15
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Ruang Lingkup Pemasaran Pariwisata Pemasaran merupakan suatu aktivitas yang meliputi interaksi dan hubungan timbal balik antara konsumen dan produsen barang atau jasa, melalui gagasan, produk, layanan dan nilai yang diciptakan melalui pertukaran yang menghasilkan benefit bagi kedua belah pihak. Begitu pula dalam industri pariwisata, (Kotler et al, 2006:13) mengemukakan bahwa pemasaran pariwisata merupakan proses manajerial oleh suatu individu dan kelompok untuk dapat memperoleh apa yang mereka perlukan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai dengan individu atau kelompok lainnya. Needs, wants, and demand
Markets
Core Marketing Consepts
Exchange, transactions, and relationships
Products
Value, satisfaction, and quality
Sumber : Kotler et al (2006:13) Gambar 2.1 Core Marketing Consepts
16
1. Needs, wants, and demands Konsep paling mendasar dalam pemasaran yaitu human needs. Human needs merupakan suatu keadaan dari perasaan kehilangan, contohnya kebutuhan dasar fisik seperi kebutuhan untuk makan, pakaian, dan keamanan, sama halnya dengan kebutuhan sosial seperti rasa memiliki, kebutuhan untuk mendapatkan kesenangan, dsb. Selain itu adapula esteem needs dimana seseorang membutuhkan sebuah penghargaan atau pengakuan dan reputasi. Dan individual needs dimana seseorang membutuhkan pengetahuan dan selfexpression. Kebutuhan tersebut tidak diciptakan oleh marketers akan tetapi hal tersebut merupakan bagian dari setiap individu. Konsep dasar yang kedua dalam pemasaran yaitu human wants. Keinginan seseorang adalah bagaimana orang tersebut menyampaikan keinginannya. Human wants dibentuk oleh budaya dan pribadi masing-masing individu. Hampir setiap orang memiliki keinginan yang tidak terbatas akan tetapi sumber yang tersedia terbatas. Oleh karena itu suatu keinginan akan menimbulkan suatu permintaan (demands). 2. Products Setiap orang memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka dengan produk. Suatu produk merupakan sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memenuhi suatu kebutuhan dan keinginan.
17
3. Customer value, customer satisfaction, and quality a. Customer value Customer value adalah perbedaan antara benefit yang konsumen peroleh dari penggunaan suatu produk dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh produk tersebut. b. Customer satisfaction Kepuasan konsumen tergantung pada penyampaian suatu produk yang diterima konsumen dengan harapan yang diinginkan konsumen. Jika kinerja produk dibawah ekspektasi konsumen, maka konsumen tersebut tidak puas. Sebaliknya, apabila kinerja produk sesuai dengan ekspektasi konsumen, maka konsumen tersebut puas. Dan apabila kinerja melebihi ekspektasi konsumen, maka konsumen tersebut delight. c. Quality Kualitas memiliki dampak langsung pada kinerja produk atau jasa. Qualitas dapa didefinisikan sebagai ”freedom from defects”. Kualitas merupakan bentuk dari kepuasan konsumen. Kualitas bermula dari kebutuhan konsumen dan berakhir dengan kepuasan konsumen. 4. Exchange, transactions, and relationships Terdapat pertukaran permasaran ketika seseorang memutuskan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginanya melalui pertukaran. Pertukaran merupakan tindakan mendapatkan suatu objek yang diinginkan dari seseorang melalui suatu penawaran. Sedangkan transaksi merupakan ukuran unit pemasaran. Suatu transaksi terdiri dari nilai perdagangan, misalnya IBM
18
memberi $500 kepada Hilton, dan IBM dapat menggunakan meeting room. Hal tersebut merupakan sebuah classic monetary transaction. Transaksi pemasaran merupakan bagian dari relationship marketing. Seorang marketer membangun relationships dengan nilai konsumen, distributor, dan suppliers. 5. Markets Suatu pasar merupakan satu rangkaian pembeli potensial yang berkemungkinan melakukan transaksi dengan penjual. Ukuran suatu pangsa pasar bergantung pada banyaknya orang yang berada dalam situasi membutuhkan sesuatu, memiliki sejumlah uang, dan bersedia melakukan pertukaran untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
2.1.1.1 Karakteristik Jasa Pariwisata Pada umumnya karakteristik utama yang membedakan pemasaran jasa dengan barang yaitu pemasaran jasa memiliki sifat intangibility, inseparability, variability,dan perishability (Kotler, Bowen & Makens dalam David Weaver & Laura Lawton, 2006:204). Menurut David Weaver & Laura Lawton (2006:204) jasa pariwisata memiliki sifat sebagai berikut : 1. Intangibility Pemasaran jasa bersifat intangibility, artinya jasa tersebut tidak dapat dilihat. Oleh karena itu customer tidak dapat menilai dari jasa tersebut sebelum ia menikmatinya sendiri.
Customer
pengalaman atau kenangan.
biasanya
hanya
menerima berupa
19
2. Inseparability Jasa pariwisata memiliki karakteristik inseparability, artinya pada saat produk tersebut diproduksi pada saat itu pula produk tersebut dikonsumsi. 3. Variability Jasa pariwisata memiliki level variability yang tinggi, artinya tiap interaksi antara customer dan penyedia jasa merupakan pengalaman unik yang dipengaruhi oleh seringnya hal-hal yang tidak terduga yang disebabkan oleh faktor ’human element’. 4. Perishability Jasa pariwisata tidak dapat diproduksi hari ini untuk pengkonsumsian di masa yang akan datang.
Adrian Payne (2000:9) juga mengemukakan hal yang sama bahwa terdapat empat karakteristik yang paling sering dijumpai dalam jasa, yaitu : 1. Tidak berwujud – jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud 2. Heterogenitas – jasa merupakan variabel non-standar dan sangat bervariasi 3. Tidak dapat dipisahkan – jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada saat bersamaan, dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut 4. Tidak tahan lama – jasa tidak mungkin disimpan dalam persediaan
20
Tidak berwujud
Tidak dapat dipisahkan
Jasa
Heterogenitas
Tidak tahan lama
Sumber : Adrian Payne (2000:11) Gambar 2.2 Kontinium untuk Setiap Karakteristik Jasa
Keempat karakteristik tersebut memberikan penjelasan bahwa industri jasa cenderung berbeda dengan industri manufaktur. Produk-produk manufaktur relatif lebih nyata (tangible), sedangkan produk jasa juga dapat berhubungan dengan produk fisik dan produk tidak berwujud. Oleh karena itu dalam pemasaran jasa, produk yang dijual kepada konsumen tidak hanya produk yang dapat disentuh ataupun dapat dilihat, akan tetapi dalam industri jasa produk yang dijual kepada konsumen dapat berupa pelayanan ataupun informasi yang hanya dapat dirasakan oleh konsumen yang bersangkutan.
21
2.1.1.2 Bauran Pemasaran Pariwisata Oka A. Yoeti (1996:2) mengemukakan bahwa dalam pengertian pemasaran, segala faktor yang dapat dikuasai dan dipegang oleh manajer pemasaran untuk mempengaruhi permintaan akan barang-barang dan jasa hasil produksi suatu perusahaan, disebut pemasaran terpadu (marketing mix). Pengertian mix dapat diartikan sebagai terpadu atau campuran bermacam-macam unsur yang satu saling menunjang dan saling mempengaruhi dalam mencapai suatu tujuan. Penggunaan konsep marketing mix dalam kepariwisataan pada mulanya diperkenalkan oleh International Union of Official Travel Organization (IUOTO). Menurut IUOTO dalam Oka A. Yoeti (1996:6) menjelaskan bahwa marketing mix terdiri dari unsur-unsur : 1. Product Mix Product is the range of attractions and associated amenities, which are to be sold in the markets. 2. Distribution Mix Yang dimaksud dengan distribution mix adalah semua perantara (intermediaries) yang beroperasi dalam pasar, termasuk perusahaan angkutan yang secara bersama melayani wisatawan bila mereka membeli suatu paket wisata (package tour) dan kemudian membawanya ke daerah tujuan wisata.
22
3. Communication Mix IUOTO memberikan pengertian sebagai berikut : ”The process by which the tourist product of a country is brought to the attraction of : a. Potential customers b. Organizations who directly or indirectly can influence the attitude of those potential customers towards the country, and c. Intermediaries in the market including the transport concerns, who collectively provide the distribution mix, by which the customers buys his travel and phisically gets to his destinations.” 4. Service mix Pelayanan terpadu (service mix) analog atau sama dengan pengertian after sales service yaitu: memberikan pelayanan kepada wisatawan dengan memuaskan, dimulai semenjak wisatawan membayar harga paket wisata sampai ia menikmati perjalanan itu di daerah tujuan wisata dan akhirnya kembali di rumah tempat di mana ia biasanya tinggal. Selanjutnya IUOTO dalam Oka A. Yoeti (1996:9)mengatakan bahwa : ”The service mix is composed of various services provided which are designed to asset the visitor in having a more enjoyable holiday and in main consist of information offices, complaints investigations, guide and surveillance of the standards of the total tourist product.” Jadi yang dimaksudkan dengan pelayanan terpadu adalah susunan dari bermacam-macam pelayanan yang disediakan dan direncanakan untuk membantu para pengunjung dalam memperoleh kesenangan pada waktu mereka berlibur.
23
Marketing mix merupakan komponen yang menentukan permintaan untuk suatu bisnis. Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Morisson dalam David Weaver & Laura Lawton (2006:219) bahwa marketing mix terdiri dari beberapa komponen. Namun komponen marketing mix yang dikemukakan oleh Morrison dalam David Weaver & Laura Lawton (2006:219) lebih terperinci. Morisson membaginya menjadi delapan komponen, yaitu place, product, people, price, packaging, programming, promotion, dan partnerships. Menurut David Weaver & Laura Lawton (2006:219) keseluruhan komponen marketing mix tersebut dibutuhkan untuk mencapai efektivitas maksimum. 1. Place Place merupakan hal pokok dalam industri pariwisata karena wisatawan harus melakukan perjalanan menuju destinasi untuk mengkonsumsi produk wisata. 2. Product Product merupakan komponen yang meliputi hasil dari suatu barang dan jasa yang disediakan untuk wisatawan. 3. People People dalam jasa pariwisata merupakan penyedia jasa yang melayani wisatawan. People sedikitnya memiliki tiga hal yaitu service personnel, the tourist themselves, dan local resident.
24
4. Price Harga merupakan elemen penting dalam marketing mix karena harga merupakan faktor yang dapat menarik wisatawan berkunjung ke suatu destinasi. 5. Packaging Packaging berarti mengelompokkan dua elemen atau lebih dari tourism experience ke dalam satu produk. 6. Programming Programming memiliki kaitan dengan packaging yang melibatkan even spesial, aktivitas atau program suatu produk untuk membuatnya lebih beraneka ragam dan lebih menarik. 7. Promotion Promosi merupakan upaya untuk meningkatkan permintaan melalui pertimbangan kebutuhan, nilai, dan sikap pasar atau segmen target pasar. 8. Partnerships Suatu hubungan yang dijalin oleh bisnis sejenis maupun tidak sejenis yang menciptakan benefit bagi pihak-pihak tersebut.
Berdasarkan penjelasan mengenai marketing mix yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat diketahui bahwa marketing mix terdiri atas beberapa komponen. komponen yang terdapat di dalam marketing mix tersebut saling mendukung dan mempengaruhi satu sama lain dan komponen tersebut dapat menentukan permintaan dalam suatu bisnis.
25
2.1.1.3 Konsep Produk Wisata Produk merupakan salah satu komponen dari marketing mix. Menurut Kotler & Keller (2009:58), konsep produk merupakan suatu konsep tertua dalam suatu bisnis. Konsep produk bertujuan untuk menciptakan produk yang disukai oleh konsumen dengan kualitas, performance, dan fitur yang baik. Produk dapat dikatakan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang bertalian dengan penciptaan sesuatu barang atau jasa dalam bentuk yang diinginkan. Adapun pengertian-pengertian produk wisata menurut para ahli, yaitu sebagai berikut :
No. 1.
2.
3.
Tabel 2.1 PENGERTIAN PRODUK WISATA MENURUT AHLI Nama Ahli Definisi Kim Cherie Smith In general, a product is any offering that (2001:13) can satisfy a need or wants of consumers. (Pada umumnya produk diartikan sebagai sesuatu yang ditawarkan yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen). Middleton dalam John The major portion of the tourism product is, I. Richardson & however, consumed at the destinations, Martin Fluker making up what has called a ‘bundle of (2004:50) tangible and intangible components, based on activity at a destination. (Produk utama dari produk wisata adalah apapun yang dikonsumsi di suatu destinasi yang disebut kumpulan komponen barang yang berwujud dan tidak berwujud tergantung aktivitas di destinasi tersebut). John I. Richardson & Total tourism product is the combination of Martin Fluker all the service element which a tourist (2004:50) consumers from leaving home to returning. (Total produk wisata adalah perpaduan/kombinasi dari seluruh elemen pelayanan yang dikonsumsi wisatawan mulai dari meninggalkan rumah sampai kembali).
26
No. 4.
Nama Ahli Gamal Suwantoro (2004:49)
Definisi Keseluruhan pelayanan yang diperoleh dan dirasakan atau dinikmati wisatawan semenjak ia meninggalkan tempat tinggalnya, sampai ke daerah tujuan wisata yang telah dipilihnya dan kembali ke rumah di mana ia berangkat semula.
Sumber : Berbagai literatur
Berdasarkan pengertian dari para ahli tersebut, maka produk wisata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dikonsumsi oleh wisatawan baik berupa barang berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible) untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya mulai dari meninggalkan tempat tinggalnya menuju destinasi sampai kembali lagi ke tempat tinggalnya. Oleh sebab itu produk wisata merupakan rangkaian dari berbagai jasa karena melibatkan jasa lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung kegiatan wisata seperti jasa angkutan, penginapan, pelayanan makan minum, dan prasarana utilitas umum. Menurut Gamal Suwantoro (2004:48) produk wisata memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1.
Hasil atau produk wisata tidak dapat dipindahkan karena dalam penjualannya tidak mungkin produk itu dibawa oleh wisatawan. Sebaliknya, wisatawan yang harus dibawa ke tempat di mana produk itu dihasilkan.
2. Produksi dan konsumsi terjadi pada tempat dan saat yang sama. Tanpa adanya konsumen yang membeli produk/jasa maka tidak akan terjadi produksi.
27
3. Produk wisata tidak menggunakan standar ukuran fisik tetapi menggunakan standar pelayanan yang didasarkan atas suatu kriteria tertentu. 4. Wisatawan tidak dapat mencicipi atau mencoba contoh produk itu sebelumnya, bahkan tidak dapat mengetahui atau menguji produk itu sebelumnya. 5. Hasil atau produk wisata itu banyak tergantung pada tenaga manusia dan hanya sedikit yang mempergunakan mesin.
Hal tersebut merupakan tantangan yang cukup besar bagi suatu destinasi karena wisatawan cenderung mengukur bagus atau tidaknya destinasi tersebut sebelum wisatawan itu sendiri yang mengkonsumsi produk wisata yang dimiliknya.
2.1.1.4 Bauran Produk Wisata Menurut Fandi Tjiptono (2007:114) bauran produk (product mix) merupakan kombinasi berbagai produk yang ditawarkan organisasi jasa kepada para pelanggan. Hal serupa dikemukakan juga oleh IUOTO dalam Oka A. Yoeti (1996:6) bahwa product mix is the range of attractions and associated amenities, which are to be sold in the markets, yang berarti bahwa serangkaian atraksi dan gabungan amenitis yang dijual kepada pangsa pasar. Dalam pengertian ini termasuk pula unsur harga (price) yang ditentukan terhadap produk yang akan dijual.
28
Menurut Gamal Suwantoro (2004:48) menyatakan bahwa produk wisata merupakan gabungan dari berbagai komponen, antara lain atraksi suatu daerah tujuan wisata, fasilitas/amenities yang tersedia, dan aksesibilitas ke dan dari daerah tujuan. Sedangkan menurut Kotler dalam Kim Cherie Smith (2001), kompenen-komponen tersebut terdiri dari physical goods, services, experience, events, persons, places, properties, organizations, information, dan ideas. Brass (1997:39) menjadikan komponen tersebut lebih sederhana dengan mengklasifikasikannya ke dalam dua komponen utama yaitu attractions dan facilities. Brass (1997:39) mengemukakan bahwa, “Attractions include natural and man-made features that interest people to come visit your community. Facilities means the roads, airports, railways, parking areas, water and power services, police, and hospitals that serve visitors as well as community members”. Berdasarakan penjelasan yang dikemukakan oleh Brass, maka dapat diketahui bahwa bauran produk wisata merupakan serangkaian atraksi wisata baik natural attractions (atraksi-atraksi wisata yang bersifat natural) maupun atraksi buatan manusia. Selain itu, bauran produk wisata juga terdiri dari facilities sebagai pendukung atraksi wisata di suatu destinasi. Penjelasan beberapa ahli tersebut menunjukkan bahwa produk mix (bauran produk wisata) merupakan serangkaian kombinasi produk yang ditawarkan suatu organisasi kepada pangsa pasar yang memiliki beberapa komponen. Namun dalam industri pariwisata unsur utama yang harus dimiliki oleh suatu destinasi adalah attraction dan facilities. Attractions termasuk didalamnya yaitu natural (atraksi wisata yang bersifat alami) dan man-made (atraksi yang diciptakan oleh manusia). Sedangkan facilities termasuk didalamnya jalan, area parkir, pelayanan, dsb.
29
Attractions merupakan hal yang penting bagi suatu destinasi karena dapat menarik wisatawan untuk mengunjungi destinasi tersebut. Selain itu, facilities juga diperlukan destinasi sebagai pendukung kebutuhan wisatawan. Pariwisata dapat berkembang di suatu tempat pada dasarnya karena tempat tersebut memiliki daya tarik, yang mampu mendorong wisatawan untuk datang mengunjunginya. Gunn (1979:48 dalam www.scribd.com) berpendapat bahwa “attraction are the onlocation places in region that not only provide the things for tourist to see dan do but also offer the to travel.” Selain itu dibutuhkan juga fasilitas yang berfungsi sebagai pelengkap dan untuk memenuhi berbagai kebutuhan wisatawan yang bermacam-macam. Menurut Bukart dan Medlik (1974:133 dalam www.scribd.com), fasilitas bukanlah merupakan factor utama yang dapat menstimulus kedatangan wisatawan ke suatu destinasi wisata, tetapi ketiadaan fasilitas dapat menghalangi wisatawan dalam menikmati atraksi wisata.
2.1.2 Konsep Citra 2.1.2.1 Definisi Citra Adapun pengertian citra menurut para ahli yang disajikan dalam tabel berikut ini :
No. 1. 2.
Tabel 2.2 Pengertian Citra Menurut Para Ahli Nama Ahli Definisi Malhotra (1999:89) Citra adalah persepsi wisatawan terhadap perusahaan atau produk-produknya. Clow & Baack Citra (image) dari suatu perusahaan berawal (2002:109) dari perasaan dan para pelaku bisnis tentang organisasi yang bersangkutan sebagai produsen produk tersebut dn sebagai hasil eveluasi individual tentang hal tersebut.
30
No. 3.
Nama Ahli Crompton’s dalam academic paper William Obenour, Julie Lengfelder, dan David Groves (2004)
4.
Kotler dalam Silih Agung Wasesa (2006:207)
5.
Echtner and Ritchie dalam jurnal ChungHsein et al (2007)
Definisi Image is the set of the beliefs, ideas, and impressions that the person holds of the tourist destination, but also assume that an image can pertain to a group’s perspective. (Citra adalah seperangkat kepercayaan, ide, dan impresi yang dipegang oleh orang terhadap suatu destinasi, tapi citra juga bisa menyinggung pada perspektif suatu kelompok). Citra sebuah tempat sebetulnya dapat terbentuk dari sekumpulan keyakinan, ide, dan impresi yang didapatkan seseorang mengenai daerah tersebut. Citra merupakan perwujudan dari sekian banyak asosiasi, ditambah potonganpotongan informasi yang berkaitan dengan tempat tersebut. Citra sebuah tempat terbentuk melalui proses berpikir seseorang ketika mendapatkan sejumlah informasi tentang daerah tersebut. Citra destinasi merupakan sejumlah keyakinan, ide, dan impresi seseorang terhadap atribut atau aktivitas di suatu destinasi yang membentuk keseluruhan gambaran destinasi tersebut
Sumber : Berbagai literatur
Berdasarkan pengertian menurut para ahli tersebut maka citra dapat didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan impresi yang dapat menimbulkan suatu kesan yang dipersepsikan oleh wisatawan terhadap destinasi ataupun produk yang dimiliki oleh destinasi tersebut, yang dapat diciptakan melalui panca indera: penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, citra rasa, dan perasaan yang dialami wisatawan. Jadi, wisatawan dapat menilai citra suatu destinasi berdasarkan dengan apa yang dilihat dan dirasakannya yang kemudian membentuk suatu keyakinan sehingga muncul persepsi dalam benak wisatawan terhadap destinasi maupun produk destinasi tersebut, sehingga timbullah citra yang digambarkan oleh wisatawan dari hasil yang diperoleh wisatawan dari
31
destinasi tersebut. Namun citra bukan hanya dapat dibentuk dengan pengamatan langsung wisatawan pada destinasi, akan tetapi citra tersebut dapat terbentuk karena informasi-informasi yang didapatkan wisatawan mengenai destinasi tersebut. Membentuk citra bukanlah hal yang mudah karena bukan sekedar baik dan buruk, citra harus lebih spesifik. Citra merupakan hal yang penting dalam suatu pemasaran pariwisata, karena citra terhadap tempat tujuan merupakan keseluruhan keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki seseorang tentang tempat tujuan tersebut. Citra dapat membuat suatu kesuksesan bagi suatu destinasi, namun citra juga dapat menimbulkan kegagalan. Apabila citra suatu destinasi itu negatif maka wisatawan akan berpikir kembali sebelum memutuskan untuk berkunjung ke destinasi tersebut. Sebaliknya, apabila citra destinasi positif maka wisatawan akan terdorong untuk berwisata ke destinasi tersebut. Oleh karena itu citra suatu destnasi harus selalu dijaga agar wisatawan dapat memilih destinasi tersebut sebagai tempat pilihannya untuk berlibur.
32
2.1.2.2 Komponen Citra Menurut Chung-Hsein Lin et al dalam jurnal (2007) menyatakan bahwa turis memilih suatu destinasi dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap atribut cognitive dan affective. Berikut ini merupakan gambar mengenai komponen citra destinasi yang terdiri dari cognitive image dan affective image
Destination Image Components
Destination Preference
Cognitive Image Overall Image
Destination Preference
Affective Image
Sumber : Chung-Hsein et al (2007) Gambar 2.3 Destination Image Component
Berdasarkan Gambar 2.1 dapat diketahui bahwa komponen citra destinasi dibagi menjadi dua yaitu cognitive image dan affective image. Komponen tersebut dapat membentuk keseluruhan citra dari suatu destinasi, sehingga keseluruhan citra destinasi tersebut dapat berdampak pada pilihan wisatawan untuk memilih suatu destinasi. Menurut Pike dan Ryan dalam jurnal Chung-Hsein Lin et al (2007) menyatakan bahwa cognitive image terdiri dari keyakinan dan pengetahuan mengenai suatu destinasi, terutama yang berfokus pada atribut fisik (tanglble).
33
Sedangkan affective image dalam kata lain adalah gambaran perasaan mengenai suatu destinasi. Gwang Jin Le et al juga menjelaskan hal yang sama bahwa komponen dari destination image terdiri dari cognitive image dan affective image. Cognitive image lebih menekankan pada fakta yang dilihat atau dirasakan sedangkan affective
image
lebih
menekankan
pada
emotional
feeling.
(sumber:
http://74.125.155.132/search?q=cache:CYpUp5qXr9AJ:www.cfs.purdue.edu/tour ism/Files/Research_update/istte_jay.ppt+cognitive+image+of+destination&cd=26 &hl=id&ct=clnk&gl=id) Berikut ini adalah gambar komponen destination image yang terdiri dari cognitive image dan affective image yang dikemukakan oleh Gwang Jin Le et al : Component of Destination Image
Destination Image
Cognitive Image
Affective Image
(perceived fact)
(emotional feeling)
Scenery, Climate,
Pleasant, Exciting,
Nightlife, Historic Sites,
Angry, Annoying,
Beaches, Architecture…
Gloomy, Depressing…
Proshonsky, Fabian, and Kaminoff, 1983; Russel, Ward and Pratt,1981; Baloglu and Brinberg, 1997) …
Sumber : Gwang Jin Le et al (tanpa tahun) Gambar 2.4 Component of Destination Image
34
Pendapat serupa dikemukakan oleh Eddy Soeryanto Soegoto (2008:86) bahwa citra memiliki dua komponen yaitu sebagai fungsi dan emosi. Komponen yang berkaitan dengan fungsi meliputi sarana dan prasarana (tangible) yang dapat diukur, sedangkan komponen emosional berkaitan dengan dimensi psikologi yang dapat diwujudkan dalam bentuk perasaan dan sikap terhadap suatu organisasi. Perasaan yang diperoleh dari pengalaman individu selama mereka berinteraksi. Citra organisasi adalah dinamis dan komplek. Di dalam bisnis jasa, terdapat lima hal yang mempengaruhi citra, yaitu; identitas perusahaan, reputasi, jasa yang dilakukan, lingkungan fisik, dan kontak person. Identitas perusahaan meliputi nama perusahaan, logo, harga, promosi, dan sebagainya yang mudah dimengerti oleh pelanggan. Reputasi merupakan konsistensi perusahaan terhadap perilaku organisasi, seperti jaminan dan kehandalan jasa yang disampaikan. Lingkungan fisik yang digunakan dalam rangka membantu proses penyampaian jasa dapat berpengaruh terhadap citra perusahaan, sedangkan kontak person kinerjanya sangat mempengaruhi pelanggan dalam menilai citra perusahaan karena interaksinya dengan para pelanggan dapat langsung dinilai oleh pelanggan.
35
Berikut ini adalah gambar mengenai citra perusahaan menurut Le Blanc, Gaston & Nguyen, Nha (2001) dalam Eddy Soeryanto Soegoto (2008:87) Reputation • Management style & leadership • Credibility action • Reliable service • Organization culture focused on customer need
Corporate Identity • Name • Logo • Distinctive feature • Prices • Level & quality of ads
Corporate Image
Tangible Cues • Atmospherics • Décor & ambience • Layout, lighting • Building & ground, park area
Level of Service • Variety of service • Access to service • Operating procedur
Contact Person • Friendly & courteous • Appearance • Attitude & behaviour • Caring staff • Competences
Sumber : Le Blanc, Gaston & Nguyen, Nha (2001) dalam Eddy Soeryanto Soegoto (2008:87) Gambar 2.5 Factors Influence Corporate Image Formation in Service
Berdasarkan penjelasan mengenai komponen citra destinasi maupun citra organisasi tersebut maka dapat diketahui secara ringkas bahwa citra merupakan hal yang penting bagi suatu destinasi maupun organisasi. Pada dasarnya citra destinasi maupun citra organisasi memiliki komponen yang hampir sama, hanya penjabarannya yang berbeda namun keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu komponen-komponen tersebut merupakan suatu kombinasi yang dapat berpengaruh
pada
citra
karena
komponen
tersebut
akan
dinilai
oleh
wisatawan/pelanggan. Oleh sebab itu wisatawan dapat memberikan penilaian
36
suatu citra destinasi dengan melihat dari sudut pandang cognitive image dan affective image atau dari segi fungsi dan emosi.
2.1.2.3 Stereotip dalam Dinamika Pencitraan Citra sebuah tempat terbentuk melalui proses berpikir seseorang ketika mendapatkan sejumlah informasi tentang daerah tersebut. Menurut De Mooij dalam Silih Agung Wasesa (2006:208), stereotip adalah citra lama yang sudah tertanam terlebih dahulu, dan biasanya sudah mengalami distorsi informasi dengan sifat yang lebih permanen. Stereotip berkaitan dengan pengalaman seseorang, ataupun pengalaman yang bersifat komunal. Stereotip tidak selalu negatif, namun biasanya menjadi kendala karena sifatnya permanen. Ada tiga hal yang harus diperhatikan ketika akan membongkar stereotip dan menggantikannya dengan informasi yang dimiliki : 1. Waktu Stereotip terbentuk karena kombinasi antara pengalaman mendalam terhadap sebuah subjek dalam waktu
yang lama, sehingga untuk
membongkarnya pun butuh waktu. Seberapa lama waktu yang dibutuhkan tergantung pada bagaimana susunan stereotip tersebut terbangun. Semakin mendalam pengalamannya, semakin kuat konstruksi stereotip tersebut. 2. Simpul Mati Persepsi Persepsi seseorang yang sudah berbentuk stereotip sering kali disebut simpul mati persepsi, karena persepsi tersebut sudah mengakar hingga
37
membentuk semacam keyakinan (beliefs) bahwa persepsi itu adalah benar hingga sekarang. 3. Karakter Audiens Karakter audiens harus diperhatikan secara lebih detail karena sering kali pemahaman tentang karakter audiens akan membantu memudahkan stereotip. Persepsi yang melekat kuat dalam benak masyarakat berkaitan dengan pengalaman dalam waktu yang lama tidak selalu identik dengan stereotip yang buruk. Pengelolaan informasi yang baik akan memunculkan citra positif yang dapat menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa sebuah tempat tujuan adalah baik, nyaman, dan indah dikunjungi.
2.1.2.4 Mencitrakan Daerah Tujuan Menurut Silih Agung Wasesa (2006:213) persepsi yang kuat dalam benak masyarakat berkaitan dengan pengalaman dalam waktu yang lama tidak selalu identik dengan stereotip yang buruk. Pengelolaan informasi yang baik akan memunculkan citra positif yang dapat menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa sebuah tempat tujuan adalah baik, nyaman, dan indah untuk dikunjungi. Menurut Frank Jefkins dalam Silih Agung Wasesa (2006:214), persepsi utama yang positiflah yang harus menjadi perhatian awal pada saat membangun citra sebuah daerah tujuan. Asosiasi positif tersebut yang harus dikembangkan menjadi pondasi citra suatu daerah tujuan.
38
2.1.3 Pengaruh Bauran Produk Wisata terhadap Citra Citra merupakan seperangkat keyakinan, ide, dan impresi yang dapat menimbulkan kesan. Citra yang positif tentunya akan memperkuat keyakinan seseorang terhadap perusahaan tersebut, begitu pun sebaliknya. Malhotra (1999:89) mendefiniskan citra sebagai persepsi konsumen terhadap perusahaan dan produk-produknya. Citra suatu destinasi bukan hanya sekedar baik atau buruk akan tetapi sebaiknya citra tersebut lebih spesifik, dengan begitu tujuannya menjadi lebih jelas. Namun untuk meningkatkan maupun mempertahankan citra tersebut bukan hal yang mudah, salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui bauran produk wisata. Bauran produk wisata merupakan kombinasi produk yang ditawarkan ke pasaran, yang memiliki komponen yang saling mendukung satu sama lain. Gamal Suwantoro (2004:49) menyatakan bahwa citra wisata dan kesan (image) perjalanan seorang wisatawan di suatu daerah hakikatnya tergantung pada produk wisata yang tersedia. Martineau dalam jurnal Charlotte M. Etchtner dan J.R. Brent Ritchie (2003:42) mengemukakan bahwa, Some images of destinations could be upon directly observable or measurable characteristic, (scenery, attractions, accomodation facilities, price levels), while otehers could be based on more abstract, intangible characteristic (friendliness, safety, atmosphere). Therefore, the notion of functional and psychological characteristic, could be applied to destination images.
39
Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa citra suatu destinasi dapat secara langsung dilihat atau diukur melalui beberapa karakteristik diantaranya adalah melalui atraksi dan fasilitas. Charlotte M. Etchtner dan J.R. Brent Ritchie (2003:42) berpendapat bahwa hal tersebut dapat diterapkan pada citra suatu destinasi. Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut maka dapat diketahui bahwa bauran produk wisata yang terdiri dari attractions dan facilities dapat mempengaruhi citra suatu destinasi.
2.1.4 Penelitian Terdahulu dan Orisinalitas Penelitian Adapun beberapa penelitian yang pernah dilakukan
yang berkaitan
dengan variabel yang dikaji oleh peneliti, yaitu : Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu Judul
No
Nama
Resume
1.
Engkoswara
Jurnal : Pengaruh
Hubungan masyarakat dalam
(Jurnal:2007)
Hubungan
pemasaran berpengaruh
Masyarakat dalam
terhadap citra, karena citra
Pemasaran
akan terbangun apabila
terhadap Nilai Jasa masyarakat menerima serta Implikasinya
informasi yang tepat mengenai
pada Citra
Museum Negeri Sri Baduga.
Museum Negeri
Selain itu, nilai jasa juga dapat
Sri Baduga
mempengaruhi citra, karena citra dibentuk oleh persepsi masyarakat pada nilai jasa yang diberikan.
40
No
Nama
2.
Kim Cherie
Thesis : Tourism
Penelitian ini menggunakan
Smith (2001)
Product
product-market
Development:a
match gap analysis yang
Case Study of
direkomendasikan untuk
Wildlife Viewing
pengembangan produk yang
in the Squamish
dapat dibuat di wildlife
Valley
viewing.
3.
Judul
Chung-Hsein Lin Journal : Examining the et al (2007) Role of Cognitive and Affective Image in Predicting Choice Accross Natural, Developed, and Theme Park Destinations
Resume
Penelitian ini menguji peranan cognitive dan affective yang merupakan komponen dari citra destinasi dalam membentuk destinasi pilihan (destination preferences) yang dilihat dari berbagai perspektif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa komponen cognitive dan komponen affective dari keseluruhan citra destinasi mempengaruhi destinasi pilihan wisatawan.
Sumber : Berbagai literatur
Berdasarkan penjelasan di atas terdapat persamaan dan perbedaan penelitian ini. Persamaannya adalah komponen produk wisata yang dijelaskan oleh Kim Cherie Smith yaitu attraction dan facilities (Brass:1997) merupakan variabel bebas yang digunakan oleh Peneliti namun dalam penelitian Kim Cherie Smith teori produk wisata dipadukan dengan sumber lainnya. Selain itu juga penelitian Kim Cherie Smith merupakan penelitian mengenai pengembangan produk di suatu destinasi sedangkan penelitian ini meneliti pengaruh bauran produk wisata terhadap pembentukan citra destinasi.
41
Terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Engkoswara dan Chung-Hsein Lin dengan penelitian ini. Persamaannya adalah komponen citra dalam penelitian ini terdiri dari cognitive dan affective. Namun dalam penelitian Chung-Hsein Lin kedua komponen tersebut digunakan untuk menciptakan destination preferences. Dan terdapat persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Engkoswara yaitu persamaan variabel dan objek yang diteliti yaitu citra Museum Negeri Sri Baduga. Namun pada penelitian Engkoswara citra Museum Negeri Sri Baduga dipengaruh hubungan masyarakat dan nilai jasa sedangkan penelitian ini meneliti pengaruh bauran produk wisata terhadap pembentukan citra Museum Negeri Sri Baduga.
2.2 Kerangka Pemikiran Pemasaran merupakan suatu aktivitas yang meliputi interaksi dan hubungan timbal balik antara produsen dan konsumen yang dapat menciptakan benefit melalui pertukaran yang terjadi antara pihak produsen dengan konsumen. Sebagai salah satu industri yang bergerak dibidang jasa, jasa pariwisata memiliki sifat utama yang berbeda dengan pemasaran dibidang manufaktur. Jasa pariwisata memiliki sifat intangibility, inseparability, variability, dan perishability (David Weaver & Laura Lawton, 2006:204). Oleh karena itu produk yang ditawarkan dalam industri pariwisata cenderung berbeda dengan produk yang ditawarkan oleh industri manufaktur.
42
Marketing mix merupakan komponen yang menentukan permintaan untuk suatu bisnis. Menurut Morisson dalam David Weaver & Laura Lawton (2006:219), marketing mix terdiri dari beberapa komponen yaitu place, product, people, price, packaging, programming, promotion, dan partnerships. Namun konsep marketing mix dalam kepariwisataan
yang diperkenalkan oleh
International Union of Official Travel Organization (IUOTO) dalam Oka A. Yoeti (1996:6) menjelaskan bahwa marketing mix terdiri dari prodct mix, distribution mix, communication mix, dan service mix. Produk merupakan salah satu komponen dalam marketing mix. Konsep produk merupakan suatu konsep tertua dalam suatu bisnis (Kotler & Keller, 2009:58), begitu pula bisnis dibidang pariwisata. Produk merupakan faktor yang penting dalam industri pariwisata karena produk wisata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dikonsumsi oleh wisatawan baik berupa barang berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible) untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya mulai dari meninggalkan tempat tinggalnya menuju destinasi sampai kembali lagi ke tempat tinggalnya. Seperti yang dikemukakan oleh Middleton dalam John I. Richardson & Martin Fluker (2004:50) bahwa, “Produk utama dari produk wisata adalah apapun yang dikonsumsi di suatu destinasi yang disebut kumpulan komponen barang yang berwujud dan tidak berwujud tergantung aktivitas di destinasi tersebut.” Menurut Fandi Tjiptono (2007:114) bauran produk (product mix) merupakan kombinasi berbagai produk yang ditawarkan organisasi jasa kepada para pelanggan. Hal serupa dikemukakan juga oleh IUOTO dalam Oka A. Yoeti (1996:6) bahwa product mix adalah the range of attractions and associated
43
amenities, which are to be sold in the markets, yang berarti bahwa serangkaian atraksi dan gabungan amenitis yang dijual kepada pangsa pasar. Dalam pengertian ini termasuk pula unsur harga (price) yang ditentukan terhadap produk yang akan dijual. Namun Brass (1997:39) menjadikan komponen tersebut lebih sederhana dengan mengklasifikasikannya ke dalam dua komponen utama yaitu attractions dan facilities. Brass (1997:39) mengemukakan pengertian attraction dan facilities sebagai berikut, Attractions include natural and man-made features that interest people to come visit your community. Facilities means the roads, airports, railways, parking areas, water and power services, police, and hospitals that serve visitors as well as community members. Pariwisata dapat berkembang di suatu tempat pada dasarnya karena tempat tersebut memiliki daya tarik, yang mampu mendorong wisatawan untuk datang mengunjunginya. Gunn (1979:48 dalam www.scribd.com) berpendapat bahwa “attraction are the onlocation places in region that not only provide the things for tourist to see dan do but also offer the to travel.” Selain itu dibutuhkan juga fasilitas yang berfungsi sebagai pelengkap dan untuk memenuhi berbagai kebutuhan wisatawan yang bermacam-macam. Menurut Bukart dan Medlik (1974:133 dalam www.scribd.com), fasilitas bukanlah merupakan factor utama yang dapat menstimulus kedatangan wisatawan ke suatu destinasi wisata, tetapi ketiadaan fasilitas dapat menghalangi wisatawan dalam menikmati atraksi wisata. Museum Negeri Sri Baduga sebagai salah satu destinasi di Jawa Barat memiliki attractions yang terdiri atraksi natural yaitu koleksi-koleksi museum yang bersifat alami (bukan buatan manusia) dan man-made (atraksi wisata yang
44
diciptakan oleh manusia/buatan manusia) yang dapat berupa koleksi-koleksi museum yang berasal dari buatan tangan manusia. Selain itu informasi juga termasuk ke dalam man-made karena informasi dibuat oleh manusia untuk menunjang kebutuhan wisatawan yang berkunjung ke museum. Informasi ini dapat berkaitan dengan koleksi museum maupun informasi mengenai Museum Negeri Sri Baduga. Sedangkan facilities yang tersedia di Museum Negeri Sri Baduga yaitu ruang pameran, area parkir, tempat istirahat, toilet, pos keamanan dan pusat informasi. Dalam memperkuat citranya sebagai museum sejarah Jawa Barat, Museum Negeri Sri Baduga dapat melalui bauran produk wisata yang terdiri dari attractions dan facilities. Citra merupakan suatu hal yang dianggap perlu bagi suatu destinasi karena citra terhadap tempat tujuan merupakan keseluruhan keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki seseorang tentang tempat tujuan tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh Echtner and Ritchie dalam jurnal Chung-Hsein et al (2007) bahwa, “Citra destinasi
merupakan sejumlah keyakinan, ide, dan impresi
seseorang terhadap atribut atau aktivitas di suatu destinasi yang membentuk keseluruhan gambaran destinasi tersebut.” Hal serupa diungkapkan oleh Kotler dalam Silih Agung Wasesa (2006:207) bahwa, Citra sebuah tempat sebetulnya dapat terbentuk dari sekumpulan keyakinan, ide, dan impresi yang didapatkan seseorang mengenai daerah tersebut. Citra merupakan perwujudan dari sekian banyak asosiasi, ditambah potongan-potongan informasi yang berkaitan dengan tempat tersebut. Citra sebuah tempat terbentuk melalui proses berpikir seseorang ketika mendapatkan sejumlah informasi tentang daerah tersebut.
45
Citra suatu destinasi maupun citra organisasi merupakan hal yang penting bagi suatu destinasi maupun organisasi. Pada dasarnya citra destinasi maupun citra organisasi memiliki komponen yang hampir sama, hanya penjabarannya yang berbeda namun keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu komponen-komponen berpengaruh
pada
tersebut citra
merupakan
karena
suatu
komponen
kombinasi
tersebut
akan
yang
dapat
dinilai
oleh
wisatawan/pelanggan. Oleh sebab itu wisatawan dapat memberikan penilaian suatu citra destinasi dengan melihat dari sudut pandang cognitive image dan affective image atau dari segi fungsi dan emosi. Menurut Chung-Hsein Lin et al dalam jurnal (2007), komponen citra destinasi terdiri dari cognitive image dan affective image. Pike dan Ryan dalam jurnal Chung-Hsein Lin et al (2007) menyatakan bahwa cognitive image terdiri dari keyakinan dan pengetahuan mengenai suatu destinasi, terutama yang berfokus pada atribut fisik (tanglble). Sedangkan affective image dalam kata lain adalah gambaran perasaan mengenai suatu destinasi. Citra suatu destinasi bukan hanya sekedar baik atau buruk, akan tetapi sebaiknya pembentukan citra tersebut lebih spesifik dengan begitu tujuannya menjadi lebih jelas. Namun untuk membentuk citra tersebut bukan hal yang mudah. Citra destinasi dapat dibentuk melalui produk wisata, sebagaimana dikemukakan oleh Gamal Suwantoro (2004:49) bahwa, ” citra wisata dan kesan (image) perjalanan seorang wisatawan di suatu daerah hakikatnya tergantung pada produk wisata yang tersedia.” Oleh karena itu dalam membentuk citranya sebagai
46
museum sejarah Jawa Barat, Museum Negeri Sri Baduga melakukan upaya melalui produk wisata yang dimilikinya yang terdiri dari attractions dan facilities. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat digambarkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut
47 Place Bauran Produk Wisata Product Attraction People
Facilities
Price Tourism Marketing
Marketing Mix Packaginng
Programming
Promotion Citra Partnerships Cognitive Keterangan :
Feed Back Diteliti
Tidak diteliti
Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran
Affective
48
Bauran Produk Wisata (X) Attractions (X.1) Citra (Y) Facilities (X.2)
Gambar 2.7 Paradigma Penelitian Pengaruh Bauran Produk Wisata terhadap Citra 2.3 Hipotesis Hipotesis merupakan suatu jawaban atau kesimpulan sementara dari peneliti namun masih bersifat tentatif, dan kebenarannya masih harus diuji (terlebih) secara empiris (Kusmayadi dan Endar Sugiarto, 2000:52). Hal serupa dikemukan oleh Sugiyono (2007:51), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.
49
Menurut IUOTO dalam Oka A. Yoeti (1996:6) product mix adalah the range of attractions and associated amenities, which are to be sold in the markets. Brass (1997:39) menyederhanakan komponen bauran produk wisata menjadi dua komponen utama yaitu attractions dan facilities Brass (1997:39). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Martineau dalam jurnal Charlotte M. Etchtner dan J.R. Brent Ritchie (2003:42) bahwa, Some images of destinations could be upon directly observable or measurable characteristic, (scenery, attractions, accomodation facilities, price levels), while otehers could be based on more abstract, intangible characteristic (friendliness, safety, atmosphere). Therefore, the notion of functional and psychological characteristic, could be applied to destination images. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Terdapat hubungan attractions dan facilities 2. Terdapat pengaruh attractions terhadap citra 3. Terdapat pengaruh facilities terhadap citra 4. Terdapat pengaruh attractions dan facilities terhadap citra