BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian yang relevan. Tujuannya, secara etis menghargai penulis-penulis terdahulu dan untuk menunjukkan keunggulan atau kekurangan serta posisi penulis di dalam rangkaian perjalanan ilmu pengetahuan yang telah berjalan lama (Subroto, 2007:96). Dari berbagai literatur penelitian yang peneliti telusuri belum ada penelitian yang secara khusus mengkaji verba berprefiks ber- dalam bahasa Indonesia menggunakan teori Tata Bahasa Kasus.. Beberapa penelitian yang secara tidak langsung berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, disertasi yang berjudul Struktur Peran dalam Klausa Bahasa Indonesia yang diajukan oleh Mastoyo (2015) kepada Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian Mastoyo ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur peran dalam klausa bahasa Indonesia. Tujuan utama tersebut diwujudkan melalui tujuan khusus, yaitu (a) memaparkan jumlah dan jenis makna predikator; (b) memaparkan jumlah dan jenis peran argumen; (c) memaparkan bentuk morfemis kategori predikator; dan (d) memaparkan pelbagai struktur peran dalam klausa. Dalam tujuan (b) juga disinggung peran argumen dan peran non-argumen.
10
11
Kedua, skripsi yang berjudul Analisis Semantik Verba Proses dalam Bahasa Indonesia: Pendekatan Tata Bahasa Kasus Model Chafe (1970) yang disusun oleh Rahmawati (2003) dari Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam skripsi tersebut Rahmawati (i) merumuskan ciri sintaksis dan semantik verba proses bentuk D, ber-D dan me(N)-D, (ii) merumuskan tipe-tipe semantik verba proses bentuk D, ber-D dan me(N)-D, (iii) merumuskan struktur semantik dan proses pos-semantik verba proses bentuk D, ber-D dan me(N)-D, dan (iv) merumuskan proses derivasi verba proses bentuk D, ber-D dan me(N)-D dalam kaitannya dengan verba lain. Penelitian Verba Berprefiks ber- dalam Bahasa Indonesia (Analisis Tata Bahasa Kasus) ini berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu, terutama mengenai masalah utama yang dikaji. Penelitian ini lebih memfokuskan pada verba berprefiks ber- dalam hubungannya dengan nomina atau frasa nomina pengikut verba berprefiks ber- dalam bahasa Indonesia.
B. Landasan Teori 1. Verba Menurut Kridalaksana, verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat; sebagian besar verba mewakili unsur semantis perbuatan, keadaan, atau proses; dalam bahasa Indonesia, kelas ini ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata seperti sangat dan lebih (2008:254). Alwi, et.al. menyatakan ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati perilaku semantisnya, perilaku sintaktisnya, dan segi bentuknya.
12
a.
Perilaku Semantisnya Alwi, et.al. menyatakan bahwa setiap verba memiliki makna inheren yang terdapat di dalamnya. Makna inheren suatu verba tidak terikat dengan wujud verba, seperti berwujud kata dasar, kata yang tanpa afiks, atau kata yang dengan afiks. Verba dengan dasar seperti lari memiliki makna inheren menyatakan perbuatan. Demikian juga verba asal seperti pergi juga memiliki makna inheren menyatakan
perbuatan.
Adapun verba berafiks
me-
seperti
menguning memiliki makna inheren menyatakan suatu proses perubahan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (2003:88-89). Alwi, et.al. juga menambahkan selain tidak terikat dengan wujud verba, makna inheren suatu verba juga tidak selalu berkaitan dengan status ketransitifan verba tersebut. Suatu verba taktransitif dapat memiliki makna inheren menyatakan perbuatan seperti lari atau memiliki makna inheren menyatakan suatu proses seperti menguning. Adapun verba transitif juga dapat memiliki makna inheren seperti halnya verba taktransitif. Hal itu dapat dilihat pada verba transitif memasak yang memiliki makna inheren menyatakan perbuatan (2003:89-90). b.
Perilaku Sintaktisnya Alwi,
et.al.
menyatakan
bahwa
berdasarkan
perilaku
sintaktisnya, verba dibedakan menjadi dua, yaitu verba transitif dan verba taktransitif (2003:90). Alwi, et.al. menambahkan bahwa verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam
13
kalimat aktif dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif (2003:91-93). Verba transitif dibedakan menjadi dua, yakni (i) verba ekatransitif adalah verba transitif yang diikuti oleh satu objek dan (ii) verba dwitransitif adalah verba yang dalam kalimat aktif dapat diikuti oleh dua nomina, sebagai objek dan satunya lagi sebagai pelengkap (Alwi, et.al. 2003:91). Verba taktransitif atau juga disebut dengan verba intransitif adalah verba yang menghindarkan objek (Kridalaksana, 2008:255). Alwi, et.al. juga menyatakan bahwa verba taktransitif adalah verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif (2003:93). c.
Segi Bentuknya Menurut Alwi, et.al. bahasa Indonesia memiliki dua macam bentuk verba, yakni (i) verba asal adalah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis seperti mandi dan (ii) verba turunan adalah verba yang harus atau dapat memakai afiks bergantung pada tingkat keformalan bahasa dan atau pada posisi sintaktisnya (2003:98). Verba turunan dibedakan lagi menjadi tiga subkelompok. (a) Verba yang dasarnya adalah dasar bebas, tetapi memerlukan afiks supaya dapat berfungsi sebagai verba (afiks digunakan secara wajib) seperti darat menjadi mendarat (Alwi, et.al. 2003:98).
14
(b) Verba yang dasarnya adalah dasar bebas yang dapat pula memiliki afiks (afiks digunakan secara manasuka) seperti (me)makan (Alwi, et.al. 2003:98). (c) Verba yang dasarnya adalah dasar terikat yang memerlukan afiks seperti bertemu (Alwi, et.al. 2003:98). Temu termasuk dalam verba dengan dasar terikat karena temu tidak dapat berdiri sendiri atau harus menggunakan afiks dalam sebuah kalimat. Hal itu dapat dilihat pada kalimat Ali bertemu Ani di kantor. Kalimat tersebut tidak dapat dinyatakan dalam kalimat *Ali temu Ani di kantor. 2. Tata Bahasa Kasus Tata bahasa kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya yang berjudul “The Case for Case” tahun 1968 yang dimuat dalam buku Bach, E. dan R. Harms “Universal in Linguistic Theory” terbitan Holt Rinehart dan Winston. Kemudian direvisi pada tahun 1970 (Chaer, 2007:370). Dalam teorinya, Fillmore membagi kalimat atas modalitas dan proposisi. Modalitas adalah satu himpunan dalam kalimat yang bercirikan negasi, kala, aspek, dan adverbial. Negasi adalah suatu penyangkalan, peniadaan, kata sangkalan. Misalnya dalam kalimat “uang itu bukan milikku”. Kala adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan di dalam kalimat (Chaer, 2007:260), misalnya dalam kalimat “Pak Lurah sedang mandi”. Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu
15
secara internal dalam suatu situasi, keadaan, kejadian, atau proses (Chaer, 2007:259), misalnya dalam kalimat “dia sudah makan”. Adverbial adalah suatu fungsi pemberi keterangan pada verba, adjektiva, nomina predikatif, atau kalimat (Sugono, 2008:12), misalnya dalam kalimat “dia sangat cantik”. Proposisi merupakan himpunan yang terdiri dari verba dan sejumlah nomina. Hubungan antara nomina dan verba itu disebut sebagai kasus. Pembagian kalimat atas modalitas dan proposisi menurut Fillmore adalah sebagai berikut.
Kalimat
modalitas
proposisi
negasi kala aspek adverbial
verba
kasus 1
kasus 2
kasus 3
Kasus dalam teori Tata Bahasa Kasus adalah hubungan antara verba dengan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argumen dalam teori semantik generatif. Hanya argumen dalam teori ini diberi label kasus. Misalnya dalam kalimat bahasa Inggris “Jhon opened the door with the key”, argumen 1 Jhon berkasus “pelaku”, argumen 2 door berkasus “tujuan”, argumen 3 key berkasus “alat”. Contoh
16
di atas jika dimasukkan ke dalam bagan pembagian kalimat atas modalitas dan proposisi menjadi seperti berikut.
Jhon opened the door with the key
modalitas
proposisi
kala
verba
pelaku
tujuan
alat
past
open
Jhon
door
key
Dalam perkembangan teori TBK, Fillmore merevisi kasus-kasus yang muncul berdasarkan hubungan antara verba dengan nomina dalam sebuah kalimat. Revisi kasus-kasus tersebut adalah agentif (A), experiencer (E), instrumental (I), Objektif (O), Lokatif (L), Sumber (S), goal (G), waktu (W), komitatif (Kom), dan benefaktif (B). Berikut penjelasan kasus-kasus tersebut.
a) Agentif (A) Agentif ialah kasus yang menandai pelaksana tindakan yang dinyatakan oleh verba (Samsuri, 1987:340). Agentif adalah kasus yang menyatakan pelaku atau pemrakarsa dari satu perbuatan atau pekerjaan (Parera, 1988:125). Chaer menyebut kasus agentif dengan agent. Agent adalah pelaku perbuatan atau yang melakukan sesuatu perbuatan, seperti perbuatan
17
makan, menendang, dan membawa (2007:372). Misalnya “Saya makan di kantin”, “Abi menendang bola”, dan “Ani membawa payung”.
b) Experiencer (E) Samsuri menyatakan experiencer adalah kasus yang menandai sesuatu yang dikenai atau terpengaruh oleh tindakan atau kegiatan yang dinyatakan oleh verba (1987:341). Parera menyebut experiencer dengan kasus pengalami. Kasus ini dituntut oleh satu verbum “mengalami”; kasus ini menyatakan orang mengalami dan kena satu peristiwa psikologis, sensasi, emosi, dan kognitif (1988:125). Kasus experiencer adalah yang mengalami peristiwa psikologis. Misalnya seperti saya dan dia dalam kalimat “Saya tahu” dan “Dia merasa takut”. (Chaer, 2007:372).
c) Instrumental (I) Instrumental ialah kasus yang menandai kekuatan atau objek yang terlibat secara kausal dalam tindakan atau keadaan yang dinyatakan oleh verba (Samsuri, 1987:341). Instrumental adalah kasus menyatakan dorongan, penyebab, alat terjadinya sesuatu (Parera. 1988:126). Saparnis dalam makalahnya yang berjudul “Tata Bahasa Kasus (Case Grammar)” berpendapat bahwa kasus instrumental (Saparnis menyebutnya kasus Instrumen) adalah kasus yang mempunyai ciri [-hidup] yang
18
tidak bernyawa, secara kausal merupakan penyebab suatu tindakan atau keadaan yang diekspresikan oleh verba. Kasus ini diberi pemarkah dengan preposisi “with” dalam bahasa Inggris. Ini bukan berarti bahwa setiap frasa benda yang didahului oleh preposisi “with” adalah alat. Misalnya, “Jhon opened the door with a key”. “a key” merupakan alat untuk membuka pintu dan menyebabkan pintu terbuka (2008:128).
d) Objektif (O) Objektif adalah kasus yang secara semantis paling netral, kasus apa saja yang diwakili oleh nomina yang peranannya dalam kegiatan
atau
keadaan
yang
dinyatakan
oleh
verba
diidentifikasi oleh penafsiran verba itu sendiri; konsep ini dapat secara nyata dibatasi pada benda-benda yang terkena kegiatan atau keadaan yang dinyatakan oleh verba (Samsuri, 1987:341). Objektif adalah kasus yang menyatakan nomen ini statis atau berkendaraan seperti yang dinyatakan oleh makna verbum; kasus ini paling netral (Parera. 1988:126). Chaer menyebut kasus objektif dengan sebutan object. Yaitu sesuatu yang dikenai perbuatan, atau yang mengalami suatu proses. Misalnya adalah bola dan rumah dalam kalimat “Dika menendang bola” dan “Pak Lurah membangun rumah” (2007:372).
19
e) Lokatif (L) Lokatif adalah kasus yang menunjuk ke lokasi atau orientasi spasial suatu situasi atau tindakan yang dinyatakan oleh verba (Samsuri, 1987:341). Lokatif adalah kasus yang menunjukkan tempat dari sesuatu nomen atau perubahan tempat dari nomen (Parera. 1988:126). Contoh kasus lokatif dalam sebuah kalimat misalnya, “Anita mengajar di Aceh”. Aceh merupakan kasus lokatif.
f) Sumber (S) Samsuri menyatakan kasus sumber adalah kasus yang menyatakan asal mula atau titik permulaan yang dinyatakan oleh verba (1987:348). Sumber adalah yang menyatakan asal atau titik permulaan/awal (Parera, 1988:126). Menurut Saparnis, kasus sumber merupakan sumber atau penyebab terjadinya proses atau kegiatan atau keadaan yang dinyatakan oleh verba. Dalam kalimat “Gempa meruntuhkan gedunggedung tinggi”, “Hayati mengecewakan aku”, dan “Angin menggoyangkan daun-daunan”. Kata gempa, Hayati, dan angin merupakan sumber dari kegiatan, proses, atau keadaan yang disebutkan verba (2008:129).
g) Goal (G) Sebelum direvisi kasus goal bernama kasus faktitif. Faktitif yaitu kasus sesuatu yang merupakan hasil tindakan atau
20
keadaan yang dinyatakan oleh verba atau dipahami sebagai bagian makna verba (Samsuri, 1987:341). Chaer menjelaskan bahwa kasus goal adalah keadaan, tempat, atau waktu yang kemudian. Contohnya adalah guru dalam kalimat “Dia mau jadi guru” (2007:372).
h) Waktu (W) Waktu adalah kasus yang menunjuk ke orientasi temporal tindakan atau keadaan yang dinyatakan oleh verba (Samsuri, 1987:341). Waktu adalah kasus yang menyatakan orientasi waktu (Parera. 1988:126). Saparnis menjelaskan bahwa kasus waktu adalah waktu yang terpakai atau diduduki oleh suatu proses, kegiatan, atau keadaan yang dinyatakan oleh verba. Dalam kalimat “Tuti datang kemarin”, kata kemarin adalah kasus waktu (2008:129).
i) Komitatif (Kom) Komitatif adalah kasus yang menyatakan keikutsertaan sesuatu pada tindakan atau keadaan yang dinyatakan oleh verba (Samsuri, 1987: 341). Komitatif adalah kasus yang menyatakan peran kesertaan; kami sebut kasus peserta (Parera. 1988:127). Saparnis menyebut kasus komitaif dengan sebutan kasus penyerta. Menurut Saparnis kasus penyerta adalah frasa benda yang mempunyai hubungan konjungtif dengan frasa benda lain, yang ditandai oleh preposisi dengan, bersama, dan sebagainya.
21
Contoh “MS main catur dengan Latief” dan “MS bersama Latief main catur”. Kata ‘Latief’ merupakan kasus penyerta (2008:129).
j) Benefaktif (B) Benefaktif adalah kasus yang menyatakan fungsi semantis ‘memperoleh untung’ dari tindakan atau keadaan yang dinyatakan oleh verba (Samsuri, 1987:341). Benefaktif adalah kasus yang menyatakan nomen memperoleh, memiliki, dan atau kehilangan sesuatu; kasus ini kami sebut pula pemeroleh (Parera, 1988:126). Menurut Saparnis kasus benefaktif mempunyai ciri [+ hidup]. Kasus yang ditujukan bagi makhluk hidup (yang bernyawa) yang memperoleh keuntungan dari tindakan yang diperikan oleh verba (2008:129). Fillmore, dalam Saparnis menyatakan bahwa dalam Bahasa Inggris, kasus ini dinyatakan dengan preposisi for (2008:129). Dalam kalimat “Jack opened the door for Paul”, kata Paul menunjukkan kasus benefaktif. Benefaktif adalah nomina atau frasa nomina yang mengacu kepada orang atau binatang yang memperoleh keuntugan atau dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan dari tindakan verba (2008:129). Contoh dalam bahasa Indonesia adalah “Ibu memberikan kepada adik”, kata adik menunjukkan kasus benefaktif.
22
3. Klasifikasi Verba Chafe Chafe dalam Parera menggolongkan verba secara semantis menjadi empat jenis yaitu, verba keadaan, verba aksi, verba proses, dan verba aksiproses (1988:128). Berikut penjelasan mengenai keempat jenis verba di atas.
a) Verba keadaan Verba keadaan adalah verba yang berfitur semantis keadaan. Fitur semantis adalah makna inheren yang terdapat di dalam suatu verba. Verba keadaan dapat menjadi jawaban dari pertanyaan “subjek dalam keadaan apa?”. Misalnya dalam kalimat “Ani sakit”, sakit merupakan jenis verba keadan. Sakit mengandung makna inheren suatu keadaan yaitu keadaan sakit. Secara lengkapnya jika makna inheren itu ditampakkan kalimat “Ani sakit” menjadi “Ani dalam keadaan sakit”. Sakit juga dapat menjadi jawaban dari pertanyaan “Ani dalam keadaan apa?”, “Ani dalam keadaan sakit”.
b) Verba aksi Verba aksi adalah verba yang berfitur semantis aksi. Fitur semantis adalah makna inheren yang terdapat di dalam suatu verba. Verba aksi dapat menjadi jawaban dari pertanyaan “apa yang dilakukan subjek?”. Misalnya dalam kalimat “Ani mandi”. Mandi merupakan jenis verba aksi karena mandi mengandung makna inheren suatu perbuatan atau aksi. Makna
23
inheren yang terkandung dalam mandi adalah “melakukan keagiatan mandi”. Jadi jika makna inheren mandi dalam kalimat “Ani mandi” ditampakkan akan menjadi “Ani melakukan kegiataan mandi”. Mandi juga dapat menjadi jawaban
dari
pertanyaan
“apa
yang
dilakukan
Ani?”
jawabannya adalah mandi.
c) Verba proses Verba proses adalah verba yang berfitur semantis proses. Fitur semantis adalah makna inheren yang terdapat di dalam suatu verba. Verba proses dapat menjadi jawaban dari pertanyaan “apa yang terjadi pada subjek?”. Dalam kalimat “padi itu menguning”. Menguning mengandung makna inheren “suatu proses atau suatu perubahan dari yang sebelumnya tidak kuning menjadi kuning”. Menguning juga dapat menjadi pertanyaan “apa yang terjadi pada padi?”, jawabannya adalah menguning.
d) Verba aksi-proses Verba aksi-proses adalah verba yang berfitur semantis aksiproses. Fitur semantis adalah makna inheren yang terdapat di dalam suatu verba. Jadi verba aksi-proses adalah verba yang memiliki makna inheren aksi juga proses. Verba aksi-proses dapat menjadi jawaban dari pertanyaan “apa yang dilakukan subjek terhadap objek?”. Misalnya dalam kalimat “Ali membunuh anjing”. Membunuh merupakan jenis verba aksi-
24
proses karena verba membunh menuntut hadirnya dua nomina “yang membunuh” dan “yang dibunuh”. Kehadiran dua nomina yang mengikuti verba membunuh itu bersifat wajib karena jika salah satu nomina dilesapkan, maka akan terbentuk kalimat yang tidak berterima. “*Ali membunuh” dan “*membunuh anjing”. Makna inheren verba membunuh adalah “suatu aksi membunuh sesuatu yang bernyawa serta mengandung makna proses membunuh sesuatu nomina yang awalnya bernyawa menjadi tidak bernyawa”. Selain itu, verba aksi-proses juga dapat diketahui dengan menggunakan pertanyaan “apa yang dilakukan subjek terhadap objek?”. Dengan demikian, verba aksi-proses adalah verba yang mengandung makna inheren suatu aksi-proses dan memerlukan dua nomina dalam pengekspresiannya menjadi sebuah kalimat.
C. Kerangka Pikir Deskripsi penelitian Verba Berprefiks ber- dalam Bahasa Indonesia (Analisis Tata Bahasa Kasus) dapat dituangkan ke dalam kerangka pikir sebagai berikut. 1. Tahap pertama, yakni penulis menentukan permasalahan mengenai kasus verba berprefiks ber- dalam bahasa Indonesia. Dalam pengekspresiannya verba berprefiks ber- memiliki beberapa kasus yang disebabkan oleh makna semantis yang dimiliki masing-masing verba. Verba berprefiks ber-
25
diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu verba keadaan, verba aksi, verba proses, dan verba aksi-proses. 2. Tahap kedua, yakni penulis mendeskripsikan kasus-kasus apa saja yang dimiliki verba berprefiks ber-. Setelah mengetahui kasus-kasus apa saja yang dimiliki verba ber- penulis menyusun kerangka kasus yang dimiliki verba berprefiks ber- dalam bahasa Indonesia. 3. Tahap ketiga, penulis mendeskripsikan analisis teori Tata Bahasa Kasus terhadap verba berprefiks ber- bahasa Indonesia. 4. Tahap keempat, penulis menyimpulkan jawaban-jawaban dari permasalahan berdasarkan analisis kasus verba berprefiks ber- dalam bahasa Indonesia.
26
Bagan Kerangka Pikir Verba Berprefiks ber- dalam Bahasa Indonesia (Analisis Tata Bahasa Kasus)
Verba Berprefiks ber-
V. Keadaan
V. Aksi
V. Proses
V.Aksi-Proses
Kasus-kasus yang dimiliki verba berprefiks ber-
Kerangka kasus verba berprefiks ber-
Analisis teori Tata Bahasa Kasus terhadap verba berprefiks ber- dalam bahasa Indonesia.
Simpulan