BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kepatuhan Pajak Kepatuhan pajak identik dengan kesediaan seorang wajib pajak dalam memenuhi peraturan perpajakannya. Menurut Safri Nurmantu dalam Taufan Sofyan (2005), :”Kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”. Terdapat dua macam kepatuhan menurut Safri Nurmantu dalam Taufan Sofyan (2005), yakni: ”Kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan”. Menurut Chaizi Nasucha dalam Taufan Sofyan (2005) :”Kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan”. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan
Universitas Sumatera Utara
material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir. Menurut
Gunadi
(2005)
:”Administrasi
perpajakan
harus
dapat
meningkatkan kepatuhan pembayar pajak”. Hadi Purnomo (2004) : Menyatakan tiga strategi dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui administrasi perpajakan, yaitu pertama dengan membuat program dan kegiatan yang diharapkan dapat menyadarkan dan meningkatkan kepatuhan sukarela, khususnya bagi Wajib Pajak yang belum patuh, kedua adalah meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak yang relatif sudah patuh sehingga tingkat kepatuhannya dapat dipertahankan atau ditingkatkan, ketiga meningkatkan kepatuhan dengan program dan kegiatan yang dapat memerangi ketidakpatuhan (combatting noncompliance). Kutipan di atas menjelaskan sistem perpajakan suatu negara telah maju, pendekatan reformasi diletakkan pada peningkatan dalam kepatuhan dan administrasi perpajakan. Peningkatan kepatuhan sangat penting dalam reformasi perpajakan, dan mungkin lebih penting daripada perubahan struktural dalam sistem perpajakan. Eliyani (1989) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai memasukkan dan melaporkan kepada waktunya informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang, dan membayar pajak pada waktunya tanpa tindakan pemaksaan. Ketidak patuhan timbul kalau salah satu syarat definisi tidak terpenuhi. Pendapat lain tentang kepatuhan wajib
Universitas Sumatera Utara
pajak juga dikemukakan oleh Novak (1989) seperti dikutip oleh Kiryanto (2000), yang menyatakan suatu iklim kepatuhan wajib pajak adalah : 1. wajib pajak paham dan berusaha memahami UU Perpajakan 2. mengisi formulir pajak dengan benar 3. menghitung pajak dengan jumlah yang benar 4. membayar pajak tepat pada waktunya. Kepatuhan pajak badan adalah kepatuhan tax professional dalam memenuhi kewajiban perpajakan perusahaan. Penelitian Brown dan Mazur (2003) dalam Mustikasari (2007) mengukur kepatuhan pajak dengan 3 pengukuran yaitu : a. Kepatuhan penyerahan SPT (filing compliance), Kepatuhan dalam penyerahan SPT didasarkan atas ketepatan dalam pembayaran tidak melebihi dari ketentuan yang sudah ditentukan kantor pajak. b. Kepatuhan pembayaran (payment compliance), Kepatuhan dalam pembayaran didasarkan atas ketepatan dalam nilai dan besaran yang harus dibayar dan waktu pembayaran. c. Kepatuhan pelaporan (reporting compliance). Kepatuhan dalam pelaporan didasarkan atas ketepatan dalam waktu pelaporan nilai pajak yang harus dibayarkan ke kantor pajak. Indikator ketiga variabel kepatuhan mengacu pada definisi kepatuhan material pada KMK No.544/04/2000 stdd KMK No. 235/KMK.03/2003 Kepdirjen
No.KEP-550/PJ./2000
stdd
KEP-213/PJ/2003
Peraturan Menteri Keuangan - 192/PMK.03/2007.
Universitas Sumatera Utara
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan sebagai Wajib Pajak patuh paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku berakhir, dengan syarat : 1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir. 2. Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak boleh lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. 3. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam angka (2) telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pajak berikutnya. 4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak: a. kecuali telah memperoleh izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak. b. tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir. 5. Tidak pernah dijatuhi sanksi karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir. 6. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. a. Laporan audit harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan; b. Menyajikan laba rugi komersial dan fiskal.
Universitas Sumatera Utara
7. Dalam hal laporan keuangan tidak diaudit oleh Akuntan Publik, maka wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak kriteria tertentu, sepanjang memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam butir 1 s.d. 5 serta syarat lainnya yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pajak Menurut Mustikasari (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak termasuk ke dalam model Theory of Planned Behavior (TPB) terhadap kepatuhan wajib pajak badan dengan responden tax professional diantaranya adalah sikap terhadap niat berperilaku, norma subyektif, kewajiban moral, kontrol keperilakuan yang dipersepsikan, persepsi kondisi keuangan, persepsi faslilitas perusahaan dan persepsi iklim organisasi. Dalam Theory of Planned Behavior (TPB) perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya niat untuk berperilaku. Sedangkan munculnya niat berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu: (1) behavioral beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation), (2) normative beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and motivation to comply), dan (3) control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control beliefs) dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power). Hambatan yang mungkin timbul pada saat perilaku ditampilkan dapat
Universitas Sumatera Utara
berasal dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan. Secara berurutan, behavioral beliefs menghasilkan sikap terhadap perilaku positif atau negatif, normative beliefs menghasilkan tekanan sosial yang dipersepsikan (perceived social pressure) atau norma subyektif (subjective norm) dan control beliefs menimbulkan perceived behavioral control atau kontrol keperilakuan yang dipersepsikan. Niat atau intensi adalah kecenderungan atau keputusan tax professional untuk melakukan perilaku ketidakpatuhan pajak. Persepsi tentang kondisi keuangan perusahaan adalah persepsi tax professional tentang kemampuan perusahaan di mana tax professional bekerja. Persepsi tentang fasilitas perusahaan adalah persepsi tax professional tentang sumber daya yang dimiliki perusahaan dimana tax professional bekerja termasuk di dalamnya tersedianya informasi keuangan dan operasi. Iklim keorganisasian adalah persepsi tax professional yang merefleksikan tentang harapannya dalam organisasi, rutinitas lingkungan kerja, dan perilaku kerja yang didukung dan dihargai oleh organisasi.
2.3. Penagihan Aktif Pajak 2.3.1. Pengertian Penagihan Pajak Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayarkan hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda. Kegiatan penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam menyelamatkan
Universitas Sumatera Utara
penerimaan Negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi penagihan merupakan seksi produksi yang paling dibanggakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam pelaksanaaanya penagihan pajak haruslah dilandaskan pada peraturan perundang – undangan yang berlaku., sehingga mempunyai kekuatan hukum baik bagi wajib pajak maupun aparatur pajaknya. Menurut Anang Mury Kurniawan (2011) Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Pasal 1 angka 9 UU No. 19/2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa). 2.3.2. Dasar penagihan Pajak Dalam buku KUP, Dasar penagihan pajak yaitu: 1) Pasal 18 ayat (1) UU KUP menyebutkan dasar penagihan pajak adalah: a. Surat Tagihan Pajak(SPT) b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) d. Surat Keputusan Pembetulan , Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. 2) Pasal 12UU PBB menyebutkan dasar penagihan pajak adalah : a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) b. Surat ketetapan pajak c. Surat Tagihan Pajak (SPT) merupakan dasar penagihan pajak. Proses penagihan pajak menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (2010)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Proses Penagihan Pajak Urutan
1
2
3
4
5
Tahapan kegiatan penagihan Penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis Penerbitan Surat Paksa
Waktu pelaksanaan kegiatan
Dasar hokum
7(tujuh) hari sejak Pasal 8 s.d 11 Permenkeu saat jatuh tempo Nomor 24/PMK.03/2008 utang pajak penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya
Sudah lewat 21(dua puluh satu) hari sejak diterbitkanya Surat teguran /surat peringatan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak Penerbitan Setelah lewat 2x24 surat perintah jam Surat Paksa melaksanakan diberitahukan kepada penyitaan penanggung pajak dan utang pajak belum dilunasi Pengumuman setelah lewat waktu lelang 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak Penjualan / Setelah lewat waktu pelelangan 14 (empat belas ) hari barang sitaan sejak pengumuman lelang dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya
(pasal 7 UU Nomor 19/2000 dan pasal 15 s.d 23 peraturan menteri keuangan nomor 24 /PMK.03/2008
Pasal 12 UU Nomor 19/2000
Pasal 26 peraturan menteri keuangan nomor 24/PMK.03.2008
Pasal 26 UU Nomor 19/2000 dan pasal 28 peraturan menteri keuangan nomor 24/PMK.03.2008
Sumber : Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas, 2010
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Penagihan Pajak dengan Surat Teguran 2.3.3.1. Pelaksanaan Surat Teguran Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas(KUP) Penerbitan Surat Teguran, Surat peringatan, atau Surat lain yang sejenis merupakan awal tindakan penagihan pajak sehingga hal tersebut menjadi pedoman tindakan penagihan pajak berikutnya yaitu penyampaian Surat Paksa dan sebagainya. Sesuai pasal 8 ayat (2) UU PPSP, Surat Teguran / Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penganggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran Pasal 1 angka 10 UU PPSP menyebutkan bahwa Surat Teguran, Surat peringatan atau surat lain yang sejenis adalah Surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya. 2.3.3.2. Penentuan tanggal jatuh tempo Dalam buku KUP oleh Rudy suhartono dan Wirawan B. Ilyas (2010;140) Penentuan tanggal jatuh tempo dalam penerbitan Surat Teguran sangat penting karena tanggal jatuh tempo menunjukkan timbulnya utang pajak dan juga mulai timbulnya wewenang melakukaan penagihan pajak. a. STP, SKPKB, SKPKBT, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu satu bulan setelah tanggal diterbitkan . b. Bagi Wajib Pajak usah kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang – undangan perpajakan, jangka
Universitas Sumatera Utara
waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan c. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SPT PBB) harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak d. SKPKB, SKPKBT, STP, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali dalam Bea atas Perolehan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan, yang menyebabkan jumlah Bea yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima oleh Wajib Pajak. e. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak yang tidak disetunjui dalam pembahasan akhir hasil pemerikasaan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan f. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan sehubungan SKPKB/SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. 2.3.3.3. Penerbitan Surat Teguran Dalam buku KUP Pelaksanaan penagihan pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat Teguran oleh Dirjen Pajak. Keputusan Dirjen Pajak yang menyetujui penanggung pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran
Universitas Sumatera Utara
pajak mengakibatkan tidak adanya upaya penagihan pajak kecuali penanggung pajak tidak menepati keputusan tersebut. Penerbitan Surat Teguran harus dilakukan dengan mempertimbangkan upaya hukum Wajib Pajak karena upaya hukum keberatan dan banding atas utang pajak mulai tahun pajak 2008 menyebabkan tertangguhnya jatuh tempo dengan syarat Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya atas SKPKB/SKPKBT dalam pembahasan akhir, adalah sebagai berikut: a. Apabila Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan ternyata tidak mengajukan permohonan keberatan atas ketetapan hasil pemeriksaan tersebut, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan. Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3(tiga) bulan sejak diterbitkannya SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak mempunyai hak mengajukan permohonan keberatan b. Apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan tidak mengajukan upaya permohonan banding atas keputusan keberatan SKPKB/SKPKBT, surat teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3(tiga) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan atas keberatan SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak masih mempunyai hak mengajukan permohonan banding
Universitas Sumatera Utara
c. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak mengajukan: Permohonan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan Keputusan Keberatan (jatuh tempo keputusan keberatan adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan keputusan tersebut). Permohonan banding atas Keputusan Keberatan sehubungan dengan SKPKB/SKPKBT,Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan putusan banding (jatuh tempo putusan banding adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan putusan tersebut) d. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Surat Teguran disampaikan setelah 7(tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan (1 bulan setelah tanggal penerbitan SKPKB/SKPKBT) e. Dalam
hal
Wajib
Pajak
mencabut
pengajuan
keberatan
atas
SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah 7(tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut. f. Surat Teguran dalam rangka penagihan pajak atas utang Pajak Bumi dan Bangunan dan atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana tercantum dalam STP PBB, SKBKB, SKBKBT, atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
Universitas Sumatera Utara
disampaikan kepada Wajib Pajak setelah 7(tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo. 2.3.4. Penagihan Pajak dengan Surat paksa 2.3.4.1. UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa(PPSP) Menurut Fidel (2010) UU PPSP yaitu : 1. Falsafah UU PPSP No.19/2000 a) Menampung
perkembangan
sistem
hukum
nasional
perlunya
dipertegaskan perolehan hak karena waris dan hibah wasiat yang merupakan objek pajak b) Mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya c) Adanya kepastian hukum dan menegakkan keadilan 2. Tujuan perubahan UU PPSP No.19/2000 a) Banyaknya tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar, untuk itu perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa b) Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis dalam peningkatan penerimaan pajak c) Penagihan
pajak
berkesinambungan
yang
dilaksanakan
merupakan
wujud
secara lawan
konsisten
enfercoment
dan untuk
meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi Wajib Pajak d) Memberikan perlindungan hukum, baik kepada penanggung pajak maupun kepada pihak ketiga berupa hak untuk mengajukan gugatan.
Universitas Sumatera Utara
3. Hal – hal yang menjadi perhatian pada UU PPSP No.19/2000 a) Mempertegaskan
proses
pelaksanaan
penagihan
pajak
dengan
menambahkan ketentuan Penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan dan Surat Lain yang sejenisnya sebelum Surat Paksa dilaksanakan b) Mempertegas jangka waktu pelaksanaan penagihan aktif c) Mempertegas pengertian penanggung pajak yang meliputi komisaris, pemegang saham, pemilik modal d) Menaikkan nilai peralatan usaha yang dikecualikan dari penyitaan dalam rangka menjaga kelangsungan usaha penanggung pajak e) Menambah jenis barang yang penjualannya dikecualikan dari lelang Mempertegas besarnya biaya penagihan pajak, yang didasarkan atas prosentase tertentu dari hasil penjualan f) Mempertegas bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding oleh wajib pajak tidak menunda pembayaran dan pelaksanaan penagihan pajak g) h) Memberi kemudahan pelaksanaan lelang dengan cara memberi batasan nilai barang yang diumumkan tidak melalui media massa dalam rangka efisiensi h) Memperjelas hak penanggung pajak untuk memperoleh ganti rugi dan permulihan nama baik dalam hal gugatannya dikabulkan i) Mempertegas pemberian sanksi pidana kepada pihak yang sengaja mencegah, menghalang – halangi atau menggagalkan pelaksanaan penagihan pajak
Universitas Sumatera Utara
2.3.4.2. Pelaksanaan Surat Paksa Menurut KUP Surat Paksa merupakan kegiatan pelaksanaan penagihan pajak yang dilakukan setelah penerbitan Surat Teguran / Surat Peringatan atau sejenisnya. Menurut pasal 1 angka 12 UU Penagihan Pajak, Surat Teguran, Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. 2.3.5. Penerbitan Surat Paksa Menurut pasal 8 ayat (1) UU PPSP Surat Paksa diterbitkan apabila: 1) Penanggung pajak tidak melunais utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis 2) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus 3) Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak Tata cara pemberitahuan Surat Paksa diatur dalam pasal 10 ayat (1) UU PPSP yaitu pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oeh juru sita dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa kepada penanggung pajak yang dituangkan dalam berita acara. 2.3.5.1. Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Orang Pribadi 1) Penanggung pajak ditempat tinggal tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan 2) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai
Universitas Sumatera Utara
3) Salah seorang ahli waris atau pelaksanaan wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila Wajib Pajak meninggalk dunia dan harta warisan belum dibagi 4) Para ahli waris apabila penanggung pajak yang telah meninggla dunia dan harta warisan telah dibagi UU KUP juga mengatur mengenai jangka waktu bagi Dirjen Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Apabila sudah melampaui jangka waktu yang ditentukan maka hak untuk melakukan penagihan pajak tersebut menjadi daluwarsa. 2.3.5.2. Jangka Waktu Hak Penagihan Pasal 22 UU KUP menyebutkan bahwa hak untuk malakukan penagiha pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah malampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan: 1. Surat Tagihan Pajak 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar 3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan 4. Surat Keputusan Pembetulan 5. Surat Keputusan Keberatan 6. Putusan Banding 7. Putusan Peninjauan Kembali Daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding atau peninjauan kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Universitas Sumatera Utara
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali. 2.3.5.3. Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak Menurut Pasal 22 UU KUP, daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila: 1. Diterbitkan Surat Paksa 2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung 3. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan 4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daluwarsa penagihan pajak menjadi tertangguhkan dan dihitung 5 (lima) tahun sejak tanggal penerbitan atau pelaksanaan kegiatan tersebut di atas.
2.4. Pemeriksaan Pajak Pengelakan atau penghindaran dari kewajiban perpajakan merupakan perbuatan yang melanggar Undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasarnya. Maka wajib pajak yang dengan sengaja melakukan ini bisa dilakukan pemeriksaan agar wajib pajak tersebut bisa patuh dalam pembayaran pajaknya. Menurut Priantara (2000), pemeriksaan merupakan interaksi antara pemeriksa dengan Wajib Pajak. Untuk itu, dibutuhkan sikap positif dari Wajib Pajak sehingga pelaksanaan pemeriksaan dapat lebih efektif.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian pemeriksaan pajak telah diatur dalam pasal 1 angka 25 UU nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU nomor 16 Tahun 2009 yang menyatakan
bahwa:
“Pemeriksaan
adalah
serangkaian
kegiatan
untuk
menghimpun dan mengolah data, keterangan dan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan’. Berdasarkan pengertian di atas maka fokus pemeriksaan pajak adalah pada ketaatan (compliance) wajib pajak dalam menjalankan asas self assesment, yaitu mengisi, menghitung, memperhitungkan, memungut, memotong, dan melaporkan seluruh kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2.4.1. Tujuan Pemeriksaan Pajak Sesuai dengan pasal 29 ayat 1 UU nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU no 16 tahun 2009, tujuan pemeriksaan pajak dapat dibedakan menjadi dua yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan pajak. Pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan seorang wajib pajak dapat dilakukan dalam hal: a. Surat Pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak,termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukan rugi;
Universitas Sumatera Utara
c. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan; d. Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak; e. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada angka 3 tidak dipenuhi. Sedangkan pemeriksaaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat dilakukan dalam hal keperluan untuk: a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan. b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak. c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; d. Wajib Pajak mengajukan keberatan. e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. f. Pencocokan data dan atau alat keterangan. g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil. h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai. i. Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain selain angka 1 sampai dengan angka 8 2.4.2. Ruang Lingkup Pemeriksaan Ruang
lingkup
pemeriksaan
menentukan
luas
dan
kedalaman
pemeriksaan. Penentuan ruang lingkup akan mempengaruhi teknik pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
yang akan diterapkan, jangka waktu pemeriksaan, dan sasaran atau jenis yang diperiksa, ruang lingkup pemeriksaan pajak ditentukan sebagai berikut: a. Pemeriksaan Lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak.Pemeriksaan lapangan dapat meliputi suatu jenis pajak, seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Pemeriksaan Lengkap yang dilakukan terhadap wajib pajak, termasuk kerjasama operasi (KSO) dan konsorsium, atas seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya, dilksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakandalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan. Pelaksanaannya dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan. 2) Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) adalah pemeriksaaan lapangan yang dilakukan terhadap wajib pajak untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak secara terkoordinasi antarseksi oleh kepala kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak (UP3), dalam tahun berjalan dan atau tahuntahun sebelumnya, dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang dipandang perlu menurut keadaan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan. Pelaksanaannya dilakukan dalam waktu 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.
Universitas Sumatera Utara
b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan kantor hanya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan
sederhana
kantor
(PSK),
jangka
waktu
penyelesaiannya selama 4 (empat) minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) minggu, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan untuk masingmasing jenis pemeriksaan tersebut di atas, tidak dapat diubah meskipun terjadi pergantian pemeriksa pajak. b. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di atas dapat dapat diberikan berdasarkan permintaan kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau atas permintaan direktur pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak. c. Apabila terdapat transaksi transfer pricing, jangka waktu penyelesaian pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun. d. Perluasan pemeriksaan dapat dilaksanakan apabila SPT tahunan wajib pajak orang pribadi atau badan, menyatakan adanya kompensasi kerugian dari tahuntahun sebelumnya yang belum pernah dilakukan pemeriksaan dan ada sebab-sebab lain yang berdasarkan atas instruksi direktur pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan pajak. e. Pemeriksaan ulang dapat dilaksanakan apabila terdapat indikasi bahwa wajib pajak dapat diduga sedang/telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, dan terdapat data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang dapat mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang atau mengurangi/memperkecil kerugian yang dapat dikompensasi.
Universitas Sumatera Utara
c. Pemeriksaan PPN, salah satu kebijakan pemeriksaan DJP adalah pemeriksaan pajak terhadap pengusaha kena pajak tertentu yang dalam rangka penyelesaian permohonan restitusi PPN dengan menggunakan aplikasi sistem informasi perpajakan (SIP), yaitu dengan melakukan konfirmasi terhadap faktur pajak secara komputerisasi (program PK – PM melalui komputer). Beberapa informasi dan indikasi dapat diperoleh dari aplikasi program ini, akan menghasilkan data yang bermanfaat bagi pemeriksa pajak dalam melakukan pemeriksaan, antara lain sebagai berikut: a. Pengusaha kena pajak (PKP) yang setelah dilakukan konfirmasi tiga jenjang ke belakang belum ditemukan adanya PKP pabrikan/PKP produsen atau importir, dengan prioritas PKP yang minimal 10% PMnya berasal dari PKP yang bersangkutan. b. Pengusaha kena pajak (PKP) penerbit faktur pajak yang hasil konfirmasinya termasuk dalam kriteria PM tidak sama dengan PK dan PK sama dengan nol, prioritas PKP yang setelah diminta penjelasan tidak merespon atau tidak menjawab sampai dalam batas waktu yang telah ditetapkan. c. Pengusaha kena pajak (PKP) yang teridentifikasi bahwa nilai pajak masukan yang diklarifikasi tidak sama dengan nilai pajak keluaran yang dilaporkan oleh PKP lawan transaksinya. d. Pengusaha kena pajak (PKP) yang pada masa pajak Desember atau akhir tahun buku mengkompensasikan kelebihan pembayaran PPN. e. Pengusaha kena pajak (PKP) yang tidak melaporkan SPT Masa PPN dua bulan berturut-turut. f. Peredaran usaha yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN/PPnBM dari PKP orang pribadi baru, berjumlah lebih dari Rp 600 juta. g. Peredaran usaha yang dilaporkan
Universitas Sumatera Utara
dalam SPT Masa PPN/PPnBM dari PKP Badan baru berjumlah lebih dari Rp 5 milyar. h. Peredaran usaha PKP baru untuk yang pertama kali menunjukkan jumlah yang relatif tinggi. i. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa tidak mempunyai tempat usaha, alamat atau gudang yang permanen, khususnya PKP perdagangan, importir, dan industri. j. Dari hasil pemeriksaan PPN/PPnBM masa atau masamasa sebelumnya, yang PM atau PKnya dikoreksi secara signifikan. k. Dari hasil penelitian diketahui bahwa peredaran usaha yang dilaporkan dalam SPT masa PPN/PPnBM dan kaitannya dengan SPT masa PPh pasal 21, menunjukkan perbandingan yang tidak proporsional. l. Menyampaikan SPT masa PPN/PPnBM, tetapi tidak menyampaikan SPT masa PPh pasal 21 dan tidak menyetor PPh pasal 25. m. Dari hasil penelitian menunjukkan peningkatan peredaran usaha yang relatif tinggi. n. Dari penelitian semula, PKP termasuk kelompok wajib pajak non-efektif, tetapi tiba-tiba menjadi aktif dengan nilai peredaran usaha yang sangat tinggi. o. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa alamat usahanya berada di daerah pemukiman penduduk, tetapi memiliki nilai peredaran usaha yang relatif tinggi. 2.4.3. Jenis Pemeriksaan Pajak Pada prinsipnya pemeriksaan dapat dilakukan terhadap semua Wajib Pajak, namun karena keterbatasan sumber daya manusia atau tenaga pemeriksa di Direktorat Jenderal Pajak, maka pemeriksaan tidak dapat dilakukan terhadap semua Wajib Pajak. Pemeriksaan hanya akan dilakukan terutama terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan Lebih Bayar karena hal ini telah diatur dalam
Universitas Sumatera Utara
UU KUP. Disamping itu pemeriksaan dilakukan juga terhadap Wajib Pajak tertentu dan Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya dianggap rendah. Pada masa yang akan datang, dengan kuasa Pasal 17C UU KUP, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan Lebih Bayar akan dikurangi jumlahnya, sehingga pemeriksaan dapat lebih diarahkan kepada Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya rendah tersebut atau Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu. Pemeriksaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak dapat dibedakan menjadi Pemeriksaan Rutin, Pemeriksaan Kriteria Seleksi, Pemeriksaan Khusus, Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, Pemeriksaan Tahun Berjalan, dan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Menurut Bwoga (2005:17), jenis-jenis pemeriksaan tersebut secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan Rutin Pemeriksaan rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. 2. Pemeriksaan Kriteria Seleksi Pemeriksaaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak badan atau Wajib Pajak orang pribadi yang terpilih berdasarkan skor resiko tingkat kepatuhan secara komputerisasi. 3. Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan yang secara khusus dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya data, informasi, laporan atau pengaduan yang berkaitan dengan Wajib Pajak tersebut, atau untuk memperoleh data atau informasi untuk tujuan tertentu lainnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Pemeriksaaan Wajib Pajak Lokasi Pemeriksaan yang dilakukan terhadap cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha yang pada umumnya berbeda lokasinya dengan wajib pajak domisili. 5. Pemeriksaan Tahun Berjalan Pemeriksaan yang dilakukan dalam tahun berjalan terhadap wajib pajak untuk jenis-jenis pajak tertentu atau untuk seluruh jenis pajak dapat dilakukan terhadap wajib pajak domisili atau wajib pajak lokasi. Pelaksanaan pemeriksaan tahun berjalan ini hanya dapat dilakukan terhadap masa pajak sampai dengan bulan Oktober dari tahun pajak yang bersangkutan. 6. Pemeriksaan Bukti Permulaan Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. 2.4.4. Objek dan Pedoman Pemeriksaan Pajak Objek pemeriksaan menurut Priantara (2000:33), pada umumnya adalah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan atau SPT Masa beserta lampiranlampirannya. SPT Tahunan adalah surat yang dipergunakan Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak dan SPT Masa adalah surat yang digunakan wajib pajak/PKP untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak terutang dalam suatu masa pajak. Lampiran-lampiran SPT meliputi laporan keuangan, daftar perhitungan penyusutan/amortisasi fiskal, surat setoran pajak (SSP), dan lain-lain. SPT dan lampirannya akan menjadi tolak ukur kepatuhan wajib pajak.
Universitas Sumatera Utara
Pedoman
pelaksanaan
pemeriksaan
menurut
Suandy
(2005:222)
didasarkan pada pedoman pemeriksaan pajak yang meliputi Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak, Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, dan Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak. Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang: a. Telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. b. Bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela. c. Menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tentang wajib pajak. d. Temuan hasil pemeriksaan dituangkan dalam kertas kerja pemeriksaan (KKP) sebagai bahan untuk menyusun laporan pemeriksaan pajak. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama. 2. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, tanya jawab, dan tindakan lain yang berkenaan dengan pemeriksaan.
Universitas Sumatera Utara
3. Pendapat dan kesimpulan pemeriksa pajak harus didasarkan pada temuan yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak adalah sebagai berikut: 1. Laporan pemeriksaan pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan pemeriksa pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait. 2. Laporan
pemeriksaan
pajak
yang
berkaitan
dengan
pengungkapan
penyimpangan SPT harus memperhatikan kertas kerja pemeriksaan antara lain mengenai: a. Berbagai faktor perbandingan b. Nilai absolut dari penyimpangan c. Sifat dari penyimpangan d. Petunjuk atau temuan adanya penyimpangan e. Pengaruh penyimpangan f. Hubungan dengan permasalahan lainnya 3. Laporan pemeriksaan pajak harus didukung oleh daftar yanglengkap dan terperinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan. 2.4.5. Tata Cara Pemeriksaan Pajak Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak sesuai Surat Perintah Pemeriksaan Pajak, setiap pemeriksa pajak harus mengikuti tata cara pemeriksaan pajak yang sudah ditetapkan, baik yang berbentuk peraturan
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan maupun norma-norma tertentu mengenai pemeriksaan pajak. Tujuannya adalah agar hak dan kewajiban, baik pemeriksa pajak maupun wajib pajak tetap dihormati karena masing-masing telah diatur, sedangkan tujuan yang lain dari pengaturan tata cara pemeriksaan pajak yaitu untuk menghindari terjadinya
penyimpangan-penyimpangan
dalam
pelaksanaan
pemeriksaan,
sekaligus sebagai alat pengawasan bagi atasan pemeriksa pajak. Menurut Priantara (2000:54), tata cara pemeriksaan pajak antara lain sebagai berkut: 1. Petugas pemeriksaan lengkap dan pemeriksaan sederhana lapangan (PSL) harus mempunyai Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak
(SP3)
pada saat
melakukan
pemeriksaan
yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang seperti direktur Pemeriksaan Pajak, Kepala Kanwil, atau Kepala Karikpa untuk pemeriksaan lengkap, dan Kepala KPP untuk Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL). Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa yang benar harus memuat identitas dan foto pemeriksa pajak, diberi nomor, dibubuhi tanda tangan, nama, dan NIP pejabat yang berwenang serta dicap stempel kantor yang menerbitkan tanda pengenal tersebut. Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) harus memuat identitas pemeriksa pajak yang ditugaskan, tahun pajak yang diperiksa, nomor dan tanggal surat perintah, tanda tangan, nama dan NIP pejabat yang berwenang serta cap stempel kantor yang menerbitkan surat perintah tersebut. 2. Setelah Surat Perintah Pemeriksaan (SP3) dikeluarkan, pemeriksa dapat memberitahukan secara tertulis sebelumnya kepada wajib pajak dan KPP di mana wajib pajak terdaftar dengan formulir pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak.
Universitas Sumatera Utara
3. Apabila pada saat dilakukannya pemeriksaan lapangan wajib pajak tidak berada di tempat, pemeriksaan dapat terus dilakukan dengan didampingi oleh wakil atau kuasa dari wajib pajak. Pengertian wakil atau kuasa di sini adalah orang yang dapat menerima kehadiran pemeriksa dan membantu pemeriksaan. 4. Setelah pemeriksaan dimulai yang ditandai dengan diterimanya Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) oleh wajib pajak, pemeriksa akan memerlukan data atau keterangan lain dari wajib pajak, maka pemeriksa harus melakukan halhal sebagai berikut: a. Surat Permohonan Peminjaman: laporan-laporan, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang akan dipinjam dari wajib pajak harus sudah ditentukan pada waktu tim pemeriksa melakukan penelitian berkas Kertas Kerja Pemeriksaan tahun-tahun sebelumnya dan berkas perpajakan wajib pajak dari KPP. b. Batas waktu penyerahan: wajib pajak wajib memenuhi permohonan tersebut dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat permohonan, dan apabila permohonan tersebut tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak, maka pajak yang terutang dapat dihitung secara jabatan. c. Bukti peminjaman: pemeriksa harus membuat Tanda Bukti Peminjaman untuk setiap peminjaman laporanlaporan, catatan-catatan, dan dokumen dari wajib pajak. d. Penolakan peminjaman: seperti halnya keterlambatan dalam penyerahan data, apabila wajib pajak menolak meminjamkan laporan-laporan, catatancatatan, dan dokumen, maka pemeriksa dapat mengeluarkan Berita Acara
Universitas Sumatera Utara
Penolakan dan dapat terhutang dapat dihitung secara jabatan atau dapat dilakukan penyidikan. e. Pengembalian pinjaman: Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan bukubuku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 7 (tujuh) hari sejak selesainya pemeriksaan. f. Penyegelan: wewenang penyegelan ini adalah pelengkap wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak agar pemeriksaan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Penyegelan dilakukan apabila wajib pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang diperkirakan sebagai tempat penyimpanan dokumen yang diperlukan untuk keperluan pemeriksaan atau penyidikan. g. Pemeriksaan dilaksanakan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, di Kantor Wajib Pajak atau di Kantor lainnya atau di pabrik atau di tempat usaha atau di tempat pekerjaan bebas atau di tempat tinggal Wajib Pajak atau di tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila dipandang perlu dapat dilanjutkan di luar jam kerja. h. Apabila pemeriksa pajak memerlukan data atau keterangan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan bisnis dengan wajib pajak yang diperiksa, maka pemeriksa akan membuat surat tertulis kepada pihak ketiga. Pihak ketiga wajib membalasnya dengan memberitahukan informasi yang diminta atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pemeriksa pajak.
Universitas Sumatera Utara
i. Dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak. Atas pemberitahuan tersebut Wajib Pajak wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis. Berdasarkan tanggapan tertulis dari Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak mengundang Wajib Pajak untuk menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. j. Penyelesaian Akhir Pemeriksaan: Pemeriksa harus mendokumentasikan seluruh kertas kerja pemeriksaan dan dokumen lainnya selama pemeriksaan seperti laporan hasil pemeriksaan, pemberitahuan hasil pemeriksaan, dan lain-lain menurut sistematika yang telah ditentukan.
2.5. Kesadaran Wajib Pajak Kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti perihal pajak. Penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakkan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak (Suyatmin, 2004). Hal senada juga dinyatakan oleh Loekman Sutrisno (1994) yang menyatakan bahwa membayar pajak merupakan sumbangan wajib pajak bagi terciptanya kesejahteraan bagi terciptanya kesejahteraan bagi diri mereka sendiri serta bangsa secara keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana diketahui bahwa dalam sistem perpajakan yang baru, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan sendiri pajak yang terutang. Besarnya pajak dihitung sendiri oleh wajib pajak, kemudian membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Dengan sistem perpajakan yang baru diharapkan akan tercipta unsur keadilan dan kebenaran mengingat pada wajib pajak yang bersangkutanlah yang sebenarnya mengetahui besarnya pajak yang terutang (Kiryanto, 2000). Soemarso (1998) menyatakan bahwa kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring. Lerche (1980) juga mengemukakan bahwa kesadaran perpajakan seringkali menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari masyarakat. Kesadaran wajib pajak atas perpajakan amatlah diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Secara empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi kesadaran perpajakan wajib pajak maka makin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak (Suyatmin, 2004).
2.6. Sosialiasi Pajak Kegiatan penyuluhan pajak memiliki andil besar dalam mensukseskan sosialisasi pajak keseluruhan Wajib Pajak. Hal ini tertuang dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP 114/PJ/2005 Tentang Pembentukan Tim Sosialisasi Perpajakan. Berbagai media diharapkan mampu menggugah kesadaran Wajib Pajak dan meningkatkan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak baik badan maupun
Universitas Sumatera Utara
pribadi dalam rangka meningkatkan jumlah penerimaan negara sehingga pesan moral terhadap pentingnya pajak bagi pembiayaan negara dapat tersampaikan. Pengertian sosialisasi menurut Soerjono Soekanto (2003) adalah suatu proses yang menempatkan anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di tempat dia menjadi anggota. Sementara pengertian sosialisasi menurut Lawang (2003) adalah proses mempelajari norma, nilai, peran, dan semua persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan partisipasi yang efektif dalam kehidupan sosial. Menurut Samudera (2004) bahwa dalam melakukan sosialisasi perlu adanya strategi dan metode yang tepat yang dapat diaplikasikan dengan baik, yaitu : publikasi, kegiatan, pemberitaan, keterlibatan komunitas, pencantuman identitas, dan pendekatan pribadi. 1. Publikasi Adalah aktivitas publikasi yang dilakukan melalui media komunikasi, baik media cetak seperti surat kabar, majalah maupun media audiovisual seperti radio ataupun televisi. Hal ini di dukung oleh suatu pernyataan kepala DJP wilayah Riau-Kepri, Nirwan Tjipto, saat acara sosialisasi pajak untuk wartawan yang digelar dipekanbaru (29/03/2011) bahwa “Media massa menjadi salah satu faktor penting dalam edukasi perpajakan kepada masyarakat. Tentunya dengan kerja sama dan bantuan media massa yang mensosialisasikan tata cara perpajakan dapat membantu tugas kami dalam mengedukasi mayarakat.” 2. Kegiatan Institusi pajak dapat melibatkan diri pada penyelenggaraan aktivitasaktivitas tertentu yang dihubungkan dengan program kegiatan peningkatan
Universitas Sumatera Utara
kesadaran masyarakat akan perpajakan pada moment-moment tertentu. Misalnya: kegiatan olahraga, hari-hari libur nasional, dan lain sebagainya. 3. Pemberitahuan Pemberitahuan dalam hal ini mempunyai pengertian khusus yaitu menjadi bahan berita dalam arti positif, sehingga menjadi sarana promosi yang efektif. Pajak dapat disosialisasikan dalam bentuk berita kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat lebih cepat menerima informasi tentang pajak. 4. Keterlibatan komunitas Melibatkan komunitas pada dasarnya adalah cara untuk mendekatkan institusi pajak dengan masyarakat, dimana iklim budaya Indonesia menghendaki adat ketimuran untuk bersilaturahmi dengan tokoh-tokoh setempat sebelum institusi pajak dibuka. 5. Pencantuman identitas Berkaitan dengan pencantuman logo otoritas pajak pada berbagai media yang ditujukan sebagai sarana promosi. 6. Pendekatan pribadi Pengertian lobbying adalah pendekatan pribadi yang dilakukan secara informal untuk mencapai tujuan tertentu. Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya dari DJP untuk memberikan pengertian, informasi, dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan Wajib Pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan dan perundang-undangan perpajakan. Kegiatan penyuluhan dan pelayanan pajak memegang peran penting dalam upaya memasyarakatkan pajak sebagai bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan
Universitas Sumatera Utara
bernegara. Negara dalam hal ini memberikan mandat kepada pemerintah telah menjalankan kewajiban pemungutan pajak kepada masyarakat. Namun proses pemungutan pajak ini tidak mudah tanpa kesadaran dari masyarakat akan arti pentingnya pajak bagi pembiayaan negara. Bahwa berdasarkan polling yang dilakukan oleh polling center yang telah dipresentasikan hasilnya dalam Rapim tanggal 26 April 2007 yang lalu, dengan ini disampaikan bahwa kegiatan sosialisasi perpajakan kepada masyarakat sangat diperlukan. Untuk lebih terasa adanya keseragaman dan manfaat, maka dengan ini disampaikan hasil polling tersebut : 1. Media Informasi Sumber informasi tentang pajak banyak bersumber dari media massa, namun media luar ruang juga menjadi sumber informasi pajak yang diperhatikan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka sebaiknya media informasi lebih banyak digunakan dalam sosialisasi perpajakan secara urut adalah: a.
Media televisi;
b.
Media koran;
c.
Media spanduk;
d.
Media Flyers (poster dan brosur);
e.
Media billboard/mini billboard;
f.
Media radio.
2. Slogan a. Slogan yang digunakan hendaknya tidak boleh menakut-nakuti atau bersifat intimidasi, tetapi lebih bersifat ajakan. b. Slogan lebih ditekankan pada "manfaat pajak" yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
c. Contoh slogan yang memperoleh peringkat tertinggi karena memenuhi kriteria di atas : "Lunasi Pajaknya Awasi Penggunaannya" 3. Cara Penyampaian Penyampaian informasi perpajakan sebaiknya dilakukan dengan cara kontak langsung kepada masyarakat misalnya melalui seminar, diskusi dan sejenisnya. Dalam penyampaian informasi tersebut sebaiknya menggunakan bahasa yang sesederhana mungkin dan bukan bersifat teknis, sehingga informasi tersebut dapat diterima dengan baik. 4. Kualitas sumber informasi Informasi tentang pajak dirasa masih sangat kurang oleh masyarakat. Sumber informasi yang dinilai informatif dan dibutuhkan secara urut adalah : a.
Call Center
b.
Penyuluhan
c.
Internet
d.
Petugas Pajak
e.
Televisi
f.
Iklan Bis
5. Materi Sosialisasi Materi sosialisasi yang disampaikan lebih ditekankan pada manfaat pajak, manfaat NPWP dan pelayanan perpajakan di masing-masing unit. 6. Kegiatan Penyuluhan Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan, yang penting diperhatikan adalah : a. Metode yang digunakan adalah metode diskusi
Universitas Sumatera Utara
b. Media yang dipergunakan adalah proyektor c. Materi yang disampaikan adalah pengisian SPT dan pengetahuan perpajakan d. Penyuluh/pembicara harus sudah menguasai materi Program-program yang telah dilakukan oleh DJP berkaitan dengan kegiatan penyuluhan tersebut antara lain dengan mengadakan seminar-seminar ke berbagai profesi dan pelatihan baik untuk pemerintah maupun swasta, memasang spanduk yang bertemakan pajak, memasang iklan layanan masyarakat di berbagai stasiun televisi, mengadakan acara tax goes to campus yang diisi dengan berbagai acara yang menarik mulai dari debat pajak sampai dengan seminar pajak dimana acara tersebut bertujuan guna menimbulkan pemahaman tentang pajak kepada mahasiswa yang dinilai sangat kritis, selain mahasiswa para pelajar juga perlu dibekali tentang dasar-dasar pajak melalui acara tax education road show, serta memberikan penghargaan terhadap Wajib Pajak patuh pada setiap kantor pelayanan pajak. Berbagai program tersebut juga ditunjang dengan sarana-sarana yang mengakomodasi harapan masyarakat agar merasa mudah, cepat dan benar dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Sarana-sarana penunjang tersebut diantaranya adanya website pajak yaitu www.pajak.go.id yang di dalamnya tersedia berbagai macam fasilitas perpajakan secara online seperti e-filling. Sesuai dengan Surat edaran DJP Nomor SE-129/PJ.1/UP.90/2005 tentang sosialisasi Efilling, fasilitas ini masih terus di sosialisasikan kepada masyarakat demi kemudahan dan bentuk perubahan modernisasi administrasi perpajakan. kemudian saran penunjang lainnya adalah perpustakaan, majalah pajak, jurnal pajak, adanya call centre, sms taxes, complaint centre, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2.7. Penelitian Terdahulu (Mapping) Agustina (2010) yang meneliti tentang pengaruh sikap, norma subjektif dan kewajiban moral terhadap tindakan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Serpong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif dan kewajiban moral berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap tindakan wajib pajak pribadi di KPP Pratama Serpong. Miladia
(2010).
Meneliti
tentang
“Analisis
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi Tax Compliance Wajib Pajak Badan Pada Perusahaan Industri Manufaktur Di Semarang”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Sikap wajib pajak terhadap kepatuhan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (2) Niat wajib pajak untuk berperilaku patuh berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (3) Kondisi keuangan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (4) Fasilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, dan (5) Iklim organisasi berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan. Mustikasari (2007) Dengan Judul Penelitian “Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Perusahaan Industri Pengolahan Di Surabaya”. Hasil penelitian bahwa niat seseorang belum tentu diwujudkan dalam perilakunya, wajib pajak yang memiliki niat ketidakpatuhan pajak rendah, ketidakpatuhan pajaknya rendah atau sebaliknya., jika wajib pajak mempunyai persepsi bahwa kondisi keuangan perusahaan baik, maka wajib pajak akan patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakan perusahaan yang dia wakili, jika wajib pajak mempunyai persepsi bahwa fasilitas yang disediakan perusahaan tinggi atau
Universitas Sumatera Utara
mencukupi maka ketidakpatuhan pajak badan rendah atau sebaliknya, persepsi iklim keorganisasian yang positif berpengaruh terhadap kepatuhan pajak badan. Asmuri (2006) telah meneliti pengaruh reformasi perpajakan, inflasi dan jumlah wajib pajak terhadap penerimaan pajak. Penelitian dilakukan di DKI Jakarta. Hasil penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan secara simultan antara penerimaan pajak dengan reformasi perpajakan, inflasi dan jumlah wajib pajak. Suryadi (2003) membuat penelitian dengan judul Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajak Jawa Timur kesimpulannya menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan secara simultan antara variabel independen yaitu kesadaran wajib pajak dan pelayanan perpajakan dengan variabel dependen yaitu kinerja penerimaan pajak namun terdapat hubungan signifikan secara parsial antara kepatuhan wajib pajak dengan kinerja penerimaan pajak. Lindawaty (2004) membuat penelitian dengan judul Analisis FaktorFaktor (Jumlah Penghasilan, Tingkat Pendidikan, Jumlah penduduk, sistem administrasi perpajakan) yang Mempengaruhi Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang Mendaftarkan Diri Serta Hubungannya dengan Penerimaan Pajak (Untuk Wilayah Jakarta Timur) menyimpulkan bahwa secara simultan Jumlah Penghasilan, Tingkat Pendidikan, Jumlah penduduk dan, sistem administrasi perpajakan berpengaruh signifikan terhadap Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang Mendaftarkan Diri. Selain itu variabel independen tersebut juga berhubungan dengan Penerimaan Pajak.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konseptual Pemerintah telah melakukan reformasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Dalam reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak telah mengalami perubahan yang cukup signifikan yaitu official assesment system menjadi self assesment system. Dalam self assesment system,
wajib
pajak
diberikan
kepercayaan
penuh
untuk
menghitung,
memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya. Namun, dalam kenyataanya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya, sehingga perlu dilaksanakan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Salah satu tindakan penagihan pajak adalah dengan pemberitahuan surat teguran dan surat paksa. Dasar dari penagihan pajak adalah adanya tunggakan pajak dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding. Apabila realisasi pencairan tunggakan pajak tersebut dapat direalisasikan dengan jumlah nominal hampir sama dengan potensi pencairan tunggakan pajak, maka penagihan pajak dengan surat paksa tersebut telah efektif. Dengan efektifnya penagihan pajak dengan surat paksa maka dapat meningkatkan penerimaan pajak, dimana diharapkan memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional. Oleh karena itu efektivitas penagihan pajak dengan surat paksa sangat diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Kemudian sosialisasi pajak juga sangat penting dalam menngkatkan kesadaran masyarakat akan peraturan perpajakan dan perubahan
Universitas Sumatera Utara
atas Undang-undang pajak yang baru. Semakin efektif peraturan perpajakan yang diterapkan maka akan semakin meningkat kesadaran masyarakat akan membayar pajak sehingga tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak juga semakin tinggi. Pembayaran Penyerahan SPT
Pelaporan
Surat Teguran Surat Paksa Sita
PENAGIHAN AKTIF
KEPATUHAN WP
Lelang
Rutin Khusus
PEMERIKSAAN KESADARAN WP
Bukti Permulaan
Call Centre Penyuluhan
Kewajiban
SOSIALISASI
Pembangunan
Penerimaan Negara
Internet Belanja Negara
Media Cetak Media Elektronik
Gambar 2.1. Diagram Analisis Pengaruh Sosialisasi, Pemeriksaan, dan Penagihan Aktif terhadap Kesadaran Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak.
Universitas Sumatera Utara
2.9 Hipotesis Menurut Umar (2007):"Hipotesis diartikan suatu pernyataan yang kedudukannya belum sekuat proposisi atau dalil". Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Penagihan aktif, pemeriksaan, dan sosialisasi berpengaruh terhadap kesadaran pajak di KPP Pratama Medan Timur. 2. Penagihan aktif, pemeriksaan, dan sosialisasi berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Medan Timur. 3. Penagihan aktif, pemeriksaan, dan sosialisasi berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak melalui kesadaran pajak di KPP Pratama Medan Timur.
Universitas Sumatera Utara