BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran IPA 2.1.1.1 Pengertian IPA Penelitian ini adalah penelitian pada mata pelajaran IPA, oleh karena itu sebelum membahas penelitian ini lebih lanjut akan dikaji dasar-dasar teori yang berhubungan dengan IPA terlebih dahulu.
Menurut Carin (dalam Yusuf, 2007:1) menyatakan bahwa:
IPA sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum, dan teori IPA. Jadi pada hakikatnya IPA terdiri dari tiga komponen, yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah, dan produk ilmiah. Hal ini berarti bahwa IPA tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau berbagai macam fakta yang dihafal, IPA juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam yang belum dapat direnungkan. Sedangkan Pengertian IPA menurut Fowler (dalam Santi, 2006:2.9) IPA adalah “Ilmu yang sistematis dan di rumuskan, ilmu ini berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan terutama di dasarkan atas pengamatan dan induksi”. Menurut Nash (dalam Usman Samatowa, 2006:2) IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam yang bersifat analisis ,lengkap cermat serta menghubungkan antara fenomena lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang di amati. Dalam kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
7
8
Menurut Leo Sutisno (dalam Mardyah, 2012:5) belajar IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid). Berdasarkan beberapa pendapat tentang mengertian IPA, peneliti menyimpulkan bahwa IPA adalah suatu cara atau usaha manusia untuk mengetahui kebendaan secara sistematis yang mengutamakan proses menemukan suatu fakta, prinsip, atau konsep.
2.1.1.2 Pembelajaran IPA di SD IPA untuk anak Sekolah Dasar dalam Usman Samatowa (2006:12) didefinisikan oleh Paolo dan Marten yaitu mengamati apa yang terjadi, mencoba apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, menguji bahwa ramalan-ramalan itu benar. Menurut Sri Sulistyorini (2007:8), pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning) dengan cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada anak didik untuk
melakukan
keterampilan
proses
meliputi:
mencari,
menemukan,
menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan. Menurut De Vito, et al. ( dalam Usman Samatowa, 2006:146), pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya,
membangun
keterampilan
(skill)
yang
diperlukan,
dan
menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran IPA di SD hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. Materi-materi disampaikan dengan cara yang
9
dapat menggali rasa keingintahuan siswa sehingga siswa mampu menggali dan menemukan sendiri pengetahuannya.
2.1.1.3. Ruang Lingkup IPA Sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI (2006:148), ruang lingkup mata pelajaran IPA pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. 4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Keempat aspek tersebut kemudian dijabarkan lagi menjadi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang diterjemahkan dan diaplikasikan menjadi silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Standar Kompetensi (SK) “Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari”. Energi dalam bab ini termasuk dalam aspek ruang lingkup poin ke tiga. Energi yang dibahas dalam bab ini adalah energi panas dan energi bunyi yang mencakup sumber sampai jenis-jenis perpindahan energi panas dan energi bunyi tersebut.
2.1.1.4 Tujuan Pembelajaran IPA di SD Menurut Muslichah (2006 : 23) tujuan pembelajaran IPA di SD adalah “Untuk menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi dan masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
10
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala alam, sehingga siswa dapat berfikir kritis dan objektif “. Sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI (2006:148), mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1.
Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaban, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2.
Mengembangkan pengetahuan dan pemahamankonsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat di tetrapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4.
Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5.
Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam
6.
Meningkatkan
kesadaran
untuk
menghargai
alam
dan
segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan 7.
Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs
2.1.2
Pengertian Hasil Belajar Menurut Agus Suprijono (2009:5) “hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan,
nilai-nilai,
pengertian-pengertian,
sikap-sikap,
apresiasi
keterampilan”. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:250) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
dan
11
Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Menurut Nana Sudjana (1990:22) hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan Gagne (dalam Agus Siprijono, 2009:5) mengungkapkan lima kategori hasil belajar, yaitu : 1.
Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons
secara
spesifik
terhadap
rangsangan
spesifi.
Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. 2.
Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis faktakonsep
dan
mengembangkan
prinsip-prinsip
keilmuan.
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. 3.
Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya
sendiri.
Kemampuan
ini
meliputi
penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. 4.
Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5.
Sikap, yaitu kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
12
Sedangkan menurut Benyamin Bloom (dalam Sudjana 2010:84) dalam Heri Indra Gunawan (2012:21) secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah: 1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intlektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah, dan kempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan intrnalisasi. 3. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Dari penjabaran beberapa pendapat tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil akhir dari sebuah proses pembelajaran yang diperoleh siswa yang dapat dikelompokkan ke dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.1.3 Metode Pembelajaran Secara etimologis, metode berasal dari kata „met‟ dan „hodes‟ yang berarti melalui. Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga terdapat dua hal penting yang terdapat
13
dalam sebuah metode yaitu cara melakukan sesuatu dan rencana dalam pelaksanaan.
Wina Senjaya (2008), Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata atau praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Jika strategi pembelajaran masih bersifat konseptual maka metode pembelajaran sudah bersifat praktis untuk diterapkan. Dengan kata lain, Strategi merupakan sebuah rencana yang akan dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan (a plan of operation achieving something) sedangkan metode adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan (a way in achieving something). Dalam sebuah model atau strategi pembelajaran dapat diterapkan lebih dari satu metode pembelajaran. Dengan demikian cakupan metode pembelajaran lebih kecil dari pada strategi dan model pembelajaran.
Menurut Suryosubroto (2009:140), metode adalah cara, yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Metode pembelajaran merupakan proses atau prosedur yang digunakan oleh guru atau instruktur untuk mencapai tujuan atau kompetensi (Pribadi, 2009:42). Menurut Setiawan (dalam Heri, 2012:7) “Terkait dengan metode pembelajaran, metode mengajar adalah cara mengajar secara umum yang dapat ditetapkan pada semua mata pelajaran. Sedangkan menurut Surakhmad dalam Suryosubroto (2009:140), metode pengajaran adalah cara-cara pelaksanaan daripada proses pengajaran, atau soal bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid disekolah. Menurut Sagala (dalam Heri, 2012:7) “Hal yang penting dalam metode ialah, bahwa setiap metode pembelajaran yang digunakan bertalian dengan tujuan belajar yang ingin dicapai” dari pengertian tersebut untuk mendorong keberhasilan guru dalam proses belajar megajar, guru seharusnya mengerti akan fungsi, dan langkah-langkah pelaksanaan metode mengajar. Dari beberapa pendapat para ahli di atas mengenai metode pembelajaran, penulis menyimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara yang
14
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai.
2.1.4 Metode Two Stay Two Stray (TS - TS) 2.1.4.1 Pengertian Metode Two Stay Two Stray (TS - TS) Lie (2002:61) mengemukakan bahwa metode Two Stay Two Stray (TSTS) adalah salah satu teknik dalam metode diskusi yang berbasis cooperative learning. Teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Teknik ini dapat digunakan pada semua mata pelajaran dan semua tingkat anak didik. Teknik Two Stay Two Stray (TSTS) membentuk kelompok-kelompok kecil dan terdapat ciri khas dalam pembentukan kelompoknya yaitu anggota kelompokkelompoknya bersifat heterogen (bermacam-macam). Jarolimek & Parker dalam Isjoni (2009) mengatakan pembagian kelompok dalam pembelajaran cooperative two stay two stray memperhatikan kemampuan akademis siswa. Guru membuat kelompok yang heterogen dengan alasan memberi kesempatan siswa untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung, meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, etnik dan gender serta memudahkan pengelolaan kelas karena masingmasing kelompok memiliki siswa yang berkemampuan tinggi, yang dapat membantu teman lainnya dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kelompok. Lie (2002:39) berpendapat bahwa: Membentuk kelompok berempat memiliki kelebihan yaitu kelompok mudah dipecah menjadi berpasangan, lebih banyak ide muncul, lebih banyak tugas yang bisa dilakukan dan guru mudah memonitor. Kekurangan kelompok berempat adalah membutuhkan lebih banyak waktu, membutuhkan sosialisasi yang lebih baik, jumlah genap menyulitkan proses pengambilan suara, kurang kesempatan untuk kontribusi individu dan mudah melepaskan diri dari keterlibatan. Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan peneliti menarik kesimpulan bahwa metode Two Stay Two Stray (TS -TS) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif. Metode ini membagi siswa dalam satu
15
kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen dan setiap anggota di dalam kelompok mendapatkan tugas masing-masing. Tugas tersebut yaitu bertamu kepada kelompok lain untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, sedangkan anggota yang tinggal di dalam kelompok bertugas menerima tamu dari anggota kelompok lain yang akan berbagi pengetahuan dan pengalaman.
2.1.4.2 Langkah-langkah Metode Two Stay Two Stray (TS-TS) Lie (2002:61) menjelaskan langkah-langkah tentang metode Two Stay Two Stray (TS-TS). Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a.
Siswa bekerjasama dengan kelompok yang berjumlah 4 orang.
b.
Setelah selesai siswa dibagi 2 (dua) orang menjadi tamu dan 2 (dua) orang lain tinggal dalam kelompok.
c.
Dua orang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi kepada tamu mereka.
d.
Tamu mohon diri dan kembali kekelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dalam kelompok lain.
e.
Kelompok mencocokan dan membahas hasil kerja mereka.
f.
Kesimpulan.
Sedangkan langkah-langkah metode pembelajaran Two Stay Two Stray (TS-TS) menurut Nadiya (dalam Eni, 2012 : 9-10) adalah sebagai berikut : 1.
Pembentukan kelompok heterogen. Pembentukan kelompok dalam kelas ditentukan oleh guru yang lebih mengetahui siswa yang pandai dan siswa yang lemah. Pembentukan kelompok ini harus bersifat heterogen. Siswa-siswa dalam kelompok merupakan campuran siswa dari tingkat kepandaian, jenis kelamin dan suku. Sehingga tidak akan ditemui kelompok yng pandai saja atau sebaliknya.
2.
Penjelasan materi dan kegiatan kelompok. Guru memberikan informasi kepada siswa berkenaan dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa serta relevansi kegiatan dengan materi pelajaran. Pada saat
16
guru memberikan materi penjelasan, siswa harus sudah berada dalam kelompok masing-masing, kemudian guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. Apabila terdapat kesulitan dalam inteprestasi petunjuk kegiatan, siswa dapat meminta bantuan guru. 3.
Kelompok memutuskan jawaban yang paling benar dan memastikan setiap anggota klompok memahami jawaban tersebut.
4.
Setelah selesai,
2
orang dari
masing-masing
klmpok
akan
meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke dua kelompok lain. 2 orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu mereka. 5.
Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari klompok lain.
6.
Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
7.
Pemberian penghargaan. Kelompok yang mempunyai nilai rata-rata tiap anggota paling baik, pantas diberi penghargaan. Skor yang dicapai tiap kelompok ini digunakan sebagai dasar pembentukan kelompok baru untuk materi berikutnya.
2.1.5 Landasan Teoritis Penggunaan Media Pembelajaran Levie & Levie (dalam Azhar Arsyad, 2011:9) yang membaca kembali hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus gambar dan stimulus kata menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali dan menghubungkan fakta dan konsep.
Hal tersebut merupakan salah satu bukti
dukungan atas konsep dual coding hypothesis (hipotesis koding ganda) dari Pavio (1970). Konsep tersebut mengatakan bahwa ada dua sistem ingatan manusia, satu untuk mengolah simbol-simbol verbal kemudian menyimpannya dalam bentuk proposisi gambar dan yang lainnya untuk mengolah gambar non verbal yang kemudian disimpan dalam bentuk proposisi verbal.
17
Baugh (dalam Azhar Arsyad, 2011:10) kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indra pandang, dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indra dengar, dan 5% lagi dari indra lainnya. Sedangkan menurut Dale (Azhar Arsyad, 2011:10) memperkirakan bahwa pemerolehan hasil belajar melalui indra pandang berkisar 75%, melalui indra dengar sekitar 13%, dan melalui indra lainnya sekitar 12%. Salah satu gambaran yang sering digunakan sebagai landasan teori dalam penggunaan media dalam proses pembelajaran adalah Dale’s Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale). Berikut adalah gambar kerucut pengalaman Dale. Abstrak
Lambang Kata Lambang Visual
Gambar Diam, Rekaman Radio
Gambar Hidup Pameran
Televisi
Karya Wisata
Dramatisasi
Konkrit Benda Tiruan/Pengamatan
Pengalaman Langsung
18
Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Dale Berdasarkan Gambar 2.1, hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkrit) sampai lambang kata (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin abstrak media penyampaian pesan itu. Namun, urutan proses belajar mengajar untuk menyampaikan pesan tidak harus selalu dimulai dari pengalaman langsung, tetapi disesuaikan dengan situasi belajar siswa. Dasar pengembangan kerucut ini berdasarkan tingkat keabstrakan dan jumlah jenis indra yang digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pengalaman langsung, atau learning by doing memberikan kesan yang paling utuh dalam proses penerimaan pesan pembelajaran karena melibatkan seluruh indra.
Tingkat keabstrakan pesan pembelajaran akan semakin tinggi
ketika pesan tersebut dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik, atau kata. Semakin abstrak pesan pembelajaran yang disampaikan, maka semakin terbatas pula jumlah indra yang digunakan untuk menangkap pesan pembelajaran yang disampaikan. Misalnya melalui lambang bagan atau grafik yang dibuat pada selembar kertas, siswa hanya perlu menggunakan indra penglihatan saja. Meskipun tingkat partisipasi fisik berkurang, namun keterlibatan berimajinasi semakin berkembang. Berdasarkan pendapat para ahli dan Kerucut Pengalaman Dale, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media dalam menyampaikan pesan pembelajaran sangatlah penting. Dengan media siswa dapat lebih mudah menerima pesan yang disampaikan menggunakan indra yang sesuai dengan media yang digunakan. Penggunaan media dapat menumbuhkembangkan imajinasi siswa saat berinteraksi dengan media yang digunakan tersebut.
2.1.6 Ruang Lingkup Media Pembelajaran 2.1.6.1 Pengertian Media Pembelajaran Wilbur Schramm (1977) mengartikan media pembelajaran sebagai sarana komunikasi, baik dalam bentuk cetak maupun pandang dengar termasuk perangkat kerasnya. Sedangkan Miarso (1980) menegaskan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang
19
pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan anak didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. Dari
pengertian
tersebut,
peneliti menyimpulkan
bahwa
media
pembelajaran adalah suatu sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membantu memudahkan siswa dalam memahami materi.
2.1.6.2 Macam-macam Media Pembelajaran Terdapat berbagai macam media pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Menurut Panitia Sertifikasi Guru Rayon XII Universitas Negeri Semarang dalam Sertifikasi Guru Sekolah Dasar (2011:19), macam-macam media pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut : 1. Media Visual Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indra penglihatan. Jenis media inilah yang sering digunakan oleh guru-guru untuk membantu menyampaikan isi atau materi pelajaran. Media visual ini terdiri atas media yang tidak dapat diproyeksikan dan media yang dapat diproyeksikan. Media yang dapat diproyeksikan ini dapat berupa gambar diam atau bergerak. Berdasarkan penjabaran tersebut, peneliti menarik kesimpulan bahwa media visual adalah media yang dugunakan oleh guru yang memanfaatkan indra penglihatan. 2. Media Audio Media audio adalah media yang mengandunf pesan dalam bentuk auditif yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan para siswa untuk mempelajari bagan ajar. Penggunaan media audio dalam kegiatan pembelajaran pada umumnya melatih keterampilan
yang
berhubungan dengan aspek-aspek keterampilan mendengarkan. Peneliti menarik kesimpulan bahwa media audio adalah media yang digunakan dengan memanfaatkan indra pendengaran.
20
3. Media Audiovisual Media ini adalah kombinasi audio dan visual atau biasa disebut media pandang-dengar. Dalam penggunaan media ini guru tidak selalu berperan sebagai penyaji materi karena penyajian materi dapat digantikan oleh media. Contoh dari media ini adalah televisi atau video pendidikan. Dari beberapa jenis media tersebut, dalam hal ini peneliti menggunakan media visual yaitu gambar tidak bergerak. Siswa dihadapkan dengan gambar yang dibuat di atas selembar kertas yang tidak saling berkaitan antara gambar satu dengan gambar lainnya.
2.1.6.3 Prinsip-prinsip Penataan dalam Desain Visual Desain visual yang ditampilkan memiliki beberapa prinsip yang harus diterapkan. Menurut Azhar Arsyad (2011:107) terdapat 4 prinsip, yaitu : 1. Prinsip Kesederhanaan Secara umum kesederhanaan itu mengacu kepada jumlah elemen yang terkandung dalam suatu visual. Jumlah elemen yang lebih sedikit memudahkan siswa menangkap dan memahami pesan yang disajikan dalam gambar tersebut. pesan atau informasi yang panjang atau rumit harus dibagibagi ke dalam beberapa bahan visual yang mudah dibaca dan mudah dipahami, demikian pula teks yang menyertai bahan visual harus dibatasi, misalnya antara 15 sampai 20 kata. Kata-kata yang digunakan harus sederhana dengan gaya huruf yang mudah dibaca oleh siswa. 2. Prinsip Keterpaduan Keterpaduan mengacu kepada hubungan yang terdapat di antara elemen-elemen visual yang ketika diamati akan berfungsi secara bersamasama. Elemen-elemen itu harus saling terkait dan menyatu sebagai suatu keseluruhan sehingga gambar itu merupakan suatu bentuk menyeluruh yang dapat dikenal dan dapat membantu pemahaman pesan dan informasi yang terkandung.
21
3. Prinsip Penekanan Meskipun penyajian visual dirancang sesederhana mungkin, seringkali konsep yang ingin disajikan memerlukan penekanan terhadap salah satu unsur yang akan menjadi pusat perhatian siswa. Dengan menggunakan ukuran, hubungan, perspektif, warna, atau ruang penekanan dapat diberikan kepada unsur terpenting. 4. Prinsip Keseimbangan Bentuk atau pola yang dipilih sebaiknya menempati ruang penayangan yang memberikan persepsi keseimbangan meskipun tidak seluruhnya simetris. Keseimbangan yang simetris disebut keseimbangan formal. Keseimbangan seperti ini menampakkan dua bayangan visual yang sama dan sebangun. Oleh karena itu, keseimbangan formal cenderung tampak statis. Sebaliknya, keseimbangan informal adalah keseimbangan yang tidak seluruhnya simetris. Keseimbangan informal memberikan kesan dinamis dan dapat menarik perhatian.
Sedangkan menurut Azhar Arsyad (2011:111), desain visual mengandung 4 unsur yang memenuhi standar suatu desain visual. Unsurunsur tersebut diuraikan sebagai berikut.
2.1.6.4 Unsur-unsur Desain Visual 1. Bentuk Bentuk yang aneh dan asing bagi siswa dapat membangkitkan minat dan perhatian. Oleh karena itu, pemilihan bentuk sebagai unsur visual dalam penyajian pesan, informasi atau isi pelajaran perlu diperhatikan. 2. Garis Garis digunakan untuk menghubungkan unsur-unsur sehingga dapat menuntun perhatian siswa untuk mempelajari suatu urutan-urutan khusus.
22
3. Tekstur Tekstur adalah unsur visual yang dapat menimbulkan kesan kasar atau halus. Tekstur dapat digunakan untuk penekanan suatu unsur seperti halnya warna. 4. Warna Warna merupakan unsur visual yang penting, tetapi warna harus digunakan dengan hati-hati untuk memperoleh dampak yang baik. warna digunakan untuk memberi kesan pemisahan atau penekanan, atau untuk membangun keterpaduan. Di samping itu, warna dapat mempertinggi tingkat realisme objek atau situasi yang digambarkan, menunjukkan persamaan dan perbedaan, dan menciptakan respon emosional tertentu. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan ketika menggunakan warna, yaitu pemilihan warna khusus (merah, biru, kuning dan sebagainya), nilai warna (tingkat ketebalan dan ketipisan warna itu dibandingkan dengan unsur lain dalam visual tersebut), dan intensitas atau kekuatan warna itu untuk memberikan dampak yang diinginkan.
2.1.7
Penerapan Metode Two Stay Two Stray (TS-TS) dengan Bantuan Media Gambar Dalam menerapkan metode TS-TS ini, guru mengkombinasikan metode
tersebut dengan media gambar. Selain membuat suasana pembelajaran tidak monoton dengan sajian kata-kata saja, media gambar diharapkan juga dapat membantu mengembangkan imajinasi siswa. Gambaran secara keseluruhan dalam penerapan metode TS-TS berbantuan media gambar dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.
23
Tabel 2.1 Penerapan Metode TS-TS Berbantuan Media Gambar Tahapan Awal
Kegiatan
Keterangan
1. Guru
membagi Usahakan 1 kelompok
siswa
menjadi minimal 4 orang siswa
beberapa
dan
kelompok.
tersebut
kelompok bersifat
heterogen. 2. Guru memilih 2 orang
dalam Apabila
di
dalam
kelompok tersebut kelompok jumlahnya menjadi tamu dan lebih dari 4 orang, 2 orang lainnya maka 2 orang menjadi tinggal
dalam tamu
kelompok.
menjadi
dan
sisanya penerima
tamu. 3. Guru memberikan gambar
kepada
tiap kelompok. Inti
1. Gambar
yang Apabila
ada
yang
telah
dibagikan tidak jelas, salah satu
guru
kemudian anggota
kelompok
didiskusikan oleh boleh bertanya kepada setiap kelompok.
2. Setelah
guru.
waktu
yang
ditentukan
untuk
berdiskusi
telah
habis,
2
orang yang sudah
24
dipilih
untuk
menjadi
tamu
bertugas mengunjungi kelompok
lain
untuk mendapatkan informasi
dari
kelompok
yang
dikunjungi tersebut. Sedangkan anggota
sisa dalam
kelompok tersebut bertugas memberikan informasi kepada 2
tamu
dari
kelompok lain.
3. 2
orang
yang
bertugas menjadi tamu
kemudian
kembali kelompok
ke asal
dan memberikan informasi
yang
mereka dapat dari kelompok yang kunjungi.
lain mereka
25
Akhir
2
orang
perwakilan kelompok
maju
untuk mempresentasikan gambar yang telah didiskusikan oleh kelompok mereka.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan Terdapat banyak penelitian yang menggunakan metode Two Stay Two Stray (TS-TS), namun peneliti menggunakan 2 dari sekian banyak penelitian yang ada, yaitu skripsi dari Heri Indra Gunawan pada tahun 2012 dengan judul “Pengaruh Penggunaan Metode Two Stay Two Stray (TS-TS) dalam Pembelajaran Matematika terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Di dalam penelitian tersebut, peneliti menggunakan uji coba metode Two Stay Two Stray (TS-TS) dengan metode konvensional dalam pelajaran Matematika. Peneliti menggunakan desain Quasi-eksperimen dengan jenis Two Group Post-test Only. Teknik dalam penelitian ini adalah teknik tes dan observasi. Sedanglan instrument yang digunakan oleh peneliti yaitu instrument tes dan lembar observasi guru. Subyek pada penelitian tersebut adalah semua siswa kelas V pada SD Negeri Sidorejo Lor 04 dan SD Negeri Pulutan 04. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan untuk pembelajaran dengan menggunakan metode Two Stay Two Stray (TS-TS). Berdasarkan uji t-tes diketahui F hitung levene test sebesar 0,527 dengan probabilitas 0,472 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua populasi memiliki variance sama atau dengan kata lain kedua kelas tersebut homogen. Dengan demikian analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variance assumed. Nilai t adalah 3,7017 dengan probabilitas signifikasi 0,04 < 0,05 dan perbedaan rata-ratanya berkisar antara 3.37644 sampai 17,28110 dengan
26
perbedaan rata-rata 10,34524. Dari hasil uji t-test disimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan metode Two Stay Two Stray (TS-TS) dalam pembelajaran matematika terhadap hasil belajar siswa kelas V SD Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun ajaran 2011/2012. Selain skripsi milik Heri, penulis mengkaji penelitian lain, yaitu penelitian dalam skripsi dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Two Stay Two Stray pada Pembelajaran Matematika terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri Balesari Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011” yang ditulis oleh Eni Susiloningtyas. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi tersebut adalah metode eksperimen. Dalam penelitian tersebut desain eksperimen yang digunakan adalah true eksperimental design yaitu menggunakan pretest-posttest control group design. Dalam desain tersebut terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal, yaitu untuk mengetahui perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran TS-TS. Hal itu ditunjukkan dari nilai Sig. (2-tailed) adalah 0,000 yang artinya sangat signifikan karena nilai Sig. (2-tailed) 0,000 < nilai sig 0,05. Hasil belajar yang diperoleh lebih baik dibanding pembelajaran tanpa model TS-TS yaitu nilai rata-rata postest kelas eksperimen 87,20 sedangkan nilai rata-rata postest kelas kontrol 75,46. Dari kedua penelitian tersebut, terlihat bahwa penggunaan metode Two Stay Two Stray (TS-TS) dapat memperngaruhi serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu peneliti mencoba menggunakan metode Two Stay Two Stray (TS-TS) untuk meningkatkan hasil belajar siswa di SDN Ngampin 02 Ambarawa yang nilai rata-rata kelas masih di bawah KKM.
2.3 Kerangka Pikir Suatu proses yang dilakukan tentu mempunyai tujuan yang akan dicapai. Begitu juga dalam proses pembelajaran. Guru dan peserta didik melakukan suatu proses pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan oleh guru
27
maupun peserta didik. Mengingat bahwa suatu tujuan tersebut harus berhasil dicapai, guru dan peserta didik hendaknya saling terlibat dalam proses pembelajaran. Seiring perkembangan jaman, dalam kancah pendidikan juga harus terjadi perkembangan, salah satunya dengan mengubah pandangan lama tentang cara mengajar menjadi suatu cara mengajar yang baru. Jika cara mengajar yang lama lebih mengutamakan peran guru, dalam cara mengajar yang baru keaktifan siswa diutamakan. Salah satu cara agar keaktifan siswa dapat mendominasi proses pembelajaran adalah dengan menerapkan metode Two Stay Two Stray (TS-TS). Di dalan metode tersebut siswa berinteraksi dengan siswa lain dalam bertukar pengalaman dan pengetahuan. Metode ini membantu siswa melatih keberanian untuk berbicara berbagi pengetahuan dan pengalamannya. Media gambar digunakan oleh peneliti untuk membantu mengembangkan daya imajinasi siswa. Jadi metode Two Stay Two Stray (TS-TS) dengan bantuan media gambar dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa. Kerangka pikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
28
Kondisi awal
Guru belum menggunakan metode Two Stay Two Stray (TS-TS).
Tindakan
Guru mengajar dengan menggunakan metode Two Stay Two Stray (TS-TS).
Kondisi akhir
Hasil belajar siswa meningkat.
Hasil belajar siswa rendah
1. Guru membagi siswa dalam kelompok 2. Siswa berdiskusi dalam kelompok. 3. 2 siswa mengunjungi 2 kelompok lain. 4. 2 siswa kembali ke kelompok asal dan menerangkan apa yang diperoleh dari kelompok lain. 5. Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. 6. Evaluasi pemberian soal.
Gambar 2.2 Kerangka Pikir dalam Penelitian
2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah penggunaan metode Two Stay Two Stray (TS-TS) berbantuan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV semester II di SDN Ngampin 02 Ambarawa tahun ajaran 2013/2014.