12
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Berpikir Berpikir merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh manusia sejak mulai mengenal lingkungan sekitarnya, kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sangat bergantung kepada kemampuan berpikirnya, sejalan dengan yang disampaikan Purwanto (1998) yang menyebutkan bahwa berpikir merupakan daya saing yang paling utama. Berpikir merupakan suatu proses yang mempengaruhi penafsiran terhadap ransangan-ransangan yang melibatkan proses sensasi, persepsi, dan memori (Sobur, 2003). Berpikir memuat juga kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, menghitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan,
menggolongkan,
memilah-milah
atau
membedakan,
menghubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinan yang ada, menganalisis, sintesis, menalar atau menarik kesimpulan dari premis yang ada, menimbang, serta memutuskan (Sobur, 2003). DePorter dan Hernacki (1999, 296) membedakan cara berpikir manusia menjadi beberapa bagian, yaitu: berpikir vertikal, lateral, berpikir kritis, berpikir analitis, berpikir strategis, berpikir tentang hasil, dan kreatif. Sementara, Presseisen (Liliasari, 1996) membedakan kemampuan berpikir menjadi dua bagian yaitu kemampuan berpikir dasar dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional dan esensial, meliputi menentukan hubungan sebab akibat, melakukan transformasi, menemukan hubungan, memberikan kualifikasi, dan membuat klasifikasi. Sedangkan yang termasuk ke dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
13
kemampuan pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir kreatif (creative thinking), dan berpikir kritis (critical thinking). Berdasarkan pengertian-pengertian berpikir di atas maka dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah kegiatan yang melibatkan akal, dan panca indera untuk mengolah informasi dan membuat keputusan.
B. Berpikir Kritis Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran terutama dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah berpikir kritis. Pengertian berpikir kritis diungkapkan oleh Norris (Fowler, 1996) bahwa berpikir kritis adalah proses pengambilan keputusan secara rasional atas apa yang diyakini dan dikerjakan. Sedangkan Swartz dan Perkins (Hassoubah, 2004) mengemukakan bahwa berpikir kritis itu meliputi empat hal berikut: 1. Bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan yang logis. 2. Memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dalam membuat keputusan. 3. Menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar tersebut. 4. Mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian. Berpikir kritis sangat diperlukan oleh setiap orang terutama untuk menyikapi permasalahan yang timbul dalam realita kehidupan sehari-hari yang semakin
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
14
kompleks dan tidak bisa dihindari. Mengingat begitu pentingnya memiliki kemampuan
berpikir
kritis,
maka
sudah
selayaknya
kita
berusaha
mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dalam rangka mengembangkan kemampuan tersebut
Ennis (2000) mendefinisikan bahwa berpikir kritis adalah
berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Beralasan berarti memiliki keyakinan dan pandangan yang didukung oleh bukti yang tepat, aktual, cukup, serta relevan. Reflektif artinya mempertimbangkan secara aktif, tekun, dan berhati-hati atas segala alternatif sebelum mengambil sebuah keputusan. Selanjutnya Ennis (Hassoubah, 2004) juga mengungkapkan terdapat 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang dikelompokkan menjadi lima kelompok berpikir, yaitu: 1. Memberikan penjelasan sederhana meliputi: (1) memfokuskan pertanyaan, (2) menganalisis argument, (3) bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan. 2. Membangun keterampilan dasar yang meliputi: (1) mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber, (2) mengobservasi atau mempertimbangkan hasil observasi. 3. Menyimpulkan yang meliputi: (1) membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, (2) membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi, (3) membuat keputusan dan mempertimbangkan hasilnya. 4. Memberikan penjelasan lebih lanjut, meliputi: (1) mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, (2) mengidentifikasi asumsi.
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
15
5. Mengatur strategi dan taktik, yang meliputi: (1) memutuskan suatu tindakan, (2) berinteraksi dengan orang lain. Penjelasan mengenai kelima indikator kemampuan berpikir kritis tersebut selengkapnya disajikan dalam tabel berikut ini (Syukur, 2004). Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Ennis (Syukur, 2004) Keterampilan berpikir kritis Elementary Clarification (memberikan penjelasan sederhana)
Sub keterampilan berpikir kritis 1. Memfokuskan pertanyaan
2. Menganalisis argumen
Penjelasan a. Mengidentifikasi/mer umuskan pertanyaan b. Mengidenifikasi kriteria-kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin c. Memelihara kondisi dalam keadaan berpikir a. Mengidentifikasi kesimpulan b. Mengidentifikasi alasan (sebab) yang tidak dinyatakan (implisit) c. Mengidentifikasi alasan (sebab) yang dinyatakan (eksplisit) d. Mengidentifikasi ketidakrelevanan dan kerelevanan e. Mencari persamaan dan perbedaan f. Mencari struktur dari suatu argumen g. Membuat ringkasan
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
16
Keterampilan berpikir kritis
Basic Support (membangun keterampilan dasar)
Sub keterampilan berpikir kritis 3. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan
4. Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber
5. Mengobservasi dan mempertmbangkan hasil observasi
Penjelasan a. Mengapa demikian b. Apa intinya, dan apa artinya c. Yang mana contoh dan mana yang bukan contoh d. Bagaimana menerapkannya dalam kasus tersebut e. Perbedaan apa yang menyebabkannya f. Akankah anda menyatakan lebih dari itu a. Ahli b. Tidak adanya conflict interest c. Kesepakatan antar sumber d. Reputasi e. Menggunakan prosedur yang ada f. Mengetahui resiko g. Kemampuan memberikan alasan h. Kebiasaan hati-hati a. Ikut terlibat dalam menyimpulkan b. Dilaporkan oleh pengamat sendiri c. Mencatat hal-hal yang diinginkan d. Penguatan e. Kondisi akses yang baik f. Penggunaan teknologi yang
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
17
Keterampilan berpikir kritis
Sub keterampilan berpikir kritis
Penjelasan
g.
Inference (menyimpulkan)
Advance Clarification (memberikan penjelasan lebih lanjut)
6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi 7. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi 8. Membuat keputusan dan mempertimbangkan hasilnya
9. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi
10. Mengidentifikasi asumsi
Strategy and Tactics (mengatur strategi dan taktik)
11. Memutuskan suatu tindakan
a. b. c. a. b.
kompeten Kepuasan observer atas kredibilitas sumber Kelompok logis Kondisi yang logis Interpretasi pernyataan Membuat generalisasi Membuat kesimpulan dan hipotesis
a. Latar belakang fakta b. Konsekuensi c. Penerapan prinsipprinsip d. Memikirkan alternatif e. Menyeimbangkan, memutuskan a. Bentuk: sinonim, klarifikasi, rentang ekspresi yang sama b. Strategi definisi (tindakan mengidentifikasi persamaaan) c. Isi (content) a. Penalaran secara implisit b. Asumsi yang diperlukan, rekonstruksi argumen a. Mengidentifikasi masalah b. Menyeleksi kriteria untuk membuat solusi c. Merumuskan
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
18
Keterampilan berpikir kritis
Sub keterampilan berpikir kritis
Penjelasan alternatif yang memungkinkan d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan secara tentatif e. Melakukan review f. Memonitor implementasi
12. Berinteraksi dengan orang lain
Glazer mengatakan bahwa berpikir kritis dalam matematika secara epistimologi berbeda dengan berpikir kritis dalam domain lainnya (Maulana, 2006), sehingga perlu pembahasan untuk menarik hubungan antara penelitian dan implikasinya dalam pendidikan matematika. Menurut Pascarella dan Terenzini (Mayadiana, 2005) berpikir kritis dalam matematika adalah kemampuan individu untuk menginterpretasikan, mengevaluasi, dan menyusun penilaian tentang ketercukupan argumen, data, dan kesimpulan. Sedangkan Resnick (Mayadiana, 2005) menghubungkannya dengan kemampuan yang di dalamnya menyertakan alternatif dan penyederhanaan strategi untuk menyelesaikan masalah non-rutin. Glazer (Maulana, 2006) mendefinisikan berpikir kritis dalam matematika sebagai kemampuan matematik untuk menyertakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematik, dan strategi kognitif untuk menggeneralisasi, membuktikan atau mengevaluasi situasi matematik yang familiar secara reflektif. Sehingga jika dijabarkan, maka kondisi untuk berpikir kritis harus memuat hal-hal berikut.
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
19
1. Permasalahan yang sifatnya non-rutin, atau dengan kata lain individu tidak dapat
secara
langsung
mengetahui
solusi
yang
digunakan
untuk
menyelesaikan suatu persoalan. 2. Menggunakan pengetahuan awal, penalaran matematik, dan strategi dalam menyelesaikan suatu persoalan. 3. Melakukan kegiatan generalisasi, pembuktian dan evaluasi. 4. Mengkomunikasikan solusi, dan mencari alternatif solusi untuk menjelaskan suatu konsep atau menyelesaikan suatu persoalan. Berdasarkan
indikator-indikator
keterampilan
berpikir
kritis
beberapa
diantaranya yang berhubungan dengan pembelajaran matematika, maka indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (1) Focus, memfokuskan pertanyaan, mengidentifikasi, merumuskan dan mempertimbangkan jawaban yang mungkin, (2) Reason, mampu memberikan alasan pada jawaban yang diberikan, (3) Inference, membuat kesimpulan, (4) Situation, mampu menjawab soal sesuai konteks, menerjemahkan situasi ke dalam bahasa matematika, (5) Clarify, mampu membuat klasifikasi atau membedakan konsep dengan jelas tanpa menimbulkan ambiguitas, (6) Overview, melakukan tinjauan kembali atas jawaban, keputusan atau kesimpulan yang telah ditetapkan sebelumnya. (Ennis dalam Tresnawati, 2006: 17).
C. Model Quantum Learning Model atau metode pembelajaran adalah cara atau gaya yang digunakan baik oleh guru dalam mengajar maupun oleh siswa dalam belajar. Quantum Learning
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
20
adalah
salah
satu
model
pembelajaran
yang
memandang
pelaksanaan
pembelajaran seperti permainan musik orchestra simfoni, model ini adalah model baru yang memudahkan proses belajar, memadukan unsur seni dan pencapaian yang terarah, untuk segala mata pelajaran. Menurut DePorter, Quantum Learning adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya, dan menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar (DePorter, 1999). Pembelajaran Quantum Learning pertama kali dikenalkan pada program perkemahan yang dikenal sebagai SuperCamp. Ada tiga keterampilan dasar yang diajarkan pada program SuperCamp tersebut yaitu keterampilan akademis, prestasi fisik, dan keterampilan hidup. Metode belajar yang digunakan menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP (Neuro Linguistik Programming) serta teori dan strategi belajar yang lain, misalnya teori belajar otak kanan/kiri, gaya belajar berdasarkan modalitas VAK (visual, auditori, kinestetik). Pelaksanaan pembelajaran Quantum Learning memandang penciptaan lingkungan belajar yang kondusif sangat berperan dalam mendukung proses belajar agar berlangsung menarik, menyenangkan, efektif, dan menjadi mudah dipahami oleh siswa. Menurut DePorter (1999: 8) pada dasarnya manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk melampaui kemampuan yang diperkirakan, karena manusia memiliki potensi yang belum tergali dan terasah, untuk dapat menggali potensi secara optimal maka dibutuhkan lingkungan belajar yang mendukung proses belajar sehingga dapat meransang siswa aktif menggali potensi yang dimilikinya. Penciptaan ruang atau lingkungan belajar yang menyenangkan, kondusif, dan
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
21
membangun sugesti dapat dilakukan dengan melakukan beberapa cara, misalnya dengan memutar musik klasik di dalam kelas, memasang poster afirmatif, mengatur tempat duduk siswa secara nyaman, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk turut berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Demikian pula hal nya yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SuperCamp, hasilnya ternyata sangat memuaskan menurut DePorter (1999: 4) dengan menerapkan model Quantum Learning dalam kegiatan pembelajaran di SuperCamp telah berhasil meningkatkan motivasi 68%, meningkatkan nilai hasil belajar sebesar 73%, meningkatkan rasa percaya diri sebesar 81%, meningkatkan harga diri 84%, dan meningkatkan keterampilan siswanya sebesar 98%. Sedangkan menurut Sudrajat (2008:1) Quantum Learning adalah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Pada prinsipnya model Quantum Learning menuntut guru untuk dapat menciptakan suasana yang kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. DePorter memandang Quantum Learning sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energi, yang dianalogikan dengan meminjam teori relativitas Albert Eintsein: E = mc2 Keterangan: E = energi (antusiasme, efektifitas belajar-mengajar, semangat). m = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik). c = interaksi (hubungan yang tercipta dalam kelas).
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
22
Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa interaksi proses pembelajaran yang tercipta sangat berpengaruh besar terhadap efektifitas dan antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, dengan menciptakan interaksi yang positif dalam kegiatan pembelajaran, maka akan membantu meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih optimal.
D. Prinsip Dasar dan Langkah Pembelajaran Model Quantum Learning Quantum Learning memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan sebagai berikut: 1. Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. Belajar tidak hanya menggunakan otak (sadar, rasional, memakai otak kiri, dan verbal) tetapi juga melibatkan seluruh tubuh, pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya. 2. Belajar adalah berkreasi bukan mengonsumsi. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap untuk pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan pembelajar. Pembelajaran terjadi ketika terjadi proses masuknya pengetahuan baru pada seseorang, atau dapat dikatakan menciptakan makna baru dalam dirinya. 3. Kerja sama dapat membantu proses belajar. Semua usaha belajar yang baik mempunyai landasan sosial. Kita biasanya belajar lebih banyak dengan berinterksi dengan orang lain. Persaingan diantara siswa memperlambat pembelajaran. Sedangkan kerjasama antara mereka akan mempercepat pembelajaran, semua komunitas belajar akan cenderung lebih baik hasilnya daripada beberapa individu yang belajar sendiri-sendiri.
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
23
4. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan. Belajar bukan hanya sekedar menyerap satu hal kecil pada satu waktu, melainkan menyerap banyak hal sekaligus pada waktu yang bersamaan. Pembelajaran yang baik melibatkan orang pada banyak tingkatan secara simultan dan memanfaatkannya. 5. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan sendiri, belajar yang paling baik adalah belajar dalam konteks. 6. Emosi positif dapat sangat membantu proses pembelajaran, perasaan menenukan kualitas dan kuantitaf. 7. Otak menyerap informasi secara langsung dan otomatis, sistem saraf manusia lebih sensistif terhadap rangsang ke mata dibandingkan ke telinga. Kemudian prinsip-prinsip dasar tersebut dapat dirangkum menjadi 5 prinsip dasar yang dapat mempengaruhi pelaksanaan kegiatan pembelajaran, yaitu: a. Everything speaks, maksudnya belajar dengan melibatkan seluruh bagian dari diri, tidak hanya menggunakan otak tetapi juga panca indera dan emosi. b. Everything is on purpose, segala sesuatu yang dilakukan dalam proses pembelajaran selalu dilakukan dengan berdasarkan mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. c. Experience before label, memberikan keleluasaan bagi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dengan menyerap pengetahuan baru dan menggabungkan atau menghubungkannya dengan pengetahuan yang dimilki siswa sebelumnya. Karena kegiatan belajar akan menjadi
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
24
lebih baik jika siswa mendapatkan pengalamannya sendiri, sehingga dalam pembelajaran ini siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuannya meliputi pemahaman konsep, meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kritis dan kreatif, sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna. d. Acknowledge every effort, memberikan motivasi dan penghargaan atas segala usaha yang dilakukan siswa dalam belajar, serta memberi penguatan mengenai pengetahuan yang diperoleh siswa. e. If it's worth learning, it's worth celebrating, hargai siswa atas usahanya dalam belajar dengan memberikan reward bisa dalam bentuk hadiah ataupun nilai tambahan. Hal ini bertujuan agar tercipta suasana kondusif dan menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran, serta siswa nantinya akan terpacu untuk lebih baik lagi dalam memahami materi yang diajarkan. Jika kelima prinsip dasar Quantum Learning itu dijabarkan dalam langkah kegiatan pembelajaran, maka menurut Bakir (2011) desain pembelajaran berupa langkah-langkah kegiatan pembelajaran Quantum Learning dapat dibagi menjadi 6 langkah pembelajaran.
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
25
Tabel 2.2 Langkah Belajar Model Quantum Learning Langkah pembelajaran Quantum Learning 1. Grow
2. Natural
3. Call
4. Demonstrate
5. Repeat
6. Celebrate
Hasil pembelajaran yang diharapkan Diharapkan siswa mampu mengetahui dan mengeksplorasi tujuan dari pembelajaran, sehingga siswa merasakan pentingnya materi yang akan disampaikan. Aspek yang memberikan pengalaman belajar kepada siswa, Guru mendorong siswa untuk mempelajari pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang terlebih dahulu telah dimiliki siswa. Penamaan atau pelabelan terhadap pengetahuan baru yang didapatkan oleh siswa, diharapkan siswa mampu mengidentifikasi informasi yang baru. Diharapkan pada proses ini siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperolehnya dalam menghadapi persoalan dengan berbagai kondisi. Pengulangan atau proses penguatan kembali materi pembelajaran yang diperoleh siswa oleh guru, diharapkan siswa telah benar-benar yakin bahwa dirinya telah menguasai dan memahami konsep yang sebelumnya dipelajari. Penutup berupa penghargaan atas upaya belajar siswa, bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa dan membangun emosi positif.
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
26
E. Penataan Lingkungan Belajar pada Quantum Learning Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif nyaman, dan menyenangkan yang dapat mendukung interaksi dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan melakukan penataan pada lingkungan belajar. Penataan lingkungan belajar yang nyaman dalam pembelajaran Quantum Learning dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut. 1. Membangun
emosi
positif,
menurut
Frederickson
(Hernowo
dalam
Purnamasari, 2009) terdapat empat keadaan yang dapat menciptakan emosi positif yaitu joy (keceriaan), interest (ketertarikan), contentment (kepuasan), dan love (cinta kasih). 2. Memutar musik di dalam kelas ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Memutar musik adalah cara efektif untuk menyibukkan otak kanan dengan aktivitas-aktivitas otak kiri (DePorter, 1999: 72). Sebuah studi di University of Berlin menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa musik dapat membuat siswa mudah dikondisikan sehingga suasana kelas menjadi lebih kondusif untuk belajar. 3. Memasang poster-poster afirmatif pada dinding kelas, kalimat-kalimat positif yang terdapat dalam poster akan memberikan ransangan visual yang mengingatkan siswa bahwa dirinya memilki potensi yang istimewa dan harus digali dan dikembangkan. 4. Memberikan penghargaan, menurut Priyatmono (Purnamasari, 2009: 22) secara psikologis siswa akan merasa termotivasi untuk mempelajari sesuatu termasuk pelajaran jika guru pandai mengatur penghargaan sekalipun
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
27
pelajaran yang ditakuti seperti matematika. Bentuk pemberian penghargaan akan membuat siswa bangga, percaya diri, bahagia, dan membangkitkan rasa optimisnya.
F. Gaya Belajar VAK (Visual Auditori Kinestetik) Model Quantum Learning sangat memperhatikan gaya belajar yang digunakan siswa dalam menerima dan mengolah informasi. Quantum Learning sangat memperhatikan kemampuan siswa bagaimana cara siswa menyerap informasi dengan lebih mudah atau lebih dikenal dengan modalitas belajar siswa, salah satu model gaya belajar yang digunakan dalam pembelajaran Quantum Learning adalah gaya belajar VAK (Visual Auditori Kinestetik) yang menggunakan tiga modalitas belajar, yatu modalitas visual (belajar dengan melihat), modalitas auditori (belajar dengan mendengar), dan modalitas kinestetik (belajar dengan bergerak, mencoba). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Vernon Magnesen (DePorter, 1999: 57) menyebutkan bahwa manusia belajar dengan 10% dari apa yang dibaca, 20% dari yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 79% dari apa yang dikatakan, dan 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa masingmasing individu belajar dengan menggunakan modalitas dan tentunya gaya yang berbeda-beda.
Sehingga langkah pertama yang harus dilakukan agar proses
pembelajaran berlangsung dengan lebih efektif adalah dengan mengenali modalitas yang digunakan siswa dalam menyerap dan mengolah informasi. Walaupun pada dasarnya tiap individu menggunakan seluruh indera yang
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
28
dimilikinya dalam menyerap informasi, Bandler dan Grinder (Deporter, 1999: 112) mengungkapkan bahwa setiap individu memiliki modalitas yang lebih dominan dari modalitas lain dalam penggunaannya menyerap informasi, meskipun kebanyakan dari mereka memiliki ketiga modalitas VAK tersebut. Meskipun individu tersebut memiliki modalitas belajar yang dominan yang lebih sering digunakan dan menyerap dan mengolah informasi, bukan berarti yang dua lainnya tidak baik digunakan karena semakin banyak modalitas belajar yang dilibatkan dalam belajar secara bersamaan, maka kegiatan belajar akan semakin hidup, melekat, dan lebih bermakna sehingga akan mempercepat siswa dalam mengolah informasi baru yang didapatkannya dari hasil belajar. Masing-masing modalitas memiliki ciri atau perbedaan yang mendasar satu sama lain. Berikut ini adalah penjelasan mengenai ciri dan perbedaan masingmasing modalitas: 1. Visual Siswa dengan modalitas visual yang lebih dominan akan menggunakan citra visual atau apa yang dilihatnya untuk menyerap informasi. Modalitas visual dibedakan menjadi dua berdasarkan cara menyerap informasi, yaitu visuallinguistik yang menyukai belajar melalui penulisan bahasa seperti membaca dan menulis, individu dengan modalitas ini akan lebih mudah menyerap informasi dengan cara membaca dan menulis. Selanjutnya adalah visual-spasial yaitu mereka yang lebih menyukai bagan alur, video visual, atau diagram daripada tulisan untuk mempermudahnya menyerap informasi. Berikut ini adalah ciri-ciri siswa yang menggunakan modalitas visual:
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
29
a. Teratur, selalu memperhatikan segala sesuatu, dan menjaga penampilan. b. Mengingat dengan menggunakan gambar, lebih suka membaca daripada dibacakan. c. Membutuhkan gambaran dan tujuan menyeluruh dan selalu menangkap detail. d. Selalu memperhatikan gerak bibir guru ketika menjelaskan. e. Akan memperhatikan pekerjaan teman yang lain sebelum mengambil tindakan. f. Kurang aktif berbicara dalam kelompok, dan kurang menyukai jika diminta untuk mendengarkan orang lain berbicara g. Kurang baik dalam mengingat informasi yang diberikan secara lisan. h. Lebih menyukai melihat peragaan daripada mendengarkan penjelasan secara lisan, dan dapat duduk tenang di tengah situasi yang ramai tanpa merasa terganggu. 2. Auditorial Siswa dengan modalitas auditori yang dominan, akan lebih mudah menyerap
informasi
melalui
media
bunyi
yang
berhubungan
dengan
pendengarannya. Ciri-ciri siswa dengan modalitas auditori adalah: a. Perhatiannya mudah terpecah, terlebih jika suasana di sekitarnya ramai. b. Berbicara dengan pola yang berirama. c. Belajar dengan cara mendengarkan dan menggerakkan bibir atau berbicara. d. Mampu mengingat dengan baik informasi yang disampaikan secara lisan, aktif dalam diskusi.
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
30
e. Kurang menyukai tugas membaca, dan pada umumnya bukanlah pembaca yang baik. f. Kurang baik dalam mengingat dan menyimpulkan sesuatu yang baru dibacanya. 3. Kinestetik Siswa dengan modalitas kinestetik yang lebih dominan menyerap informasi dengan melakukan kegiatan secara fisik. Berikut ciri-ciri siswa dengan modalitas kinestetik: a. Menyentuh orang, berdiri berdekatan, dan banyak bergerak. b. Belajar dengan melakukan kegiatan fisik, atau dengan mencoba sesuatu. c. Mengingat sambil berjalan dan melihat. d. Sulit untuk berdiam diri, cenderung menggunakan gerakan tubuh untuk mengungkapkan atau mengekspresikan sesuatu. e. Memiliki koordinasi tubuh yang baik. f. Senang menggunakan objek yang nyata sebagai alat bantu dalam belajar. g. Kurang baik dalam mempelajari hal yang sifatnya abstrak. Karena tiap siswa memiliki gaya belajar dan modalitas yang berbeda, maka proses pembelajaran yang berlangsung haruslah memperhatikan modalitas yang dimiliki tiap siswa. Hal-hal berikut dapat dilakukan guru untuk menciptakan proses pembelajaran yang memperhatikan gaya belajar siswa berdasarkan modalitas dominan yang dimilikinya.
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
31
Tabel 2.3 Penerapan Gaya Mengajar Sesuai Modalitas Siswa DePorter (1999, 85)
a.
b.
c.
d. e.
Visual Gunakan kertas tulis dengan tulisan berwarna, grafik, bagan alir, dan gambar visual lainnya. Dorong siswa untuk menggambarkan informasi yang diperolehnya dengan menggunakan diagram, atau peta pikiran. Sediakan ruang kosong pada lembar kerja untuk mencatat. Tekankan setiap kata kunsi konsep. Gunakan bahasa sismbol dalam presentasi yang dapat mewakili konsep kunci.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Auditorial Gunakan variasi vokal dalam memberikan penjelasan materi secara singkat. Lakukan pengulangan dan minta siswa untuk menyebutkan kembali kata konsep tentang materi yang tengah dipelajari. Setelah tiap segmen pelajaran minta siswa untuk menjelaskannya kembali dengan menggunakan bahasanya sendiri. Lakukan aktifitas auditorial seperti diskusi kelompok. Biarkan setiap siswa mengungkapkan pertanyaan, tanggapan atau ide lainnya mengenai materi pelajran yang sedang berlangsung. Bangun dialog antar siswa-guru dan siswa-siswa
a.
b. c.
d.
e.
f.
g.
Kinestetik Gunakan media atau alat bantu dalam kegiatan pembelajaran agar memancing rasa ingin tahu siswa. Ciptakan stimulasi konsep. Peragakan konsep sambil member kesempatan pada siswa untuk mempelajarinya. Biarkan siswa bergerak aktif di dalam kelas. Gunakan warna yang mencolok dalam menuliskan kata kunci konsep pada lembar kerja. Berikan selingan pembelajaran berupa olahraga otak. Tuntun siswa untuk melakukan tugas yang menantang dan cukup berat.
Jadi, dengan memperhatikan modalitas belajar yang dimiliki siswa, guru diharapkan dapat memaksimalkan modalitas belajar tersebut sehingga dapat
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
32
membuat kegiatan belajar berlangsung lebih efektif, dengan menggunakan kombinasi modalitas dalam belajar akan mempermudah siswa menyerap, dan mengolah informasi yang diperoleh selama mengikuti proses pembelajaran sehingga diharapkan hasil belajar yang diperoleh pun menjadi lebih baik dan lebih bermakna.
G. Hasil Penelitian yang Relevan 1. Khairuddin (2011) melakukan penelitian yang hasilnya menyimpulkan bahwa dengan menggunakan model Quantum Learning efektif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. 2. Nurira (2007) menerapkan model Quantum Learning pada pembelajaran matematika di SMA pada materi peluang, dan hasilnya disimpulkan bahwa dengan menggunakan model ini kemampuan berpikir kreatif siswa lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
H. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, dan hasil-hasil penelitian yang relevan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan model Quantum Learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional.”
Ela Astriani arohman, 2012 Penerapan Model Quantum Learning Untuk Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu