu gambaran yang juga mencakup kebutuhan dan ambisi-ambisi jangka panjang. Selanjutnya Yuwono (2006:126) mengemukakan ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kegagalan implementasi BSC pada umumnya adalah: 1. Memandang bahwa BSC merupakan suatu pendekatan yang berdiri sendiri, yang berbeda dengan pendekatan lain. Jadi, bila sejak awal manajemen atau berbagai pihak dalam organisasi memandang keberadaan BSC secara eksklusif maka risiko kegagalan implementasi BSC semakin tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2. Kekeliruan dalam menentukan variabel dan tolak ukur BSC yang tidak sejalan dengan ekspekstasi stakeholder, terutama non-owner stakeholders (selain pemegang saham, seperti: karyawan, pelanggan, pemasok, masyarakat dan bahkan juga generasi mendatang). 3. Improvement goals (tujuan-tujuan pengembangan manajerial dan bisnis) dalam perusahaan tidak didasarkan pada kebutuhan stakeholders. 4. Tidak ada sistem yang dapat diandalkan yang dapat merinci sasaran-sasaran pada tingkat manajemen puncak hingga level di bawahnya secara efektif, yang pada dasarnya merupakan alat aktualisasi strategi dan pengembangan bisnis. 5. Karyawan (employess) kurang mempunyai rasa memiliki terhadap perusahaan. Ini tentunya sangat berpengaruh terhadap efektivitas BSC karena BSC sesungguhnya membutuhkan peran serta seluruh individu dalam seluruh lini organisasi. Agar karyawan mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap perusahaan demi keberhasilan implementasi BSC, maka perusahaan perlu menempuh langkah-langkah kongkret, misalnya dengan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk turut memiliki saham perusahaan (employess stock allocation). Tanpa dukungan yang kuat dari manajemen puncak, sangat sulit untuk melaksanakan implementasi sebuah konsep seperti BSC. Juga dibutuhkan waktu yang lama untuk membuat keseluruhan organisasi memahami ide-ide dan pengaruh-pengaruh yang terkandung di dalam konsep tersebut dalam pekerjaan sehari-hari setiap karyawan. Manajemen puncak harus menyediakan sumber-sumber daya, pelatihan dan waktu yang memadai agar Scorecard dapat diselenggarakan dengan baik. Salah satu tujuan utama BSC adalah untuk menciptakan partisipasi dan komunikasi mengenai visi dan tujuan strategis suatu perusahaan. Jika konsep tersebut diterapkan tidak sebagaimana mestinya, maka orang-orang di dalam organisasi mungkin akan memiliki persepsi
Universitas Sumatera Utara
yang salah bahwa BSC adalah pengontrol untuk diri mereka, bukan demi perusahaan yang sedang berusaha membuat kemajuan untuk mencapai sasaran-sararan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, semua lini dan dan jenjang yang ada dalam perusahaan hendaknya berpartisipasi dalam proses aktual pengembangan Scorecard, yang prosesnya dapat diawali dari visi komprehensif perusahaan. Melalui proses ini dihasilkan konsensus tentang bagaimana masingmasing orang dapat mewujudkan andilnya untuk mencapai tujuan-tujuan strategisnya. Konsep Balanced Scorecard dapat dilaksanakan dengan baik dengan beberapa asumsi antara lain adalah: 1) Mendasarkan Scorecard pada strategi perusahaan. Hal yang sangat penting adalah BSC harus didasarkan pada visi komprehensif dan tujuantujuan strategis menyeluruh dari perusahaan. Jika Scorecard tidak didasarkan pada strategi, ada bahaya serius suboptimasi, dimana berbagai bagian dalam sebuah organisasi bekerja pada tujuan yang bersilangan. Jadi perlu diusahakan adanya keseimbangan antara partisipasi maksimal dalam proses perumusan strategi dan fokus pada operasi. 2) Berbagai tolak ukur yang didefinisikan secara jelas dan konsisten. Ukuran-ukuran yang digunakan dalam BSC harus didefinisikan secara jelas dengan cara yang sama disosialisasikan keseluruh lini atau bagian organisasi. 3) Keseimbangan dan hubungan sebab-akibat antar berbagai tolak ukur. Tujuan-tujuan perusahaan secara tradisional dinyatakan dalam berbagai bentuk sasaran dan ukuran keuangan. Akibatnya, banyak sistem dikembangkan untuk memungkinkan dilakukannya monitoring terhadap ukuran-ukuran keuangan berbasis harian. Banyak perusahaan tidak mampu memonitor ukuran-ukuran non keuangan, atau bahkan tidak terbiasa melakukannya. Sehingga ada resiko substansial bahwa ukuran-ukuran non keuangan
Universitas Sumatera Utara
akan diabaikan. BSC dimaksudkan tidak hanya untuk memperlengkap perusahaan dengan suatu pandangan yang lebih luas tentang bisnisnya, tetapi juga mengharuskannya untuk menentukan bagaimana berbagai ukuran yang berbeda tersebut dapat saling mempengaruhi. 4) Sasaran-sasaran harus disusun pada setiap tolak ukur. BSC ditujukan untuk meningkatkan kredibilitas, maka yang harus diperhatikan adalah, pertama, sasaran harus konsisten dengan visi komprehensif dan strategi menyeluruh. Kedua, ia harus realistis dan dapat dicapai. Ketiga, sasaran harus ambisius untuk memacu organisasi berkembang.
Esensinya,
karyawan
diseluruh
jajaran
organisasi
hendaknya
dapat
membuktikan bahwa sasaran-sasaran tersebut pada umumnya dapat tercapai. 5) Meyakinkan kemungkinan dikerjakannya tolak ukur dan pengukuran. Agar BSC efektif, ia harus dilengkapi secara kontinyu dengan info mutakhir dan relevan sehingga ia menjadi bagian alami dari proses pembelajaran dan diskusi strategis perusahaan. Perusahaan selanjutnya harus mengembangkan berbagai prosedur, sistem intuitif dan fleksibel dan biaya yang efektif untuk melakukan pengukuran, yakni suatu sistem yang memungkinkan penggunaan informasi dari berbagai database yang tersedia, baik internal maupun eksternal, dan juga membolehkan pengukuran yang telah dilaksanakan secara manual dalam operasi-operasi normal. 6) Adanya pengembangan suatu organisasi pembelajaran. Dalam proses BSC, strategi dirinci kedalam berbagai tolak ukur dan sasaran spesifik. Proses ini mengembangkan partisipasi, kesadaran dan desentralisasi, pembuatan keputusan, serta tanggung jawab terhadap pencapaian sasaran yang telah dirumuskan.
Universitas Sumatera Utara
7) Menindaklanjuti konsep. Agar tetap kompetitif, suatu perusahaan harus meninjau strateginya secara berkala dan konsisten. Kebanyakan perusahaan beroperasi dalam suatu lingkungan yang memaksa mereka untuk menguji strateginya secara kontinu. Rantai antara tujuan-tujuan strategis perusahaan dan berbagai tolak ukur di dalam scorecardnya bisa dianggap sebagai suatu hipotesis hubungan sebab-akibat tertentu. Apabila tolak ukur dan tujuan-tujuan strategis berubah menjadi tidak berkorelasi, maka teori-teori yang mendasari pemilihan strategi harus dikaji ulang. Diskusi-diskusi seperti ini harus diadakan paling tidak sekali dalam setahun, bahkan mungkin triwulan atau per bulan. BSC tidak boleh dipandang sebagai produk statis tetapi sebagai suatu model hidup dari suatu perusahaan.
2.4. Perspektif-Perspektif Dalam Balanced Scorecard Menurut Gaspersz (2002) BSC adalah sistem manajemen bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam jangka panjang, untuk pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan termasuk manajemen, proses bisnis internal demi memperoleh hasil finansial yang memungkinkan organisasi dari sekedar mengelola bottom line untuk memacu hasil jangka pendek. Terdapat empat perspektif yang berhubungan dengan visi dan strategi organisasi yaitu perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perpektif pembelajaran dan pertumbuhan. Menurut Tunggal (2003) BSC merupakan sistem manajemen strategi (Strategic Based Responsibility Accounting System) yang menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi kedalam tujuan operasional dan tolak ukur kinerja yang mutlak dari 4 perspektif yang berbeda, yaitu perpektif keuangan, proses bisnis internal, pelanggan dan pembelajaran dan pertumbuhan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Yuwono, Sukarno dan Ichsan (2006) BSC adalah suatu sistem manajemen, pengukuran, pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman tentang performance bisnis yang meliputi empat perspektif yakni keuangan, pelanggan, proses
bisnis dalam perusahaan serta proses pembelajaran dan
pertumbuhan melalui proses sebab akibat. Berdasarkan beberapa definisi diatas, bahwa Balanced Scorecard adalah mengukur empat perspektif yang berbeda tetapi mempunyai tujuan yang sama yaitu mencapai sasaran strategi yang sudah direncanakan oleh perusahaan. Keempat perspektif tersebut saling berkaitan yang nantinya akan berusaha meningkatkan kinerja perusahaan. Keempat perspektif tersebut diuraikan berikut ini.
2.4.1. Kinerja Perspektif Keuangan Dalam Balanced Scorecard kinerja keuangan tetap menjadi perhatian, karena ukuran keuangan merupakan suatu ikhtisar dan konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh keputusan dan ekonomi yang diambil (Teuku Mirza, 1997: 15). Pengukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah perencanaan, implementasi dan pelaksanaan dari strategi memberikan perbaikan yang mendasar. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dari sasaran-sasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, baik berbentuk Gross Operating Income, Return On Invesment, atau bahkan Economic Value Added. Ukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi, sasaran strategi, inisiatif strategi dan implementasinya mampu memberikan kontribusi dalam menghasilkan laba bagi perusahaan, Kaplan & Norton (1996:48) mengidentifikasikan tiga tahapan dari siklus kehidupan bisnis yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Pertumbuhan (growth) Growth adalah tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki tingkat pertumbuhan yang baik sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang biak. Perusahaan dalam tahap ini mungkin secara aktual beroperasi dalam arus kas yang negatif dari tingkat pengembalian atas modal investasi yang rendah. Sasaran keuangan dari bisnis yang berada pada tahap ini seharusnya menekankan pengukuran pada tingkat pertumbuhan penerimaan atau penjualan dalam pasar yang ditargetkan. 2. Bertahan (Sustain Stage) Sustain stage merupakan suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik. Dalam hal ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembangkannya apabila mungkin. Secara konsisten pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpuk pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuntungan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. 3. Menuai (Harvest) Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen terhadap investasi yang dibuat pada dua tahap sebelumnya. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk pemeliharaan peralatan dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi/membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan kas yang masuk ke perusahaan. Untuk menjadikan organisasi suatu institusi yang mampu berkreasi diperlukan keunggulan di bidang keuangan. Melalui keunggulan di bidang ini, organisasi menguasai sumber
Universitas Sumatera Utara
daya yang sangat diperlukan untuk mewujudkan tiga perspektif strategi lain yaitu perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif proses pertumbuhan dan pembelajaran.
2.4.2. Kinerja Perspektif Konsumen Dalam perspektif pelanggan, Balanced Scorecard melihat aspek pelanggan memainkan peranan penting dalam kehidupan perusahaan. Sebuah perusahaan yang tumbuh dan tegar dalam persaingan tidak akan mungkin survive apabila tidak didukung oleh pelanggan. Loyalitas tolok ukur pelanggan dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pemetaan terhadap segmen pasar yang akan menjadi target atau sasaran. Apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan para pelanggan menjadi hal yang penting dalam perspektif ini. Suatu produk atau jasa dikatakan mempunyai nilai bagi konsumennya jika manfaat yang diterimanya relatif lebih tinggi dari pada pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen tersebut untuk mendapat produk dan jasa itu. Produk atau jasa tersebut akan semakin mempunyai nilai apabila manfaatnya mendekati ataupun melebihi dari apa yang diharapkan oleh konsumen. Menurut Kaplan dan Norton (1956) perusahaan diharapkan mampu membuat suatu segmentasi pasar dan ditentukan target pasarnya yang paling mungkin untuk dijadikan sasaran sesuai dengan kamampuan sumber daya dan rencana jangka panjang perusahaan. Dalam perspektif konsumen terdapat 2 kelompok perusahaan yaitu: 1. Kelompok perusahaan inti konsumen (customer core measurement group) a) Pangsa pasar (market share) menggambarkan seberapa besar penjualan yang dikuasai oleh perusahaan dalam suatu segmen tertentu.
Universitas Sumatera Utara
b) Kemampuan mempertahankan konsumen (customer retention) Tingkat kemampuan perusahaan untuk mempertahankan hubungan dengan konsumennya. Seberapa besar perusahaan berhasil mempertahankan pelanggan lama. c) Kemampuan meraih konsumen baru (customer acquisition) Tingkat kemampuan perusahaan demi memperoleh dan menarik konsumen baru dalam pasar. d)
Tingkat kepuasan konsumen (customer satisfaction) Merupakan suatu tingkat kepuasan konsumen terhadap criteria kinerja/nilai tertentu yang diberikan oleh perusahaan.
e) Tingkat profitabilitas konsumen (customer profitability) Mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diperoleh perusahaan dari penjualan kepada konsumen/segmen pasar. 2.
Kelompok pengukur nilai konsumen (customer value measement) Merupakan kelompok penunjang yang merupakan konsep kunci untuk memahami pemicu-pemicu (driver). Dari kelompok-kelompok pengukuran inti konsumen kelompok pengukuran nilai konsumen terdiri dari:
a.
Atribut-atribut produk dan jasa (product/service) Atribut-atribut produk-produk jasa harga dan fasilitasnya.
b. Hubungan dengan konsumen (customer relationship) meliputi hubungan dengan konsumen yang meliputi melalui pengisian produk/jasa kepada konsumen, termasuk dimensi respon dan waktu pengirimannya dan bagaimana pula kesan yang timbul dari konsumen setelah membeli produk atau jasa perusahaan tersebut. c. Citra dan reputasi (image & reputation) dalam dimensi ini termuat faktor-faktor yang membuat konsumen merasa tertarik pada perusahaan seperti hasil promosi baik secara personal (melalui pameran-pameran, door to door) maupun lewat media masa atau elektronik ataupun ungkapan-ungkapan yang mudah diingat oleh konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Untuk lebih jelasnya tentang perspektif pelanggan dalam konsep Balanced Scorecard dapat dilihat pada Gambar 3.
Market Share
Custumer acquisition
Custumer profitability
Custumer retention
Custumer satisfaction
Gambar 3. Perspektif pasien dalam konsep Balanced Scorecard Sumber: Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:60 Penjelasan untuk masing-masing ukuran utama pada perspektif pelanggan adalah sebagai berikut: a. Pangsa pasar Menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu (dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual). b. Akuisisi pelanggan Mengukur dalam bentuk relatif atau absolut, keberhasilan unit bisnis menarik atau memenangkan pelanggan baru. c. Kepuasan pelanggan Menilai tingkat kepuasan atas kriteria kinerja tertentu di dalam proposisi nilai.
Universitas Sumatera Utara
d. Retensi pelanggan Cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar dalam segmen pelanggan sasaran yang diawali dengan mempertahankan pelanggan yang ada di segmen tersebut. e. Mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut (Kaplan dan Norton, 1996: 55-62). Untuk jasa rumah sakit, secara jelas Supranto (2001) menyarankan agar dalam pengukuran kinerja pelanggannya menggunakan 5 aspek yaitu Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy dan Tangibles. Lebih lanjut beliau membagi masing-masing dimensi kepuasan tadi menjadi beberapa variabel antara lain sebagai berikut: A. Reliability 1) Prosedur penerimaan dan pendaftaran pasien yang cepat dan tepat. 2) Pelayanan waktu pemeriksaan, pengobatan, perawatan yang cepat dan tepat. 3) Jadwal pelayanan yang telah disepakati bersama dilaksanakan dengan sungguh-sungguh baik untuk dokter, perawat, maupun jam istirahatnya. 4) Prosedur pelayanan yang tidak berbelit-belit. B. Responsiveness 1) Kemampuan dokter dan perawat dalam menyelesaikan keluhan pasien secara tanggap. 2) Setiap petugas dapat memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti oleh pasien dan keluarganya. 3) Dapat memberikan tindakan yang cepat dan tepat setiap pasien membutuhkan pertolongan.
Universitas Sumatera Utara
C. Assurance 1) Pengetahuan dan keterampilan dokter dalam menentukan diagnose yang tepat. 2) Keterampilan setiap petugas dalam melaksanakan tugasnya. 3) Pelayanan yang sopan dan ramah. 4) Jaminan keamanan dan kepercayaan terhadap pelayanan yang diberikannya. D. Empathy 1) Memberikan perhatian secara khusus kepada setiap pasien. 2) Memberikan perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya. 3) Memberikan pelayanan yang sama tanpa melihat pangkat, kedudukan, status sosial dan lain-lain. E. Tangible 1) Kebersihan, Kerapihan, Kenyamanan ruangan. 2) Penanganan interior maupun eksterior ruangan. 3) Kelengkapan dan kesiapan alat-alat yang dipergunakan. 4) Kerapihan dan penampilan setiap petugas dan karyawan.
2.4.3. Perspektif Proses Bisnis Internal Dalam perspektif internal bisnis, perusahaan harus meng-identifikasikan proses internal yang penting dimana perusahaan harus melakukannya dengan sebaik-baiknya. Karena proses internal tersebut memiliki nilai-nilai yang diinginkan pelanggan dan akan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh pemegang saham (Ancella Hermawan, 1996: 56).
Universitas Sumatera Utara
Para manager harus memfokuskan perhatiannya pada proses bisnis internal yang menjadi penentu kepuasan pelanggan kinerja perusahaan dari perspektif pelanggan. Kinerja dari perspektif tersebut diperoleh dari proses kinerja bisnis internal yang diselenggarakan perusahaan. Perusahaan harus memilih proses dan kompetensi yang menjadi unggulannya dan menentukan ukuran-ukuran untuk menilai kinerja-kinerja proses dan kompetensi tersebut. Analisis atau proses bisnis internal perusahaan dilakukan melalui analisis rantai nilai (value chain analysist). Untuk lebih jelasnya tentang perspektif proses internal bisnis dalam konsep Balanced Scorecard dapat dilihat pada Gambar 4.
Proses Inovasi
Proses Operasi
Ketahui Ciptakan Bangun KebutuhanKenali Produk/ Produk/ Pelanggan Pasar Jasa Jasa
Proses Layanan Purnajual
Layanan Memasar Pelangga n kan
Kebutuhan Pelanggan Terpuaskan
Gambar 4. Perspektif Proses Bisnis Internal Dalam Konsep Balanced Scorecard Sumber: Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:84 Masing-masing perusahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum Kaplan dan Norton (1996: 96) membaginya menjadi tiga prinsip dasar yaitu: 1. Inovasi Pengukuran kinerja dalam proses inovasi selama ini kurang mendapatkan perhatian, dibandingkan pengukuran kinerja yang dilakukan dalam proses operasi. Pada tahap ini perusahaan mengidentifikasikan keinginan dan kebutuhan para pelanggan di masa mendatang serta merumuskan cara untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2. Operasi Tahap ini merupakan tahap akhir di mana perusahaan secara nyata berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggannya dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan langganan dan kebutuhan mereka. Kegiatan operasional berasal dari penerimaan pesanan dari pelanggan dan berakhir dengan pengiriman produk atau jasa pada pelanggan. Kegiatan ini lebih mudah diukur kejadiannya yang rutin dan terulang. 3. Layanan pasca jual Dalam tahap ini perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada para pelanggan yang telah membeli produk-produknya dalam bentuk layanan pasca transaksi. Secara umum untuk jasa rumah sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1996) telah memberikan lampu-lampu peringatan atau yang dikenal dengan indikator seperti: Bed Turn Over (BTO) Prosentase tempat tidur yang tersisa atau frekuensi pemakaian tempat tidur rumah sakit. Gross Death Rate (GDR) Yaitu angka kematian umum untuk tiap-tiap 1000 pasien keluar. Net Death Rate (NDR) Yaitu angka kematian
48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000
pasien keluar. Bed Occupancy Rate (BOR) masa Pemakaian tempat tidur. Dan Turn Over Interval (TOI) untuk melihat efisiensi atau rata-rata tempat tidur yang tidak ditempati.
2.4.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Dalam perspektif ini perusahaan berusaha mengembangkan tujuan dan ukuran yang mendorong pertumbuhan dan pembelajaran suatu perusahaan. Tujuan dari perspektif pertumbuhan dan pembelajaran adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan yang berkaitan dengan ketiga perspektif lainnya dapat terwujud, sehingga pada akhirnya akan dapat tercapai tujuan perusahaan. Tujuan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran merupakan
Universitas Sumatera Utara
faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam perspektif keuangan, pelanggan (customer), dan proses internal bisnis. Dalam perspektif ini ada tiga faktor penting yang harus diperhatikan yaitu kemampuan karyawan, kemampuan sistem informasi, serta motivasi, pemberdayaan dan keselarasan. Tujuan dimasukkannya kinerja ini adalah untuk mendorong perusahaan menjadi organisasi belajar (learning organization) sekaligus mendorong pertumbuhannya (Teuku Mirza, Usahawan, 1997). Kaplan dan Norton membagi tolak ukur perspektif ini dalam tiga prinsip yaitu: 1. People Tenaga kerja pada perusahaan dewasa ini lebih lanjut dituntut untuk dapat berpikir kritis dan melakukan evaluasi terhadap proses dan lingkungan untuk dapat memberikan usulan perbaikan. Oleh sebab itu, dalam pengukuran strategi perusahaan, salah satunya harus berkaitan secara spesifik dengan kemampuan pegawai, yaitu apakah perusahaan telah mencanangkan peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki. Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia (Kaplan & Norton, 1996), (Yuwono, 2003) ada tiga hal yang perlu ditinjau dalam menerapkan Balanced Scorecard: a. Tingkat kepuasan karyawan Kepuasan karyawan merupakan suatu kondisi untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, pelayanan kepada konsumen dan kecepatan bereaksi. Kepuasan karyawan menjadi hal yang penting khususnya bagi perusahaan jasa. b. Tingkat perputaran karyawan (Retensi Karyawan) Retensi karyawan adalah kemampuan perusahaan untuk mempertahankan pekerjapekerja terbaiknya untuk terus berada dalam organisasinya. Perusahaan yang telah melakukan
Universitas Sumatera Utara
investasi dalam sumber daya manusia akan sia-sia apabila tidak mempertahankan karyawannya untuk terus berada dalam perusahaan. c. Produktivitas karyawan Produktivitas merupakan hasil dari pengaruh rata-rata dari peningkatan keahlian dan semangat inovasi, perbaikan proses internal, dan tingkat kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah menghubungkan output yang dilakukan para pekerja terhadap jumlah keseluruhan pekerja. 2. System Motivasi dan keterampilan karyawan saja tidak cukup untuk menunjang pencapaian tujuan proses pembelajaran dan pertumbuhan apabila mereka tidak memiliki informasi yang memadai. Pegawai di bidang operasional memerlukan informasi yang memadai. Pegawai di bidang operasional memerlukan informasi yang cepat, tepat waktu dan akurat sebagai umpan balik, oleh sebab itu karyawan membutuhkan suatu sistem informasi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 3. Organizational Procedure Prosedur yang dilakukan suatu organisasi perlu diperhatikan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Prosedur dan perbaikan rutinitas harus diteruskan karena karyawan yang sempurna dengan informasi yang berlimpah tidak akan memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha apabila mereka tidak dimotivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan perusahaan atau apabila mereka tidak diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan atau bertindak. Untuk lebih jelasnya tentang perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective) dalam konsep Balanced Scorecard dapat dilihat pada Gambar 5.
Universitas Sumatera Utara
HASIL
Produktivitas pekerja
Retensi pekerja
Kepuasan Pekerja
Kompetensi staf
Infrasruktur teknologi
Iklim untuk bertindak
Gambar 5. Kerangka Pengukuran Pembelajaran dan Pertumbuhan Sumber: Robert S. Kaplan and David P Norton, 2000:112 Dalam pengukuran ini, tujuan kepuasan pekerja umumnya dipandang sebagai pendorong kedua pendorong lainnya, retensi pekerja dan produktivitas pekerja. Tujuan kepuasan pekerja menyatakan bahwa moral pekerja dan kepuasan kerja secara keseluruhan saat ini dipandang sangat penting oleh sebagian besar perusahaan. Pekerja yang puas merupakan prakondisi bagi meningkatnya produktivitas, daya tanggap, mutu, layanan pelanggan. Tujuan retensi pekerja adalah untuk mempertahankan selama mungkin para pekerja yang diminati perusahaan. Produktivitas pekerja adalah suatu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan.Tujuannya adalah membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut (Kaplan dan Norton, 1996:109-113).
Universitas Sumatera Utara
2. 5. Hubungan Balanced Scorecard dengan Visi, Misi dan Strategi Perusahaan Menurut Fred R. David (2003) menyatakan dengan singkat dan padat, visi adalah untuk menjawab pertanyaan “Kita ingin seperti apa?” Sedangkan misi adalah pernyataan tujuan jangka panjang
yang
membedakan
suatu
perusahaan
dengan
perusahaan
sejenis
lainnya.
Mengembangkan pernyataan misi mengharuskan pernyataan strategi untuk berpikir tentang sifat dan cakupan operasi saat ini dan mengevaluasi potensi ketertarikan atas pasar dan aktivitas masa depan. Strategi perusahaan didefinisikan sebagai rencana permainan yang dilakukan oleh manajemen untuk memposisikan perusahaan didalam arena pasar yang sudah dipilih supaya dapat memenangkan kompetisi, memuaskan pelanggannya dan mencapai kinerja bisnis yang baik. Sistem pengukuran kinerja harus dapat memotivasi para manager dan karyawan untuk mengimplementasikan strategi unit bisnisnya. Perusahaan yang dapat menerjemahkan strateginya ke dalam sistem pengukuran akan memiliki kemampuan yamg lebih baik dalam menjalankan strategi tersebut, sebab mereka telah mengkomunikasikan tujuan dan targetnya kepada pegawai. Komunikasi ini akan memfokuskan mereka pada pemicu-pemicu kritis, memungkinkan mereka untuk mengarahkan investasi, inisiatif dan tindakan-tindakan dengan menyempurnakan tujuan-tujuan strategis.
2.6. Pengertian Rumah Sakit Menurut American Hospital Association, rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (Azrul Anwar, 1966).
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan perkembangan rumah sakit dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Menurut Azrul Anwar, rumah sakit dibedakan menjadi empat macam yaitu: 1. Menurut pemilik Ditinjau dari pemiliknya, rumah sakit dibagi menjadi dua macam yaitu: a. Rumah sakit pemerintah b. Rumah sakit swasta 2. Menurut filosofi yang dianut Menurut filosofi yang dianut rumah sakit dibagi menjadi dua macam yaitu: a. Rumah sakit yang tidak mencari keuntungan (non profit hospital). Salah satu faktor yang membedakan rumah sakit milik pemerintah dengan swasta adalah terletak orientasinya terhadap laba. Rumah sakit milik pemerintah merupakan organisasi nirlaba yaitu organisasi yang orientasi utamanya bukan untuk mencari laba tetapi lebih mengutamakan peningkatan pelayanan. b. Rumah sakit yang mencari keuntungan (profit hospital). Rumah sakit swasta telah dikelola secara komersial serta berorientasi untuk mencari keuntungan. 3. Menurut jenis pelayanan yang diselenggarakan Jika dilihat dari sisi pelayanan yang diselenggarakan rumah sakit dibedakan menjadi dua macam yaitu: a. Rumah sakit umum (general hospital) Disebut rumah sakit umum bila semua jenis pelayanan kesehatan diselenggarakan. b. Rumah sakit khusus (specialty hospital) Jika hanya satu jenis pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Universitas Sumatera Utara
4. Menurut lokasi rumah sakit Jika ditinjau dari lokasinya rumah sakit dibedakan menjadi beberapa macam tergantung dari sistem pemerintah yang dianut. Contohnya rumah sakit pusat, jika lokasinya di ibu kota negara, rumah sakit propinsi jika lokasinya di ibukota propinsi.
2.7. Penelitian Terdahulu 1. Helen Livingston (1999) melakukan penelitian mengenai penerapan BSC pada organisasi nirlaba dengan judul “Creating a BSC Tempalate: O Frame Work For Strategic Planning and Management at Deakin University Library”. Hasil penelitian tersebut adalah untuk perkembangan perpustakaan Deakin selama tiga tahun terakhir memfokuskan pada perencanaan strategi untuk menerapkan strategi tersebut. Perpustakaan harus mempunyai tolok ukur yang jelas yang akan dikomunikasikan ke seluruh karyawan. Penerapan BSC dalam lingkungan perpustakaan Deakin akan semakin relevan dengan penambahan perspektif dari keempat perspektif yang ada yaitu perspektif sumber informasi. 2. Dwi Cahyono (2000) melakukan penelitian mengenai penerapan BSC di sektor publik. Penelitian tersebut mengambil judul “Pengukuran Kinerja BSC Untuk Organisasi Sektor Publik”. Hasil analisis tersebut adalah bahwa untuk kinerja organisasi sektor publik diperlukan banyak pendekatan selain pendekatan keuangan yang menjadi kendala, juga pendekatan non keuangan dapat diterapkan di organisasi ini. Sebenarnya secara tidak langsung organisasi sektor publik sudah menerapkan pengukuran kinerja BSC akan tetapi belum mengetahui apa yang hendak dipakai dalam mengukur kinerjanya.
Universitas Sumatera Utara
3. Azka Mun’in (2001) melakukan penelitian tingkat kepuasan terhadap rumah sakit Islam (RSI) Sultan Agung Semarang yang menyebutkan bahwa selama tahun 1997 – 1999 perspektif konsumen menunjukkan tingkat kepuasan pelanggan yang belum memuaskan sehingga menyebabkan turunnya customer retention (42.04%) dan pertumbuhan new customer (11.11%). Kemudian pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran memperlihatkan tingkat kepuasan karyawan yang rendah (45.16%), tingkat kedisiplinan karyawan dan tingkat kesetiaan karyawan menurun (1.72% dan 0.47%). 4. Endah Kusuma I (2003), melakukan penelitian dengan judul “Penerapan BSC Sebagai Alat Ukur Kinerja Pada Organisasi Nirlaba” (Studi Kasus Pada Yayasan Setoran Semarang). Hasil dari penelitian tersebut adalah menyebutkan bahwa selama tahun 2000 – 2002 masingmasing perspektif yang diterapkan pada yayasan tersebut mengalami peningkatan yaitu perspektif pembelajaran dan pertumbuhan naik sebesar 11%, perspektif proses bisnis internal sebesar 74%, perspektif klien/pelanggan sebesar 68% dan perspektif keuangan 63%. 5. Muhammad Gowon (2004) melakukan penelitian tentang Analisis Pengukuran Kinerja Rumah Sakit DKT Jogja, Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Jogja dan RSUD Sleman. Hasil analisis tersebut adalah (1) tidak terdapat perbedaan rata-rata kinerja pelanggan yang signifikan diantara ketiga kelompok rumah sakit (RS DKT Jogja, rumah sakit PKU Muhammadiyah dan RSUD Sleman), (2) terdapat perbedaan rata-rata kinerja proses pelayanan & administrasi yang signifikan di antara ketiga kelompok rumah sakit yang ada. (3) terdapat perbedaan rata-rata kinerja keuangan yang signifikan di antara ketiga kelompok rumah sakit yang ada. (4) terdapat perbedaan rata-rata kinerja pertumbuhan dan pembelajaran yang signifikan di antara ketiga kelompok rumah sakit yang ada.
Universitas Sumatera Utara
6. I Gede Ngurah Buana (2007) melakukan penelitian mengenai pengukuran Kinerja Rumah Sakit Umum Manuaba dengan Konsep Balanced Scorecad. Hasil penelitian tersebut adalah Perspektif Pembelajaran dan pertumbuhan, dari responden karyawan didapatkan hanya 13 orang (41,9%) yang puas dan hanya 15 orang (48,4%) yang mempunyai komitmen bagus dari 31 orang responden. Jumlah karyawan yang mendapatkan pelatihan dan pendidikan serta jumlah jam pelatihan dari tahun 2004-2006 semakin menurun. Perspektif proses bisnis/intern didapatkan proses layanan di UGD pada pasien gawat darurat belum semua mencapai standar dalam hal kecepatan penanganannya. Dalam pengembalian status pasien ke rekam medis bagian penyakit dalam dan obgyn paling lama pengembaliannya melebihi 14 hari. Sementara data untuk air limbah didapatkan hasil COD masih melebihi standar. Perspektif pelanggan, didapatkan jumlah pasien yang puas pada pasien rawat jalan sebanyak 104 orang (52%) dan pada pasien rawat inap sebanyak 33 orang (45%). Pertumbuhan pasien baru dan pasien loyal tidak seiring dari tahun 2004-2006. Perspektif keuangan, pertumbuhan pendapatan dan pengeluaran sama-sama meningkat sehingga cost recovery masih dibawah standar hanya 103% pada tahun 2004 dan 2006, tahun 2005 hanya 105%. (standar 110%).
Universitas Sumatera Utara