FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECACATAN PADA PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW Kristigita Eangelin Laoming* Jootje M. L. Umboh** Billy J. Kepel*** *Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi ***Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Menurut data WHO tahun 2013, angka penemuan penderita MH di dunia yaitu sebanyak 213.036 kasus. Kasus paling banyak di regional Asia (120.689), kemudian diikuti dengan regional Amerika (47.069), Afrika (30.557), Pasifik (9.754), dan sisanya berada diregional dunia lainnya. Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu Negara dengan beban penyakit kusta yang tinggi. Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus dan jumlah kecacatan tingkat 2 di antara penderita baru sebanyak 9,86%. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kecacatan pada penderita kusta di Kabupaten Bolaang Mongondow khususnya faktor tipe kusta, pengetahuan, lama sakit dan keteraturan berobat. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan case control yang dilaksanakan di Kabupaten Bolaang Mongondow pada bulan Juni 2015 – Agustus 2015. Kelompok kasus dalam penelitian ini yaitu penderita kusta yang cacat di Kabupaten Bolaang Mongondow yang berjumlah 35 sampel dan kelompok kontrol yaitu penderita dengan penyakit kusta tanpa kecacatan yang berjunlah 105 sampel. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu tipe kusta, lama sakit dan keteraturan berobat berhubungan dengan kecacatan pada penderita kusta sehingga penting bagi tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan promosi kesehatan dengan penyuluhan dan pembagian leaflet tanda dan gejala penyakit kusta kepada responden dan masyarakat umum bahwa pentingnya pengobatan secara dini. Kata Kunci: Kecacatan, Kusta ABSTRACT According to WHO data in 2013, the discovery rate of patients with MH in the world, as many as 213 036 cases. Most number of cases in the Asian region (120 689), followed by the regional States (47 069), Africa (30 557), Pacific (9754), and the rest of the world diregional. Indonesia today is one of the countries with a high burden of leprosy. Indonesia ranks third in the world after India and Brazil. In 2013, Indonesia has a number of new leprosy cases as many as 16 856 cases and the number of second level of disability among new patients as much as 9.86%. The purpose of this study is to look at the factors associated with disability in patients with leprosy in Bolaang Mongondow particular type of leprosy factors, knowledge, disease duration and regularity of treatment. This research is an analytic study with case control study conducted in Bolaang Mongondow in June 2015 - August 2015. The case group in this study are disabled leprosy patients in Bolaang Mongondow totaling 35 samples and control group of patients with leprosy without disabilities that are planted 105 samples. The conclusion from this research that the type of leprosy, disease duration and regularity of medication-related disability in patients with leprosy so important for health workers to perform the actions of health promotion with the extension and the distribution of leaflets signs and symptoms of leprosy to respondents and the general public that the importance of early treatment. Keyword: Disability, Leprosy
PENDAHULUAN
merupakan salah satu penyakit menular
Morbus Hansen (MH) yang biasa juga
dan masih menimbulkan masalah yang
dikenal dengan Kusta atau Lepra yang
sangat
101
kompleks.
Masalah
yang
dimaksud bukan hanya dari segi medis,
Menurut data WHO tahun 2013,
tetapi meluas sampai masalah sosial,
angka penemuan penderita MH di dunia
ekonomi,
dan
yaitu sebanyak 213.036 kasus. Kasus
ketahanan nasional. Penyakit kusta pada
paling banyak di regional Asia (120.689),
umumnya terdapat di Negara - Negara
kemudian
diikuti
dengan
regional
yang sedang berkembang sebagai akibat
Amerika
(47.069),
Afrika
(30.557),
keterbatasan kemampuan Negara tersebut
Pasifik (9.754), dan sisanya berada
dalam
diregional
budaya,
keamanan
memberikan
memadai
dalam
pelayanan
dunia
lainnya.
Indonesia
kesehatan,
hingga saat ini merupakan salah satu
pendidikan, dan kesejahteraan sosial
Negara dengan beban penyakit kusta
ekonomi
Penyakit
yang tinggi. Indonesia menempati urutan
kusta sampai saat ini masih ditakuti
ketiga di dunia setelah India dan Brazil.
masyarakat, keluarga termasuk sebagian
Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah
petugas kesehatan. Hal ini disebabkan
kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus
masih
dan jumlah kecacatan tingkat 2 di antara
pada
bidang
yang
masyarakat.
kurangnya
pengertian, terhadap
pengetahuan/
kepercayaan yang kusta
dan
keliru
cacat
penderita baru sebanyak 9,86%.
yang
Penyakit kusta merupakan salah
ditimbulkannya
dengan
kemajuan
satu dari delapan penyakit terabaikan
teknologi
bidang
promotif,
atau Neglected Tropical Disease (NTD)
pencegahan, pengobatan serta pemulihan
yang masih ada di Indonesia dan sudah
kesehatan di bidang penyakit kusta, maka
mengalami kemajuan yang pesat dalam
penyakit kusta sudah dapat diatasi dan
pembangunan di segala bidang termasuk
seharusnya tidak lagi menjadi masalah
kesehatan. Beban akibat penyakit kusta
kesehatan
tetapi
bukan hanya karena masih tingginya
masalah
jumlah kasus yang ditemukan tetapi juga
di
masyarakat.
mengingat
Akan
kompleksnya
penyakit kusta, maka diperlukan program
kecacatan
pengendalian
Hingga
secara
terpadu
dan
yang
saat
ini
diakibatkannya. masalah
kusta
di
menyeluruh melalui strategi yang sesuai
Indonesia masih sarat dengan stigma,
dengan
sehingga
Selain
endemisitas itu
juga
penyakit
harus
kusta.
masih
menyulitkan
dalam
diperhatikan
pencarian kasus kusta dan tatalaksana
rehabilitasi medis dan rehabilitas sosial
yang tepat padahal sebenarnya penyakit
ekonomi untuk meningkatkan kualitas
kusta dapat disembuhkan tuntas tanpa
hidup orang yang mengalami kusta.
penampilan
(Anonim, 2014).
kecacatan (Anonim, 2013).
102
yang
menakutkan
dan
Kusta yang ditemukan sedini
Kecacatan pada penyakit kusta
mungkin dengan pengobatan yang cepat
sendiri sebenarnya dapat dicegah dengan
dan tepat dapat disembuhkan dengan
diagnosis dini dan pengobatan secara
meminimalisasi
Namun,
teratur dan akurat dengan Multidrug
apabila terlambat ditemukan dan diobati
therapy (MDT). Beberapa faktor yang
dapat
kecacatan
berpengaruh terhadap kecacatan pada
permanen. Kecacatan yang terlihat pada
penderita kusta di antaranya tipe kusta,
penderita
pengetahuan, lama sakit dan keteraturan
kecacatan.
menimbulkan
kusta
seringkali
tampak
menyeramkan sehingga menyebabkan perasaan
ketakutan
yang
terhadap
penderita
itu
berobat.
berlebihan
sendiri
Faktor
atau
tipe
kusta,
besarmya
peluang tipe Multibasiler (MB) untuk
lepraphobia. Meskipun penderita kusta
menderita
telah menyelesaikan rangkaian terapi
Pausibasiler (PB) ini berkaitan dengan
dengan minum obat atau Release From
ditemukannya Basil Tahan Asam (BTA)
Treatment (RFT), status predikat kusta
pada tipe MB, sedangkan pada tipe PB
tetap melekat pada dirinya seumur hidup.
tidak
Status predikat inilah yang menjadi dasar
Sebagaimana teori juga menyebutkan
permasalahan psikologis pada penderita.
bahwa sumber penularan penyakit kusta
Penderita merasa kecewa, takut dan duka
adalah penderita tipe MB, sehingga
yang
apabila
mendalam
terhadap
keadaan
cacat
dibandingkan
diketemukan
penderita
tipe
tipe
(negatif).
MB
segera
dirinya, tidak percaya diri, malu, merasa
diketemukan dan diobati, maka sumber
diri tidak berharga dan berguna dan
penularan ke orang lain dapat diputus
kekhawatiran akan dikucilkan. Selain itu,
karena dengan pengobatan maka kuman
opini
juga
kusta tidak memiliki gaya rusak jaringan
dan
tubuh, bahkan kuman akan mati, tanda-
keluarganya dijauhi dan dikucilkan oleh
tanda penyakit menjadi kurang aktif
masyarakat.
sampai
masyarakat
menyebabkan
(stigma)
penderita
Upaya
kusta
menghilangkan
akhirnya
hilang.
Sedangkan
stigma dan diskriminasi, dibutuhkan
kecacatan pada penderita tipe PB lebih
motivasi dan komitmen yang kuat, baik
dikarenakan
dari
masyarakat.
(Purwanto, 2013). Hal ini didukung
Penderita diharapkan dapat merubah pola
dengan penelitian yang di lakukan oleh
pikirnya agar dapat berdaya dalam
Eliningsih (2010) di Kabupaten Tegal
menolong dirinya sendiri bahkan orang
bahwa terdapat hubungan antara tipe
lain (Anonim, 2013).
kusta dengan kecacatan dengan nilai p =
penderita
maupun
103
terlambatnya
pengobatan
0,000 dengan OR = 12,8. (95% CI = 5,49
ditujukan untuk mematikan kuman kusta
– 30,24).
sehingga tidak berdaya merusak jaringan
Faktor pengetahuan merupakan
tubuh, tanda-tanda penyakit menjadi
dominan yang sangat penting untuk
kurang aktif dan pada akhirnya hilang.
terbentuknya
seseorang.
Bila penderita tidak minum obat secara
Pengetahuan penderita merupakan aspek
teratur, maka kuman kusta dalam tubuh
yang sangat krusial dalam penyembuhan.
penderita akan tumbuh dan berkembang
Penderita dengan pengetahuan yang baik
lebih banyak sehingga merusak syaraf
akan lebih bertanggung jawab terhadap
penderita yang pada akhirnya dapat
pengobatannya.
harus
menimbulkan kecacatan (Selum dan
dapat
Chatarina, 2012). Penelitian yang di
dicegah. Hasil penelitian yang dilakukan
lakukan Eliningsih (2010) menyatakan
oleh
bahwa
mengetahui
tindakan
Penderita
bahwa
Eliningsih
kecacatan
(2010)
menyatakan
terdapat
hubungan
antara
bahwa terdapat hubungan antara faktor
keteraturan berobat dengan kecacatan
pengetahuan dengan kecacatan pada
pada penderita kusta dengan nilai p =
penderita kusta dengan nilai p = 0,002 ;
0,002 ; OR = 3,3 (95% CI = 1,56 -6,78).
OR = 2,6 (95% CI = 1,2 – 5,8).
Dinas
Faktor lama sakit yang paling
Sulawesi
Kesehatan
Provinsi
mencatat
penemuan
Utara
banyak mengalami kecacatan adalah
kasus dari sepanjang tahun 2010-2014
penderita yang sakit lebih dari 6 bulan,
penderita kusta yang tersebar di 15
makin lama masa aktif penyakit akan
kabupaten/
kota.
meningkatkan
merupakan
daerah
resiko
terjadinya
Kota
Manado
penderita
kusta
kecacatan (Putra dkk, 2009). Penelitian
terbanyak, disusul Bolaang Mongondow
yang dilakukan oleh Eliningsih (2010)
dengan tipe kusta terbanyak yaitu tipe
menyatakan bahwa terdapat hubungan
MB dan pada penderita yang cacat dari
antara lama sakit dengan kecacatan pada
tahun 2010-2014 Kabupaten Bolaang
penderita kusta dengan nilai p = 0, 009 ;
Mongondow merupakan daerah yang
OR = 2,7 (95% CI = 1,33 – 5,44).
paling terbanyak cacat.
Faktor
keteraturan
berobat,
Dinas
Kesehatan
Bolaang
penderita cacat banyak ditemukan pada
Mongondow mencatat penemuan kasus
penderita yang tidak teratur minum obat
sepanjang
sedangkan penderita yang tidak cacat
peningkatan kasus pertahun dan pada
banyak ditemukan pada penderita yang
tahun 2014 – 2015 jumlah kasus terdapat
minum obat teratur. Hal ini disebabkan
35 penderita kecacatan kusta di Bolaang
karena
Mongondow.
pengobatan
pada
penderita
104
tahun
2010-2014
Berdasarkan
terjadi
beberapa
uraian diatas, maka penulis tertarik untuk
Tipe kusta diklasifikasikan dalam dua
melakukan penelitian faktor-faktor yang
kategori
berhubungan dengan kecacatan pada
pausibasiler (PB) dan tipe multibasiler
penderita kusta di Kabupaten Bolaang
(MB). Seseorang yang menderita kusta
Mongondow khususnya faktor tipe kusta,
dengan
pengetahuan, lama sakit dan keteraturan
mengandung banyak sekali basil di dalam
berobat.
tubuhnya dan merupakan sumber infeksi
menurut
tipe
WHO
kusta
yaitu
tipe
multibasiler
utama. Sedangkan orang yang menderita METODE PENELITIAN Jenis penelitian yaitu penelitian analitik dengan
menggunakan
kusta dengan tipe pausibasiler relative kurang berbahaya dan biasanya kurang
rancangan
menular karena hanya ada mengandung
penelitian case control study. Penelitian dilaksanakan
di
wilayah
sedikit basil kusta. Berdasarkan hasil
Kabupaten
analisis bivariat dengan menggunakan uji
Bolaang Mongondow dengan kecacatan
Chi-square didapat bahwa nilai p =
pada penderita kusta dan dilaksanakan
0.000. Nilai p < 0,05 menunjukkan
pada bulan Juni sampai Agustus 2015.
bahwa terdapat hubungan yang signifikan
Populasi ialah seluruh penderita kusta
antara tipe kusta dengan kecacatan. Dari
yang terdaftar dalam pengobatan MDT di
fakta yang di dapat di lapangan di
Puskesmas wilayah Kabupaten Bolaang
Kabupaten Bolaang Mongondow dari
Mongondow. Sampel pada penelitian ini
tahun 2010-2015 terjadi peningkatan
diambil dari seluruh populasi yaitu
setiap tahun dan terbanyak penderita
seluruh penderita kusta dengan cacat
dengan tipe kusta MB di sebabkan
tingkat 1 dan 2 sesuai kriteria WHO, data
penemuan
di ambil dari dinas kesehatan Kabupaten
lanjut.
2014 - 2015 sebanyak 35 penderita yang
mengalami
kontrol
yang
kecacatan,
Faktor
penderita
mengalami kecacatan sebagai kasus dan sebagai
secara
pasif,
penderita sudah dalam kondisi stadium
Bolaang Mongondow, data pada tahun
105
penderita
yang
terlambat
menyebabkan datang
berobat
karena malu dan tidak tahu bahwa ada
tidak
obat tersedia gratis di puskesmas dan
dengan
juga disebabkan faktor ekonomi dari
perbandingan populasi kasus dan kontrol
penderita
1 : 3.
sehingga
penderita
tidak
mencari pengobatan. Rata-rata penderita sakit kusta dengan ekonomi rendah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan oleh
Hubungan Antara Tipe Kusta dengan
Fidhatami
Kecacatan pada Penderita Kusta di
dkk
(2012),
menyatakan
bahwa terdapat 80,8% responden yang
Kabupaten Bolaang Mongondow.
105
mengalami kecacatan akibat penyakit
kemungkinan penularan penyakit tersebut
kusta dengan tipe kusta multibasiler
akan mempengaruhi partisipasi anggota
(MB) dan terdapat 51,6% responden
keluarga dalam hal perawatan kesehatan
yang
akibat
anggota keluarga yang menderita kusta
kusta
sehingga keluarga kurang memberikan
mengalami
penyakit
kusta
kecacatan dengan
tipe
pausibasiler (PB). Hasil uji statistik
dukungan
dengan chi-square diperoleh nilai p
memanfaatkan
sebesar 0,005 (p < α = 0,05), dengan
kesehatan dalam mengobati penyakitnya
demikian maka hipotesis nol ditolak atau
tersebut. Apabila pengetahuan individu
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
terhadap suatu penyakit tidak atau belum
antara tipe kusta dengan kecacatan
diketahui, maka sikap dan tindakan
penderita kusta.
dalam upaya pencegahan penyakit pun
Hasil penelitian yang dilakukan
terkadang
kepada
penderita
fasilitas
terabaikan
untuk
pelayanan
(Notoatmodjo,
oleh Politon (2013) menunjukkan adanya
2007). Faktor yang bisa menambah
hubungan yang signifikan antara tipe
pengetahuan terhadap penderita kusta
kusta
yaitu melalui informasi. Sarana untuk
dengan
menggunakan
tingkat hasil
kecacatan,
analisis
bivariat
mengakses informasi dengan adanya
dengan menggunakan chi-square didapat
pemberi
informasi
bahwa nilai p = 0,037. Nilai p < 0,05
kesehatan.
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
mengakses informasi tetapi tidak ada
yang signifikan antara tipe kusta dengan
yang menyampaikan informasi maka
tingkat kecacatan. Hasil penelitian ini di
proses transfer informasi tidak akan
dukung dengan penelitian yang dilakukan
berjalan baik (Nursita, 2013).
oleh Korompis (2011) pada penderita
Berdasarkan
Jika
seperti
hanya
ada
hasil
tenaga tempat
analisis
kusta di Kota Manado menunjukkan
bivariat dengan menggunakan uji Chi-
bahwa terdapat hubungan antara tipe
square didapat bahwa nilai p = 0,474.
kusta dengan kecacatan
Nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa tidak
.
terdapat hubungan yang signifikan antara
Pengetahuan
pengetahuan dengan kecacatan pada
dengan Tingkat Kecacatan Pada
penderita kusta. Berdasarkan penelitian
Penderita
di lapangan didapatkan bahwa sebagian
Hubungan
Antara
Kusta
di
Kabupaten
besar
Bolaang Mongondow. Pemahaman
atau
pengetahuan
pengetahuan
baik
penderita
mengerti tentang penyakit kusta, dengan
yang
adanya pihak puskesmas sudah beberapa
kurang dari anggota keluarga terhadap
kali memberikan penyuluhan terhadap
penderita kusta karena ketakutan akan
106
penderita kusta dan masyarakat umum
pada penderita kusta dengan berdasarkan
melalui kader kesehatan di beberapa
hasil uji statistik dengan menggunakan
desa, tetapi pada aplikasinya penderita
uji chi-square menunjukkan nilai p
tidak melakukan pemeriksaan diri secara
sebesar 0,240 dengan p > a = 0,05
dini serta pengobatan ke pelayanan
dengan demikian maka hipotesis nol
kesehatan karena malu dan berpikir jika
diterima atau dapat disimpulkan bahwa
menderita penyakit kusta nanti akan
tidak ada hubungan antara pengetahuan
dijauhi oleh masyarakat sekitarnya.
dengan kecacatan penderita kusta. Hal ini
Tingkat pengetahuan yang cukup
mungkin saja terjadi walaupun penderita
baik sangat dirasa berperan penting
tersebut tahu telah menderita kusta
dalam
namun,
penurunan
angka
kecacatan
penderita
tetap
enggan
penderita kusta. Tingkat pengetahuan
melakukan pengobatan dini disebabkan
seseorang yang baik mengenai penyakit
oleh rasa malu dan takut akan terisolasi
kusta tidak secara otomatis akan berbuat
sehingga dapat terjadi kecacatan. Selain
positif
itu,
terhadap
kecacatan
penyakit
meskipun
penderita
tersebut, sebaliknya pengetahuan yang
tentang
rendah atau kurang mengenai penyakit
pencegahan dan pengobatannya namun
kusta belum tentu akan berbuat hal yang
karena faktor kesibukan dalam hal
negatif. Disisi lain, pengetahuan yang
perekonomian dalam hal ini mencari
baik hendaknya ditunjang dengan praktik
uang dan pekerjaan mereka cenderung
yang baik pula agar pemberantasan kusta
susah
dapat
mereka
terlaksana
penyakitnya
mengetahui
seperti
mengaplikasikan
hal-hal
maksimal.
pengetahuan
masyarakat
melupakan perawatan dan pengobatannya
tentang kusta bisa dilakukan dengan
yang harus mereka jalani. Menurut teori
optimalisasi
Penyuluhan
yang dikemukakan oleh Hiswani (2011),
kesehatan sebagai salah satu konsep
mengenai tingkatan pengetahuan mulai
pendidikan kesehatan memiliki tujuan
dari
untuk
dan
penderita kusta biasanya hanya sampai
mengubah perilaku masyarakat yang
pada tahu dan memahami namun kurang
tidak sehat menjadi sehat (Manyullei
mengaplikasikan
dkk, 2012).
tersebut oleh sebab itu tetap akan
penyuluhan.
menambah
Hal
ini
pengetahuan
di
dukung
dengan
tahu
sampai
dan
yang
secara
Peningkatan
ketahui
gejala,
dengan
cenderung
evaluasi
pengetahuannya
berpeluang akan timbulnya kecacatan.
penelitian yang dilakukan oleh Fidhatami
Berbeda dengan penelitian yang
dkk (2012) bahwa tidak ada hubungan
dilakukan oleh Sari dkk, 2013 bahwa
antara pengetahuan dengan kecacatan
terdapat hubungan yang signifikan antara
107
pengetahuan keluarga dengan tingkat
menderita penyakit kusta, dan penderita
kecacatan penderita kusta dengan nilai
berusaha
p<0,05 dan Odds Ratio (OR) 11,000
tinggal di kebun sehingga mengakibatkan
artinya keluarga dengan pengetahuan
lama sakitnya lebih lama dan penderita
kurang lebih beresiko 11 kali lipat dalam
sudah dalam kondisi stadium lanjut
kecacatan penderita kusta. Berdasarkan
bahkan sudah mengalami kecacatan pada
penelitian
tubuh,
Susanto
Sukoharjo
di
Kabupaten
didapatkan
bahwa
menutupinya
setelah
itu
dengan
pergi
pergi
mencari
pelayanan kesehatan.
pengetahuan mempunyai hubungan yang
Menurut lama sakit yang paling
signifikan dengan tingkat kecacatan.
banyak mengalami kecacatan adalah
Penelitian di Rumah Sakit dr. Tadjuddin
penderita yang sakit lebih dari 6 bulan.
Chalid
Hal
Makassar,
hubungan
yang
menjelaskan bermakna
ada
ini
sesuai
dengan
pendapat
antara
Srinivasan (2011) menyatakan makin
pengetahuan dan sikap dengan upaya
lama masa aktif penyakit ini akan
pencegahan kecacatan penyakit kusta.
meningkatkan
risiko
terjadinya
kecacatan.
Sakit
Penelitian yang dilakukan oleh
dengan Kecacatan pada Penderita
Kurnianto (2002), menyatakan bahwa
Hubungan
Kusta
Antara
di
Lama
Kabupaten
ada hubungan antara lama sakit dengan
Bolaang
kecacatan
Mongondow.
di
(2003), menemukan bahwa lama sakit
tahun. Berdasarkan hasil analisis bivariat
menderita kusta berhubungan dengan
dengan menggunakan uji Chi-square
kejadian cacat tipe 2 dengan OR = 3,211
didapat bahwa nilai p = 0,000. Nilai p < bahwa
kusta
p = 0,001 dan nilai OR = 4,5. Hasnani
sebagian besar adalah lama sakit >1
menunjukkan
penderita
kabupaten tegal, dibuktikan dengan nilai
Dari hasil penelitian didapat bahwa
0,05
pada
(CI 95% : 1,954 – 5,275).
terdapat
hubungan yang signifikan antara lama
Hubungan
sakit dengan kecacatan pada penderita
Bolaang
Keteraturan
Berobat dengan Kecacatan Pada
kusta. Dari fakta yang didapat di Kabupaten
Antara
Penderita
Mongondow
Kusta
di
Kabupaten
penderita sudah mengetahui tanda dan
Bolaang Mongondow
gejala penyakit kusta melalui penyuluhan
Keteraturan berobat diartikan sebagai
yang di lakukan oleh petugas kesehatan
kemampuan
kepada penderita dan masyarakat umum
obat sekurang-kurangnya 2/3 dari dosis
tetapi penderita malu mengakui jika
yang seharusnya pada waktu tertentu
108
penderita
mengkonsumsi
sesuai dengan tipe penyakitnya (Harjo,
berobat
2012). Berdasarkan hasil analisis bivariat
responden. Risiko penderita yang tidak
dengan menggunakan uji Chi-square
teratur berobat akan menjadi cacat 6,7
didapat bahwa nilai p = 0,000. Nilai p <
kali lebih besar jika dibandingkan dengan
0,05
terdapat
penderita yang teratur minum obat. Hal
antara
ini disebabkan karena pengobatan pada
pengetahuan dengan kecacatan pada
responden ditujukan untuk mematikan
penderita kusta. Berdasarkan penelitian
kuman kusta sehingga tidak berdaya
di lapangan di dapatkan bahwa penderita
merusak jaringan tubuh, sehingga tanda-
kusta yang baru yang tidak pernah
tanda penyakit menjadi kurang aktif dan
berobat
kusta
pada akhirnya hilang. Bila responden
tingkat 2, sedangkan kecacatan kusta
tidak minum obat secara teratur, maka
tingkat 1 mayoritas diderita penderita
kuman kusta dalam tubuh penderita akan
yang
sebelumnya
tumbuh dan berkembang lebih banyak
disebabkan penderita tidak minum obat
sehingga merusak syaraf penderita yang
secara teratur, karena faktor kelalaian
pada
dari penderita itu sendiri dan tidak
kecacatan (Anonim, 2012).
menunjukkan
hubungan
yang
signifikan
mayoritas
pernah
bahwa
menderita
berobat
terhadap
akhirnya
kecacatan
dapat
pada
menimbulkan
adanya dukungan dari keluarga, dan juga
Hal ini sesuai dengan penelitian
penderita setelah mengetahui bahwa
Mukminin (2006), yang menunjukkan
sudah menderita sakit kusta, penderita
bahwa responden yang tidak berobat
pergi tinggal di kebun, sehingga jarak
secara teratur memiliki risiko 9,1 kali
pergi
lebih
mengambil
obat
ke
layanan
besar
untuk
menderita
cacat
kesehatan sudah jauh, mengakibatkan
dibandingkan responden yang teratur
penderita tidak lagi minum obat secara
berobat. Penelitian yang dilakukan Selum
teratur, sehingga menyebabkan kuman
(2009) menunjukkan adanya hubungan
kusta dapat aktif kembali dan timbul
antara
gejala-gejala baru pada kulit dan merusak
kecacatan pada penderita kusta OR = 6,7.
saraf penderita yang pada akhirnya dapat
Sedangkan menurut Prastiwi (2010) ada
menimbulkan kecacatan.
hubungan antara ketidakpatuhan berobat
keteraturan
berobat
terhadap
banyak
dengan cacat kusta p = 0,005 α = 0,05.
ditemukan pada responden yang tidak
Dari hasil penelitian tersebut maka
teratur minum obat sedangkan penderita
variabel tanggal pengambilan obat sangat
yang tidak cacat banyak ditemukan pada
perlu untuk diisi agar pemberantasan
responden yang teratur minum obat.
kusta dapat dilakukan dengan baik.
Adanya hubungan antara keteraturan
Tingkat kecacatan pada penderita kusta
Penderita
cacat
109
perlu untuk diidentifikasi untuk tujuan
pada penderita kusta di Kabupaten
pencegahan
Bolaang
cacat
lebih
lanjut.
Mongondow.
Pada
analisis
Pencegahan cacat tingkat lanjut perlu
multivariat menggunakan uji regresi
ditegakkan mengingat pencegahan cacat
logistic, menunjukkan bahwa variabel
kusta jauh lebih baik dan lebih ekonomis
tipe kusta merupakan variabel yang
dari pada menanggulangi atau melakukan
paling dominan berhubungan dengan
rehabilitasi medik.
kecacatan pada penderita kusta. Nilai OR
Berdasarkan penelitian Prastiwi
= 10,255 (95% CI = 4,149 – 25,346)
(2010) di Rumah Sakit Kusta Kediri
artinya penderita dengan tipe kusta MB
Jawa
bahwa
mempunyai peluang 10 kali mengalami
keteraturan berobat berhubungan dengan
kecacatan dibandingkan dengan penderita
kejadian kecacatan pada penderita kusta
tipe kusta PB. Menurut Purwanto (2013),
dengan OR sebesar 3,68 (95% CI : 2,172
penelitian yang dilakukan di Provinsi
– 29,46). Penelitian Hasnani (2003) di
Lampung menujukkan bahwa penderita
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
kusta lebih banyak ditemukan tipe MB
menemukan bahwa keteraturan berobat
dibandingkan tipe PB. Masih tingginya
berhubungan
cacat
penderita tipe kusta MB yang ditemukan
tingkat 2 pada penderita kusta dengan
secara pasif berarti diagnosis dan deteksi
OR = 2,595 (95% CI : 1,295 – 5,202).
dini serta pengobatan akan terlambat
Penelitian Saputri (2009) di rehabilitasi
dengan demikian proses penularan dan
rumah sakit kusta Donorojo Jepara,
penderita kusta tetap tinggi demikian
bahwa keteraturan berobat berhubungan
juga tingkat kecacatannya. Sebagaimana
dengan kejadian cacat tingkat 2 pada
diketahui
penderita kusta dengan p value = 0,021
penyakit kusta dari satu orang keorang
OR = 2,468.
lain utamanya adalah tipe MB.
Timur,
di
ketahui
dengan
kejadian
bahwa
sumber
penularan
Kecacatan pada penyakit kusta sendiri sebenarnya dapat dicegah dan
1. Analisis Multivariat
Variabel
yang
berhubungan
paling dengan
diagnosis dini dan pengobatan secara
dominan
teatur
kecacatan
dan
akurat
kecacatan
MDT.
pada penderita kusta.
Walaupun
Berdasarkan analisis bivariat dengan
kusta bisa terjadi juga selama pengobatan
menggunakan uji chi-square diketahui
MDT dan sesudah selesai pengobatan.
bahwa variabel bebas yaitu tipe kusta,
Pentingnya masalah kecacatan dalam
lama sakit, dan keteraturan berobat
pengendalian kusta hubungannya sangat
memiliki hubungan dengan kecacatan
erat dengan kesadaran dari penderita itu
110
demikian
dengan
pada
sendiri, karena perilaku penderita kusta akan
berpengaruh terhadap
a. Mengupayakan
pertemuan
kegiatan
petugas pemegang program kusta
pencegahan kecacatan. Perilaku penderita
di Puskesmas setiap 3 bulan
yang baik akan dapat menurunkan angka
untuk
kecacatan akibat kusta (Wewengkang,
program kusta.
2016).
melakukan
b. Mengupayakan
evaluasi
keterampilan
petugas di semua puskesmas dalam mendeteksi suspek kusta.
KESIMPULAN Setelah melaksanakan penelitian dan
c. Mengadakan pelatihan strategi
menganalisa data yang diperoleh maka
untuk mencegah kecacatan pada
dapat ditarik kesimpulan yaitu:
semua
1. Terdapat hubungan antara tipe kusta
ditemukan melalui pengobatan
dengan kecacatan pada penderita kusta
di
Kabupaten
Bolaang
d. Melakukan intensif
terdapat
hubungan
baru
yang
dan perawatan yang benar.
Mongondow. 2. Tidak
penderita
supervise terhadap
lebih
penderita
antara
khususnya di desa-desa yang
pengetahuan dengan kecacatan pada
akses kendaraanya sulit untuk
penderita
pergi
kusta
di
Kabupaten
Bolaang Mongondow.
kecacatan
ksuta
di
2.
pada pendeita
Kabupaten
Kepada petugas pemegang program
Bolaang
a. Melakukan
monitoring
pengobatan hubungan
kesehatan/
kusta di Puskesmas
Mongodow. 4. Terdapat
balai
puskesmas untuk berobat.
3. Terdapat hubungan antara lama sakit dengan
ke
penderita
kusta
antara
dengan mengantar obat kusta ke
keteraturan berobat dengan kecacatan
rumah bagi penderita yang tidak
pada penderita kusta di Kabupaten
teratur berobat.
Bolaang Mongondow.
b. Melakukan sosialisasi tentang
5. Tipe kusta merupakan variabel yang
cara
perawatan
diri
(dengan
paling dominan yang berhubungan
leaflet) kepada penderita kusta
dengan kecacatan pada penderita
agar kecacatan tidak bertambah
kusta
parah.
di
Kabupaten
Bolaang
Mongondow.
c. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat dalam meningkatkan
SARAN
kesadaran
1. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bolaang Mongondow 111
dan
partisipasi
3.
masyarakat dalam upaya deteksi
Ketidakaturan Berobat Penderita
dini kusta.
Kusta di Kabupaten Majalengka.
Pada penderita kusta : Menambah
Tesis. Universitas Indonesia.
pengetahuan
tentang
Hiswani.
2011.
Kusta
Salah
Satu
penyakit kusta agar dapat mengetahui
Penyakit Menular yang Masih di
secara dini apabila ada perubahan gejala,
Jumpai di Indonesia.
melakukan kontrol rutin setiap 2 minggu,
Korompis, C. M. M. 2011. Hubungan
mengetahui cara minum obat, jenis obat,
antara
dan cara menyimpan obat, apabila sudah
Tipe Kusta, Reaksi Kusta dengan
terjadi
Kecacatan pada Penderita Kusta di
kecacatan
harus
melakukan
Karakteristik
Penderita,
perawatan diri sesuai jenis kecacatan.
Kota Manado. Tesis. Universitas
4.
Pada keluarga penderita kusta :
Sam
Pada keluarga penderita kusta selaku
Pascasarjana Manado.
orang yang terdekat dan dipercaya oleh
Ratulangi
Program
Kurnianto, J. 2002. Faktor-faktor Risiko
penderita diharapkan tetap memberikan
yang
perhatian
Kecacatan pada Penderita Kusta di
pada
penderita,
jangan
Berhubungan
dengan
mengucilkan penderita, membantu dalam
Kabupaten
pengaawasan agar minum obat secara
Universitas Diponegoro Semarang.
teratur dan memberikan dukungan pada
Manyullei, S., D. A. Utama. dan A. B.
penderita.
Tegal.
Tesis.
Birawida. 2012. Gambaran Faktor Yang
Berhubungan
Dengan
DAFTAR PUSTAKA
Penderita Kusta Di Kecamatan
Eliningsih, D. 2010. Jurnal Faktor -
Tamalate
Makassar.
Faktor Yang Berhubungan Dengan
Indonesian
Kecacatan Pada Penderita Kusta di
Health. Volume. 1. No. 1. Hal. 10 -
Kabupaten Tegal. Volume. 18. No.
17.
2.
Journal
of
Public
Mukminin, L. 2006. Analisis Faktor
Fidhatami, R. C., A. Alam. dan Darwis.
Resiko Kecacatan pada Penderita
2012. Faktor Yang Berhubungan
Kusta di Provinsi Gorontalo.
dengan Terjadinya Kecacatan Pada
Notoatmodjo,
S.
2007.
Penderita Kusta Rawat Inap di
Kesehatan
Rumah
Jakarta : Rineka Cipta.
Sakit
DR.
Tadjuddin
Chalid Makassar. Harjo.
Kota
2012.
Faktor-faktor
Berhubungan
dan
Ilmu
Promosi Perilaku.
Nursita, M. 2013. Faktor-faktor yang yang
Berhubungan dengan Perawatan
dengan
Diri Kusta Pada Penderita Kusta di
112
Puskesmas Kunduran Kecamatan
Kusta di Kabupaten Pamekasan.
Kunduran
Blora.
Jurnal. Surabaya : Universitas
Negeri
Airlangga. The Idonesian Journal
Skripsi.
Kabupaten Universitas
Semarang.
of Public Health. Volume. 8. No.
Politon, F. V. M. 2013. Faktor Resiko Yang
Berhubungan
3.
Dengan
Selum. Chatarina. dan U. Wahyuni.
Kecacatan Pada Penderita Kusta di
2012.
Provinsi Sulawesi Utara. Tesis.
Ketidakaturan Berobat Penderita
Universitas Sam Ratulagi Program
Kusta di Kabupaten Pamekasan
Pascasarjana Manado.
Provinsi
Prastiwi,
T.
2010.
Berhubungan
Faktor dengan
yang
Risiko
Jawa
Indonesian
Cacat
Kecacatan
Timur.
Journal
of
pada
The Public
Health, Vol. 8, No. 3 Maret 2012 :
Tingkat II pada Penderita Kusta di
117-121.
RS Kusta Kediri Jatim. Skripsi.
Srinivasan,
Surabaya : Universitas Airlangga.
H. 2011. Developmental
Article.
Purwanto, H. 2013. Cara Penemuan
The
Problem
and
of
Disability
and
Challenge
Penderita Kusta Baru dan Tingkat
Rehabilitation Journal 2011. Vol.
Kecacatan di Provinsi Lampung.
9.
Jurnal Kesehatan. Volume. IV. No.
URL:http//www.dinf.ne.jp/doc/Eng
2. Hal. 371 – 380.
lish/asia/resource/apdrj/zl3jo0200/
Sari, N. A., R. Gustia. dan Edison. 2013.
dengan
2.
Available
from
zl3jo0204.htm.
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga
No.
Susanto, N. 2006. Faktor-faktor yang
Tingkat
Berhubungan
dengan
Tingkat
Kecacatan pada Penderita Kusta di
Kecacatan Pada Penderita Kusta
Kabupaten
Kejadian di Kabupaten Sukoharjo.
Padang
Pariaman.
Jurnal Kesehatan Andalas.
Tesis.
Saputri, A. R. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan Cacat
Tingkat
Kampung Sakit
dengan
Studi
Donorojo
Universitas
Studi
Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Universitas
Kejadian
Rehabilitasi
Kusta
Skripsi.
2.
Program
Gadjah Mada.
di
Wewengkang, K. 2016. Pencegahan
Rumah
Kecacatan Akibat Kusta di Kota
Jepara.
Manado.
Negeri
Komunitas dan Tropik. Volume. 4.
Semarang.
No. 2.
Selum. 2009. Risiko Kecacatan pada Ketidakteraturan Berobat Penderita
113
Jurnal
Kedokteran
114