BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai kohesi pada wacana mungkin sudah sering dilakukan dalam penelitian bahasa. Akan tetapi, penelitian mengenai kohesi gramatikal terhadap wacana prosedural jarang ditemui. Ada beberapa penelitian sebelumnya yang masih relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti mengenai kohesi pada wacana. Beberapa penelitian itu di antaranya. Penelitian Sekarwanti (2010) yang berjudul Kohesi Gramatikal dalam Teks Resep Masakan Berbahasa Rusia dalam Buku “Tsarskaya Kuxnya”/ “Dapur Tsar”, karya S.Pisanyh. Penelitian tersebut mendeskripsikan mengenai alat-alat kohesi gramatikal yang terdapat dalam teks resep masakan berbahasa Rusia dalam buku “Dapur Tsar”. Setelah melalui analisis kohesi gramatikal pada buku resep berbahasa Rusia tersebut, menghasilkan kesimpulan berupa alat kohesi gramatikal yang muncul atau yang terdapat dalam teks tersebut. Kohesi-kohesi tersebut adalah referensi nomina anaforik, referensi demonstrativa anaforik, elipsis nomina, elipsis verba, konjungsi aditif, dan konjungsi temporal. Pada buku resep berbahasa Rusia tersebut ditemukan bahwa dari ketiga alat kohesi gramatikal sangat berperan penting dalam keutuhan dan kepaduan makna pada suatau wacana, yaitu dalam buku resep masakan berbahasa Rusia. Penelitian oleh Wahid Abdul Rohman (2013) yang berjudul Analisis Kohesi Gramatikal Konjungsi pada Teks Terjemahan Alquran Surah Al Ahzab, penelitian ini menganalisis bentuk kohesi gramatikal konjungsi yang digunakan pada teks terjemahan Alquran surah Al Ahzab. Disimpulakan oleh peneliti bahwa
9
10
teks terjemahan Alquran adalah objek kajian wacana yang mengandung kohesi gramatikal, kususnya kohesi gramatikal konjungsi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Wening Handri Purnami (2008) yang berjudul Aspek Gramatikal dalam Wacana Tajuk Rencana Pada Harian Kedaulatan Rakyat. Pada penelitian ini mendeskripsikan bagaimana penggunaan aspek gramatikal dalam wacana tajuk rencana harian Kedaulatan Rakyat. Penelitian ini menunjukan bahwa pertalian antara kalimat-kalimat pembentuk wacana tajuk rencana dapat dinyatakan dengan pertalian antarunsur gramatikal yang terdapat dalam kalimat-kalimat itu. Pertalian antar unsur-unsur gramatikal itu dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu berupa alat kohesi gramatikal referensi, subtitusi, elipsis dan konjungsi. Penelitian yang dilakukan oleh Makyun Subuki (2008) yang berupa tesis berjudul Kohesi dan Koherensi dalam Surat Al-Baqarah. Penelitian ini mendeskripsikan bentuk kohesi yang terdapat dalam surat Al-Baqarah, perwujudan kohesi dan koherensi yang dicapai antarbagian dalam teks surat AlBaqarah dan kohesi yang dinyatakan secara eksplisit melalui alat kohesi. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa alat kohesi gramatikal maupun leksikal yang terdapat dalam surat Al-Baqarah. Perwujudan kohesi dan koherensi antabagian teks kadangkala tidak menunjukan fungsi kohesi dan koherensi. Penelitian Tiara Perdana Putri (2010) yang berjudul Penanda Kohesi pada Wacana Rubrik “Suara Mahasiswa” dalam Harian Joglo Semar. Penelitian ini mendeskripsikan tentang penanda kohesi gramatikal dan leksikal dalam wacana Rubrik Suara Mahasiwa dalam harian Joglosemar. Ditemukan penanda-penanda
11
kohesi gramatikal dan penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional, prinsip temporal, prinsip analogidan interferensi. Penelitian ini hampir memiliki kesamaan dengan penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sekarwanti yang meneliti kohesi gramatikal wacana prosedural berupa resep masakan. Tetapi yang menjadi tujuan dari penelitian masing-masing sangat berbeda, Sekarwanti hanya meneliti mengenai alat kohesi gramatikal yang terdapat dalam resep masakan dan alat kohesi gramatikal yang sering muncul lalu diwujudkan dalam perbandingan angka. Penelitian yang peneliti lakukan adalah mengenai wacana prosedural petunjuk penggunaan obat. Peneliti mendeskripsikan bagaimana struktur wacana dalam petunjuk penggunaan obat, bentuk dan jenis kohesi gramatikal dan jenis kohesi gramatikal yang dominan. Kedua penelitian ini terlihat hampir sama, namun sangat berbeda ketika dilihat dari data, sumber data, dan tujuan yang akan dicapai dari masing-masing penelitian. Beberapa penelitian mengenai analisi wacana tersebut di atas menunjukan bahwa penelitian mengenai analisis wacana telah banyak dilakukan sebelumnya, namun penelitian mengenai wacana prosedural kususnya petunjuk penggunaan obat belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai wacana prosedural yang terdapat pada petunjuk penggunaan obat. Dengan adanya penelitian wacana prosedural pada petunjuk penggunaan obat ini, diharapkan bisa membawa mafaat.
12
B. Landasan Teori 1. Wacana Pengertian wacana dalam kamus linguistik adalah satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk utuh, paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Menurut Halliday dan Hasan (1992: 65) pengertian wacana adalah sebagai berikut. “Teks atau wacana sebagai sesuatu yang dapat berdiri sendiri pada dasarnya adalah kesatuan makna, hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa sumbangan yang paling penting terhadap koherensi adalah kohesi. Kohesi dan koherensi merupakan unsur hakikat wacana atau dua aspek teks yang turut menentukan keutuhan wacana. Dalam kohesi tersirat pengertian kepaduan, keutuhan wacana dan pada koherensi mengandung pengertian pertalian atau hubungan makna. Oleh karena itu, maka wacana berkedudukan lebih besar dari kalimat.” Harimurti
Kridalaksana
(2001:231)
mengemukakan
“wacana
(discourse) adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb.), paragraf, kalimat atau kata yang membawa kalimat lengkap.” Wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap dalam satuan gramatikal tertinggi. Wacana dikatakan lengkap karena di dalamnya terdapat konsep, gagasan, pikiran, ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau oleh pendengar (dalam wacana lisan). Wacana dikatakan tertinggi karena wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacaan lainya seperti kohesi dan koherensi (Sumarlam, 2003:11).
13
Hasan Alwi (2003:419) mengartikan wacana sebagai rentetan kalimat yann berkaitan yang menghubungkan proposisi satau dengan proposisi yang lain itu membentuk kesatuan. Pendapat Hasan Alwi dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, yaitu bahwa wacana merupakan tataran bahasa yang lebih luas dari kalimat (rentetan kalimat-paragraf). Wacana memuat rentetan kalimat yang berhubungan, menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainya, dan membentuk satu kesatuan informasi. Selanjutnya pengertian wacana menurut Samsuri (1988:1), wacana adalah remkaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan. Wacana mungkin bersifat transaksional, jika yang dipentingkan adalah isi komunikasi itu, tetapi mungkin bersifat interaksional jika merupakan komunikasi timbal-balik. Dari beberapa pengertian wacana menurut tokoh-tokoh di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa wacana adalah satuan gramatikal tertinggi berisi rentetan kalimat yang lengkap dan utuh, yang berisi tentang informasi yang ingin disampaikan, dan memiliki kohesi dan koherensi. 2. Jenis Wacana Menurut Djajasudarma (1994:6-14), jenis wacana dapat didistribusikan dari segi eksistensinya (realitas), media komunikasinya, cara pemaparannya dan jenis pemakaiannya.
14
a. Wacana berdasarkan realitasnya terbagi menjadi dua, yaitu: (1) Wacana verbal, yaitu rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan)
dengan kelengkapan
struktural
bahasa,
mengacu pada struktur apa adanya. (2) Wacana nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa, yakni rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna (bahasa isyarat). b. Wacana berdasarkan media komunikasinya terbagi menjadi dua, yaitu: (1) Wacana lisan, yaitu wujudnya berupa sebuah percakapan bahasa mengacu pada struktur apa adanya. (2) Wacana tulisan, yaitu berwujud sebuah teks atau bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alinea yang merupakan wacana. c. Wacana berdasarkan pemaparannya, wacana meliputi: (1) Wacana naratif yaitu rangkaian tuturan yang menceritakan hal atau kejadian (peristiwa) melalui penonjolan pelaku (persona I dan III). (2) Wacana deskriptif yaitu rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya. (3) Wacana prosedural yaitu rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu berurutan dan secara kronologis. (4) Wacana ekspositori yaitu tuturan yang bersifat menjelaskan sesuatu berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan. (5) Wacana hortatori yaitu tuturan yang berisi ajakan atau nasehat.
15
(6) Wacana dramatik yaitu wacana yang menyangkut beberapa orang penutur dan sedikit bagian naratif. (7) Wacana epistorari yaitu wacana dalam bentuk surat-surat, dengan sistem dan bentuk tertentu.Wacana seremonial yaitu wacana yang berhubungan upacara adat yang berlaku di masyarakat bahasa, berupa nasehat atau pidato pada upacara pernikahan atau perkawinan, kematian dan syukuran. d. Wacana berdasarkan jenis pemakaianya, meliputi: (1) Monolog (satu orang penutur) yaitu wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan antara dua pihak yang berkepentingan. (2) Dialog (dua orang penutur) yaitu wacana yang berupa percakapan anatar dua pihak. (3) Polilog (lebih dari dua penutur) yaitu wacana yang melibatkan partisipan pembicaraan di dalam konversasi. 3. Wacana Prosedural Wacana atau teks yang bersifat prosedur adalah teks yang digunakan untuk membuat lawan (pendengar atau pembaca) mengerti cara menyelesaikan sebuah pekerjaan atau membuat sebuah hal. (Djatmika, 2015:44). Teks prosedur mempunyai format dan ciri kebahasaan yang khas. sebuah teks prosedur harus disusun untuk dapat mengakomodasi kegiatan sosial yang bertujuan untuk menunjukkan bagaimana sesuatu itu dibuat atau dilaksanakan melalui serangkaian tindakan atau aksi. Menurut Djatmika dalam bukunya yang berjudul Memahami Seluk Beluk Teks (2015:44-48), dijelaskan bahwa teks dengan jenis prosedur
16
mempunyai tiga unit wacana yaitu berupa tujuan (goal), bahan (materials), dan langkah-langkah (steps). Unit wacana bahan bersifat pilihan atau tak wajib hadir. Tidak semua teks prosedur memerlukan kehadiran unit wacana yang menjabarkan bahan yang dibutuhkan untuk melakukan atau membuat sebuah hal. Tujuan atau goal menunjukkan kepada pembaca atau pendengar target yang akan dicapai setelah mengikuti alur informasi yang dikemas oleh sebuah teks prosedur. Unit ini biasa ditunjukkan dengan bentuk kalimat pengantar atau hanya judul. Bagian bahan atau material menjelaskan tentang barang-barang atau benda-benda yang dibutuhkan untuk mencapai target. Terdapat juga teks prosedur yang tidak memiliki unit ini, seperti pada teks prosedur yang memberitahu cara melakukan sesuatu atau menggunakan sesuatu. Selanjutnya adalah unit steps atau langkah-langkah, unit ini adalah bagian inti dari teks prosedur. Berisi langkah-langkah atau tindakan-tindakan yang harus diikuti oleh pengguna teks untuk mencapai tujuan. 4. Kohesi Kohesi menurut Djajasudarma (1994:46) yaitu merujuk pada pertautan bentuk sedangkan koherensi pada pertauatan makna. Pada umumnya, wacana yang baik memiliki keduanya. Kalimat atau kata yang dipakai bertautan dan pengertian yang satu berkaitan dengan pengertian yang lainya secara berturutturut. Kohesi dan koherensi menjadi aspek yang sangat penting dan menjadi aspek yang sangat penting dan menjadi titik berat dalam suatu wacana. Menurut Halliday dan Hasan (1976: 4), kohesi diklasifikasikan menjadi dua yaitu kohesi leksikal dan kohesi gramatikal. Kohesi leksikal terdiri dari
17
reiterasi dan kolokasi. Reiterasi terbagi menjadi repetisi, sinonim, superordinat, dan kata umum. Kohesi gramatikal terbagi menjadi empat, yaitu referensi, subtitusi, elipsis dan konjungsi. Kohesi merupakan konsep semantik yang juga merujuk kepada keterkaitan kebahasaan yang didapati pada suatu ujaran yang membentuk wacana. Menurut Halliday dan Hasan (1976:5) bahwa kohesi merupakan satu set kemungkinan yang terdapat dalam bahasa untuk menjadikan suatu teks itu memiliki kesatuan. Hal ini berarti bahwa hubungan makna baik makna gramatikal maupun makna leksikal, perlu diwujudkan secara terpadu dalam kesatuan yang memebentuk teks yang dimarkahi dengan alat kohesi gramatikal dan alat kohesi leksikal. Halliday dan Hasan (1976:7) telah mencoba melihat kohesi makna itu dari dua sudut, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kedua kohesi ini terdapat dalam satu kesatuan teks. Kohesi ini juga memperlihatkan jalinan ujaran dalam bantuk kalimat untuk membentuk suatu teks atau konteks dengan cara menghubungkan makna yang terkandung di dalam unsur. Kaidah kohesi ini lebih dikenali dalam istilah perujukan, penggantian, pengguguran, konjungsi dan kohesi leksikal. 5. Kohesi Gramatikal Pada penelitian ini peneliti akan membahas lebih lanjut mengenai pemarkah kohesi gramatikal. Pemarkah kohesi gramatikal terdiri dari referensi, subtitusi, elipsis dan konjungsi.
18
a. Referensi Dalam buku analisis wacana (Sumarlam, 2003:23) dijelaskan referensi atau pengacuan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau satuan acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada dalam teks atau diluar teks, maka pengacauan dibedakan menjadi dua jenis: (1) pengacuan endofora apabila acaunnya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks wacana itu, dan (2) pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana. Menurut Halliday dan Hasan (1976:31) referensi adalah informasi yang bercirikan khusus ditandai dengan pencarian kembali. Pada referensi, informasi yang dicari adalah makna referensial yaitu kelas suatu benda atau referen yang diacunya. Referensi adalah hubungan kata dengan objeknya atau hubungan antara satu elemen dalam teks dengan sesuatu yang diacunya. Halliday dan Hasan membagi referensi menjadi dua yaitu (1) referensi eksofora yang merupakan perujukan diluar teks yaitu dimana orang dapat memahami tanpa adanya keterangan di dalam teks melainkan situasi yang sedang terjadi, dan referensi endofora yang merupaka perujukan dimana keterangan atau informasi yang dimaksud berada di dalam teks. Halliday dan Hasan (1976:37) membedakan referensi menjadi tiga jenis referensi. Jenis referensi tersebut adalah (1) referensi personal, (2) referensi demonstratif, dan (3) referensi komparatif.
19
(1) Referensi Personal Referensi personal yaitu referensi yang menunjukan kembali referenya melalui pronominal personal. Referensi personal adalah keterkaitan semantis antara satu unsur dari suatu alat kohesi dengan unsur lain yang dirujuknya, yaitu merujuk pada peserta dalam situasi komunikasi dan sesuatu yang dibicarakan dalam situasi komunikasi. (2) Referensi Demonstratif Referensi demonstratif yaitu referensi yang menunjukkan kembali referennya melalui pronomina demonstratif.
Referensi demonstratif
adalah keterkaitan semantis suatu unsur dengan unsur lain. Refensi demonstratif digunakan untuk menunjuk atau menandai orang, benda, tempat, atau waktu yang dirujuknya secara khusus. Referensi ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (a) referensi demonstratif netral (neutral), (b) referensi demonstratif selektif (selective)
dan
(c)
referensi
demontratif
adverbial.
Referensi
demonstratif netral dicontohkan dalam bahasa inggris yaitu „the‟, „the‟ dalam bahasa Inggris merujuk pada nomina yang tidak didasarkan pada jarak ataupun jumlah anatara nomina yang ditunjukan dari penutur, dalam bahasa Indonesia sendiri tidak memiliki referensi jenis ini. Referensi demonstratif selektif adalah referensi yang digunakan untuk merujuk sesuatu berdasarkan jarak, dalam bahasa Inggris dicontohkan „this‟ menunjukan jarak sesuatu yang dirujuk itu dekat, sedangkan dan „that‟ digunakan untuk menunjukkan jarak sesatu yang dirujuk oleh penutur itu jauh. Referensi demonstratif adverbial adalah referensi yang
20
digunakan untuk merujuk sesuatu berdasarkan jarak jauh dan dekatnya tempat dan waktu, dalam bahasa Inggris referensi ini ada empat yaitu, „here‟ dan „there‟menunjukan jauh dekatnya tempat, „now‟ dan „then‟ menunjukan jauh dekatnya waktu. (3) Referensi komparatif Referensi
komparatif
atau
referensi
perbandingan
adalah
keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lain yang dirujuknya yang digunakan untuk membandingkan dua hal. Referensi perbandingan terdiri atas (a) referensi perbandingan umum dan (b) referensi perbandingan khusus. Referensi perbandingan umum adalah referensi yang bersifat umum yang ditinjau dari mengungkapkan kesamaan, kemiripan, dan perbedaan antara satu hal dengan hal yang lain yang dirujuknya. Referensi perbandingan khusus adalah referensi yang mengungkapkan perbandingan berdasarkan kualitas dan kuantitas. Referensi jenis ini diungkapkan dengan angka atau kuantitas dan mutu atau kualitas, selain itu juga bisa diungkapkan dengan adverbial. b. Subtitusi Subtitusi adalah penggantian atau penyulihan suatu kata. Subtitusi biasanya digunakan untuk menggantikan suatu kata dengan kata yang lain agar tidak terjadi pengunlangan kata. Menurut Halliday dan Hasan (1976: 90) ada tiga tipe subtitusi yaitu sebagai berikut. (1) Subtitusi Nomina Subtitusi nominal adalah penyulihan untuk menggantikan nomina atau kelompok nomina dengan kata atau frasa lain.
21
(2) Subtitusi Verba Subtitusi verba adalah penyulihan untuk menggantikan verba atau kelompok verba dengan kata atau frasa lain. (3) Subtitusi Klausa Subtitusi klausal adalah penyulihan untuk menggantikan klausa atau kelompok klausa dengan kata atau frasa lain. Tidak hanya mengantikan unsur-unsur tertentu dalam klausa, tetapi juga klausa secara keseluruhan. c. Elipsis Elipsis atau pelesapan adalah penghilangan kata-kata atau elemen secara struktural. Elipsis merupakan sesuatu yang dilesapkan, dan tidak menyebabkan teks menjadi sulit dimengerti. Elipsis tidak mengurangi maksud dari ucapan atau tuturan dan tetap bisa dipahami. Menurut Halliday dan Hasan (1976: 146) mengklasifikasikan elipsis menjadi tiga, yaitu elipsis nomina, elipsisi verba, dan elipsis klausa. (1) Elipsis Nomina Elipsis nomina adalah penghilangan unsur nomina di dalam suatu kalimat. Pengulangan suatu kata terkadang membuat suatu kalimat tidak efektif, maka elipsis atau pelesapan pada nomina dapat dilakukan. (2) Elipsis Verba Elipsis verba adalah penghilangan unsur verba pada suatu kalimat. (3) Elipsis Klausa Elipsis klausa adalah penghilangan klausa pada suatu kalimat.
22
d. Konjungsi Konjungsi
adalah
alat
kohesi
gramatikal
yang
berfungsi
menghubungkan satu gagasan dengan gagasan yang lain. konjungsi berperan untuk menandai hubungan antarbagian dari sebuah teks sehingga teks tersebut dapat dipahami sepenuhnya. Berbeda dengan alat kohesi gramatikal lainya, konjungsi tidak mengacu pada teks-teks sebelumnya atau sesudahnya dengan hubungan anaforis dan kataforis. Menurut Halliday dan Hasan (1976:238) bahwa konjungsi diklasifikasikan menjadi empat tipe yaitu konjungsi aditif, konjungsi adversatif, konjungsi klausa, dan konjungsi temporal. (1) Konjungsi Aditif Konjungsi aditif adalah konjungsi yang berfungsi memberikan keterangan tambahan tanpa mengubah keterangan dalam kalimat sebelumnya. Konjungsi ini dapat berupa kata dan, bahkan, selain itu dan serta.\ (2) Konjugsi Adversatif Konjungsi adversatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua gagasan yang menyatakan kontras. Konjungsi ini dapat berupa namun, tetapi, meskipun, dan melainkan. (3) Konjungsi Klausa Konjungsi klausa adalah konjungsi yang menghubungkan dua gagasan yang mempunyai hubungan sebab-akibat. Konjungsi ini dapat berupa karena, sebab, sehingga, dan jadi.
23
(4) Konjungsi Temporal Konjungsi temporal adalah konjungsi yang berfungsi untuk menyatakan suatu hubungan kronologis yang ada atau terjadi di dalam teks serta terdapat suatu hasil. Termasuk juga rangkaian peristiwa-peritiwa yang ditandai dengan penggunaan kata sebelum, setelah, ketika, saat, lalu dan sekarang.
C. Kerangka Pikir Kerangka pikir adalah alur atau cara kerja yang dilakukan oleh peneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka pikir dibuat untuk mempermudah peneliti dalam menentukan alur atau langkah kerja yang akan dikerjakan oleh peneliti. Berikut akan disampaikan kerangka pikir yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini. Penelitian mengenai wacana prosedural petunjuk penggunaan obat yang dilakukan peneliti menggunakan teori dari Halliday dan Hasan mengenai kohesi gramatikal. Kerangka pikir yang digunakan untuk menganalisis wacana prosedural petunjuk penggunaan obat adalah sebagai berikut. 1. Pada tahap awal dalam penelitian ini, peneliti menentukan objek penelitian yaitu wacana prosedural petunjuk penggunaan obat. Peneliti melakukan pemahaman terhadap wacana prosedural pentunjuk-petunjuk penggunaan obat, sehingga menemukan permasalahan mengenai kohesi gramatikal dalam wacana prosedural petunjuk penggunaan obat. 2. Setelah melakukan pemahaman yang mendalam, tahap selanjutnya adalah mengaitkan wacana prosedural petunjuk penggunaan obat dengan kohesi
24
gramatikal, sehingga ditemukan permasalahan dalam wacana petunjuk penggunaan obat yang dikaitkan dengan kohesi gramatikal. 3. Tahap selanjutnya adalah menentukan teori
yang akan digunakan untuk
menganalisis permasalahan mengenai kohesi gramatikal di dalam wacana prosedural petunjuk penggunaan obat. Dalam penelitian ini digunakan teori kohesi gramatikal yang dikemukakan oleh Halliday dan Hasan. 4. Tahap akhir dalam penelitian ini adalah simpulan, yaitu memaparkan hasil analisis mengenai kohesi gramatikal dalam wacana prosedural petunjuk penggunaan obat.
25
Petunjuk Penggunaan Obat
Wacana Prosedural Petunjuk Penggunaan Obat
Kohesi Gramatikal
Referensi
Referensi persona Referensi demosntrativa Referensi perbandingan
Subtitusi
Subtitusi nomina Subtitusi verba Subtitusi frasal Subtitusi klausa
Elipsis
Konjungsi
Elipsis nomina
Konjungsi aditif
Elipsis verba
Konjungsi adversatif
Elipsis klausal Konjungsi kausal Konjungsi temporal