BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Pengertian Pemasaran Jasa Perkembangan dunia bisnis pada era globalisasi menuntut kinerja yang sempurna dari setiap proses yang dijalankan perusahaan. Pemasaran tidak lagi dipandang sebagai bagian yang terpisah dari organisasi yang hanya berperan sebagai proses penjualan suatu produk. Perkembangan konsep pemasaran sendiri tidak terlepas dari fungi-fungsi organisasi yang lain dan pada akhirnya mempunyaai tujuan untuk memuaskan pelanggan. Pemasaran yang tidak efektif (ineffective marketing) dapat membahayakan bisnis karena dapat berakibat pada konsumen yang tidak puas. Pemasaran yang efektif
(effective marketing) Justru berakibat sebaliknya yaitu
menciptakan nilaiatau utilitas. Menciptakan nilai dan kepuasan pelanggan adalah inti pemikiran pemasaran modern. Tujuan kegiatan pemasaran adalah menarik pelanggan baru dengan menjanjikan nilai yang tepat dan mempertahankan pelanggan saat ini dengan memenuhi harapannya sehingga dapat menciptakan tingkat kepuasan. Menurut Zeithaml and Bitner (2003: p.319) menyatakan bahwa pemasaran jasa adalah mengenai janji-janji, janji yang dibuat kepada pelanggan dan harus dijaga. Yang memperkuat pentingnya orang dalam
17
perusahaan menjaga janji mereka dan sukses dalam membangun customer relationship. Sedangkan Menurut Kotler, Bowen dan Makens
(2002:p.65),
pemasaran jasa berfokus pada pelayanan dan memuaskan pelanggan. Jasa harus dimulai dari manajemen puncak mengalir ke bawah. Sedangkan menurut Lupiyoadi (2001:p.58) pemasaran jasa adalah setiap tindakan yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang secara
prinsip
intangabel
dan
tidak
menyebabkan
perpindahan
kepemilikan apapun. Dari pengertian yang diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhannya melalui proses pertukaran barang atau jasa. Dengan adanya kebutuhan tersebut mendorong manusia mengadakan hubungan timbal balik antara pembeli dan penjual melalui penciptaan dan pertukaran barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
2.1.1 Kegiatan Pemasaran Jasa Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong ( 2004:p.300) kegiatan pemasaran yang saling berinteraksi digolongkan menjadi tiga, yaitu : a.
Internal Marketing adalah proses yang terjadi dalam suatu perusahaan atau organisasi dalam rangka melatih dan memotivasi karyawan sebagai asset utama perusahaan dan ujung tombak
pelayanan, agar dapat melayanai pelanggan dengan baik sehingga tercipatanya kepuasan pelanggan. b.
Interactive Marketing adalah proses interaksi berkualitas yang terjadi antara pelanggan dan karyawan. Pelanggan yang puas akan menjalin hubungan berkesinambungan dengan personil dan perushaan yang bersangkutan.
c.
External Marketing adalah proses aktivitas normal yang dilakukan oleh perusahaan dalam mempersiapkan jasa, menetapkan harga, melakukan distribusi dan mempromosikan jasa yang bernilai superior terhadap pelanggan.
2.1.2 Bauran Pemasaran Jasa Bauran
pemasaran
jasa
adalah
elemen-elemen
organisasi
perusahaan yang dapat dikontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan konsumen dan akan dipakai untuk memuaskan konsumen. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa marketing mix merupakan unsur-unsur pemasaran yang saling terkait, dibaurkan, diorganisir dan digunakan dengan tepat, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan pemasaran dengan efektif, sekaligus memuaskan kebutuhan dan keinginan kosumen. Konsep bauran pemasaran tradisinal menurut Zeithaml, Bitner & Gremler terdiri dari 4P, yaitu produk (product), harga (price),
tempat/lokasi (place), dan promosi (promotion). Sementara itu, untuk pemasaran jasa perlu bauran pemasaran yang diperluas dengan penambahan unsur non-traditional marketing mix, yaitu orang (people), Fasilitas fisik (physical evidence), dan proses (process), sehingga menjadi 7P. Masing-masing dari tujuh unsur bauran pemasaran tersebut saling berhubungan dan tergantung satu sama lainnya dan mempunyai suatu bauran
yang
optimal
sesuai
dengan
karakteristik
segmennya
(Zeithaml,2009:p.23). Penambahan unsur bauran pemasaran jasa dilakukan antara lain karena jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk, yaitu tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, beraneka ragam dan mudah lenyap. Seperti yang dikemukakan oleh Ziethaml, Bitner & Gremler (2009:p.24) bauran pemasaran jasa terdiri dari 7P yaitu product, price, place, promotion, people, physical evidence, dan process. Unsur-unsur bauran pemasaran jasa (7P) dapat digambarkan sebagai berikut :
PRODUCT
PLACE
PROMOTION
PRICE
Physical Good Features
Channel Type
Promotion Blend
Flexibility
Exposure
Sales People
Price level
Intermediaries
Number Selection
Terms
Outlet Location
Training, Incentives
Differentiation
Ttransportation PEOPLE
Advertising PHYSICAL EVIDENCE
Discount
Employees
Facility Design
Recruiting, Training, Motivation, Rewards, Teamwork
Equipment
Customers
Employes dress
Quality Level Accessories Packaging
Signage
Other Tangible PROCESS Flow of Activities Standardized Customized Number of Steps
Gambar 2.1 Bauran Pemasaran Jasa Sumber : Valerie Zeithaml,Mary Jo Bitner dan Dwayne D.Gremler (2009:p.24) Service Marketing 2.2 Pengertian Jasa Menurut Kotler (2002:p.486) mengatakan bahwa jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak lainnya, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun produksinya dapat dikaitkan atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk fisik.
Menurut J. Paul Peter dan Jerry C.Oleson dalam jurnal Prapti dan Septadianti yang berjudul : Analisys Of Effect Of Quality, Price, And Promotion Of Purchase Decision In Franchise Alfamart: Pelayanan adalah perilaku penjualan kepada pembeli dengan memberikan kepuasan kepada konsumen, agar konsumen merasa dihargai dan mendapatkan barang atau jasa sesuai dengan keinginannya. Menurut William J. Stanton (2008:p.243) Service are those separately identifiable, essentially intangable acitvities that provide wantsatisfaction, and that are not necessarily tied to the sale of a product or another service. To produce a service may or may not require the use of tangible goods. However, when such use is required, where is no transfer of the title (permanent ownership) to these tangible goods. Bahwa jasa adalah sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah tidak berwujud, ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud atau tidak. Menurut Kotler dan Amstrong (2001:p.11) mendefinisikan jasa adalah segala aktivitas atau manfaat atau manfaat yang dapat di tawarkan oleh suatu kelompok kepada lainnya,yang pada dasarnya tidak nyata dan tidak nyata dan tidak berakibat pada kepemilikan apapun. Dari pengertian jasa diatas dapat disimpulkan bahwa jasa adalah kegiatan atau aktivitas yang mempunyai nilai dan manfaat tetapi tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan. Produksinya bisa saja atau tidak bisa dikaitkan dengan produk fisik.
2.2.1 Karakteristik Jasa Berbagai riset dan literature manajemen dan pemasaran jasa mengungkapkan
bahwa
jasa
memiliki
empat
karakteristik
yang
membedakan baran dan jasa yang dinamakan paradigm IHIP: Intangibility, Heterogeneity, Inseparability, dan Perishability Menurut Philip Kotler& Kevin Lane Keller (2009;p.39) : 1).
Intangibility (tidak berwujud) Jasa bersifat Intangibility artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Seorang konsumen jasa tidak dapat menilai hasil dari sebuah jasa sebelum ia mengalami atau mengkonsumsinya sendiri. Apabila pelanggan membeli jasa tertentu maka ia hanya menggunakan, memanfaatkan, atau menyewa jasa tersebut, namun tidak memiliki jasa yang dibelinya.
2).
Heterogeneity (bervariasi) Jasa bersifat Heterogeneity karena merupakan nonstandartdized output artinya terbanyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi. Contoh: Dua orang yang datang kesalon yang sama dan meminta model potongan yang sama tidak akan mendapatkan hasil seratus persen yang sama.
3).
Inseparability (tidak terpisahkan)
Jasa bersifat Inseparability artinya jasa dijual terlebih dahulu kemudian baru diproduksi dan dikonsumsi pada tempat dan waktu yang sama. Berbeda dengan produk yang biasanya diproduksi terlebih dahulu baru dapat dikonsumsi. 4).
Perishability (mudah lenyap) Jasa bersifat Perishability artinya jasa merupaka komditas yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang diwaktu yang akan datang, dijual kembali atau dikembalikan. Bila para penyedia jasa ingin memaksimalkan pendapatan,mereka
harus
mengelola
kapasitas
dan
permintaan karena persedian yang tidak terjual tidak dapat dijual di kemudian hari. Fokus dalam proses jasa adalah untuk memberikan hasil (manfaat) yang memenuhi dan atau melampaui kebutuhan, keinginan pelanggan, dan harapan pelanggan. Selain itu elemen penting yang terkaitdalam kualitas jasa adalah pemilik. Pemilik proses jasa adalah orang yang memiliki atau diberi tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan dan mengarahkan perbaikan terus-menerus ditentukan oleh batas-batas proses (boundaries of the process).
2.2.2 Kulitas Pelayanan Menurut Lovelock & Wirtz (2007:p.418) kualitas layanan merupakan evaluasi kognitif jangka panjang dari pelanggan terhadap penyampaian layanan dari suatu perusahaan. Menurut Yu-Kai Huang (2009:p.2) dalam jurnalnya yang berjudul “The Effect of Airline Service Quality on Passengers’ Behavioural Intentions Using SERVQUAL Scores: A TAIWAN Case Study” kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan kesan konsumen terhadap efisiensi relative organisasi dan layanan yang diberikannya. Menurut Zeithaml,Bitner & Gramler (2009:p.130)
service
quality,the customer's perception of the service component of a product,is also a critical determinant of customer satisfaction. Menurut Wyckof dalam ( Arief, 2007:p.118) kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Dari penjelasan diatas kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata mereka terima atau peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan atau inginkan terhadap atributatribut pelayanan suatu perusahaan. Dan dalam penelitian ini kami
menggunakan teori Lovelock & Wirtz sebagai acauan kami dalam variabel kualitas pelayanan karena sesuai dengan penelitian kami. 2.2.3 Komponen Berbasi Kualitas Layanan Lovelock dan Wirtz (2007;p,420) menjelaskan bahwa peneliti berpendapat bahwa sifat kualitas pelayanan memerlukan pendekatan khusus untuk mengidentifikasi dan mengukur kualitas pelayanan. Tidak berwujud, segi sifat dari banyak layanan membuat lebih sulit untuk mengevaluasi kualitas layanan dibandingkan dengan produk. Karena pelanggan sering terlibat dalam produksi jasa, perbedaan harus ditarik antara proses pelayanan dan output aktual dari layanan yang disebut kualitas teknis. Peneliti lain menunjukkan bahwa persepsi kualitas layanan adalah hasil dari proses evaluasi di mana pelanggan membandingkan persepsi mereka tentang pelayanan dengan hasil yang diharapkan 10 faktor penentu kualitas pelayanan diidentifikasi: 1. Keandalan:
yang
terhubung
ke
konsistensi
kinerja
dan
ketergantungan. Di sini ditentukan jika perusahaan memberikan pelayanan dengan cara yang benar pertama kalinya dan terus janjinya. 2. Responsiveness: Faktor ini menyangkut sejauh mana karyawan siap untuk menyediakan layanan. Ini melibatkan faktor-faktor seperti mailing slip transaksi langsung, menelepon kembali
pelanggan dalam waktu singkat dan memberikan layanan yang cepat. Kompetensi. 3. Kompetensi: terhubung pengetahuan dan keterampilan personil kontak, personil dukungan operasional (dan juga kemampuan penelitian) yang dibutuhkan untuk memberikan layanan. 4. Akses: Faktor ini terhubung ke didekati yang berarti misalnya jika jam operasional yang nyaman, lokasi fasilitas yang nyaman, waktu tunggu yang pendek dan juga akses mudah melalui telepon. 5. Courtesy:Faktor
ini
melibatkan
kesopanan,
rasa
hormat,
pertimbangan, keramahan personil kontak (termasuk resepsionis, operator telepon, dan sebagainya). 6. Komunikasi: Ini adalah tentang menjaga pelanggan informasi dalam bahasa mereka dapat memahami dan juga mendengarkan pelanggan.
Perusahaan
mungkin
harus
membuat
beberapa
penyesuaian untuk menyertakan pelanggan asing. 7. Kredibilitas: Faktor-faktor seperti kepercayaan, kepercayaan dan kejujuran disertakan. Itu berarti tingkat perusahaan memiliki pelanggan "s kepentingan terbaik di hati. Faktor-faktor yang mempengaruhi kredibilitas adalah nama perusahaan, reputasi, karakteristik pribadi dan sejauh mana keras menjual terhubung ke interaksi dengan pelanggan. Keamanan.
8. Keamanan: berarti kebebasan dari bahaya, resiko atau keraguraguan. Faktor termasuk adalah: keselamatan fisik, keamanan finansial dan kerahasiaan. 9. Memahami pelanggan: Ini adalah tentang membuat upaya untuk memahami pelanggan yang melibatkan belajar tentang persyaratan tertentu, memberikan perhatian individual dan mengakui juga pelanggan tetap. 10. Tangibles: mereka termasuk aspek fisik layanan seperti fasilitas fisik, penampilan personel, alat atau peralatan yang digunakan untuk menyediakan layanan, representasi fisik atau pelanggan lain di fasilitas pelayanan. . 2.2.4 Dimensi Kualitas Pelayanan Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:p.420) telah mengidentifikasi lima dimensi pelayanan yang berkualitas, yaitu: (1)
Bukti langsung atau wujud (tangibles) Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:p.420) mengungkapkan
bahwah bukti langsung adalah”penampilan fisik,peralatan,personel dan bahan komunikasi, contoh: peralatan modern, fasilitas yang tampak
menarik
secara
visual,
karyawan
yang
memiliki
penampilan rapi dan profisional”. (appreamce physical elements) (2)
Kehandalan (reliability)
Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:p.420) Kehandalan adalah "kemampuan perusahaan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan andal dan akurat, contoh : menyediakan jasa sesuai yang di janjikan, keandalan dalam penanganan masalah layanan pelanggan, menyediakan jasa pada waktu yang dijanjikan". (dependable, accurate performance) (3)
Daya tanggap (responsiveness) Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:p.420) daya tanggap
adalah " kesedian membantu pelanggan dan memberikan layanan tepat pada waktunya contoh: selalu memberitahu pelanggan tentang kapan layanan akan dilaksanakan, layanan tepat waktu bagi pelanggan, kesedian untuk membatu pelanggan". (promptness and helpfulness) (4)
Jaminan (assurance) Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:p.420) jaminan yaitu
"pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy) contoh: karyawan yang menanamkan keyakinan pada pelanggan, membuat pelanggan merasa aman dalam teransaksi mereka". (competence, courtesy, credibility, and security)
(5)
Empati (empathy) Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:p.420) empati yaitu
"memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan
memiliki
pengertian
dan
pengetahuan
tentang
pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan contoh:
memberikan
perhatian
pribadi
kepada
pelanggan,
mengutamakan kepentingan terbaik pelanggan". (easy access, good communications, and customer understanding). Dari sumber penjelasan diatas dapat disimpulkan kualitas pelayanan merupakan instumen atau indikator yang sangat penting dalam pemasaran jasa, karena dengan menerapkan kualitas pelayanan yang baik akan tercipta keputusan pembelian yang baik dan berdampak pada loyalitas pelanggan dengan demikian akan terwujud pemasaran yang diharapkan, dan penulis menggunakan penjelasan dimensi dari Lovelock dan Writz sebagai indikator sebagai acuan untuk melakukan penelitian ini.
2.3 Pengertian Perilaku Konsumen Menurut Schiffman dan Kanuk (2010:p.23), studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, dimana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli dan seberapa sering mereka menggunakan. Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi prodak, jasa, maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Menurut Michael R. Solomon (2007:p.7) perilaku konsumen adalah studi tentang proses yang terlibat ketika individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan atau membuang produk, jasa, ide, atau pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan Menurut Peter dan Olson (1999:p.6)
prilaku konsumen adalah
interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi,prilaku dan kerjaan disekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Menurut Neal,Quester dan Hawkins (2004:p.5) “a discipline deadline whit how and why consumer purchase (or don’t purchase) product and service. Perilaku konsumen adalah dinamis. Itu berarti bahwa perilaku seorang konsumen, grup konsumen, atau pun masyarakat luas selalu berubah dan
bergerak sepanjang waktu. Hal ini memiliki implikasi terhadap studi perilaku konsumen, semikian pula pada pengembangan strategi pemasaran. Dalam hal studi perilaku konsumen, salah satu implikasinya adalah bahwa generalisasi perilaku konsumen biasanya terbatas untuk jangka waktu tertentu, prodak dan individu atau grup tertentu. Dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat dinamis perilaku konsumen menyiratkan bahwa seseorang tidak boleh berharap bahwa suatu strategi pemasaran yang sama dapat memberikan hasil yang sama disepanjang waktu, pasar, dan industri. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran. Itu merupakan hal terakhir yang ditekankan dalam devinisi perilaku konsumen yaitu pertukaran diantara individu. Hal ini membuat devinisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan devinisi pemasaran yang sejauh ini juga menekankan pertukaran. Kenyataannya, peran pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui formulasi dan penerapan strategi pemasaran.
2.3.1
Tipe Perilaku Konsumen Menurut Michael R. Solomon (2007:p.419) Peran-peran yang terjadi pada keputusan dalam membeli, yaitu : 1) Pemrakarsa (intiator) merupakan orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa tertentu.
2) Pemberi
pengaruh
(influencer)
merupakan
orang
yang
pandangan atau nasehatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan akhir. 3) Pengambilan keputusan (gatekeeper) merupakan orang yang sangat menentukan sebagaian atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang di beli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana akan membeli. 4) Pembeli (buyer) merupakan orang yang melakukan pembelian nyata. 5) Pemakai (user) merupakan orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk / jasa. Tipe-tipe perilaku pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara merek, yaitu : 1) Perilaku membeli yang rumit (complex buying behavior) Perilaku
membeli
yang
rumit
membutuhkan
keterlibatan yang tinggi dalam pembelian dengan berusaha menyadari perbedaan-perbedaan yang jelas di antara merekmerek yang ada. Perilaku membeli ini terjadi pada waktu membeli produk-produk yang mahal, tidak sering membeli, beresiko, dan dapat mencerminkan diri pembelinya. Biasanya konsumen tidak tahu terlalu banyak tentang kategori produk
dan harus berusaha untuk mengetahuinya. Sehingga pemasar harus menyusun strategi untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang atribut produk, merek perusahaan, dan atribut penting lainnya. 2) Perilaku
membeli
untuk
mengurangi
ketidakcocokan
(dissonance reducing buying behavior) Perilaku membeli semacam ini mempunyai keterlibatan yang tinggi dan konsumen menyadari hanya terdapat sedikit perbedaan di antara berbagai merek. Perilaku membeli ini terjadi untuk pembelian produk yang harganya mahal, tidak sering dibeli, beresiko, dan membeli secara relatif cepat karena perbedaan merek tidak terlihat. Pembeli biasanya mempunyai respons terhadap harga atau yang memeberikan kenyamanan. Konsumen
akan
memperlihatkan
informasi
yang
mempengaruhi keputusan pembelian mereka. 3) Perilaku membeli berdasarkan kebiasaan (habitual buying behavior) Dalam hal ini, konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek. Setelah membeli, mereka tidak mengevalusi kembali mengapa mereka membeli produk tersebut karena tidak terlibat dengan produk. Pemasar dapat membuat keterlibatan antara produk dan konsumennya, misalnya dengan menciptakan
produk yang melibatkan situasi atau emosi personal melalui iklan. 4) Perilaku membeli yang mencari keragaman (variety seeking buying behavior). Perilaku ini memiliki keterlibatan yang rendah, namun masih terdapat perbedaan merek yang jelas. Konsumen berperilaku dengan tujuan mencari keragaman dan bukan kepuasan. Jadi merek dalam perilaku ini bukan merupakan suatu yang mutlak. Sebagai market-leader, pemasar dapat melakukan strategi seperti menjaga agar jangan kehabisan stok atau dengan promosi-promosi yang dapat mengingatkan konsumen akan produknya. Soalnya, sekali kehabisan stok, konsumen akan beralih ke merek lain. Apalagi para pesaing sudah menawarkan barang dengan harga yang lebih rendah, kupon, sampel, dan iklan yang mengajak konsumen untuk mencoba sesuatu yang baru. Perilaku demikian biasanya terjadi pada produk-produk yang sering dibeli, harga murah, dan konsumen sering mencoba merek-merek baru.
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Menurut Neal, Quester dan Hawkins (2004:p.20-24) Perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Pengaruh Internal:
1. Faktor persepsi: Faktor persepsi berurusan dengan proses pengambilan dan pengolahan informasi. Namun, berkaitan dengan persepsi, yang sangat penting untuk proses pengambilan keputusan dan juga merupakan fenomena internal yang sangat mempengaruhi oleh pengaruh internal. Persepsi aktivitas penting yang menghubungkan konsumen individu ke grup, situasi dan pengaruh pasar.
2. Pembelajaran dan memori: Keinginan,
selera
dan
preferensi
melalui
proses
pembelajaran, seperti persepsi konsumen terhadap harga dan kualitas. Seperti pengalaman pembelian meningkat, konsumen mempelajari sumber informasi yang paling efektif, tempat terbaik untuk berbelanja, nama-nama merek yang dihandalkan dan dihindari. Oleh karena itu penting bagi pemasar untuk memahami bagaimana orang belajar dan apa yang harus dilakukan untuk mempengaruhi dari pembelajaran mereka. 3. Faktor motif, kepribadian dan emosi: Faktor yang menganalisis individu serta mengarahkan dan membentuk pola tertentu pembelian dan perilaku konsumsi.
4. Faktor sikap: Suatu individu berorientasi dasar terhadap resiko beberapa objek, baik itu produk atau layanan. Sikap terbentuk dari keterkaitan antara pengalaman pribadi dan gaya hidup. Sikap terdiri dari tiga komponen (keyakinan, perasaan dan respon) Faktor eksternal: 1. Faktor rumah tangga: Faktor rumah tangga merupakan enititas yang sangat istimewa dan berpengaruh yang dimiliki setiap konsumen. 2. Faktor budaya: Faktor budaya memiliki pengaruh yang luas dan mendalam terhadap perilaku konsumen dalam pembelian. Peran budaya (anak-anak mendapat kumpulan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dari keluarganya), sub budaya (misalnya agama, kelompok ras, daerah geografis), dan kelas sosial konsumen(strata sosial) sangatlah penting. 3. Faktor sosial: Faktor sosial seperti kelompok acuan (rekan kerja, teman, tetangga) ,keluarga(misalnya orang tua, saudara kandung) serta peran dan status sosial.
4. Faktor kelompok referensi: Faktor kelompok referensi yaitu latar belakang budaya dan kelas sosial yang berdiri bersama dengan nilai dan pengetahuan yang diberitahukan kepada kita, tanpa adanya kesadaran.
5. Faktor nilai Faktor nilai menganalisis nilai dasar dalam membangun pada pembahasan nilai-nilai budaya tertentu
2.3.3 Perspesi Persepsi didefenisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia. Proses ini dapat dijelaskan sebagai “bagaimana kita melihat dunia yang terdapat di sekeliling kita. ( Schiffman dan Kanuk : 2007: p.148 ). Menurut Michaael R.Solomon (2007:p.49) persepsi adalah Persepsi adalah proses dimana orang memilih, mengatur dan menafsirkan manfaat ini. studi persepsi, kemudian, berfokus pada apa yang kita perbuat dalam menambahkan sesuatu yang mentah untuk memberi mereka makna.
Neal, Quester, dan Hawkins (2004:p.229), perception the critical activity that links individual consumers to group, situation and marketer influences Dari penjelasan diatas perspsi yang dipikikan oleh seseorang dapat menjadi nilai tentang apa yang dipikirkannya,untuk itu didalam pemasaran persepsi sangat bernilai untuk memahi kepada masyarkat bahwa produk atau jasa tersebut bernilain dan dibutuhkan.
2.3.3.1 Proses Persepsi Menurut Michaael R.Solomon (2007:p.49) Persepsi tidak hanya tergantung pada sifat – sifat rangsangan fisik tetapi juga pada hubungan antara rangsangan dengan lingkungan dan individu. Seseorang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas objek yang sama karena tiga proses persepsi : exposure, attention, dan interpretation. Exposure
Attention
Interpretation
Gambar 2.2 Proses Persepsi 1) Exposure adalah kecenderungan bagi manusia untuk menyaring sebagian besar informasi yang mereka hadapi, berarti bahwa pemasar harus bekerja cukup keras untuk menarik perhatian konsumen. Tantangan yang sesungguhnya adalah menjelaskan rangsangan mana yang akan diperhatikan orang.
2) Attention ; Rangsangan yang telah mendapatkan perhatian bahkan tidak selalu muncul di pikiran orang persis seperti yang diinginkan
oleh
pengirimnya.
Distorsi
selektif
adalah
kecenderungan menafsirkan informasi sehingga sesuai dengan pra-konsepsi kita. Konsumen akan sering memelintir informasi sehingga menjadi konsisten dengan keyakinan awal mereka atas merek dan produk. 3) Interpretation ; Orang akan melupakan banyak hal yang mereka pelajari, tapi cenderung mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif, kita cenderung mengingat hal – hal baik yang disebutkan tentang produk yang kita sukai dan melupakan hal – hal baik yang disebutkan tentang produk pesaing. Ingatan selektif menjelaskan mengapa para pemasar menggunakan drama dan pengulangan dalam mengirimkan pesan ke pasar sasaran mereka untuk memastikan bahwa pesan mereka tidak diremehkan. 2.3.4 Persepsi Harga Dalam jurnal malik dan yaqoob (2012:p.487). dalam jurnal yang berjudul “THE IMPACT OF PRICE PERCEPTION, SERVICE QUALITY, AND BRAND IMAGE ON CUSTOMER LOYALTY”. Persepi harga adalah
proses dimana konsumen menafsirkan nilai harga dan atribut ke barang atau jasa yang diingginkan. Menurut Watchravesringan,Nan-yan dan Yurchisin (2008:p:761) dalam jurnalnya yang berjudul “Cross-cultural invarianceof consumers’ price perception measures Eastern Asian perspective”, persepsi harga adalah
Pandangan psikologis menjelaskan bahwa konsumen mungkin
menganggap harga tinggi sebagai indikasi kualitas, status, dan prestise, yang positif mempengaruhi keputusan mereka,
Dalam pandangan ini,
harga produk atau jasa mempengaruhi konsumen bahwa produk atau jasa yang berkualitas tinggi atau prestise Berdasarkan harga. Menurut Schiffman dan Kanuk (2007:p.173) persepsi harga adalah pandangan
atau
persepsi
mengenai
harga
bagaimana
konsumen
memandang harga tertentu (tinggi, rendah, wajar) mempengaruhi pengaruh yang kuat terhadap maksud membeli dan kepuasan membeli. Menurut Peter dan Olson(1999:p.228) persepsi harga berkaitan dengan bagaimana informasi harga dipahami oleh konsumen dan memberikan makna yang dalam bagi mereka. Dari penjelasan di atas persepsi harga adalah pandangan konsumen dalam melihat harga dilihat dari tinggi dan rendahnya harga yang mempengaruhi keputusan pembelian. Dalam penelitian ini kami menggunakan jurnal Watchravesringan,Nan-yan dan Yurchisin sebagai
acauan kami dalam variabel persepsi harga karena sesuai dengan penelitian kami. Pendekatan untuk memahami persepsi harga adalah pemrosesan informasi, yang di kemukakan oleh Peter & Olson (1999 : p.229). Adaptasi terhadap pendekatan ini digaris besarkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Model Konseptual Pemrosesan Kognitif dari Informasi Harga Model
tersebut
menggambarkan
suatu
pendekatan
untuk
menjelaskan dampak harga untuk sebuah produk atau situasi pembelian yang tingkat keterlibatanya tinggi. Pada dasarnya model tersebut menyatakan bahwa informasi harga diterima melalui indra penglihatan dan pendengaran.
Informasi tersebut kemudian dipahami secara keseluruhan, yaitu informasi tersebut diterjemahkan dan dibuat bermakna dalam pemrosesan informasi harga secara kognitif, konsumen dapat membuat perbandingan antara harga yang ditetapkan dengan sebuah harga atau rentang harga yang telah terbentuk dalam benak mereka untuk produk tersebut. Harga dalam benak mereka yang digunakan untuk melakukan perbandingan ini disebut harga referensi internal (internal reference price). Referensi harga internal mungkin merupakan harga yang dianggap konsumen sebagai harga yang pantas, harga yang selama ini memang ditetapkan untuk suatu produk, atau yang dianggap oleh konsumen sebagai harga pasar yang rendah atau harga pasar yang tinggi. Pada dasarnya referensi harga internal bertindak sebagai penuntun dalam mengevaluasi dapat diterima konsumen atau tidak.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kewajaran suatu harga, yaitu : 1) Perception of Price Difference Menurut Nagle & Hogan (2006), pembeli cenderung untuk melakukan evaluasi terhadap perbedaan harga antara harga yang ditawarkan dan harga dasar yang diketahui.
2) Price Reference
Menurut Schiffman & Kanuk (2010:p.194) harga bersifat eksternal dan internal. Harga-harga yang didapat dari informasi luar yaitu iklan dan pengalaman orang lain (external references). Sedangkan harga yang didapat dari pengalaman konsumen atau ingatan konsumen sendiri (internal references) 2.3.4.1 Persepsi positif harga Menurut
Watchravesringan,Nan-yan
dan
Yurchisin
(2008:p.761) dalam jurnalnya yang berjudul “Cross-cultural invarianceof consumers’ price perception measures Eastern Asian perspective” persepsi positif harga adalah Pandangan psikologis menjelaskan bahwa konsumen mungkin menganggap harga tinggi sebagai indikasi kualitas, status, dan prestise, yang positif mempengaruhi keputusan mereka
Dalam pandangan ini, harga
produk sinyal konsumen bahwa produk yang berkualitas tinggi atau prestise berdasarkan harga.
ada dua dimensi yang terkait
dengan peran positif harga: Harga-kualitas skema dan sensitivitas prestise. 1. Harga-kualitas skema mengacu pada konsumen keyakinan umum bahwa tingkat harga secara positif terkait dengan tingkat kualitas. Dari pandangan psikologi, harga tinggi pembelian produk dapat meningkatkan salah satu sudah merasa tentang
diri sendiri karena konsumen cenderung untuk menyamakan harga tinggi dengan tinggi kualitas. 2. Gengsi
sensitivitas
mengacu
pada
persepsi
yang
menguntungkan isyarat harga berdasarkan perasaan pembeli dari keunggulan dan status saat membeli barang-barang dari pandangan konsumsi mencolok, harga sensitivitas dikaitkan dengan perilaku konsumtif terlihat sosial. Dengan membeli harga tinggi pada suatu produk dapat meningkatkan citra diri seseorang. perasaan prestise yang terkait dengan harga tinggi positif dapat mempengaruhi pembelian perilaku konsumen. 2.3.4.2 Persepsi negatif harga Menurut
Watchravesringan,Nan-yan
dan
Yurchisin
(2008:p.761) dalam jurnalnya yang berjudul “Cross-cultural invarianceof consumers’ price perception measures Eastern Asian perspective” persepsi negative harga dari perspektif ekonomi, harga produk negatif dapat mempengaruhi konsumen, perilaku pembelian, harga yang lebih tinggi dapat mengusir konsumen jauh dari pembelian produk sebagai hasil dari pengorbanan moneter tersirat konsumen, dalam hal uang pengeluaran, dan pengorbanan non-moneter, dalam hal psikologis konsekuensi atau kurangnya manfaat yang diterima dari produk. ada empat dimensi yang terkait
dengan negative : kesadaran nilai, kesadaran harga, penjualan wilayah rawan, dan harga mavenism. 1. Nilai adalah keseluruhan penilaian konsumen terhadap kegunaan suatu produk berdasarkan persepsi tentang apa yang diterima dan apa yang diberikan Dengan demikian,nilai konsumen dianggap mewakili tradeoff antara kualitas dan manfaat
yang
mereka
terima
dalam
relatif
produk
mengorbankan mereka memandang dengan membayar harga, Berdasarkan
definisi
tersebut,
kesadaran
nilai
dikonseptualisasikan karena kekhawatiran konsumen mengenai rasio kualitas yang diterima dengan pengorbanan moneter dalam suatu transaksi 2. harga kesadaran untuk merujuk ke berbagai kognisi terkait harga antar budaya invariant,kesadaran harga Sejauh mana konsumen memfokuskan secara eksklusif pada membayar harga rendah. harga telah ditemukan memiliki dampak pada perilaku pencarian konsumen untuk produk murah. 3. Penjualan wilayah rawan didefinisikan sebagai meningkatkan kecenderungan untuk menanggapi tawaran pembelian karena bentuk
penjualan
di
mana
Harga
disajikan
positif
mempengaruhi pembelian evaluasi, Thaler (1985) menjelaskan bahwa setiap pembelian produk tidak hanya untuk menerima kenikmatan dari pembelian Utilitas akuisisi, tetapi juga untuk
memperoleh nilai atau manfaat dari kesepakatan utilitas transaksi. Dengan demikian, mereka yang dijual rawan cenderung merasakan harga produk yang disajikan dalam bentuk penjualan sebagai kesepakatan yang baik, yang kemudian dapat mempengaruhi kecenderungan mereka untuk. 4. mavenism Harga: Gelar dari mana seorang individu merupakan sumber untuk informasi harga untuk berbagai jenis produk dan tempat-tempat untuk berbelanja untuk harga terendah, memulai diskusi dengan konsumen, dan merespon permintaan dari konsumen untuk informasi harga pasar.
2.3.4.3 Dimensi persepsi harga Menurut
Watchravesringan,Nan-yan
dan
Yurchisin
(2008:p.759-779) dalam jurnalnya yang berjudul “Cross-cultural invarianceof consumers’ price perception measures Eastern Asian perspective”, dimensi persepsi harga adalah : 1. Kesadaran nilai ( value conscionusness) Kesadaran nilai adalah suatu perhatian terhadap pembayaran dengan harga yang rendah, berdasarkan kualitas tertentu dari suatu produk atau jasa. 2. Kesadaran harga ( price conciusness)
Kesadaran harga adalah tingkat kepedulian konsumen yang lebih memperhatikan pembayaran dengan harga yang rendah. Semakin rendah harga semakin dipilih sesuai dengan preferensi terhadap harga rendah contoh: Harga rendah merupakan pertimbangan penting dalam pembelian,memeriksa harga sebelum membeli. 3. Kecenderungan potongan harga ( sale proness) Kecenderungan potongan harga adalah sebagai kecenderungan peningkatan
respon
terhadap
tawaran
pembelian
yang
diakibatkan oleh bentuk potongan harga karena bentuk potongan harga tersebut berpengaruh positif terhadapa evaluasi pembelian.potongan harga dianggap menguntungkan karena harganya lebih rendah dari harga. Contoh: Potongan harga memberikan pengaruh terhadap pembelian,cendrung membeli merek yang terkenal. 4. Mavenisme harga (price mavenisme) Mavesnisme harga adalah keingintahuan terhadap informasi dipasar untuk disebarluaskan kepada orang lain. 5. Kualitas harga (price quality) Kualitas harga adalah harga yang dipandang mempunyai peran positif karena tingkat harga berhubung positif dengan tingkat
kualitas produk. Contoh: Harga yang lebih akan memberikan layanan yang lebih baik, semakin tinggi harga semakin tinggi kualitas yang didapat. 6. Sensitivitas prestige (prestige sensitivity) Sensitivitas prestige adalah sebagai persepsi yang baik atau menyenangkan terhadap harga didasarkan oleh perasaan untuk menonjol dan berstatus dimana harga yang tinggi menunjukan status sosial tertentu bagi pembelinya. Contoh: membeli harga yang tinggi untuk mendapatkan kesan, Melihat harga berdasarkan gengsi Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa persepsi harga merupakan indikator yang penting dalam mencipkan keputusan pembelian untuk itu diperlukan strategi agar persepsi konsumen akan harga dapat positif, dan dari penjelasan diatas penulis memilih dimensi diatas sebagai indikator dalam penelitian ini.
2.4
Keputusan Pembelian 2.4.1 Definisi Keputusan Pembelian Keputusan pembelian menurut Schiffman dan Kanuk (2007:p.508) adalah “the selection of an option from two or alternative choice”. Jadi,
keputusan pembelian adalah suatu keputusan seseorang dimana dia memilih salah satu dari beberapa alternatif pilihan yang ada. Menurut Peter & Olson (2010:p.160-161), Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perliku alternative, dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan, yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku. Dalam jurnal Jacqueline Korir, Kimeli korir, Joseph Musyoki dan Barno William (2012:p.156) dalam jurnal yang berjudul” Determinants of Consumer Purchase Decisions in Zero Rated Hotels in Eldoret Town, Kenya” Keputusan pembelian konsumen adalah proses yang terlibat ketika individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan atau membuang produk, jasa atau pengalaman dan ide-ide untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dalam jurnal Doostar, Akhlagh dan abadi (2012;p.8824) dalam jurnal yang berjudul “Analysis of the Impact of Brand Assets on the Buying Decisions of Final Consumers Brand of Iran's Milk Industry Company” keputusan pembelian adalah :pengambilan keputusan merupakan suatu proses yang rumit dan konsumen dapat mengandalkan informasi tentang produk dan merek dan pengalaman konsumen mereka untuk memutuskan keputusan pembelian yang tepat.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Keputusan pembelian adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Dalam penelitian ini kami menggunakan teori Peter & Olson sebagai acauan kami dalam variabel keputusan pembelian karena sesuai dengan penelitian kami.
2.4.2 Model Keputusan Pembelian Menurut Peter & Olson (2010:p.165-170), Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perliku alternative, dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan, yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku. Model pengambilan keputusan konsumen menonjolkan tiga ciri interpretasi, integrasi, dan pengetahuan produk dalam ingatan. Proses interpretasi mensyaratkan eksposur pada informasi dan melibatkan dua proses kognitif yaitu perhatian dan pemahaman. Perhatian mengatur bagaimana konsumen memilih informasi mana yang harus diterjemahkan dan informasi mana yang harus diabaikan. Pemahaman mengacu pada bagaimana konsumen menetapkan arti subjektf
dan informasi dan karena itu menciptakan pengetahuan serta kepercayaan personal. Pengetahuan (knowledge), arti (meaning), dan kepercayaan (beliefs) dapat saling dipertukarkan untuk mengacu pada berbagai tipe interpretasi personal atau subjektif yang dihasilkan oleh proses interpretasi. Pengetahuan, arti dan kepercayaan dapat disimpan dalam ingatan yang kemudian dapat dipanggil kembali dari ingatan (diaktifkan) dan digunakan dalam proses integrasi. Proses integrasi (integration process) menyangkut bagaimana konsumen mengkombinasikan berbagai jenis pengetahuan (1) untuk membentuk evaluasi produk, objek lain serta perilaku, dan (2) untuk membentuk pilihan diantara beberapa perilaku alternative seperti pembelian. Pengetahuan produk dan keterlibatan (product knowledge and involvement) mengacu pada berbagai jenis pengetahuan, arti dan kepercayaan yang direkam dalam ingatan konsumen. Pengetahuan produk yang diambil dari ingatan memiliki potensi untuk mempengaruhi dan proses produk tentang personal dalam interpretasi, integrasi dan keterlibatan mengacu pada pengetahuan kinsmen relevansi suatu produk hidupnya.
Gambar: 2.4 Proses Kongnitif dalam Pembuatan Keputusan Konsumen Sumber : Peter & Olson (2010: p.161) 2.4.3 Jenis perilaku pembelian Menurut Peter & Olson (2010;p.174), pemasar membagi variasi kegiatan pemecahan masalah menjadi tiga tingkat : 1)
Pengambilan keputusan ekstensif (extensive decision making) Biasanya melibatkan sejumlah besar perilaku pencarian yang
dibutuhkan untuk mengidentifikasi alternatif pilihan dan mencari kriteria pilihan yang akan digunakan untuk mengevaluasi. Dan juga melibatkan keputusan multi pilihan dan upaya kognitif serta perilaku yang cukup
besar. Pengambilan keputusan ini cendurung membutuhkan waktu yang cukup lama dan hanya pada sedikit masalah pilihan konsumen. 2)
Pengambilan keputusan terbatas (limited decision making) Jumlah upaya pemecahan masalah yang dibutukan dalam
pengambilan keputusan terbatas berkisar dari rendah ke sedang. Dibandingkan dengan pengambilan keputusan ekstensif, pengambilan keputusan ini melibatkan tidak banyak upaya pencarian informasi, lebih sedikit alternatif yang dipertimbangkan dan proses integrasi yang dibutukan. Pilihan yang melibatkan pengambilan keputusan terbatas biasanya dilakukan cukup cepat, dengan tingkat upaya kognitif dan perilaku yang sedang. 3)
Perilaku pilihan rutin (routinized choice behavior) Perilaku yang muncul secara otomotis dengan sedikit atau bahkan
tanpa ada proses kognitif. Dibandingkan dengan tingkat yang lain, perilaku pilihan rutin membutuhkan sedikit kapisitas kognitif atas control sadar.
2.4.4 Dimensi Keputusan Pembelian Menurut Peter & Olson (2010: p.162-163) keputusan pembelian terjadi melalui proses yang terdiri dari lima tahap, yaitu: 1)
Pengenalan kebutuhan, yaitu proses pengambilan keputusan pembelian dimana konsumen mengenali suatu masalah atau kebutuhan, konsumen akan membeli suatu produk atau jasa sebagai solusi atau permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk atau jasa yang akan dibeli.
2)
Pencarian
informasi,
yaitu
proses
pengambilan
keputusan
pembelian dimana konsumen telah tertarik untuk mencari lebih banyak informasi, konsumen mungkin hanya meningkatkan perhatian atau mencari informasi. Terdapat berbagai macam sumber informasi yaitu sumber pribadi, komersial, public, dan pengalaman. 3)
Evaluasi terhadap berbagai macam alternatif, yaitu proses pengambilan
keputusan
menggunakan
informasi
pembelian untuk
dimana
melakukan
konsumen
evaluasi
untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapinya terhadap berbagai pilihan. 4)
Keputusan pembelian, yaitu proses pengambilan keputusan pembelian dimana konsumen benar-benar membeli produk. Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternative strategis yang ada,
konsumen akan membuat keputusan pembelian. Terkadang waktu yang dibutuhkan untuk membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal yang perlu dipertimbangkan. 5)
Evaluasi keputusan pembelian, yaitu proses melakukan evaluasi terhadap keputusan pembelian yang telah dilakukan sebelumnya apakah telah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan yang perlu diperlukan sebelumnya, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk atau jasa tersebut sesuai dengan harapannya. Suatu proses keputusan membeli bukan hanya mengetahui berbagai faktor akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli.
2.5
Loyalitas Pelanggan 2.5.1 Pengertian Loyalitas Pelanggan Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen akan suatu produk atau jasa sebagai akhir dari suatu proses penjualan memberikan dampak tersendiri terhadap perilaku pelanggan akan produk atau jasa yang diterima. Bagaimana perilaku pelanggan dalam melakukan pembelian kembali, bagaimana pelanggan dalam mengekspresikan produk yang dipakainya dan jasa yang diperolehnya, dan perilaku lain yang menggambarkan reaksi pelanggan atas produk atau jasa yang telah dirasakan.
Loyalitas
pelanggan
memiliki
peran
dalam
sebuah
perusahaan, mempertahankan mereka berarti meningkatkan kinerja keuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, hal ini menjadi alasan utama bagi sebuah perusahaan untuk menarik dan mempertahankan pelanggan. Usaha untuk memperoleh pelanggan yang loyal tidak dapat dilakukan sekaligus, tetapi melakukan beberapa tahapan, mulai dari mencari pelanggan potensial sampai memperoleh partneratau rekan kerja. Menurut Durianto, et, all (2004:p.19) kepuasan adalah pengukuran secaralangsung bagaimana konsumen tetap loyal atau setia kepada suatu merek. Loyalitas adalah akumulasi pengalaman penggunaan produk. Menurut Kotler (2003:p.294), loyalitas adalah sebuah komitmen untuk membeli kembali produk atau jasa di masa yang akan datang walaupun dipengaruhi oleh situasi atau keadaan pasar yang dapat menyebabkan perubahan perilaku. Menurut Griffin (2005:p.113) : when a customer is loyal, he or she exhibits purchase behavior defined as non-random purchase expressed over time by some decision-making unit. Menurut Al-Rousan, M. Ramzi, Badaruddin Mohamed (2010:p.886) dalam jurnalnya yang berjudul “Customer Loyalty and the Impacts of Service Quality: The Case of Five Star Hotels in Jordan”, Loyalitas pelanggan adalah pelanggan yang akan kembali atau terus menggunakan produk atau jasa yang sama atau produk
lain yang sama dalam satu organisasi, membuat referensi bisnis, dan sengaja atau bahkan sengaja memberikan referensi kata-dari mulut ke mulut yang kuat dan publisitas. Pelanggan yang loyal adalah mereka yang tidak mudah terpengaruh oleh bujukan harga dari pesaing, dan mereka biasanya membeli lebih dari mereka yang kurang setia. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan loyalitas pelanggan adalah pelanggan yang melakukan pembelian kembali secara berulang atas produk atau jasa. Dalam penelitian ini kami menggunakan teori Griffin sebagai acauan kami dalam variabel loyalitas pelanggan karena sesuai dengan penelitian kami. Menurut Griffin (2005:p.223) mengemukakan keuntungankeuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal antara lain : 1. Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik pelanggan baru lebih mahal). 2. Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan). 3. Mengurangi biaya turn over pelanggan (karena pergantian pelanggan yang lebih sedikit)
4. Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan. 5. Word of mouth yang lebih positif dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti mereka yang puas. 6. Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya pergantian dan lainnya) 2.5.2 Dimensi Loyalitas Pelanggan Pelanggan yang loyal merupakan asset penting bagi perusahaan, hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana diungkapkan oleh Griffin (2005:p.31), pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut : 1)
Melakukan pembelian secara teratur atau pembelian ulang. Adalah pelanggan yang telah melakukan pembelian produk atau jasa sebanyak dua kali atau lebih.
2)
Membeli di luar lini produk atau jasa (pembelian antar lini produk). Adalah membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama serta membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing.
3)
Merekomendasikan produk atau jasa kepada orang lain. Adalah memberi barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu,
mereka mendorong orang lain agar membeli barang atau jasa perusahaan tersebut. Secara tidak langsung, mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa pelanggan untuk perusahaan. 4).
Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk atau jasa sejenis, atau dengan kata lain, tidak mudah terpengaruh oleh tarikan pesaing.
2.5.3 Ciri - Ciri Loyalitas Pelanggan Menurut Rambart Lupiyoadi (2006:p.161) loyalitas pelanggan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (1) Membicarakan hal-hal positif kualitas jasa kepada orang lain. (2) Merekomendasikan kualitas jasa kepada orang lain. (3) Mendorong teman atau relasi bisnis untuk berbisnis dengan perusahaan tersebut. (4) Mempertimbangkan perusahaan tersebut sebagai pilihan utama dalam membeli atau menggunakan jasa. (5) Melakukan bisnis lebih banyak di waktu mendatang.
2.5.4 Tahapan Loyalitas Griffin (2005: p.35) membagi tahapan loyalitas pelanggan sebagai berikut : 1) Suspect Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa perusahaan tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dan produk (barang atau jasa) yang ditawarkan.
2) Prospects Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau
jasa
tertentu
dan
mempunyai
kemampuan
untuk
membelinya. Pada prospect ini, meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan produk (barang atau jasa) yang ditawarkan. 3) Disqualified Prospect Adalah orang yang telah mengetahui keberadaan barang atau jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang atau jasa tersebut, atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang atau jasa tersebut. 4) First Time Customer Adalah pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya. Mereka masih menjadi pelanggan baru.
5) Repeat Customer Adalah pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk atau jasa sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk yang sama sebanyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula. 6) Clients Adalah membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing. 7) Advocates Seperti hal nya clients, advocates membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu, mereka mendorong relasi mereka agar membeli barang atau jasa perusahaan atau merekomendasikan perusahaan tersebut kepada orang lain, dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan. Tahapan kesetiaan pelanggan yang diungkap Griffin tersebut dikenal dengan istilah Profile Genereator System.
2.5.5 Jenis- Jenis Loyalitas Pelanggan Menurut Griffin (2005: p.22) menyatakan bahwa jenis loyalitas dapat dibagi menjadi: 1. Tanpa Loyalitas Beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Tanpa loyalitas ditandai dari keterikatan yang rendah dikombinasikan dengan tingkat pembelian yang rendah pula. Secara umum, perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan menjadi pelanggan yang loyal. 2. Loyalitas yang lemah Ditandai dengan keterlibatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah. Pelanggan ini membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor non sikap dan faktor situasi merupakan alasan utama membeli. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli. 3. Loyalitas Tersembunyi Tingkat keterikatan yang relatif tinggi digabund dengan tingkat pembelian
berulang
yang
rendah
menunjukan
lotalitas
tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang.
4. Loyalitas Premium Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkanm terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian ulang yang jua tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai untuk semua pelanggan di setiap perusahaan.
2.6 Pemasaran Pariwisata Menurut Philip Kotler, John T Bowen dan James C Makens (2002;p.30) mengemukakan bahwa pengertian dari pemasaran adalah: “ proses social dan menejerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka perlukan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan saling bertukar produk dan layanan yang bernilai secara bebas dengan pihak lain”. Menurut J. Krippendorf, dalam shantywidiadi.blogspot.com (2012) merumuskan pemasaran pariwisata sebagai berikut “Marketing in tourism to be understood as the systematic and coordinated execution of business policy by tourist undertaking whether private or state owned at local, regional, national and international level to achieve the optimal of satisfaction of the needs of identifiable consumers group and in doing so to achieve an appropriate return”. Pemasaran Pariwisata adalah suatu sistem dan koordinasi yang harus dilakukan sebagai kebijaksanaan bagi perusahaan-perusahaan kelompok industri pariwisata, baik milik swasta maupun pemerintah, dalam ruang lingkup lokal, regional, nasional, atau internasional untuk mencapai kepuasan
wisatawan dengan memperoleh keuntungan yang wajar.Dikutip dari http://shantywidiadi.blogspot.com/2012/09/pengertian-manajemen-pemasaran.html
Menurut Prof. Dr. Salah Wahab, L.J Crampon, Ma, dan LM Rothfield, Ma dalam shantywidiadi.blogspot.com (2012) merumuskan pengertian pemasaran pariwisata sebagai berikut: Pemasaran Pariwista adalah suatu proses manajemen yang dilakukan oleh organisasi pariwisata nasional atau perusahaan-perusahaan termasuk dalam kelompok industri pariwisata untuk melakukan identifikasi terhadap wisatawan yang sudah punya keinginan untuk melakukan perjalanan wisata dan wisatawan yang mempunyai potensi akan melakukan perjalanan wisata dengan jalan melakukan komunikasi dengan mereka, mempengaruhi keinginan, kebutuhan, dan memotivasinya, terhadap apa yang disukai dan tidak disukainya, pada tingkat daerah-daerah lokal, regional, nasional mapun internasional dengan menyediakan obyek dan atraksi wisata agar wisatawan memperoleh kepuasan optimal.Dikutip dari http://shantywidiadi.blogspot.com/2012/09/pengertian-manajemen-pemasaran.html
2.6.1 Konsep Pemasaran Pariwisata: Menurut Philip Kotler, John T Bowen dan James C Makens (2002;p.30) konsep pemasaran adalah: 1.
Kebutuhan (needs).konsep paling dasar yang melandasi
pemasaran adalah kebutuhan manusia(human needs).kebutuhan manusia adalah keadaan dari rasa ketiadaan sesuatu yang diperlukan.
2.
Keinginan(wants).konsep
pemasaran
kedua
adalah
keinginan manusia (human wants), yaitu bentuk yang mengacu pada kebutuhan manusia yang dibentuk oleh budaya dan kepribadian individual. 3.
Permitaan (demands). Manusia mempunyai keinginan yang
nyaris tanpa batas, tetapi sumber daya untuk memenuhi keinginan itu terbatas. Mereka memilih produk yang menghasilkan kepuasan tertinggi untuk uang yang mereka keluarkan. Kalau didukung daya beli, keinginan akan menjadi permintaan. Dari pengertian yang diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran Pariwisata adalah komoditi yang tidak pernah mati.semakin
hari,
semakin
perkembangan zaman.pariwisata
berkembang
sesuai
merupakan kebutuhan
dengan rohani
manusia. Karena perkembangan tersebut, persaingan pemasaran pariwisata pun semakin ketat. Untuk memiliki pasar pariwisata yang baik harus didukung oleh pemasaran pariwisata yang baik pula.
2.7 Penerbangan pariwisata Bisnis penerbangan di Indonesia dinilai menjanjikan. International AirTransport Association (IATA) memperkirakan, selama periode 2010-2014 laju pertumbuhan penerbangan dalam negeri bisa mencapai 10 persen per tahun. Pada 2014, IATA memprediksi jumlah penumpang domestik sebesar
38,9 juta orang. Indonesia akan menjadi pasar terbesar kesembilan di dunia untuk perjalanan domestik, menurut Chief Executive Officer IATA, Tony Tyler. Prospek bisnis penerbangan nasional beberapa tahun ke depan masih menjanjikan. Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
terus
mencatat
kinerja
positif
dan
letak
geografis.Seperti
diketahui,Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas berbagai gugusan pulau.Selain itu,jumlah penduduk Indonesia juga sangat besar. Dua faktor tersebut adalah hal dasar masih menjanjikannya prospek bisnis penerbangan di Indonesia ke depan. Dengan jumlah penduduk yang besar dan letak geografis yang terpisah antara kepulauan, maka potensi dari bisnis penerbangan masih terbuka lebar. Menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional atau Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Emirsyah Satar, tekad pemerintah yang ingin mengembangkan dan mempercepat perekonomian di luar Pulau Jawa melalui koridor-koridor ekonomi menjadi peluang bagi industri penerbangan.Konektivitas antarpulau pasti membutuhkan transportasi yang cepat,dan itu hanya bisa dilakukan melalui penerbangan. Rute penerbangan yang potensial dapat menarik wisatawan,seperti dari Jepang menuju Denpasar,Bali.Dari sekitar 3 juta penumpang, 80% adalah wisatawan asing. Dan berdasarkan pengamatannya untuk rute penerbangan ke Timur Tengah, dari total penumpang yang mencapai 1,5 juta tahun lalu, hanya 10% atau sekitar 150.000 yang merupakan wisatawan mancanegara ke
Indonesia. Selebihnya tenaga kerja Indonesia yang mudik ke Tanah Air. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional atau Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Emirsyah Satar. Jadi potensi bisnis penerbangan di Indonesia sangatlah menjanjikan dan didukung dalam hal ini destinasi pariwisata
di Indonesia
yang sangat
banyak
sanagat mendukung
perkembangan penerbangan di Indonesia .
2.8 Penelititian Terdahulu Dibawah ini adalah beberapa jurnal dan penelitian sebelumnya: Kualitas pelayanan (X1) terhadap Keputusan pembelian (Y): 1.
Dalam Jurnal Stanley & Wisner (2001) Dengan judul penelitian ” Service quality along the supply chain: implications for purchasing “ Hasil penelitian untuk mengeksplorasi hubungan antara pelaksanaan koperasi pembelian /hubungan pemasok, kualitas layanan internal, dan kemampuan organisasi untuk menyediakan produk dan layanan berkualitas kepada para pelanggan Secara khusus,untuk mempangaruhi keputusan pembelian, Hasil penelitian menarik kesimpulan
adanya
hubungan positif yang kuat antara pelaksanaan hubungan pembelian terhadap kualitas pelayanan, dan pelayanan yang diberikan kepada pelanggan eksternal. Dalam penelitian Stanley & Wisner variabel kualitas pelayanan dan keputusan pembelian sama dengan penelitian kami
2.
Ida Manullang (2008): Dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Pelanggan Jasa Penerbangan PT.Garuda Indonesia.Tbk”. Hasil penelitian menarik kesimpulan: Kesimpulan berdasarkan uji t (parsial) dan uji F (simultan) bahwa kualitas pelayanan yang dilihat dari 5 dimensi: tangibles, reliability, responsiveness, assunrance dan empathy mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan
pelanggan
jasa
penerbangan
PT.Garuda
Indonesia
Airlance.Tbk di Bandara Polonia Medan. Dari ke 5 dimensi kualitas pelayanan yang memberikan pengaruh paling domain adalah variabel reliability. Dalam penelitian Ida Manulang variabel kualitas pelayanan sama dengan variabel penelitian kami. 3.
Hariyanto (2012): Dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian Produk Flooring/Lantai Kayu Pada PT. Multi Berkat Interindo”. Hasil penelitian menarik kesimpulan: Kualitas Pelayanan dan Kualitas Produk secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pembelian Konsumen. Jadi dalam penelitian Hariyanto variabel kualitas pelayanan dan keputusan pembelian sama dengan penelitian kami,sedangkan variabel kualitas produk berbeda dengan penelitian kami
Persepsi harga (X2) terhadap Keputusan pembelian (Y):
1.
Dalam Jurnal Kinney,Ridgway,Monroe (2012) Dengan judul penelitian”The Role Of Price Behavior and Purchase Decison Of
Compulsive
Buyers”
Setelah
disimpulkan
bahwa
kesadaran
melakukan harga
dan
penelitian
dapat
persepsi
harga
mempengaruhi signifikan terhadap keputusan pembelian, Temuan ini berarti pembeli kompulsif pada perorangan menjadi lebih rentan terhadap membeli harga yang lebih tinggi dan bergengsi pada merek, dan mencari untuk penawaran harga yang baik pada suatu merek,maka dapat disimpulkan persepsi kosumen akan harga dan kesadaran konsumen akan harga memepengaruhi pada keputusan pembelian konsumen. Dalam penelitian Kinney,Ridgway,Monroe variabel perspsi harga dan keputusan pembelian sama dengan penelitian kami. 2.
Ricky Leonardo (2012): Dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Ekuitas Merek dan Persepsi Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen PT. Lung Xiang Indonesia”. Hasil penelitian menarik kesimpulan: Kualitas produk, ekuitas merek dan persepsi harga berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap kinerja keputusan pembelian. Persepsi harga sangat mempengaruhi keputusan pembelian karena pada saat pemprosesan informasi harga secara kognitif terjadi, konsumen dapat membuat pembandingan antara harga yang ditetapkan dengan harga atau rentang harga yang telah terbentuk dalam benak mereka untuk produk tersebut. Dalam penelitian Ricky Leonardo variabel persepsi harga dan keputusan pembelian sama dengan penelitian
kami sedangkan variabel kualitas produk dan ekuitas merek berbeda dengan penelitian kami. Kualitas pelayanan (X1) &Persepsi harga (X2) terhadap Loyalitas pelanggan (Z): 1. Dalam jurnal Malik dan Yaqoob (2012): Dengan judul penelitian “THE IMPACT OF PRICE PERCEPTION, SERVICE QUALITY, AND BRAND IMAGE ON CUSTOMER LOYALTY”(STUDY OF HOSPITALITY INDUSTRY IN PAKISTAN). Hasil penelitian menarik
kesimpulan:
Setelah
melakukan
penelitian
dapat
disimpulkan bahwa dalam bisnis tourism loyalitas pelanggan adalah faktor yang paling penting. Kita seharusnya tidak hanya mempertahankan pelanggan tetapi juga menarik baru dan mencoba untuk membuat pelanggan setia. Loyalitas pelanggan tergantung pada persepsi harga, citra merek, kualitas layanan. Semua ini adalah dalam hubungan langsung dengan loyalitas pelanggan sehingga kita harus
fokus
dan
memperkuat
faktor-faktor
dalam
rangka
meningkatkan loyalitas pelanggan. Penelitian menyimpulkan bahwa semua faktor yang diidentifikasi dalam penelitian ini memberikan kontribusi positif terhadap loyalitas pelanggan. Variabel lebih lanjut dapat diidentifikasi untuk penelitian masa depan yang dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan. Dalam penelitian Malik dan Yaqoob variabel kualitas pelayanan,persepsi harga dan loyalitas
pelanggan sama dengan penelitian kami sedangkan variabel brand image berbeda dengan penelitian kami. 2. Benny Teguh (2011): Dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Jasa dan Peranan Harga Terhadap Loyalitas Penumpang
dan
Dampaknya
Terhadap
Citra
Perusahaan
PT.PELNI”. Hasil penelitian menarik kesimpulan: Pertama,bahwa ada pengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan jasa terhadap loyalitas penumpang. Kedua, bahwa ada pengaruh signifikan dari peran harga terhadap loyalitas penumpang. Ketiga, bahwa ada pengaruh signifikan dari kualitas pelayanan jasa dan peranan harga secara bersamaan terhadap loyalitas penumpang. Dalam penelitian Benny Teguh variabel kualitas pelayanan dan loyalitas pelanggan sama dengan penelitian kami sedangkan variabel peranan harga berbeda dengan penelitian kami.
Keputusan pembelian (Y) terhadap Loyalitas pelanggan (Z): 1. Dalam jurnal Yuping Liu (2007) : Dengan judul penelitian”The Long-Term Impact of Loyalty Programs on Consumer Purchase Behavior and Loyalty”. Penelitian saat ini meneliti dampak jangka panjang dari kesetiaan Program pada tingkat pembelian konsumen dan loyalitas eksklusif mereka untuk perusahaan, Hasil penelitian ini menunjukan hasil yang signifikan antara kebutuhan
untuk
mempertimbangkan
pembelian
konsumen,ketika
memperlajari
program
loyalitas
dan
menggambarkan nilai penciptaan konsumen dalam proses pemasaran. Dalam penelitian Yuping Liu variabel keputusan pembelian dan loyalitas sama dengan penelitian kami. 2. Telly Lyonita & Dyah Budiastuti, Ir.MM (2012): Dengan Judul penelitian” Analisis Pengaruh Produk
Terhadap
Brand Image Dan Kualitas
Keputusan Pembelian Yang Berdampak
Pada Loyalitas Konsumen Pada PT. Telkom Jakarta Selatan (Produk : SPEEDY). Hasil penelitian Dapat diketahui bahwa pengaruh antara Keputusan Pembelian (Y) dan Loyalitas Konsumen (Z) memiliki hubungan yang nyata dan hubungan keduanya bersifat kuat. Dalam penelitian Telly Lyonita & Dyah Budiastuti, Ir.MM variabel keputusan pembelian dan loyalitas sama dengan penelitian kami sedangkan variabel brand image dan kualitas produk berbeda dengan penelitian kami.
2.9
Hipotesis Secara garis besar hipotesis dari penelitian ini adalah : Variabel : X1 = Kualitas pelayanan X2 = Persepsi Harga Y = Keputusan Pembelian Z = Loyalitas Pelanggan 1) H1: Ada pengaruh kualitas pelayanan terhadap keputusan pembelian pada PT Merpati Nusantara. 2) H2: Ada pengaruh persepsi harga terhadap keputusan pembelian pada PT.Merpati Nusantara. 3) H3: Ada pengaruh kualitas pelayanan dan persepsi harga pada PT. Merpati Nusantara. 4) H4: Ada pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan pada PT.Merpati Nusantara. 5) H5: Ada pengaruh persepsi harga terhadap loyalitas pelanggan pada PT.Merpati Nusantara. 6) H6: Ada pengaruh keputusan pembelian terhadap loyalitas pelanggan pada PT.Merpati Nusantara.
2.10 Kerangka Berfikir
Prospek bisnis penerbangan nasional beberapa tahun ke depan masih menjanjikan. Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif dan letak geografis serta didukung faktor pariwisata maka potensi dari bisnis penerbangan masih terbuka lebar dan sangat potensial.
Penurunan loyalitas pelanggan PT.Merpati Nusantara rute Jakarta ke Ujung Pandang Priode September, Oktober,November 2012
Persepsi Harga
Kualitas Pelayanan
Keputusan Pembelian
Loyalitas Pelanggan
Gambar.2.5 Kerangka Berfikir