BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI
2.1
Kajian Pustaka Beberapa penelitian mengenai morfologi sudah banyak dilakukan. Berikut
ini akan dipaparkan mengenai beberapa tulisan yang berkaitan dengan morfem dalam bahasa Jepang. Darjat (2009), dalam jurnalnya yang berjudul ―Analisis ‗Kala‘ dan ‗Aspek‘ dalam Bahasa Jepang‖. Penelitian yang dilakukan oleh Darjat ini menggunakan novel berjudul Tokyo Fuusen Nikki ‗Catatan Harian Perahu Layar Tokyo‘ karya Midori Nakano sebagai objek penelitian. Dalam melakukan penelitiannya, digunakan definisi kala dan aspek menurut Saeed serta kontruksi morfologis ‗kala‘ dalam bahasa Jepang dan kontruksi morfologis ‗aspek‘ dalam bahasa Jepang menurut Nitta Yoshio. Metode yang digunakan adalah teknik catat sebagai teknik pengumpulan data, yang kemudian dilanjutkan dengan metode informal sebagai metode penyajian hasil analisis data. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah dengan cara mengklasifikasikan data-data yang terkait dalam kategori kala dan aspek, mengkomparasikan dengan teori yang digunakan, dan menganalisis dengan cara penguraian dan pembuktian. Hasil dari penelitiannya, bahwa kalimat dalam bahasa Jepang dapat menunjukkan kala lampau, kala kini atau sekarang, dan kala yang akan datang, tergantung pada verba yang digunakan dalam kalimat tersebut. Dari segi aspek kalimat bahasa Jepang dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori aspek yaitu, aspek perfektif, aspek
kontinuatif, dan aspek resultatif. Persamaan penelitian Darjat dengan penelitian ini adalah tentang kala dan aspek dalam kalimat bahasa Jepang. Meskipun samasama membahas tentang kala dan aspek dalam kalimat bahasa Jepang, tetapi dalam penelitian ini lebih difokuskan pada verba bentuk lampau saja. Yulizabetha (2009), dalam skripsinya yang berjudul ―Analisis Perbedaan Fungsi Morfem ―ta‖ dan Morfem Rangkap ―te ita‖ Sebagai Aspek dalam Novel Ima Ai ni Yukimasu‖. Penelitian yang dilakukan oleh Yulizabetha ini menggunakan teori kedudukan aspek, pembagian verba dan jenis aspek menurut Kindaichi (1989) dan fungsi morfem –ta dan morfem rangkap –te ita menurut Machida (1989). Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan dan metode deskriptif analis. Dalam penelitiannya ditemukan tujuh fungsi dari morfem –ta dan tiga fungsi morfem –te ita. Penelitian yang dilakukan oleh Yulizabetha ini sama-sama meneliti tentang morfem –ta dan –te ita. Perbedaan antara penelitian Yulizabetha dengan penelitian ini adalah mengenai hubungan antara aspek dan kala pada morfem –ta dan morfem rangkap –te ita pada buku Chuukyuu Kara Manabu Nihongo. Penelitian di atas memberikan manfaat sebagai referensi dalam penelitian ini. Komalasari (2012), dalam skripsinya yang berjudul ―Analisis Fungsi te ita dari Segi Aspek dalam Novel Ren Ai Haku Sho Haru Mono Gatari Karya Miyuki Kobayashi‖. Dalam penelitiannya, Komalasari memaparkan pembagian verba dan jenis-jenis aspek dalam bahasa Jepang. Pada penelitiannya digunakan fungsi morfem –te ita yang dikemukakan oleh Machida (1989). Metode yang digunakan adalah metode kajian pustaka dan mengumpulkan informasi beberapa teori
linguistik dari berbagai sumber yang akurat yang kemudian diteliti dan dianalisis sesuai dengan korpus data yang telah ada. Hasil penelitiannya adalah dari empat fungsi yang dikemukan oleh Machida, hanya tiga yang ditemukan dalam objek kajian yang digunakan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang morfem –te ita dan hubungannya dengan aspek dalam bahasa Jepang. Namun terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu tentang ruang lingkup yang diambil tidak hanya terbatas pada morfem –te ita tetapi juga morfem –ta serta objek kajian yang digunakan juga berbeda. Penelitian di atas memberi manfaat sebagai referensi dalam penelitian ini.
2.2
Konsep Konsep adalah kata-kata kunci yang digunakan dalam suatu karya ilmiah.
Dalam penelitian ini, konsep-konsep yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut. 2.2.1 Morfem Morfem (keitaiso) merupakan satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa dipecahkan lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi. Satuan terkecil yang bisa berdiri sendiri dan bisa dijadikan kalimat tunggal dinamakan jiyuu-keitaiso ( 自 由 形 態 素 ) ‗morfem bebas‘, sedangkan satuan terkecil yang tidak bisa berdiri sendiri disebut kousoku-keitaiso (拘束形態素) ‗morfem terikat‘. Contoh : - 太郎 が よく テレビ Tarou ga yoku terebi Tarou Nom sering TV ‗Tarou sering menonton TV‘
を o Aku
見た。 mita. menonton (lampau)
Pada contoh tersebut, kata Tarou ‗Tarou‘ dan terebi ‗TV‘ merupakan morfem bebas, karena bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi kalimat. Tetapi untuk partikel ga dan o, kata keterangan yoku ‗sering‘, dan mita ‗sudah menonton‘ baik gokan-nya yaitu 見(mi) maupun gobi-nya yaitu –ta, masing-masing tidak bisa berdiri sendiri, yaitu termasuk ke dalam morfem terikat. Pemilahan lain dalam morfem bahasa Jepang yaitu adanya naiyou keitaiso/ content morphem dan kinou keitaiso/ function morphem. Naiyou-keitaiso adalah morfem yang menunjukkan makna aslinya, seperti nomina, adverbia, dan gokan dari verba atau adjektiva, sedangkan kinou-keitaiso adalah morfem yang menunjukkan fungsi gramatikalnya, seperti partikel, gobi dari verba atau adjektiva, kopula, dan morfem pengekspresi kala atau yang disebut dengan jisei keitaiso (Sutedi, 2011: 43-46). 2.2.2 Konjugasi Dalam gramatika bahasa Jepang terdapat istilah katsuyookei (bentuk konjugasi) yang merupakan bentuk kata dari konjugasi verba (berlaku juga bagi konjugasi ajektiva-i, ajektiva-na, dan verba bantu). Konjugasi dalam bahasa Jepang dapat dibagi menjadi enam jenis, salah satunya adalah Ren’yookei, menyatakan kemajuan atau kelanjutan suatu aktivitas (Sudjianto, 2004: 152). Bentuk –te berfungsi sebagai bagian dari dari sebuah kalimat, jika bagian dari predikat dalam sebuah kalimat tersebut memiliki bentuk –te, yang memiliki arti bahwa kalimat tersebut belum berakhir dan ada predikat atau klausa yang mengikuti klausa sebelumnya. Contohnya bagian dari predikat pada klausa pertama adalah sugite ‗terlalu banyak‘, yang merupakan bentuk –te dari kata sugiru ‗terlalu banyak‘dan kata sugite tersebut diikuti oleh klausa yang lain yaitu
atama ga itai ‗sakit kepala‘. Selain itu bentuk –te memiliki fungsi yang sama dengan bentuk –ing pada tata bahasa bahasa Inggris yang menunjukkan suatu peristiwa sedang berlangsung (Makino dan Tsutsui, 1986: 466). 2.2.3 Kala Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat (Chaer, 2007: 260). 2.2.4 Aspek Aspek adalah cara memandang pembentukan waktu secara internal di dalam situasi, keadaan, atau proses. Dari berbagai bahasa dikenal adanya berbagai macam aspek antara lain, aspek kontinuatif, aspek inseptif, aspek progresif, aspek refetitif, aspek perfektif, aspek imperfektif, aspek sesatif (Chaer, 2007: 259).
2.3
Kerangka Teori Agar penelitian ini lebih terarah maka penelitian ini menggunakan teori
yang relevan dengan objek yang akan diteliti. 2.3.1 Kala dalam Bahasa Jepang Kala atau tenses dalam bahasa Jepang disebut dengan jisei atau tensu, yaitu kategori gramatikal yang menyatakan waktu terjadinya suatu peristiwa atau berlangsunganya suatu aktivitas yang bertitik tolak pada waktu saat kalimat tersebut diucapkan. Waktu terjadinya peristiwa atau aktivitas tersebut ada tiga, yaitu waktu sebelumnya atau yang telah berlalu (kako) ‗lampau‘, waktu saat
berbicara (genzai) ‗sekarang/kini‘, dan waktu yang akan datang (mirai). Rentetan ketiga jenis waktu seperti ini dapat diilustrasikan dengan gambar berikut. Kako ‗lampau‘
genzai ‗sekarang‘
mirai ‗mendatang‘ Jikan ‗waktu‘
Hatsujiwari ‗saat berbicara‘ Bentuk kala dalam verba bahasa Jepang, bisa ditemui ketika verba tersebut digunakan sebagai predikat dalam induk kalimat atau dalam kalimat tunggal (shubun) dan dalam anak kalimat (juuzokusetsu). Berikut adalah beberapa contoh penggunaan ketiga bentuk verba tersebut dalam menyatakan kala dalam kalimat tunggal (shubun) (Sutedi, 2011: 86—87). (1) 私 は 今夜 テレビ Watashi wa konya terebi Saya Top nanti malam TV ‗Saya nanti malam akan menonton TV‘
を o Aku
(2) 私 は 今 テレビ を Watashi wa ima terebi o Saya Top sekarang TV Aku ‗Saya sekarang sedang menonton TV‘ (3) 私 は 今朝 テレビ Watashi wa kesa terebi Saya Top tadi pagi TV ‗Saya tadi pagi menontoh TV‘
を o Aku
見ます。 mimasu. akan menonton
見ています。 mite imasu. sedang menonton
見ました。 mimashita. telah menonton TV (Sutedi, 2011: 87)
Verba bentuk masu (-ru) pada contoh (1) digunakan untuk menyatakan kala akan datang (mirai), verba bentuk te imasu (-te iru) pada contoh (2) digunakan
untuk menyatakan kala sekarang (genzai), dan verba bentuk mashita (-ta) pada contoh (3) digunakan untuk menyatakan kala lampau (kako). 2.3.2 Aspek dalam Bahasa Jepang Aspek yaitu kategori gramatikal dalam verba yang menyatakan kondisi suatu perbuatan atau kejadian apakah baru dimulai, sedang berlangsung, sudah selesai atau berulang-ulang. Dalam bahasa Jepang, terdapat bermacam-macam cara untuk menyatakan aspek (Sutedi, 2011: 93). Aspek dalam bahasa Jepang dapat dilihat dari sufiks yang digunakan pada verbanya. Untuk menyatakan aspek dalam bahasa Jepang terdapat bentuk umum yang sering digunakan, yaitu sebagai berikut (Iori dan Shimizu, 2003: 4-46). a. (~する), digunakan untuk menyatakan peristiwa yang akan terjadi dan menggambarkan perawakan atau penampilan secara fisik. b. (~ し た ), digunakan untuk menyatakan suatu perbuatan yang telah berakhir atau aktivitas yang telah selesai dilakukan. c. (~ し て い た ), digunakan untuk menggambarkan aktivitas
atau
perbuatan yang memiliki rentang periode waktu tertentu. Ciri khas verba dalam aspek dijabarkan dalam sebuah tabel sebagai berikut (Sutedi, 2011: 94). Verba (1) Shukan doushi
Fungsinya Kegiatan atau kejadian yang berakhir dalam waktu singkat/sesaat
Ciri Khusus Tidak digunakan dalam bentuk te + aru
Contoh 1. 結婚する(kekkon suru) ‗menikah‘ 2. 死ぬ (shinu) ‗mati‘ 3. 起きる(okiru) ‗bangun‘ 4. 開く(aku) ‗terbuka‘
(2) Keizoku doushi
Aktivitas yang memerlukan waktu tertentu
Disertai yukkuri, ~shitsuzukeru dll
(3) Joutai doushi
Menyatakan keadaan
Tidak digunakan bentuk te + iru, termasuk verba potensial
(4) Daiyon shu no doushi
Menyatakan sifat atau keadaan khusus
Selalu dalam bentuk te + iru
5. 閉まる(shimaru) ‗tertutup‘ 1. 書く(kaku) ‗menulis‘ 2. 走る(hashiru) ‗berlari‘ 3. 開ける(akeru) ‗membuka‘ 4. 閉める(shimeru) ‗menutup‘ 1. ある(aru) ‗ada‘ 2. いる(iru) ‗ada‘ 3. 要る(iru) ‗perlu‘ 4. できる(dekiru) ‗mampu‘ 5. 書ける(kakeru) ‗bisa menulis‘ 1. 優れる(sugureru) ‗unggul‘ 2. 聳える(sobieru) ‗menjulang tinggi‘ 3. 似る(niru) ‗mirip‘
2.3.3 Verba Bahasa Jepang Verba dalam bahasa Jepang paling mudah diidentifikasi dari variasi pada akhir konjugasi yang menempel pada verba tersebut (Tsujimura, 1996: 127). Verba dasar dalam bahasa Jepang disebut jisho-kei ‗bentuk kamus‘ karena verba ini yang tertulis pada kamus-kamus bahasa Jepang. Berdasarkan pada perubahan bentuknya verba bahasa Jepang digolongkan ke dalam tiga kelompok berikut. 1)
Kelompok I Kelompok ini disebut dengan godan-doushi ‗verba lima tingkatan‘, karena
mengalami perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang, yaitu deretan bunyi あいうえお (a, i, u, e, o). Cirinya yaitu verba yang berakhiran (gobi) huruf
う、つ、る、く、ぐ、む、ぬ、ぶ、す (u, tsu, ru, ku, gu, mu, nu, bu, su) (Sutedi, 2011: 49—50). Contohnya : 買う 立つ 売る 書く 泳ぐ 読む 死ぬ 遊ぶ 話す 2)
Ka-u Ta-tsu u-ru ka-ku oyo-gu yo-mu shi-nu aso-bu hana-su
‗membeli‘ ‗berdiri‘ ‗menjual‘ ‗menulis‘ ‗berenang‘ ‗membaca‘ ‗mati‘ ‗bermain‘ ‗berbicara‘
Kelompok II Kelompok ini disebut dengan ichidan-doushi ‗verba satu tingkatan‘, karena
peruabahanya terjadi pada satu deretan bunyi saja. Ciri utama dari verba ini, yaitu yang berakhiran suara i-ru yang disebut dengan kami-ichidan-doushi, dan verba berakhiran e-ru bunyi yang disebut dengan shimo-ichidan-doushi (Drohan, 1992: 16). Contohnya : 見る 起きる 寝る 食べる 3)
Mi-ru Oki-ru Ne-ru Tabe-ru
‗melihat/menonton‘ ‗bangun‘ ‗tidur‘ ‗makan‘
Kelompok III Verba kelompok III merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan,
sehingga disebut henkaku doushi. Verba ini hanya terdiri atas dua verba berikut (Sutedi, 2011: 50). する 来る
Suru Kuru
‗melakukan‘ ‗datang‘
Selain dibagi berdasarkan konjugasinya, verba dalam bahasa Jepang juga dibagi berdasarkan makna temporalnya, yaitu sebagai berikut. 1)
Shunkan-doushi Shunkan-doushi yaitu verba yang menyatakan suatu aktivitas atau kejadian,
mengakibatkan terjadinya suatu perbuatan dalam waktu singkat. Perubahan yang dimaksud, yaitu ―dari tidak... menjadi...‖. Misalnya, pada verba shinu ‗mati‘ perubahan yang terjadi, yaitu dari tidak mati menjadi mati‘ atau perubahan ‗dari hidup menjadi mati‘, perubahan tersebut terjadi hanya dalam waktu yang singkat atau sesaat (Sutedi, 2011: 95). 2)
Keizoku-doushi Keizoku-doushi yaitu verba yang menyatakan suatu aktivitas atau kejadian
yang memerlukan waktu tertentu dan pada setiap bagian waktu tersebut terjadi suatu perubahan. Penggunaan verba ini menyebabkan waktu kapan dimulai dan kapan berakhirnya dari suatu aktivitas atau kejadian dapat terlihat jelas. Misalnya, pada verba kaku ‗menulis‘ dan hashiru ‗berlari‘, kapan dimulainya dan kapan berakhirnya akan teramati, dan pada setiap bagian (titik) waktu akan terjadi perubahannya (Sutedi, 2011: 95). 3)
Joutai-doushi Joutai-doushi yaitu verba yang menyatakan keadaan sesuatu, jika dilihat
dari titik waktu tertentu, sama sekali tidak akan terlihat terjadinya suatu perubahan. Misalnya, verba aru ‗ada‘ dan kakeru ‗bisa menulis‘, jika dilihat dari titik waktu tertentu, tidak terjadi suatu perubahan. Verba kakeru ‗bisa menulis‘ jika
dibandingkan dengan verba kaku ‗menulis‘ yang merupakan keizoku-doushi, akan jelas perbedaannya. Misalnya, pada verba kaku ‗menulis‘ akan jelas kapan dimulainya dan kapan berakhirnya kegiatan menulis tersebut, dan di tengahtengah kegiatan tersebut jika diambil titik waktu tertentu akan terjadi suatu perubahan. Seperti bertambahnya jumlah huruf
yang ditulis, energi yang
dikeluarkan oleh penulis dan sebagainya, sedangkan pada verba kakeru ‗bisa menulis‘ dilihat dari titik waktu mana pun tidak akan terlihat suatu perubahannya (Sutedi, 2011: 95—96). 4)
Daiyonshu-doushi Daiyonshu-doushi yaitu verba yang menyatakan keadaan sesuatu secara
khusus, dan selalu dinyatakan dalam bentuk sedang (–te iru). Pada verba ini pun jika dilihat dari titik waktu tertentu, tidak akan terjadi suatu perubahan, karena memang sudah menjadi suatu kondisi yang tetap. Misalnya, verba sugureru ‗unggul‘ dan niru ‗mirip‘ digunakan dalam contoh berikut (Sutedi, 2011: 96). 1. 次郎 の 作品 は もっと Jirou no sakuhin wa motto Jirou GEN karya TOP lebih
優れている。 sugurete iru. unggul
‗Karya Jirou lebih unggul‘ 2. 私 Watashi Saya
は wa TOP
姉 ane kakak perempuan
父 chichi ayah は wa TOP
に ni Prt
似ている nite iru mirip
母 に haha ni ibu Prt
が、 ga, tetapi,
似ている。 nite iru. mirip
‗Saya mirip ayah, tetapi kakak (perempuan) mirip ibu‘