BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
II.1 Kajian Pustaka II.1.1 Budaya Organisasi II.1.1.1 Pengertian Budaya Organisasi Budaya organisasi menurut Stephen P, Robbins (2001:525) merupakan sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi,
meningkatkan
kemantapan
sistem
sosial,
serta
menciptakan
mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi. Schein (1990) mendefinisikan budaya organisasi sebagai “apa yang kelompok belajar selama periode waktu sebagai kelompok yang memecahkan masalah yang bertahan hidup di lingkungan eksternal dan masalah integrasi yang internal. Pembelajaran seperti ini secara simultan, perilaku kognitif, dan emosional Proses “(hal. 111). Budaya organisasi telah dijelaskan oleh Davidson (2003) sebagai “keyakinan bersama dan nilai-nilai yang diteruskan ke semua dalam organisasi “(hal. 206). Peneliti telah menunjukkan paralel antara dua konstruksi (Davidson, 2003; Obenchain, 2002; Reichers & Schneider, 1990). Budaya organisasi adalah sesuatu yang kelompok dalam suatu organisasi yang ada diumum (Obenchain, 2002). Peningkatan kinerja organisasi dapat dicapai melalui kuat budaya
organisasi (Kotter & Heskett, 1992; Obenchain, 2002). Kreitner dan Kinicki (Moeljono, 2005: 12) mendefinisikan bahwa : “Budaya organisasi adalah perekat organisasi yang mengikat anggota organisasi melalui nilai-nilai yang ditaati, peralatan simbolik, dan cita-cita sosial yang ingin dicapai”. Edgar Schein dalam Fred Luthans (2006:124) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah: Pola asumsi dasar diciptakan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat mereka menyesuaikan diri dengan masalah-masalah eksternal dan integrasi internal yang telah bekerja cukup baik serta dianggap berharga, dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai cara yang benar untuk menyadari, berpikir dan merasakan hubungan dengan masalah tersebut. Sutrisno (2010 ; 2) mendefinisikan budaya organisasi sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs) atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasi. Menurut Kreitner dan Kinicki (2001) dalam Sudarmanto (2009; 116) bahwa budaya organisasi merupakan bagian nilai-nilai dan kepercayaan yang mendasari/ menjadi identitas perusa-haan/organisasi. Robbin (2007; 62) menyatakan bahwa budaya itu adalah sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang menentukan, sebagian besar cara mereka bertindak satu terhadap yang lain dan terhadap orang luar. Sedangkan Mangkunegara A.P. (2008; 113) dapat mendefinisikan bahwa pengertian budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Dari berbagai definisi tersebut pada
prinsipnya budaya organisasi merupakan nilai, anggapan, asumsi, sikap dan norma perilaku yang telah melembaga kemudian mewujud dalam penampilan, sikap dan tindakan, sehingga menjadi identitas dari organisasi tertentu.
II.1.1.2 Karakteristik Budaya organisasi Menurut Robbins (2003:525), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah : 1) Inovasi dan pengambilan resiko. Suatu tingkatan di mana pekerja didorong untuk menjadi inovatif dan mengambil risiko 2) Perhatian pada hal detail. Di mana pekerja diharapkan menunjukkan ketepatan, analisis, dan perhatian pada hal detail. 3) Orientasi pada manfaat. Di mana manajemen memfokus pada hasil atau manfaat daripada sekedar pada teknik dan proses yang dipergunakan untuk mendapatkan manfaat tersebut. 4) Orientasi pada orang. Di mana keputusan manajemen mempertimbangkan pegaruh manfaatnya pada orang dalam organisasi. 5) Orientasi pada tim. Di mana aktivitas kerja diorganisasi berdasar tim daripada individual. 6) Agresivitas. Di mana orang cenderung lebih agresif dan kompetitif dari pada easygoing. 7) Stabilitas. Di mana aktivitas organisasional menekankan pada menjaga status quo sebagai lawan dari perkembangan.
II.1.2 Pengertian Keterlibatan Kerja Robinowitz dan Hall (dalam Kanungo, 1982) mendefinisikan keterlibatan kerja ke dalam dua kategori. Pertama, keterlibatan kerja dipandang sebagai suatu “performance self-esteem contingency,” di mana menurut definisi ini keterlibatan kerja adalah tingkat sampai sejauh mana harga diri (self-esteem) individu dipengaruhi oleh tingkat performansinya ketika bekerja. Sehingga, keterlibatan kerja yang lebih tinggi atau keterlibatan kerja yang lebih rendah menunjukkan harga diri yang lebih rendah atau tinggi yang diperoleh ketika bekerja. Kedua, keterlibatan kerja sebagai suatu identifikasi psikologis dengan pekerjaan seseorang. Keterlibatan kerja dapat didefinisikan sebagai “psikologis identifikasi dengan pekerjaan seseorang “serta” sejauh mana pekerjaan Situasi adalah pusat karyawan dan identitas nya “(Lawler & Hall, 1970, hlm 310-311). Menurut JCM (Job Characteristic Model) diusulkan oleh Hackman dan Oldham (1975, 1976, 1980), karakteristik pekerjaan dapat mempengaruhi keterlibatan kerja karena karakteristik inti di tingkatkan pekerjaan dapat menginspirasi motivasi internal karyawan. Karyawan dengan motivasi internal yang tinggi lebih mungkin untuk terlibat dalam pekerjaan mereka karena mereka memiliki keinginan batin untuk mengabdikan upaya lebih untuk pekerjaan mereka (misalnya, pekerjaan Keterlibatan, Brown, 1996; Dowling & Sayles, 1978). Karena karyawan dengan tingkat tinggi keterlibatan kerja lebih mungkin untuk menganggap pekerjaan sebagai pusat konsep diri (Frone & Russell, 1995), mereka juga lebih mungkin untuk meningkatkan diri mereka melalui kinerja pekerjaan yang sukses (Burke, 1991) dan layar perilaku menguntungkan organisasi (Diefendorff, Brown, Kamin, & Tuhan, 2002).
Menurut Robbins (2003) keterlibatan kerja mempunyai definisi yaitu derajat dimana orang dikenal dari pekerjaannya, berpartisipasi aktif didalamnya, dan menganggap prestasinya penting untuk harga diri. Keterlibatan kerja dipandang sebagai suatu orientasi nilai terhadap kerja yang menunjukkan bahwa individu sangat banyak memikirkan pekerjaannya. Pekerjaan memiliki arti yang besar baginya dipandang dari segi kepuasan hidup dan pekerjaannya memberikan suatu petunjuk tentang status individu.
II.1.2.1 Faktor-Faktor Keterlibatan Kerja Menurut Robinowitz dan Hall (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan kerja adalah sebagai berikut : a) Keterlibatan kerja sebagai karakteristik personal, antara lain : (Usia ,Tingkat pendidikan, Status perkawinan, Jenis kelamin, Locus of control, Higher order need strength) b) Keterlibatan kerja sebagai karakteristik situasional, antara lain : (Kepuasan kerja , Masa kerja, Turn over dan absenteeism, Kebutuhan financial) c) Keterlibatan kerja sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan; hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya, hubungan ini akan mengakibatkan suatu efek secara langsung maupun tidak langsung terhadap diri individu untuk terlibat pada pekerjaannya.
II.1.3 Pengertian Komitmen Organisasi Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan di mana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan
keinginannya
untuk
mempertahankan
keangotaannya
dalam
organisasi.
Sedangkan Mathis dan Jackson (dalam Sopiah, 155) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai derajad di mana karyawan percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasinya). (Amernic & amp; Aranya, 2010) menemukan bahwa komitmen profesional adalah prediktor yang penting dan utama dari komitmen organisasi. Ada banyak faktor yang berpengaruh pada komitmen organisasi. Praktek umum yang jika karyawan lebih berkomitmen dengan organisasi dari organisasi dapat lebih efisien mencapai tujuan mereka sehingga komitmen organisasi memiliki dampak positif pada organisasi. Banyak faktor efek pada komitmen organisasi salah satu faktor yang sangat penting yang meningkatkan komitmen organisasi yang kepuasan kerja jika ia meningkatkan OC juga meningkat. Komitmen organisasi ini sangat penting dalam studi perilaku organisasi.
Richard M. Steers (Sri Kuntjoro, 2002) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.
Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilainilai dan tujuan organisasi.
II.1.3.1 Jenis-Jenis Komitmen Organisasi Meyer dan Allen (1993) mendefinisikan aspek-aspek komitmen organisasi seperti di bawah:
(1) Komitmen afektif (affective commitment), yaitu: keterlibatan emosional seseorang pada organisasinya berupa perasan cinta pada organisasi. (2) Komitmen kontinyu (continuance commitment), yaitu: persepsi seseorang atas biaya dan resiko dengan meninggalkan organisasi saat ini. Artinya, terdapat dua aspek pada komitmen kontinyu, yaitu: melibatkan pengorbanan pribadi apabila meninggalkan organisasi dan ketiadaan alternatif yang tersedia bagi orang tersebut. (3) Komitmen normatif (normative commitment) , yaitu: sebuah dimensi moral yang didasarkan pada perasaan wajib dan tanggung jawab pada organisasi yang mempekerjakannya.
II.1.4 Pengertian Kinerja Karyawan Hasibuan (2005) menjelaskan “kinerja karyawan adalah suatu hasil kerja yang dapat dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu”. Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor tersebut semakin besarlah prestasi kerja karyawan yang bersangkutan. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000:67) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, mengemukakan Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikanya. Handoko (2006) menjelaskan “pengertian kinerja karyawan sebagai ukuran terakhir keberhasilan seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya”. Sedangkan Mitchell dan Larson (2008) menjelaskan “kinerja karyawan menunjukkan pada suatu hasil perilaku yang dinilai oleh beberapa kriteria atau standar mutu suatu hasil kerja”. Persoalan mutu ini berkaitan dengan baik buruknya hasil yang dikerjakan oleh karyawan. Bila perilaku karyawan memberikan hasil pekerjaan yang sesuai dengan standar atau kriteria yang ditetapkan oleh organisasi maka kinerja karyawan tergolong baik, begitu juga sebaliknya bila perilaku karyawan memberikan hasil pekerjaan yang kurang atau tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi maka kinerja karyawan dapat dikatakan kurang baik. Kinerja karyawan adalah prestasi tugas yang diberikan diukur terhadap standar preset akurasi kelengkapan, pembiayan
dan kecepatan. Ada banyak indikator kinerja karyawan (1) pegawai, dengan status sosial ekonomi lebih tinggi (2) pegawai menggunakan teknologi komunikasi untuk komunikasi internal di tempat kerja, (3) karyawan yang lebih muda, (4) penuh dan permanen karyawan, (5) pegawai di firma yang lebih besar dan ( 6 ) karyawan di perusahaan foreign-owned. (Baur. T, 2004) berhubungan dengan tenaga kerja fleksibel kinerja karyawan dan ia menemukan bahwa tenaga kerja fleksibel sistem memiliki kepuasan positif di semua negara.
II.1.4.1 Faktor-faktor Kinerja Karyawan
Menurut Mahmudi (2005, p.36) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan antara lain: a)
Faktor personal/ individu yang meliputi pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu b) Faktor kepemimpinan yang meliputi kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader. c)
Faktor tim meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh
rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan, dan keeratan anggota tim. d) Faktor sistem meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.
e)
Faktor kontekstual meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal
dan internal. Menurut Mathis
dan Jackson (2009), banyak faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan yang meliputi kemampuan seorang karyawan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Kinerja karyawan juga berkaitan dengan tingkat usaha yang dicurahkan dan dukungan organisasi.
Menurut Stephen P. Robbins dalam
bukunya “Organizational Behavior” (2001:6) menyebutkan bahwa secara sederhana kinerja karyawan adalah fungsi dari interaksi antara kemampuan (ability) dan motivasi (motivation), tetapi masih ada bagian yang masih hilang dari fungsi tersebut selain kecerdasan dan keahlian dari seorang individu yang keduanya merupakan bagian dari kemampuan dan motivasi dari setiap karyawan, yaitu kesempatan.
Gambar 2.1 Model dari Kinerja Sumber : Robbins (2001:6)
II.1.4.2 Aspek-Aspek Standar Pekerja Menurut Mangkunegara (2006) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi : a) Aspek kuantitatif yaitu :
Proses kerja dan kondisi pekerjaan Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja. b) Aspek kualitatif yaitu : Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan Tingkat kemampuan dalam bekerja Kemampuan
menganalisis
data/informasi,
kemampuan/kegagalan
menggunakan mesin/peralatan Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat).
II.2 Kajian Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Mandan Momeni, PhD dan Amir Babak Marjani, Phd (2012)
Judul Penelitian The relationship between organizational culture and organizational commitment in staff department of general prosecutors of tehran
Dr. Syed Muneer Ahmed Shah, Mohammad Salih Memon, and Azzizullah Phulpoto (2012)
The impact of organizational culture on the organizational commitment : A study of Faculty Members of private sector Universities of Pakistan
Sudarmadi (2007)
Analisis pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan (Studi Empiris :
Hasil Penelitian Hasil dari studi menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara semua komponen budaya organisasi termasuk adaptasi, keterlibatan, penyesuaian, misi dan komitmen organisasi. Hasil hubungan yang positif dan signifikan yang signifikan antara semua variabel termasuk sub budaya inovasi organisasi dan pengambilan risiko, perhatian terhadap detail, orientasi hasil, orientasi orang dan tim orientasi dengan semua sub-variabel komitmen organisasi Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan.
Ari Setiani (2010)
Christina Tri Setyorini, Siti Maghfiroh, dan Yusriyati Nur Farida (2012)
Karyawan Administratif Universitas Semarang) Pengaruh Keterlibatan Kerja dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Wartawan Umum Harian Suara Merdeka Pengaruh komitmen organisasi, budaya organisasi dan keterlibatan kerja terhadap kinerja karyawan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
Ada pengaruh yang signifikan keterlibatan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja. Hasil penelitian menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara komitmen organisasi, budaya organisasi dan keterlibatan kerja terhadap kinerja karyawan.
II.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2012 II.4 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
X1
: Budaya Organisasi
X2
: Keterlibatan Kerja
Y
: Komitmen Organisasi
Z
: Kinerja Karyawan
Hipotesis 1: Pengaruh Budaya Organisasi (X1) terhadap Komitmen Organisasi (Y) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat. •
Ho : Tidak terdapat pengaruh Budaya Organisasi (X1) terhadap Komitmen Organisasi (Y) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat.
•
Hi : Terdapat pengaruh Budaya Organisasi (X1) terhadap Komitmen Organisasi (Y) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat.
-
Hipotesis 2: Pengaruh Keterlibatan Kerja (X2) terhadap Komitmen Organisasi (Y) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat.
•
Ho : Tidak terdapat pengaruh Keterlibatan Kerja (X2) terhadap Komitmen organisasi (Y) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat.
•
Hi : Terdapat pengaruh Keterlibatan Kerja (X2) terhadap Komitmen Organisasi (Y) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat.
-
Hipotesis 3: Pengaruh Budaya Organisasi (X1) dan Keterlibatan Kerja (X2) terhadap Komitmen Organisasi (Y) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat •
Ho : Tidak terdapat pengaruh Budaya Organisasi (X1) dan Keterlibatan Kerja (X2) terhadap Komitmen Organisasi (Y) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat.
•
Hi : Terdapat pengaruh
Budaya Organisasi (X1) dan Keterlibatan
Kerja (X2) terhadap Komitmen Organisasi (Y) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat. -
Hipotesis 4: Pengaruh Budaya Organisasi (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Z) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat. •
Ho : Tidak terdapat pengaruh Budaya Organisasi (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Z) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat.
•
Hi :
Terdapat pengaruh Budaya Organisasi (X1) terhadap Kinerja
Karyawan (Z) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat. -
Hipotesis 5: Pengaruh Keterlibatan Kerja (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Z) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat. •
Ho : Tidak terdapat pengaruh Keterlibatan Kerja (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Z) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat.
•
Hi : Terdapat pengaruh Keterlibatan Kerja (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Z) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat.
-
Hipotesis 6: Pengaruh Komitmen Organisasi (Y) terhadap Kinerja Karyawan (Z) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat. • Ho : Tidak terdapat pengaruh Komitmen Organisasi (Y) terhadap Kinerja Karyawan (Z) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat. •
Hi : Terdapat pengaruh Komitmen Organisasi (Y) terhadap Kinerja Karyawan (Z) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat.
-
Hipotesis 7: Pengaruh Budaya Organisasi (X1) dan Keterlibatan Kerja (X2) terhadap Komitmen Organisasi (Y) dan Dampaknya terhadap Kinerja Karyawan (Z) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat. •
Ho : Tidak terdapat pengaruh Budaya Organisasi (X1) dan Keterlibatan Kerja (X2) terhadap Komitmen Organisasi (Y) dan Dampaknya terhadap Kinerja Karyawan (Z) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat.
•
Hi : Terdapat pengaruh Budaya Organisasi (X1) dan Keterlibatan Kerja (X2) terhadap Komitmen Organisasi (Y) dan Dampaknya terhadap Kinerja Karyawan (Z) PT. Bank Tabungan Negara, Tbk Cabang Ciputat.