BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penyelesaian Masalah Menyelesaikan masalah merupakan proses mental yang tinggi dan kompleks yaitu melibatkan visualisasi, imajinasi, abstraksi dan asosiasi informasi yang diberikan. Karena itu, penyelesaian masalah melalui proses belajar mengajar hitung-hitungan
dapat
membantu
mahasiswa
dalam
meningkatkan
dan
mengembangkan kemampuannya pada aspek penerapan, analisis, sintetis, dan evaluasi. Gulo (2002:111) menyatakan bahwa strategi pembelajaran penyelesaian masalah adalah bagian dari strategi belajar inkuiri. Strategi belajar mengajar penyelesaian masalah memberi tekanan pada terselesaikannya suatu masalah secara menalar. Pentingnya strategi belajar-mengajar ini oleh karena belajar pada prinsipnya adalah suatu proses interaksi antara manusia dan lingkungannya. Proses ini dapat juga disebut sebagai proses internalisasi oleh karena didalam interaksi tersebut manusia aktif memahami dan menghayati makna dari lingkungannya. Proses ini berangsung secara bertahap, mulai dari menerima stimulus dari lingkungan, sampai pada memberi respons yang tepat terhadapnya. Menurut Gulo (2002:113) ada beberapa cara yang dapat dilakukan unuk menyelesaikan masalah yaitu antara lain: a. Penyelesaian masalah berdasarkan pengalaman masa lampau. Biasanya cara ini digunakan pada masalah-masalah yang muncul secara berkala yang hanya berbeda dalam bentuk penampilannya. Apabila cara-cara yang melembaga, maka cara penyelesaian masalah ini disebut cara tradisional. Dalam hal ini penyesaian masalah menjadi kurang (tidak) rasional. b. Penyelesaian masalah secara intuitif. Masalah diselesaikan tidak berdasarkan akal, tetapi berdasarkan intuisi atau firasat. c. Penyesaian masalah dengan cara trial & error. Penyelesaian masalah dilakukan dengan coba-coba sehingga akhirnya ditemukan penyelesaian yang tepat. Percobaan yang dilakukan tidak berdasarkan hopotesis, tetapi secara acak.
d. Penyelesaian masalah secara otoritas. Penyelesaian masalah dilakukan berdasarkan kewenangan seseorang. e. Penyelesaian masalah secara metafisik. Masalah-masalah yang dihadapi dalam dunia empirik diselesaiakan dengan konsep-konsep atau prinsip-prinsip atau yang bersumber dalam dunia supranatural atau dunia mistik atau dunia gaib. f. Penyelesaian masalah secara ilmiah ialah penyelesaian masalah secara rasional melalui proses deduksi dan induksi. 2.2 Cara Penyelesaian Soal-soal Stoikiometri Menurut Toth dan Sebestyen (2009) ada tiga carapenyelesaian masalah yakni metode mol, metode proporsionalitas dan metode tak dikenal atau cara campuran dalam menyelesaikan masalah stoikiometri. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a) Cara mol yakni menghitung jumlah zat A menggunkan volume dan data volume molar, mengkonversikan jumlah zat A berdasarkan persamaan reaksi dan mengkonversikaan zat A dalam massa A menggunakan massa molar. Kelebihan dari cara mol ini adalah langkah (1) dan (3) yang membentuk hubungan antra jumlah zat yang diberikan dan jumlah zat yang diperlukan. b) menentukan proporsi dari suatu persamaan kimia, membandingkan jumlah zat A dengan zat B diperoleh dari persamaan kimia dan menghitung massa. Kelebihan dari cara ini adalah langkah (1) dan (2), dimana hubungan antara diberikan dan diperlukan jumlah ditemukan menjadi proporsi langsung. Jumlah zat tidak muncul secara langsung. c) cara gabungan. Beberapa penelitian terdahulu dilaporkan oleh Nurrenbern dan Pickering, 1987; Nakhleh, 1993; Nakhleh dan Mitchell, 1993; Cracoline, 2008 dalam Toth dan Sebestyen (2009) bahwa cara pemecahan masalah siswa memiliki sedikit hubungan dengan pemahaman konseptual kimia. Siswa dapat memecahkan masalah numerik yang melibatkan stoikiometri tanpa didasari oleh pemahaman molekuler masalah. Kemudian Toth (2007) juga menyatakan bahwa ada hubungan nyata perbedaan dalam karakteristik struktur pengetahuan siswa yang belajar fisik dasar dan hitungan kimia (massa molar, volume molar, massa persen dll) melalui pemahaman konseptual dan bahwa para siswa yang belajar konsep dengan belajar cara menghafal. Hal ini juga menunjukkan bahwa belajar menghafal membuat
temuan dari hubungan antara konsep-konsep yang kuat dan terpisah dan bukan pengetahuan yang dimobilisasi. Schmidt dan Jigneus, 2003 dalam Toht dan Sebestyen menemukan bahwa siswa berhasil menggunakan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan masalah stoikiometri sederhana pada senyawa biner, tetapi cenderung menggunakan cara algoritmik dalam menyelesaiakan soal-soal yang sulit. Kemudian Toth, 2004 dalam Toth dan Sebestyen, 2009 menemukan bahwa siswa SMA Hungaria menkreasi sendiri cara menyetarakan persamaan reaksi (trial and error) sebelum belajar bilangan oksidasi dan mereka terjebak dengan cara mereka sendri yang kurang efisien terutama dalam kasus persamaan redoks. 2.3Teori Konstruktivisme dan Pembelajaran Teori konstruktivisme mendefinisikan belajar ialah proses membangun pemahaman atau struktur pengetahuan melalui proses pengorganisasian dan penyesuaian antara fenomena baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya (Canella, 1994 dalam Suyanto, 2002:4) Asumsi-asumsi contruktivist Gerace (1999) dalam Karim (2001:7) adalah sebagai berikut: (a) Knowledge
is
constructed,
not
transmited
(only
information
is
transmited).Artinya bahwa pengetahuan itu harus dibangun, tidak sekedar di transfer begitu saja. (b) Prior learning filters all experiences and therefore impacts subsequent learning. Artinya bahwa proses belajar sebelumnya memfilter pengalamanpengalaman belajar yang dialami pembelajar dan hal ini berpengaruh pada proses belajar selanjutnya. (c) Initial understanding is local not global. Artinya bahwa pengetahuan awal itu bersifat local dan sementara serta tidak global dan permanen. (d) Building useful knowedge structures requires effort. Artinya bahwa membangun suatu pengetahuan yang terstruktur serta mudah digunakan dan diakses itu memerlukan usaha dan kerja keras. Teori Piaget (1972) dalam Suyanto (2002:5) tentang struktur kognitif siswa menyatakan bahwa anak mengkonstruksi pengetahuan lewat interaksinya dengan
objek dan masyarakat.Kemudian Khairia (2012) mengemukakan bahwa dalam pikiran siswa terdapat skema atau prior knowledge (pengetahuan awal) dari sebuah konsep yang terbentuk dari aktivitas empiris siswa tersebut. Selanjutanya skema tersebut berkembang membenntuk pengetahuan atau bahkan skema baru yang disintesis oleh individu itu sendiri. Skema tersebut digunakan sebagai pengetahuan dasar untuk mengevaluasi informasi baru. Jika informasi baru konsisten dengan skema yang dimiliki, informasi baru ini akan diasimilasi. Akan tetapi jika informasi baru yang didapatkan tidak sama atau berbeda sama sekali dengan skema yang sudah ada, akan dilakukan akomodasi agar sesuai dengan informasi baru dan tercapailah sebuah keadaan equilibrium yaitu keadaan dimana asimilasi dan akomodasi telah sejalan (Sanger dan Greenbowe, 1997 dalam Sari dan Purtadi, 2008) 2.4 Struktur Pengetahuan Doignon dan Famagne (1999) dalam Cosyn dan Thiery (2000) menjelaskan bahwa beberapa bagian pengetahuan biasanya mengawali dan diawali oleh konsep-konsep ilmu pengetahuan yang berkaitan yang selanjutnya disebut sebagai Struktur Pengetahuan. Istilah “kognitif” mulai dikemukakan pada awal tahun 60-an ketika teori Piaget ditulis dan dibicarakan. Pengertian kognitif meliputi aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu dan didalamnya terdapat aspek persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran dan pemecahan persoalan. Piaget menyadari adanya jawaban yang selalu menetap dan khusus diperlihatkan berdasarkan hasil cara berpikir anak yang berbeda dengan orang dewasa. Sejak itu ia tertarik dan menghabiskan waktu cukup lama untuk mempelajari cara berpikir anak, sampai akhirnya teori perkembangan kognitif (Sanjaya, 2011 dalam Wulansari, 2012). Pembentukan struktur pengetahuan dikembangkan berdasarkan konsep dasar teori kognitif Piaget yang ditemukan berkenaan dengan adanya urutan yang sama dalam perkembangan kognitif anak, tetapi ada perbedaan dalam waktu seseorang mencapai tahap perkembangan kognitif tertentu. Selain itu, ketika orang atau anak belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya, ia melijat adanya
sistem yang mengatur dari dalam diri anak yang cenderung menetap. Sistem itu kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Sistem yang mengatur dari dalam mempunyai dua factor, yaitu: (1) skema yang diperlihatkan dengan adanya pola yang teratur yang melatarbelakangi tingkah laku seseorang, serta (2) adaptasi atau penyesuaian terhadap lingkungan yang dilakukan melalui proses asimilasi, yang berarti integrasi antara elemen-elemen dari luar terhadap struktur yang ada pada diri individu dan proses akomodasi yang berarti perubahan pada individu agar dapat menyesuaikan diri terhadap objek yang ada diluar dirinya (Sanjaya, 2011 dalam Wulansari, 2012). Kedua proses asimilasi dan akomodasi terjadi bersamaan dan saling melengkapi (komplementer) dalam pembentukan struktur pengetahuuan seseorang semakin berkembang strutur pengetahuan seseorang kearah kematngan, semakin lebih banyak terjadi akomodasi. Adanya adaptasi melalui asimilasi maupun akomodasi, maka individu mencapai keseimbangan (equilibrium) untuk sementara waktu. Adaptasi terjadi selama manusia berinteraksi dengan lingkungan. Hal itu berlangsung terus untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi (Sanjaya, 2011 dalam Wulansari, 2012). Struktur pengetahuan (representasi internal) belum dapat diketahui baik oleh peneliti maupun dosen kimia karena masih tersimpan dalam benak mahasiswa. Struktur pengetahuan siswa dapat diketahui dengan mengukur kemampuan mahasiswa melalui sebuah tes yang telah dirancang sedemikian rupa. Jawaban mahasiswa yang diperoleh melalui tes tersebut dianalisis dengan menggunakan KST dan diperoleh gambaran strutur pengetahuan siswa. Melalui jawaban dapat diketahui cara-cara atau stategi apa saja yang digunakan oleh mahasiswa dalam menyelesaiakan soal-soal stoikiometri. 2.5Knowledge Space Theory (KST) Knowledge Space Theory telah dikembangkan pada tahun 1982 oleh Doignon dan Falmagne dan telah dideskripsikan dalam sebuah buku dengan pengarang yang sama (Doignon dan Falmagne, 1999 dalam Wulansari, 2012). Knowledge Space theory merupakan teori yang menjelaskan bagaimana menggambarkan peta struktur pengetahuan siswa dalam memahami sesuatu.
Konsep dasar dari teori tentang pemetaan strutur pengetahuan ini adalah knowledge state dan knowledge structure dibagi atas dua bagian yakni respon state merupakan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami suatu subjek tertentu, respone state juga diartikan sebagai jawaban respon (mahasiswa) dalam menjawab pertanyaan mengenai konsep tertentu dan juga respon structure yakni kategori jawaban respon sesuai tingkatan pengetahuan (Toth, 2007: 376). Dalam Matematika atau IPA, hal ini didefinisikan sebagai serangkaian masalah yang harus dapat dipecahkan siswa. Hal ini menjelaskan bahwa apabila siswa dapat memecahkan masaah yang tingkatannya rendah (sederhana) maka ia ia dapat dapat memecahkan yang tingkatannya lebih tinggi (rumit). Jawaban sekelompok siswa mengenai suatu masalah dinamakan knowledge state (status/keadaan pengetahuan). Sebuah reprensentasi dari jawaban pemahaman (Knowledge state) dan sekelompok siswa disebut knowledge structure yang akan diperoleh peta pemahaman siswa dari struktur pengetahuan yang telah diperoleh akan didapatkan learning pathway yakni jalur pembelajaran mahasiswa (Toth, 2007:377). 2.6 Cara Memetakan Struktur Pengetahuan Melalui Analisis KST 1. Knowledge State Knowledge ini terdiri atas dua bagian yakni: a. Response State Response state ini dilakukan penyusunan jawaban responden dengan mengorganisasikan setiap jawaban siswa pada setiap soal berdasarkan metode yang digunakan. Hasil kategorisasi dituliskan dalam kurung, misalnya [1,2,3]1 artinya ada seorang mahasiswa yang menjawab soal nomor 1, 2 dan 3. Kemungkinan jumlah respon state dapat dihitung menggunakan rumus, 2 dipangkatkan jumlah Response state soal. b. Response Structure Response Structure merupakan hasil pengelompokan jawaban (response state) yang disusun sesuai dengan tingkatan pengetahuan.
1 Knowledge Structure Dari response state dan response structure, terbentuklah sebuah peta struktur yang dapat menggambarkan strukur pengetahuan siswa yang selanjuntnya disebut dengan knowledge structure. 2 Learning Pathway Learning pathway merupakan jalur pembelajaran mahasiswa yang diperoleh dari struktur pengetahuan. 2.7 Stoikiometri Stoikiometri berasal dari kata-kata Yunani, stoicheion (unsur) dan metrein (mengukur), berarti “mengukur unsur-unsur”. Pengertian “Unsur-unsur” dalam hal ini adalah partiikel-partikel atom, ion, molekul atau elektron yang terdapat dalam unsur atau senyawa yang terlihat dalam reaksi kimia (Achmad dan Tupamahu, 2001). Sedangkan menurut (Brady, 1999) Stoikhiometri (berasal dari bahasa yunani Stoicheion = elemen dan metron = mengukur) adalah istilah yang dipakai dalam menggambarkan bentuk kuantitatif dari reaksi dan senyawa kimia. a. Konsep Mol Mol adalah jumlah zat suatu sistem unsur yang mengandung sejumlah besaran elementer (atom, molekul, dsb) sebanyak atom yang terdapat dalam 12 gram tepat isotop karbon-12 ( C). Jumlah besaran elemnter ini disebut tetapan Avogadro (dahulu disebut bilangan Avogadro) dengan lambing L (dahulu N).
Besarnya tetapan Avogadro ditentukan secara eksperimen dan harga tetapan Avogadro yang disetujui sesuai dengan skala karbon-12 untuk massa atom relative ialah L = (6,022045 ± 0,000031) × 1023 mol-1
1 mol karbon-12 mengandung 6,0220 × 10-23 atom.
Massa 1 atom karbon adalah =
,
×
1,9927 × 10-23g
Dalam 1 mol besi terdapat L = 6,0220 × 10-23 atom besi 1 mol air mengandung = 6,0220 × 10-23 molekul air.
Atau bisa disebut 1 mol ion Na+ atau 1 mol ion sulfat (SO ) (Achmad, 2001)
1) Penerapan konsep mol pada gas Persamaan gas ideal adalah PV = n RT. Dengan:R = tetapan gas untuk semua gas n = jumlah mol gas. Pada keadaan standart 1 atm (101 325) dan suhu 273 K (STP), 1 mol gas menempati volume 22,414. Biasanya secara sederhana digunakan 22,4 L. Biasanya secara sederhana digunakan 22,4 L (Achmad, 2001) 2) Penerapan konsep mol pada larutan Larutan 1 molar (M) adalah larutan yang mengandung 1 mol zat terlarut dalam 1 L larutan. Kemolaran =
=
M= Jumlah mol zat terlarut yang terdapat dalam sejumlah volume larutan dapat dinyatakan dengan Jumlah mol = kemolaran × volume (L = dm3) Contoh: 1. Hitung Massa 0,2 mol atom dari fosfor Ar P = 31 0,2 mol atom P = 0,2 × 31 = 6,2 g
2. Hitung berapa mol atom yang terdapat daam 7,8 g kalium, Jawab: Jumlah mol =
= Jumlah mol K
,
= 0,2 mol
3. Suatu gas sebanyak 11,09 g menempati wadah 5,60 L pada STP. Hitung massa molar Jawab: Volume 1 mol gas pada STP = 22,4 L 5,60 mL gas =
,
,
= 0,25 mol
Massa 0,25 mol = 11,0 g
Massa molar = b. Reaksi Kimia
,
× 11 = 44, g mol-1
1) Arti Persamaan Reaksi N2 + 3H2→ 2NH3
Persamaan ini menjelaskan bahwa 1 molekul nitrogen dan 3 molekul hydrogen menghasilkan 2 molekul ammonia. Setiap jumlah nitrogen dan hydrogen dengan perbandingan 1:3 menghasilkan ammonia sebanyak dua kali molekul nitrogen yang bereaksi. Jika kedua ruas persamaan reaksi (dalam molekul) dikali dengan 6 × 1023(tetapan Avogadro), maka persamaan reaksi dapat dibaca sebagai1 mol nitrogen bereaksi dengan 3 mol hydrogen menghasilkan 2
mol ammonia.Perbandingan molekul atau mol yang terlibat dalam suatu reaksi kimia ditentukan oleh koefisien persamaan reaksi (Ahcmad, 2001). 2. Macam-macam reaksi kimia Reaksi kimia dapat digolongkan dalam 1. Reaksi sintesis yaitu pembentukan senyawa dari unsure-unsurnya. Fe + Cl2→ FeCl2
2. Reaksi metatesisatau pertukaran antar senyawa NaCl + AgNO3→ AgC(s) + NaNO3
3. Reaksi penetralanatau reaksi asam basa HCl + NaOH 4. Reaksi redoks (Ahcmad, 2001) 3. Penyetaraan persamaan reaksi Menyetarakan persamaan reaksi sederhana. Penyetaraan adalah
1. harus dikehaui rumus zat pereaksi dan rumus produk-reaksi 2. jumlah atom relative setiap unsur dalam pereaski sama dengan jumlah atom unsure dalam produk reaksi. 3. Koefisien rumus diubah menjadi bilangan bulat terkecil. (Achmad & Tupamahu, 2001)