BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Perubahan Menurut Pasmore (1994 ; 3) dalam Wibowo (2011 : 104), memyatakan bahwa perubahan dapat terjadi pada diri kita maupun disekeliling kita, bahkan kadangkadang kita tidak sadari bahwa hal tersebut berlangsung. Perubahan berarti bahwa kita harus berubah dalam cara mengerjakan atau berfikir tentang sesuatu, yang dapat menjadi mahal dan sulit. Perubahan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari karena dorongan eksternal dan karena adanya kebutuhan internal. Semua organisasi menghadapi lingkungan yang dinamis dan berubah, lingkungan eksternal organisasi cenderung merukapan kekuatan yang mendorong untuk terjadinya perubahan, ada banyak faktor yang bisa membuat dibutuhkannya tindakan perubahan. Disisi lain bagi oganisasi secara internal merasakan adanya kebutuhan akan perubahan. Oleh karena itu, setiap organisasi menghadapi pilhan antara berubah atau mati tertekan oleh kekuatan perubahan. Pakar perilaku di dalam perusahaan, Kreitner dan Kinicki (2001 : 659) dalam Wibowo (2005 : 82) menyatakan bahwa ada dua kekuatan yang dapat mendorong munculnya kebutuhan untuk melakukan perubahan di dalam perusahaan yaitu: 1. Kekuatan eksternal, yaitu kekuatan yang muncul dari luar perusahaan, seperti: karakteristik demografis (usia, pendidikan, tingkat keterampilan, jenis kelamin, imigrasi, dan sebagainya), perkembangan teknologi, perubahan-perubahan di pasar, tekanan-tekanan sosial dan politik. 2. Kekuatan internal, yaitu kekuatan yang muncul dari dalam perusahaan, seperti: masalah-masalah/prospek Sumber Daya Manusia (kebutuhan yang tidak
terpenuhi, ketidak-puasan kerja. Produktifitas, motivasi kerja, dan sebagainya), perilaku dan keputusan menajemen. Perubahan juga berpeluang menghadapi resistensi (penolakan), baik individual maupun organisasional, karena merupakan hal yang paling sulit untuk dapat meninggalkan kebiasaan lama yang sudah melekat dengan kuat. Istilah untuk hal ini dalam manajemen dikenal dengan resistensi perubahan (resistance of change). Sikap menolak atas perubahan bisa terjadi karena informasi mengenai perlunya dan dampak bila tidak melakukan perubahan sangat kurang. Bentuk dari penolakan atas perubahan tidak selalu tampak secara langsung dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa dengan jelas terlihat (eksplisit) dan segera misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya, atau bisa juga tersirat (implisit) dan lambat laun misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, dan tingkat absensi meningkat. Hal yang lain juga bisa menjadi masalah seperti tidak tersedianya informasi konfigurasi pada infrakstruktur yang up to date. Resistensi sering terjadi karena eksekutif dan pekerjaan, karena eksekutif dan pekerja melihat perubahan dari sudut pandang yang berbeda. Bagi manajer senior, perubahan berarti peluang, baik untuk bisnis maupun dirinya sendiri. Akan tetapi banyak pekerja yang memandang perubahan sebagai kekacauan dan gangguan. Peter Scholres berpandangan bahwa pada dasarnya karyawan tidak menolak berubahan, tetapi mereka menolak di ubah (Stettner, 2003:61) dalam (Wibowo 2005 : 152). Sementara itu, Robbins (2001 : 545) dalam Wibowo (2005: 157), Menyebutkan ada dua kategori penolakan, yaitu resistensi individual dan resistensi organisasi. Resistensi individu dan resistensi kelompok memiliki beberapa faktor, yaitu :
1. Resistensi Individual a. Habits (kebiasaan) b. Security (keamanan) c. Economic Factors (faktor ekonomi) d. Fear of the Unknown (ketakutan atas ketidaktahuan) e. Selective Information Processing (proses informasi selektif) 2. Resistensi Organisasi : a. Structural Inertia (kelebaman struktural) b. Limited Focus of Change ( fokus terbatas atas perubahan) c. Group Inertia (kelebaman kelompok) d. Threat to Expertise (ancaman terhadap keahlian) e. Threat to Established Power Relationships (ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang sudah ada) f. Threat to Established Resources Allocations (ancaman terhadap alokasi sumberdaya yang sudah ada) Kurt Lewin menggambarkan ada Tiga tahap model perubahan terencana yang menjelaskan bagaimana mengambil inisiatif, mengelolah dan menstabilisasi proses perubahan. Ketiga tahapan tersebut oleh Robbins (2001 : 551) dalam Wibowo (2005 : 199) dinyatakan dalam unfreezing, movement, dan refreezing yang menjelaskan bagaimana cara mengabil inisiatif, mengelolah dan menstabilisasi proses perubahan. Tiga tahapan model perubahan itu adalah : a. Unfreezing Unfreezing atau pencarian merupakan tahapan yang memfokus pada penciptaan motivasi untuk berubah. Individu didorong untuk mengganti prilaku dan sikap yang lama degan yang diinginkan manajemen. Unfreezing
merupakan usaha organisasi untuk mengatasi resistensi individual dan kesesuaian kelompok. Proses pencarian tersebut merupakan adu kekuatan antara faktor pendorong dan faktor penghambat bagi perubahan dari status quo. Untuk dapat menerima adanya suatu perubahan, diperlukan adanya kesiapan readiness individu. pencarian ini dimaksudkan agar seseorang tidak terbelenggu oleh keinginan mempertahankan diri dari status quo, dan bersedia membuka diri. b. Movement atau Changing Changing merupakan tahapan pembelajaran dimana pekerja diberi informasi baru, model prilaku baru, atau cara baru dalam melihat sesuatu. Maksudnya adalah membantu pekerja belajar konsep atau titik pandang baru. Para pakar merekomendasikan bahwa yang terbaik adalah untuk menyampaikan gagasan kepada para pekerja bahwa perubahan adalah suatu proses pembelajaran berkelanjutan dan bukannya kejadian sesaat. Dengan demikian, perlu dibangun kesadaran bahwa pada dasarnya kehidupan adalah suatu proses terus menerus. c. Refreezing Refreezing adalah pembekuan kembali merupakan tahapan dimana perubahan yang terjadi distabilisasi dengan membantu pekerja mengintegrasikan perilaku dan sikap yang telah berubah kedalam cara yang normal untuk melakukan sesuatu. Hal ini dilakukan dengan memberi pekerja kesempatan untuk menunjukan prilaku dan sikap yang baru. Sikap dan prilaku yang sudah mapan kembali tersebut perlu dibekukan, sehingga menjadi norma-norma baru yang diakui kebenarannya. Dengan terbentuknya prilaku dan sikap yang baru, perlu diperhatikan apakah masih sesuai dengan perkembangan lingkungan yang terus berlangsung. Apabila ternyata diperlukan perubahan kembali, makan proses Unfreezing akan dimulai kembali. Setelah memahami tahapan-tahapan dalam perubahan, maka hal yang tidak kalah penting adalah mengenai kekuatan perubahan. Green dan Baron (1997 : 550) dalam Wibowo (2005 : 118), berpendapat bahwa terdapat beberapa fakor yang merupakan kekuatan dibelakang kebutuhan akan perubahan, mereka memisahkan antara perubahan yang terencana dan tidak terencana : 1. Perubahan Terencana Perubahan terencana adalah aktivitas yang dimaksudkan dan diarahkan dalam sifat dan desainya untuk memenuhi beberapa tujuan organisasi. Antara lain dalam bidang perubahan dalam bidang produk atau jasa, perubahan dalam
ukuran dan struktur organisasi, perubahan dalam sistem administrasi, dan introduksi teknologi baru. 2. Perubahan Tidak Terencana Perubahan tidak terencana adalah pergeseran dala aktivitas organisasi karena adanya kekuatan yang sifatnya eksternal, diluar kontrol organisasi. Antara lain adalah
pergeseran
demografis
pekerja,
kesenjangan
kinerja,peraturan
pemerintah, kompetisi global, perubahan kondisi ekonomi,
dan kemajuan
dalam teknologi. Perubahan Organisasi adalah suatu proses dimana organisasi tersebut berpindah dari keadaannya yang sekarang menuju ke masa depan yang diinginkan untuk meningkatkan efektifitas organisasinya. Tujuan perubahan adalah untuk mencari cara baru atau memperbaiki dalam menggunakan resources dan capabilities dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai dan meningkatkan hasil yang diinginkan kepada stakeholders. Semua organisasi merupakan bagian dari sistem sosial yang hidup di tengahtengah masyarakat, masyarakat itu sendiri memiliki sifat dinamis, selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Karakteristik masyarakat seperti itu menuntut organisasi untuk juga memiliki sifat dinamis. Tanpa dinamika yang sejalan dengan dinamika masyarakat, organisasi tidak akan dapat bertahan apalagi berkembang. Ini berarti bahwa perubahan dalam suatu organisasi merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Secara terus menerus organisasi harus menyesuaikan diri dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Proses penyesuaian dengan
lingkungan merupakan salah satu permasalahan besar yang dihadapi organisasi modern. Perubahan akan menimbulkan kejadian yang harus dihadapi oleh semua warga organisasi. Meskipun perubahan organisasi tidak langsung memberikan manfaat yang besar bagi kemajuan organisasi, namun beberapa praktisi tetap meyakini tentang pentingnya suatu organisasi untuk melakukan perubahan. Perubahan adalah transformasi dari keadaan yang sekarang menuju keadaan yang diharapkan di masa yang akan datang. Winardi (2005: 2) menyatakan, bahwa perubahan organisasi adalah tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan datang menurut yang di inginkan guna meningkatkan efektivitasnya. Mengingat begitu pentingnya perubahan dalam lingkungan yang bergerak cepat sudah saatnya organisasi tidak menunda perubahan, penundaan berarti akan menghadapkan organisasi pada proses kemunduran.
2. Management of Change Manajemen perubahan (Management of Change) adalah suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan sarana dan sumberdaya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang terkena dampak proses tersebut (Potts dan LaMarsh 2004 : 16) dalam (Wibowo 2005 : 241). Management of Change adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut. Management of Change adalah suatu proses yang sistematis dengan menerapkan pengetahuan, sarana dan
sumber daya yang diperlukan organisasi untuk bergeser dari kondisi sekarang menuju kondisi yang diinginkan, yaitu menuju ke arah kinerja yang lebih baik dan untuk mengelola individu yang akan terkena dampak dari proses perubahan tersebut. Manajemen perubahan ditunjuukan untuk memberikan solusi bisnis yang diperlukan dengan sukses dengan cara yang terorganisasi dan denga metode melalui pengelolaan dampak perubahan pada orang yang terlibat didalamnya. Sementara itu perubahan selalu dimulai dengan inisiatif pandangan pada hasil positif. Hambatan paling umum untuk keberhasilan perubahan adalah resistensi manusia. Menurut Wibowo (2005 : 242) pendekatan dalam management of change adalah, pertama : mengidentifikasi siapa, di antara mereka yang terkrna dampak perubahan, yang mungkin menolak perubahan; kedua, menelusuri sumber, tipe dan tingkat resistensi perubahan yang mungkin ditemukan; ketiga, mendesain strategi yang efektif untuk mengurangi resistensi tersebut. Dengan manajemen perubahan, dapat memperkirakan jumlah resistensi yang mungkin terjadi dan waktu serta uang yang diperlukan berkaitan dengan resistensi. Hal ini memungkinkan orang yang harus melakukan perubahan mengukur faktor penting, sperti apakah perubahan berharga utuk dilakukan dan seberapa kemungkinan keberhasilan yang diperoleh. Memahami mengapa orang menolak perubahan dan bagaimana mengatasi resistensi itu merupakan inti dari manajemen perubahan. Terdapat dua pedekatan utama untuk manajemen perubahan, yang dinamakan planned change (perubahan terncana) dan emergent change (perubahan darurat). Pendekatan yang dipergunakan tergantung pada kondisi lingkungan yang dihadapi. Pada situasi tertentu planned change lebih tepat dan pada kondisi lainnya, mungkin
emergent change lebih cocok. Bullock dan Butten (2000: 271) dalam Wibowo (2005 : 246), mengatakan bahwa untuk melakukan perubahan terencana perlu dilakukan empat fase tindakan, yaitu sebagai berikut : 1. Exploration phase (fase eksplorasi) Dalam tahap ini organisasi menggali dan memutuskan apakah ingin membuat perubahan spesifik dalam operasi, dan jika demikian, mempunyai komitmen terhadap sumber daya untuk merencanakan perubahan. 2. Planning phase (fase perencanaan) Sekali konsultan dan organisasi membuat kontrak, tahap brikutnya adalah pemahaman masalah dan kepentingan organisasi. Proses perubahan menyangkut pengumpulan informasi dengan maksud menciptakan diagnosis yang tepat tentang masalahnya ; menciptakan tujuan perubahan dan mendesain tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. 3. Action phase (fase tindakan) Organisasi mengimplementasikan perubahan yang ditarik dari perencanaan. 4. Integration phase (fase integrasi) Tahapan ini dimulai begitu perubahan telah sukses diimplementasikan. Hal ini berkaitan dengan mengonsolidasi dan menstabilisasi perubahan sehingga mereka menjadi bagian yang normal, operasi sehari-hari berjalan dan tidak memerlukan aturan khusus atau mendorong memelihara mereka. Selain manajemen terencana, terdapat pula pendekatan manjemen darurat (emergent approach) yang memberikan arahan dengan melakukan penekanan pada
lima gambaran organisasi yang dapat mengembangkan atau menghalangi keberhasilan perubahan, yaitu sebagai berikut. 1. Struktur Organisasi 2. Budaya Organisasi 3. Organisasi Pembelajar 4. Perilaku manajerial 5. Kekuatan dan politik Pada dasarnya, perubahan darurat tidak menginginkan kelima faktor tersebut berjalan sendiri-sendiri, tetapi memerlukan kerjasama secara sinergis dari semuanya. Management of Change dalam organisasi publik merupakan suatu proses untuk mengubah proses dan prosedur birokrasi publik, dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional atau bisa dikatakan pengelolaan sumber daya dalam rangka mencapai tujuan organisasi dengan kinerja yang lebih baik. Dengan demikian Management of Change akan menjadi panduan dasar bagi organisasi dalam menjalani masa transisi dari kondisi saat ini menjadi kondisi yang diharapkan. Management of Change ini juga akan mengenali persoalan yang berpotensi muncul dalam setiap proses perubahan tersebut, serta akan menyediakan alternatif penyelesaiannya. Perubahan yang terjadi dalam suatu organisasi biasanya seringkali direncanakan oleh para stakeholder yang terdapat dalam organisasi tersebut yang bertujuan untuk mengembangkan organisasi seperti yang dikemukakan oleh J. Winardi (2005:82) bahwa suatu organisasi yang menginginkan keberhasilan harus terus-menerus melakukan perubahan sabagai bentuk reaksi dari perkembangan-perkembangan yang
sifatnya penting, seperti kebutuhan para pelanggan, penemuan teknologikal baru dan peraturan-peraturan pemerintah. Selain itu masih menurut J.Winardi (2005:93) yang mengutip pernyataan
Sweeney, McFarlin bahwa terdapat tipe perubahan yang
berguna bagi perkembangan suatu organaisasi, yaitu berupa perubahan strategik yang mencakup pada postur pertumbuhan, pendekatan berbalik arah, penarikan diri dan stabilisasi. Dalam rangka proses perubahan tersebut, maka disusunlah strategi perubahan yang memuat rencana dan alokasi sumber daya berdasarkan kebutuhan untuk setiap proses perubahan. Program Management of Change menjadi salah satu faktor suksesnya pelaksanaan reformasi birokrasi, dan dimaksudkan untuk membantu meningkatkan capaian keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi secara efektif dan efisien. Menurut Wibowo (2005 :36) manajemen perubahan merupakan suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari perubahan tesebut. Dapat disimpulkan bahwa Management of Change adalah proses penyejajaran dengan perubahan, adapun tiga kondisi yang diperlukan dalam mewujudkan perubahan yang efektif adalah : 1. Kesadaran : para stakeholders memahami dan meyakini visi, strategi dan rencana implementasi. 2. Kapabilitas : para stakeholders meyakini bahwa mereka mampu meraih ketrampilan yang dibutuhkan serta mampu menangani dan mengambil keuntungan dari perubahan tersebut.
3. Keikutsertaan : para stakeholders bisa menghargai tugas dan pekerjaan baru serta peluang untuk berperilaku dengan cara-cara baru ( sikap, ketrampilan, dan cara kerja baru).
Pada masa awal perubahan suatu organisasi tentunya dibarengi dengan adanya perubahan budaya yang dilakukan oleh manajemen atau bentuk pimpinan yang baru dalam mengambil langkah-langkah untuk melembagakan budaya baru dengan menciptakan pola-pola baru dengan berupa simbol-simbol, keyakinan-keyakinan dan struktur-struktur. Menurut Moh. Pabundu Tika (2010 : 77) diperlukan peran pemimpin dalam proses perubahan budaya organisasi yang ada karena mampu menciptakan sebuah tim yang melahirkan suatu visi baru dan strategi dalam mengikat individu-individu yang ada serta memberikan energi yang positif untuk mencapai visi yang ditetapkan meskipun terdapat banyak tantangan dan rintangan yang akan dihadapi. Dalam Management of Change terdapat pula tahapan yang dapat digambarkan sebagai berikut, pada awalnya organisasi harus mampu mengidentifikasikan perubahan yang terjadi, setelah itu membuat perencanaan strategis dalam menghadapi perubahan yang selanjutanya dari perencanaan strategis yang ada dimplementasikan oleh organisasi perusahaan, setelah itu organisasi harus melakukan evaluasi dari strategi yang telah diimplementasikan dan melakukan perbaikan untuk menjalankan langkah selanjutnya. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar skema tahapan manajemen perubahan berikut :
• Melakukan identifikasi faktor‐faktor ataupun sumber‐sumber perubahan
Identifikasi Perubahan
Perencanaan Perubahan
Implementasi Perubahan
Evaluasi dan Umpan Balik
• Melakukan atau membuat perencanaan strategis dalam menghadapi Perubahan
• Menjalankan perencanaan strategis dalam menghadapi perubahan
• Melakukan tahap evaluasi terhadap strategi yang telah dilakukan • Menjalankan strategi perbaikan dalam menghadapi perubahan
Gambar 1. Skema Tahapan Manajemen Perubahan
Berdasarkan skema yang ada dalam tahapan manajemen perubahan diatas, dikatakan bahwa ada 4 proses penting dalam perubahan, yaitu :
1. Identifikasi Perubahan Pada awalnya suatu organisasi harus mampu mengidentifikasikan faktor-faktor yang menyebabkan suatu organisasi melakukan sebuah perubahan. Seperti kita ketahui sebelumnya dalam pembahasan pengertian perubahan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi organisasi dalam melakukan perubahan seperti masalah teknologi, konsumen, persaingan global dan kebijakan pemerintah. Untuk itu dalam tahapan ini stakeholder dalam suatu organisasi harus mampu melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor yang ada.
2. Perencanaan Stratejik Dalam Menghadapi Perubahan Sebuah organisasi baik organisasi profit maupun organisasi non profit untuk mencapai suatu yang menjadi tujuan yang diinginkan organisasi maka perlu untuk dibentuk adanya suatu strategi. Adanya strategi sangat penting, mengingat makin pesatnya kemajuan teknologi informasi dan tingginya persaingan dan ancaman baik dari internal maupun eksternal organisasi. Adanya persaingan menuntut organisasi untuk memiliki strategi yang tepat yang dapat diandalkan untuk mengatasi ancaman yang ada. Ancaman yang ada tersebut dapat berupa sumber daya organisasi yang terbatas, ketidakpastian dari daya saing yang dimiliki organisasi, keputusankeputusan yang dibuat dan tidak adanya kepastian mengenai pengendalian inisiatif. Dari ancaman-ancaman tersebut itulah (baik dari internal maupun eksternal organisasi) nantinya akan dapat dirumuskan suatu strategi untuk mengatasi ancaman yag dihadapi. Dalam studi kepustakaan ada beberapa pakar yang mengemukakan konsep tentang strategi. Menurut Kuncoro (2006:1) yang mengutip pernyataan Chandler , strategi adalah penentuan tujuan dan sasaran jangka panjang perusahaan, diterapkannya aksi dan alokasi sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal senada juga dikemukakan oleh Kuncoro (2006: 1) yang mengutip pendapat Andrews, bahwa strategi adalah pola, sasaran, tujuan, dan kebijakan/rencana umum untuk meraih tujuan yang telah ditetapkan, yang dinyatakan dengan mendefinisikan apa bisnis yang dijalankan oleh perusahaan atau yang seharusnya dijalankan oleh perusahaan. Berdasarkan definisi diatas maka dapat
disimpulkan bahwa strategi adalah suatu cara atau teknik yang digunakan dan diterapkan pada sebuah organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan dan sasaran jangka panjang yang telah ditetapkan menjadi visi dan misi dari organisasi tersebut. Strategi dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan organisasi dan perluasan dari misi yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi maupun perusahaan. Strategi dapat dilakukan dengan menyesuaikan apa yang menjadi tujuan atau mandat dari suatu organisasi dengan lingkungan dimana strategi itu akan diterapkan atau diimplementasikan. Penyesuaian dengan lingkungan yang ada disekitar tersebut sekaligus untuk mengetahui ancaman maupun peluang dari faktorfaktor lingkungan baik faktor internal maupun eksternal dari organisasi. Analisis SWOT adalah analisis yang dirasa cocok untuk menganalisis strategi perubanah, dengan melihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki organisasi. Menurut Freddy Rangkuti (1997:18) analisis SWOT adalah indentifikasi dari berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat juga meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Merujuk pada pendapat Freddy Rangkuti (1997:19) yang menyatakanbahwa proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang danancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.
Analisis SWOT menurut Pearce dan Robinson (2009: 201) terdiri dari empat faktor, yaitu: a. Strengths (kekuatan) Merupakan sumber daya atau kapabilitas yang dikendalikan oleh atau tersedia bagi suatu perusahaan yang membuat perusahaan lebih unggul dibandingkan pesaingnya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan yang dilayaninya. b. Weakness (kelemahan) Merupakan keterbatasan atau kekurangan dalam satu atau lebih sumberdaya atau kapabilitas suatu perusahaan terhadap pesaingnya, yang menjadi hambatan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan secara efektif. c. Opportunities (peluang) Merupakan situasi utama yang menguntungkan dalam lingkungan suatu perusahaan. d. Threats (ancaman) Merupakan situasi utama yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan.
Analisis SWOT pada organisasi dapat digunakan untuk memetakan keunggulan yang dimiliki dengan kelemahan yang ada dan untuk mengetahui apa yang menjadi peluang dan ancaman yang berasal dari lingkungan sekitar organisasi, baik dari lingkungan eksternal maupun internal organisasi maka dengan begitu akan lebih mudah untuk melakukan suatu perumusan suatu strategi yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Proses dalam pembuatan strategi dengan menggunakan analisis SWOT yaitu setelah dibuat pemetaan analisis SWOT organisasi, maka selanjutnya adalah dibuatlah tabel matriks dan ditentukan sebagai tabel informasi SWOT. Kemudian dilakukan pembandingan antara faktor internal yang meliputi Strength (Kekuatan) dan Weakness (Kelemahan) dengan faktor luar Opportunity (Peluang) dan Threat (Ancaman). Setelah itu baru bisa melakukan strategi alternatif untuk dilaksanakan.
Strategi yang dipilih merupakan strategi yang paling menguntungkan dengan resiko dan ancaman yang paling kecil. Selain pemilihan alternative analisis SWOT juga bisa digunakan untuk melakukan perbaikan dan improvisasi, dengan mengetahui kelebihan (Strength dan opportunity) dan kelemahan (weakness dan threat), maka perusahaan atau organisasi melakukan strategi untuk melakukan perbaikan diri. Salah satu strateginya adalah dengan meningkatkan kekuatan dan peluang dan mengurangi kekurangan serta ancaman yang ada. Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan adalah matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. IFAS EFAS
OPPORTUNITIE S (O) • Tentukan 510 faktor peluang eksternal TREATHS (T) • Tentukan 510 faktor ancaman eksternal
STRENGTHS (S) • Tentukan 5-10 faktor faktor kekuatan internal
STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI ST Ciptakan strategi yang Menggunakan kekuatanuntuk mengatasi ancaman
WEAKNESS (W) • 0,30 tentukan 510 kelemahan internal STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memenfaatkan peluang STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Gambar 2. Matriks SWOT (Freddy Rangkuti: 1997: 31) a. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. b. Strategi ST Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. c. Strategi WO Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. d. Strategi WT Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman
3. Implementasi Strategi Perubahan Dalam sebuah organisasi setelah mampu mengidentifikasikan faktorfaktor penyebab perubahan dan membuat perencanaan stratejik dalam menghadapi perubahan tentunya tahapan selanjutnya adalah menjalankan atau mengimplementasikan perencanaan stratejik yang ada dalam menghadapi perubahan. Dalam proses implementasi strategi perubahan semua stakeholder menjalankan strategi yang telah dibuat secara terstruktur agar strategi perubahan yang telah dirancang oleh sebuah organisasi dapat tepat sasaran. Pada tahapan ini menurut J.Winardi (2005:97) agen perubahan harus mampu mengidentifikasikan tingkatan dimaana mereka akan diarahkan, sehingga mereka mamapu memberikan target tingkatan agar mampu mengubah individu-individu, kelompok-keleompok dan atau seluruh organisasi. 4. Evaluasi dan Umpan balik Strategi Perubahan Suatu evaluasi dan umpan balik strategi perubahan sangatlah penting untuk dianalisis, hal ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian
capai visi dan misi atau tujuan dari sebuah organsisasi. Evaluasi merupakan tindakan akhir dari sebuah strategi, namun evaluasi adalah tahap awal dari strategi selanjutnya. Dengan menganalisis kesesuaian antara penyebab perubahan, strategi perubahan
dan implementasi perubahan , maka penulis menarik kesimpulan
bahwa dalam sebuah evaluasi dapat menyangkut hal-hal sebagai berikut: a. Tujuan dan sasaran perubahan, tujuan merupakan keinginan yang ingin dicapai dalam jangka waktu yang akan datang dan relatif panjang serta tidak terbatas waktu. Sedangkan sasaran lebih menekankan pada kegiatan untuk mencapai tujuan dalam jangka waktu yang relatif singkat dan dapat diukur atau dihitung. b. Lingkungan,
suatu
organisasi
pasti
berinteraksi
dengan
lingkungan
disekitarnya dan menjadikan organisasi tidak dapat tertutup dari lingkungan. Sehingga penyesuaian perlu dilakukan. c. Kemampuan internal, berupa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi untuk menghadapi lingkungannya. d. Kompetisi, dalam pembuatan strategi tentu tidak terlepas dari adanya kompetisi.
3. Konsep Pelayanan Publik Administrasi
adalah
kegiatan
pelayanan,
salah
satu
fungsinya
dalam
pembangunan adalah menyelenggarakan pelayanan publik. Sondan P Siagian mengatakan, teori klasik administrasi Negara mengajarkan bahwa pemerintah Negara pada hakikatnya menyelenggarakn dua jenis fungsi utama yaitu fungsi pengaturan
dan fungsi pelayanan. Fungsi pengaturan biasanya dikaitkan dengan hakikat Negara modern sebagai suatu Negara hukum (legal state), sedangkan fungsi pelayanan dikaitkan dengan hakikat Negara sebagai suatu Negara kesatuan (welfare state), baik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pelaksanaannya dipercayakan kepada aparatur pemerintah tertentu yang secara fungsional bertanggung jawab atas bidang tertentu kedua fungsi tersebut (Siagian 1992 : 128). Pelayanan merupakan suatu kinerja tidak berwujud dan dapat cepat hilang, lebih dapat dirasakan dari pada dimiliki, serta penguna layanan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam mengkonsumsi pelayanan tersebut. Istilah lain yang sama artinya dengan pelayanan yaitu pengabdian atau pengayoman dari seorang administrator diharapkan akan tercermin dari sifat-sifat memberikan pelayanan publik. Pengabdian kepada kepentingan umum dan memberikan pengayoman kepada masyarakat yang lemah dan kecil, administrator lebih mendahulukan kepentingan masyarakat ketimbang kepentingan sendiri. Mifta thoha menyebutkan pelayanan publik sebagai pelayanan sosial, meurutnya pelayanan sosial meruapakan suatu usaha yang dilakukan seseorang atau kelompok orang atau institusi tertentu untuk memberikan kemudahan dan bantuan pada masyarakat dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu (Thoha, 1991 : 176-177). Pelaksanaan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial warga Negara.
Siagian (1972, 45)
mengatakan bahwa salah satu fungsi pemerintah dalam pembangunan adalah sebagai innovator terutama dalam administrasi Negara itu sendiri, yang bererti bahwa
produktifitas aparat pemerintah sendiri meningkat dan pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan lebih cepat. Ratminto, (2000 : 6) mengartikan pelayanan publik sebagai penyedia barangbarang dan jasa-jasa publik yang pada hakekatnya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi pelaksanaannya dapat dilakukan oleh sektor swasta. Pelayanan publik dibedakan menjadi tiga macam : a. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh privat, yaitu semua penyedia barang dan jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta seperti, Rumah Sakit swasta, PTS, perusahaan angkutan milik swasta. b. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh publik dan bersifat primer, yaitu semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah
yang
didalamnya
pemerintah
merupakan
satu-satunya
penyelenggara dan konsumen mau tidak mau harus memanfaatkannya, misalnya pelayanan dikantor migrasi, pelayanan panjara dan perizinan. c. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh publik yang bersifat sekunder, yaitu segala bentuk penyediaan barang atau jasa publik yang diiselenggarakan oleh publik, tetapi yang didalamnya konsumen tidak harus menggunakannya karenaa adanya beberapa penyelenggaan pelayanan, misalnya program asuransi tenaga kerja, program pendidikan dan pelayanan yang diberika oleh BUMN. Mifta Thoha (1991 : 39) mengatakan pelayanan publik atau pelayanan sosial menjadi penting karena senantiasa berhubungan dengan khalayak masyarakat menyangkut kepentingan orang banyak oleh karena itu maka pelayanan sosial
menjadi sangat rentan apabila kurang sedikit saja pemberian pelayanan, maka akan dapat menyiggung komentar orang yang merasakan pelayanan sosial tersebut. Melihat pengertian dan tujuan dari pelayanan publik dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat lebih-lebih pada masa sekarang ini dengan bergulirnya reformasi telah membawa suatu perubahan di segala bidang seiring dengan pertumbuhan IPTEK, yang diikuti dengan tuntutan peningkatan kesejahteraan secara umum, telah mengikuti kesadaran manusia atas martabat dan makna kehidupan. Kesadaran ini kemudian telah menghadirkan berbagai tuntutan yang semakin tinggi lagi akan peran organisasi terutama pemerintah untuk mewujudkan kehidupam masa depan dengan lebih baik. Pelayanan publik mendapat tuntutan dari masyarakat seiring dengan semakin banyaknya kebutuhan di samping keinginan masyarakat untuk mendapatkan suatu pelayanan publik yang baik menjadi dambaan. Komunikasi adalah
suatu proses dimana
seseorang
atau
beberapa
orang,
kelompok, organisasi dan masyarakat menciptakan dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal. Pelayanan dibidang komunikasi merupaka salah satu pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebab dalam kehidupan sehari-hari komunikasi memegang peranan yang penting. Komunikasi
bertujuan untuk menyampaikan suatu pikiran atau pesan dari seseorang kepada yang lain. Komunikasi merupakan segala upaya untuk mempengaruhi orang lain, yaitu mekanisme yang menimbulkan dan mengembangkan hubungan manusia, dengan menggunakan lambang dan pikiran bersama melalui sarana-sarana dan alat-alat untuk menyiarkan lambang dalam ruang dan waktu. Media massa berfungsi sebagai alat yang memungkinkan komunikasi berlangsung jarak jauh. Media tersebut adalah alat-alat yang terdapat didalam proses komunikasi guna melipatgandakan tulisan (surat kabar) atau menerjemahkan pemandangan dan pendengaran ( TV dan film) atau pendengaran saja (radio). Saluran media masa adalah semua alat penyampaian pesan yang melibatkan mekanisme untuk mencapai sasaran yang luas dan tak dikenal. Radio merupakan sarana yang memungkinkan sumber informasi sampai ke audience yang banyak dan tersebar. Setiap program radio dibuat tentunya untuk memenuhi selera khalayak agar tujuan tercapai dengan baik secara efektif dan efisien maka diperlukan mekanisme penyelenggaraan siaran melalui mekanisme yang telah ditetapkan. Diharapkan proses siaran dapat bekerja secara optimal, mendukung dan mengarah pada tercapainya tujuan siaran tersebut. Mekanisme penyelengaraan penyiaran dapat dikatakan baik apabila semua sumber daya yang ada dapat bekerja secara optimal sehingga proses siaran dapat berjalan dengan lancar dan baik agar tujuan program siaran dapat tercapai. Tujuan diadakannya program siaran, adalah untuk memenuhi kebutuhan khalayak pendengar, jika mekanisme kerja dapat dilaksanakan dengan baik maka dapat diharapkan tujuan siaran dapat tercapai, dengan demikian dapat diharapkan pula perhatian dari khalayak terhadap penyiaran tersebut.
4. RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik Lembaga Penyiaran Publik adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Radio Republik Indonesia (RRI) adalah stasiun radio milik Negara Indonesia. Sebagai Lembaga Penyiaran Publik, RRI terdiri dari Dewan Pengawas dan Dewan Direksi. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 orang terdiri dari unsur publik, pemerintah dan RRI. Dewan Pengawas yang merupakan wujud representasi dan supervisi publik memilih Dewan Direksi yang berjumlah 5 orang yang bertugas melaksanakan kebijakan penyiaran dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan penyiaran. Status sebagai Lembaga
Penyiaran
Publik juga
ditegaskan
melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 11 dan 12 tahun 2005 yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 32/2002. Radio Republik Indonesia, secara resmi didirikan pada tanggal 11 September 1945, oleh para tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 6 kota. Rapat utusan 6 radio di rumah Adang Kadarusman, Jalan Menteng Dalam Jakarta, menghasilkan keputusan mendirikan Radio Republik Indonesia dengan memilih Dokter Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin umum RRI yang pertama. Rapat tersebut juga menghasilkan suatu deklarasi yang terkenal dengan sebutan Piagam 11 September 1945, yang berisi 3 butir komitmen tugas dan fungsi RRI yang kemudian dikenal dengan Tri Prasetya RRI. Butir Tri Prasetya yang ketiga merefleksikan komitmen RRI untuk bersikap netral tidak memihak kepada salah satu
aliran/keyakinan partai atau golongan. Hal ini memberikan dorongan serta semangat kepada penyiar RRI pada era Reformasi untuk menjadikan RRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang independen, netral dan mandiri serta senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Sebelum menjadi Lembaga Penyiaran Publik selama hampir 5 tahun sejak tahun 2000, RRI berstatus sebagai Perusahaan Jawatan(Perjan) yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tidak mencari untung. Dalam status Perusahaan Jawatan, RRI telah menjalankan prinsip-prinsip radio publik yang independen. Perusahaan Jawatan dapat
dikatakan
sebagai
Pemerintah menuju Lembaga Likuidasi Departemen
status
Penyiaran
transisi
dari Lembaga
Publik pada
Penerangan oleh
Pemerintah
masa
Penyiaran reformasi.
Presiden Abdurahman
Wahid dijadikan momentum dari sebuah proses perubahan Government Owned Radio ke
arah Public
Service
Broadcasting dengan
didasari Peraturan
Pemerintah Nomor 37 tahun 2000 yang ditandatangani Presiden RI tanggal 7 Juni 2000. Kedudukan Status Radio Republik Indonesia yang semula sebagai Perusahaan Jawatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2000 secara dinamis dengan
proses
yang
cukup
panjang
berganti
status
sejak
tahun
2005
berdasarkan Peraturan Pemerintahnomor 11 Tahun 2005 sebagai Lembaga Penyiaran Publik.
Dewasa ini RRI mempunyai 67 stasiun penyiaran dan stasiun penyiaran
khusus yang ditujukan ke Luar Negeri, "Suara Indonesia". Konsep penyiaran RRI yang sebelum menjadi Lembaga Penyiaran Publik lebih banyak prosentasenya pada produk tergolong “broadcasting”, namun sejak tahun 2005 menjadi lebih cenderung bervariatif karena RRI juga mampu membuat program siarannya dalam kategori
“narrow-casting”
seperti
program
siaran
pendidikan
untuk
memperkuat
pembentukan karakter bangsa (nation building) dan mendorong persatuan dan kesatuan bangsa. Lembaga penyiaran publik yang memiliki cakupan luas secara nasional dan berbentuk badan hukum yang dibuat oleh negara yang memiliki sifat independen, netral, tidak komersial dan berfungsi untuk memberikan layanan bagi kepentingan masyarakat, sehingga tolak ukur keberhasilannya dinilai dari kepuasan publik dan dibiayai oleh APBN ditingkat nasional dan APBD ditingkat lokal. Sebagai stasiun radio nasional milik negara RRI tentunya diharapkan mampu memberikan pendidikan politik yang lebih bagi rakyat dalam era demokrasi saat ini, karena wacana yang muncul dipublik akan semakin cepat dengan adanya komunikasi publik di radio. Hal ini merupakan medium yang paling ideal dalam kondisi kritis dengan fleksibilitasnya yang mampu mengudara dengan biaya relatif murah, komunikasi yang dialogis, imajinatif dan memiliki mobilitas yang cukup tinggi. RRI sebagai LPP harus melaksanakan prinsip-prisip LPP , antara lain : 1.
LPP adalah lembaga penyiaran semua warga Negara
2.
Siaranya harus merefleksikan keberagaman
3.
Siarannya harus berbeda dengan lembaga penyiaran lainnya
4.
LPP harus menegakan independensi dan netralitas
5.
Siarannya harus bervariasi dan berkualitas tinggi
6.
Menjadi Flag Carrier dari bangsa Indonesia
7.
Mencarminkan Indetitas bangsa
8.
Perekat dan pemersatu bangsa.
Selain prinsip-prinsip LPP, RRI juga memiliki tugas pokok sebagai LPP, Memberikan pelayanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran radio yang mengjangkau seluruh wilayah NKRI sesuai dengan Peraturan Pemerintah no.12 Tahun 2005. Tugas LPP RRI dalam melayani seluruh lapisan masyarakat di seluruh wilayah NKRI tidak bisa dilayani dengan satu programa saja, oleh karena itu RRI menyelenggarakan siaran dengan 4 programa: 1. Pro 1 Pusat siaran pemberdayaan masyarakat 2. Pro 2 Pusat siaran kreatifitas anak muda 3. Pro 3 Pusat siaran jaringan berita nasional dan kantor berita radio 4. Pro 4 Pusat siaran budaya dan pendidikan Sebagai sumber informasi terpercaya sesuai dengan prinsip lembaga penyiaran publik, dalam menyelenggaran siaran RRI berpedoman pada nilai-nilai standar penyiaran : 1. Siaran bersifat independet dan netral 2. Siaran harus memihak pada kebenaran 3. Siaran memberi pemahaman 4. Siaran mengurangi ketidakpastian 5. Siaran berpedoman pada pancasila, UUD 1945 dan kebenaran, serta peraturan yang lainnya. 6. Siaran harus memihak hanya kepada kepentingan NKRI 7. Siaran harus menjaga persatuan, kesatuan dan Kedaulatan NKRI
B. Penelitian Relevan 1. Penelitian Dra. Rosarita Niken Widiastuti tahun 2005 dalam Tesis yang berjudul “ Perubahan status Radio Republik Indonesia :: Dari Radio Pemerintah menjadi Lembaga Penyiaran Publik “. Dari penelitian tentang perubahan fungsi RRI menjadi lembaga Penyiaran Publik sesuai UU No. 32 tahun 2002, menunjukkan peningkatan kuantitas maupun kualitas siaran. Sedangkan dari aspek pendapatan RRI juga mengalami peningkatan, lebih lanjut diharapkan RRI dapat menjadi lembaga yang dinamis, kreatif dan sejahtera (wealth creating institution). Dengan adanya perubahan kelembagaan ini, RRI tidak lagi menjadi alat (corong) pemerintah melainkan mempunyai tugas melayani masyarakat, namun perubahan mindset sumber daya manusia di lingkungan RRI belum sepenuhnya dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Relevansi penelitian yang dilakukann oleh Dra. Rosarita Niken Widiastuti dengan peneliti adalah ingin mengetahui mengenai perubahan status RRI dari radio pemerintah yang beralih menjadi LPP. 2. Penelitian Ayu Fibri Winarti tahun 2009 dalam Skripsi yang berjudul “ Manajemen Penyiaran TVRI Daerah Pasca Transformasi Menjadi Televisi Publik “ Hasil dari penelitian ini dilihat dari manajemen penyiaran sebelum dan sesudah transformasi TVRI Stasiun DIY menjadi televisi publik, sebagian telah mengalami perubahan dan sebagian lagi belum mengalami perubahan. Perubahan tersebut antara lain, pada manajemen penyiarannya yang meliputi organizing dan actuating, sumber daya manusia serta program-program acara yang diproduksi. Sedangkan perubahan yang
belum terjadi pada manajemen penyiarannya, yaitu terdapat pada proses perencanaan siarannya dan pengawasannya. Selain itu, TVRI Stasiun DIY pun memiliki beberapa kendala manajerial. Relevansi penelitian yang dilakukan Ayu Fibri Winarti dengan peneliti adalah ingin mengetahui manajemen perubahan media publik dalam menghadapi transformasi dengan perubahan. 3. Penelitian Hermin Susanti tahun 2009 , dengan skripsi berjudul “ Implementasi UU No. 32 Tahun 2002 Pada TVRI (Studi Pada TVRI Stasiun Jawa Timur) “ Perubahan status TVRI dari Persero menjadi TV publik sebagaimana amanah Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Secara efektif baru diimplementasikan pada tahun 2006 tepatnya pada tanggal 24 Agustus. Dengan demikian jajaran direksi dan karyawan TVRI memiliki waktu kurang 3 tahun untuk menghadapi perubahan status dan pengelolaan TVRI dari Persero Menjadi TV Publik. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan : (1). Manajemen berupaya menjaga eksistensi TVRI dengan segala keterbatasannya terutama masalah dana serta lemahnya daya saing TVRI dengan televisi swasta dalam penyajian program dan kualitas tayangan. TVRI belum mampu secara optimal mengimplementasikan UU No. 32 tahun 2002 menjadi lembaga penyiaran publik karena kompleksitas permasalahan baik internal maupun eksternal yang harus diselesaikan. Relevansi penelitian yang dilakukan Hermin Susanti dengan peneliti adalah ingin mengetahui implementasi UU No. 32 tahun 2002 tentang LPP di media publik. C. Kerangka Pemikiran Perubahan adalah proses yang tidak akan pernah berhenti, begitu pula dengan Radio Republik Indonesia, RRI mengalami perubahan status kelembagaan, peralihan dari
Perusahaan Jawatan menjadi Lembaga Penyiaran Publik. Perubahan tentunya memerlukan penyesuaian, dimana penyesuaian itu dapat diatasi dengan Management of Change. penelitian ini terdapat arah kerangka berpikir yang akan menjadi arah penelitian, yaitu bebagai berikut :
RRI Sebelum Menjadi LPP
RRI Sebagai LPP Identifikasi Perubahan
Managemen of Change
Strategi Menghadapi Perubahan
Implementasi Perubahan
Evaluasi Perubahan
Hasil Perubahan
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian
Dalam peneilitan ini memiliki kerangka berpikir yang tertuang dalam suatu skema berpikir yang terbagi dalam beberapa tahapan. Pada tahapan pertama dapat ditarik sedikit kebelakang mengenai RRI sebelum menjadi Lembaga penyiaran publik, dengan seperti itu selanjutnya dapat diidentifikasi mengenai perubahan RRI, kenapa RRI harus berubah dan apa maksud dan tujuan RRI berubah menjadi LPP. Menurut J. Winardi (2005:2), perubahan dalam organisasi adalah sesuatu yang diinginkan oleh organisasi yang menginginkan perbaikan dari kondisi yang ada pada saat ini menjadi kondisi yang lebih baik dimasa yang akan datang. RRI sebagai organisasi dalam melakukan perubahan tentunya menginginkan sebuah pertumbuhan yang nyata bagi mereka dimasa mendatang. Untuk itu bentuk perubahan yang dilakukan adalah dengan melakukan perubahan stratejik yang menurut J.Winardi (2005:92) melalui cakupan postur pertumbuhan, pendekatan berbalik arah, penarikan diri dan stabilisasi. Sehingga dibutuhkan perencanaan strategis dalam jangka panjang yang memiliki target yang jelas sehingga perubahan yang dilakukan akan tepat sasaran, dalam penelitian ini strategi akan dianalisis menggunakan analisa SWOT yang merupakan cakupan dari faktor-faktor kekuatan, kelemahan, tantangan dan peluang yang dimiliki oleh organisasi. Dalam menjalankan strategi perubahan yang ada tentunya organisasi akan membuat Key Performance Indicator yang menjadi tolak ukur apakah strategi perubahan sudah dijalankan sebagaimana mestinya agar dapat mencapai hasil perubahan sesuai yang dinginkan oleh manajemen RRI. Setelah mendapatkan gambaran yang jelas mengenai strategi yang akan dipakai RRI dalam
menyesuaikan
diri
dengan
perubahan,
maka
saatnya
RRI
mengimplementasikan apa yang menjadi rencana mereka, dan tahapan terakhir adalah tahapan evaluasi, dari tahap evaluasi ini akan terlihat sejauh mana RRI berhasil menyesuaikan diri dengan perubahan dan apasaja yang perlu untuk diperbaiki dimasa mendatang dengan membuat strategi yang baru lagi.
D. Pertanyaan penelitian Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini meliputi : 1. Mengapa perlu adanya perubahan status dalam Radio Republik Indonesia? 2. Apakah perubahan tersebut benar-benar dilaksanakan? 3. Apakah kelemahan Radio Republik Indonesia ketika hanya untuk kepentingan pemerintah sehingga perlu diubah? Dan apa kelebihan RRI ketika menjadi lebih Go Public? 4. Strategi apa sajakan yang digunakan dalam menghadapi perubahan tersebut? 5. Apa sajakah yang akan dilaksanakan organisasi ketika merespon perubahan? 6. Perubahan apa sajakah yang telah dilakukan organisasi dalam menyesuikan diri dengan perubahan tersebut? 7. Seberapa jauh hasil yang telah dicapai RRI setelah berubah menjadi Lembaga Penyiaran Publik?