BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
1.1 Landasan Teori 1.1.1
Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menggambarkan bahwa perusahaan dapat dilihat sebagai
hubungan antara pihak pengelola perusahaan dan prinsipal sebagai pemilik yang terikat dalam sebuah kontrak. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan agensi sebagai suatu kontrak di bawah satu atau lebih prinsipal yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Agen dan prinsipal diasumsikan memiliki pemikiran ekonomi rasional dan hanya termotivasi pada kepentingan pribadi atau self-interest. Manajemen sebagai agen sering kali melakukan tindakan demi kepentingan pribadi yang tidak sejalan dengan kepentingan prinsipal. Terjadinya perbedaan distribusi informasi yang diterima oleh agen dan prinsipal menyebabkan terjadinya asimetri informasi sehingga menimbulkan masalah keagenan. Munculnya agency problem karena prinsipal berusaha membuat kontraktual dengan agen untuk mensejahterakan dirinya sendiri dengan mengharapkan peningkatan pada profitabilitas yang menyebabkan peningkatan pada deviden, sedangkan agen berusaha untuk bertindak rasional dengan memaksimalkan kepentingan pribadi.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan terdapat biaya agensi sebagai penjumlahan dari : (1) biaya pengawasan (monitoring expenditure) oleh pemegang saham; (2) biaya yang dikeluarkan oleh manajeman untuk menghasilkan transparasi laporan, seperti biaya audit; (3) biaya penjamin (bonding expenditure) oleh manajemen, yaitu biaya yang disebabkan karena menurunya nilai kepemilikan pemegang saham dlam bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen. Dengan tidak adanya upaya pemegang saham untuk mengubah perilku manajerial, maka biasanya principal akan kehilangan sebagaian kekayaan pemegang saham, karena adanya perilku manajerial yang tidak pantas. Sehingga dengan mengeluarkan biaya agensi yaitu berupa biaya audit, principal dapat mencegah terjadinya perbedaan informasi dan mendapatkan keyakinan atas laporan keuangan yang disajikan perusahaan. Belkaout & Karpik (dalam Putri 2014) menjelaskan semakin panjang audit delay dan semakin sering audit delay terjadi maka biaya agensi yang dikeluarkan semakin besar. Teori agensi ini juga berkaitan dengan spesialisasi industri sebagai fungsi dari peningkatan biaya agensi (Craswell et al., 1995) bahwa variasi karakteristik industri dapat mempengaruhi biaya agensi sehingga dapat meningkatkan spesialisasi auditor untuk mendeteksi kondisi dan laporan keuangan perusahaan lebih baik.`
1.1.2 Teori Signal (Signaling Theory) Teori
sinyal
didasarkan
pada
pemikiran
bahwa
manajer
akan
mengumumkan kepada investor ketika mendapatkan atau memiliki informasi
yang baik, yang bertujuan untuk menaikan nilai perusahaan. Teori sinyal menjelaskan tindakan perusahan untuk memberikan informasi keuangan kepada pihak eksternal, karena adanya asimetris informasi antara manajemn dengan prinsipal. Kurangnya informasi yang diperoleh prinsipal akan menyebabkan keraguan investor untuk berinvestasi, dan menetapkan harga yang rendah pada saham perusahaan. Untuk meningkatkan nilai perusahaan, maka solusinya adalah mencegah terjadinya asimetris informasi. Asimetris informasi dapat dicegah dengan memberikan sinyal kepada pihak luar, yang salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang. Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan auditan akan memberikan informasi kepada pasar dan diharapkan pasar dapat merespon informasi sebagai suatu sinyal yang baik atau buruk. Sinyal yang diberikan oleh pasar kepada publik mampu mempengaruhi pasar saham khusunya pada harga saham. Jika sinyal perusahaan menginformasikan kabar baik, maka dapat meningkatkan harga saham perusahaan, sebaliknya apabila perusahan memberikan sinyal informasi yang buruk, akan berdampak pada penurunan harga saham (Estrini, 2013). Teori sinyal bermanfaat dalam menjelaskan ketepatan waktu (sifat relevan) penyajian laporan keuangan tahunan yang telah diaudit kepada publik, sehingga dapat memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai informasi yang bermanfaat atau good news. Semakin lama audit delay menyebabkan informasi yang dalam pengambilan keputusan kurang bermanfaat, yang diakibatkan
kehilangan sifat relevannya. Lamanya audit delay memberikan sinyal bahwa perusahaan memiliki bad news, sehingga tidak dapat mempublikasikan laporan keuangan secara tepat waktu (Givoly & Palmon, 1982). Semakin panjang audit delay juga akan menyebabkan ketidakpastian pergerakan harga saham (Wiwik, 2006). Sehingga investor dapat menyimpulkan audit delay tersebut terjadi karena perusahaan memiliki bad news yang dianggap sebagai
sinyal
negatif
yang
menyebabkan
perusahaan
tidak
segera
mempublikasikan laporan keuangannya dan berdampak pada penurunan harga saham tersebut.
1.1.3 Regulasi yang Mengatur Ketepatan Waktu Pelaporan Laporan Keuangan (KEP- 36/PM/2003) Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan dengan jelas bahwa perusahaan publik wajib menyampaikan laporan keuangan berkala dan laporan insidental lainnya kepada Bapepam. Bapepam mengeluarkan Lampiran
Keputusan
Ketua
Bapepam
Nomor:
KEP-80/PM/1996,
yang
mewajibkan bagi setiap emiten dan perusahaan publik untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan dan laporan auditor independennya kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan keempat (120 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan perusahaan. Namun sejak tanggal 30 September 2003, Bapepam semakin memperketat peraturan dengan dikeluarkannya Peraturan Bapepam Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala.
Peraturan Bapepam Nomor X.K.2 ini menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan. Dalam Peraturan Bapepam Nomor X.K.2 disebutkan bahwa Laporan Keuangan yang harus disampaikan ke Bapepam terdiri dari: 1. neraca; 2. laporan laba rugi; 3. laporan perubahan ekuitas; 4. laporan arus kas; 5. laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan jika dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industrinya; dan 6. catatan atas laporan keuangan. Namun peraturan tersebut kemudian tidak berlaku bagi emiten atau perusahaan publik yang efeknya tercatat di Bursa Efek di Indonesia dan Bursa Efek di negara lain, dengan dikeluarkannya Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor 40/BL/2007 tentang Jangka Waktu Penyampaian Laporan Keuangan Berkala dan Laporan Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang Efeknya Tercatat di Bursa Efek di Indonesia dan Bursa Efek di Negara Lain. Dalam lampirannya, yaitu Peraturan Bapepam Nomor X.K.7, disebutkan bahwa batas waktu penyampaian laporan keuangan tahunan kepada Bapepam dan LK dilakukan mengikuti ketentuan di negara lain tersebut.
Berkaitan dengan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, persyaratan ketepatan waktu merupakan suatu keharusan, karena perusahaan yang tidak tepat waktu menyampaikan laporan keuangannya akan dikenakan sanksi administrasi dan denda sesuai dengan ketentuan pasal 63 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal yang menyatakan bahwa : ”Emiten yang pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif, dikenakan sanksi denda Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dengan ketentuan jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).” 1.1.4 Audit Delay Audit delay adalah jarak rentan waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal akhir laporan keuangan fiskal dengan tanggal laporan auditan (Ashton et al., 1987). Aryati dan Theresia (2005) dalam Aghata menyebutkan audit delay sebagai rentang waktu penyelesaian laporan audit laporan keuangan tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan keuangan auditor independen atas audit laporan keuangan perusahaan sejak tanggal tutup buku perusahaan, yaitu per 31 Desember sampai tanggal yang tertera pada laporan auditor independen. Rachmawati (2008) memberikan definisi audit delay adalah rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan keuangan tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan, sejak tanggal tahun tutup buku perusahaan yaitu per 31 Desember sampai tanggal yang tertera pada laporan auditor independen. Audit delay inilah
yang dapat mempengaruhi ketepataninformasi yang dipublikasikan, sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat ketidakpastian keputusan berdasarkan informasi yang dipublikasikan. Ketepatan waktu penyusunan atau pelaporan suatu laporan keuangan perusahaan
dapat
berpengaruh
pada
nilai
laporan
keuangan
tersebut.
Keterlambatan informasi akan memberikan reaksi negatif dari pelaku pasar modal. Informasi laba yang dihasilkan perusahaan dijadikan sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan untuk membeli atau menjual kepemilikan yang dimiliki oleh investor. Artinya, informasi yang dipublikasikan tersebut akan menyebabkan kenaikan atau penurunan harga saham (Andi Kartika,2009)
1.1.5 Audit Tenure Audit tenure adalah jumlah tahun KAP atau seorang auditor mengaudit suatu perusahaan. Berdasarkan penelitian Habib dan Bhuiyan (2011) penelitian ini mengidentifikasikan audit tenure sebagai tenure KAP. Terjadinya pembatasan waktu pada perikatan yang dilakukan antara perusahaan dan KAP, disebabkan adanya peraturan dalam PMK No 17 Tahun 2008, mengenai pembatasan masa pemberian jasa oleh Akuntan Publik dan KAP, yang tertera pada pasal 3 ayat 1 yang menyatakan pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan suatu entitas oleh KAP tertentu adalah selama 6 (enam) tahun buku berturut – turut, serta 3 (tiga) tahun berturut – turut oleh seorang Akuntan Publik. Penelitain yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya menghasilan kesimpulan bahwa audit tenure yang panjang terkait dengan efisiensi audit yang lebih tinggi , yakni berupa audit delay yang lebih pendek.
Chi dan Huang (2004) dalam Rohami et al (2009) menyatakan bahwa audit tenure dapat meningkatkan pemahaman dan pengalaman dalam mempelajari karakteristik perusahaan. Geiger dan Raghunandan (2002) menemukan bahwa kegagalan audit sering terjadi di tahun pertaman auditor dan perusahaan menjalin hubungan, dibandingkan dengan auditor yang telah mengaudit klien untuk jangka waktu yang lebih panjang. Penjelasan mengenai hubungan negatif antara audit tenure dengan audit delay adalah bahwa auditor dengan masa perikatan yang lebih pendek belum memiliki pemahaman yang mendalam dan memadai mengenai perusahaan yang akan diaudit, sehingga memperbesar potensi kegagalan audit yang mengakibatkan adanya audit delay yang panjang. Auditor harus memiliki waktu untuk mampu membangun pemahaman atas karakteristik bisnis dan operasional dari perusahaan yang menjadi klien. Hal ini menjelaskan mengenai pemahaman auditor yang sesuai dengan Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP), yang menyatakan bahwa pemerolehan pengetahuan mengenai bisnis klien merupakan proses berkelanjutan dan bersifat komulatif.
2.1.6 Pergantian Auditor Pergantian auditor ditunjukan ketika berakhirnya hubungan antara klien dan auditor (Alim, 2010). Indonesia sebagai salah satu Negara yang mewajibkan dilakukannya pergantian auditor dengan batas waktu yang ditentukan, pemerintah telah mengatur kewajiban rotasi melalui Surat Keputusan Mentri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Peraturan ini mengatur tentang pemberian jasa audit umum enam tahun berturut – turut oleh kantor akuntan dan
tiga tahun oleh seorang akuntan publik oleh satu klien yang sama. Akuntan publik dan kantor akuntan boleh menerima kembali penugasan setelah satu tahun buku tidak memberikan jasa audit kepada klien yang sama, Perusahaan diharapkan dapat memilih auditor yang memiliki kompetensi pada bidangnya sehingga proses penyelesaian audit atas laporan keuangan bias dilaksanakan tepat waktu (Giri, 2010). Adanya peraturan yang mengatur mengenai pergantian auditor ini mencegah tidak independensinya auditor yang berkaitan dengan kualitas hasil auditan atas laporan keuangan. Hubungan dalam waktu yang lama antara auditor dengan manajer perusahaan akan merusak dan mengancam indepedensi seorang auditor. Hubungan yang semakin dekat dengan manajemen menyebabkan auditor lebih mengidentifikasikan
dirinya
dengan
kepentingan
manajemen
daripada
kepentingan publik (Giri, 2010). Alasan kedua adanya peraturan mengenai kewajiban pergantian auditor atau rotasi auditor adalah untuk mendorong kualitas dari hasil auditan. Auditor yang mengaudit perusahaan yang sama dari tahun ke tahun akan kurang kreatif merancang prosedur audit; 2) Peningkatan kompetisi antara KAP akan didasarkan pada kualitas jasa audit; 3) Auditor tidak akan tergantung secara ekonomi (economic independence) kepada klien, dan 4) Rotasi auditor akan memampukan KAP untuk saling mengawasi satu dengan yang lain (Hoyle 1978 dalam Giri 2010).
1.1.6 Spesialisasi Auditor Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah sebuah lembaga yang menawarkan jasa bagi perusahaan yang menginginkan laporan keuangannya diperikasa untuk disampaikan sebagai sebuah informasi atas hasil kegiatan operasional perusahaan dan hasil kinerja kepada publik agar lebih akurat dan terpercaya. Berkembangnya kegiatan ekonomi mengaharuskan seorang auditor tidak hanya mengerti pengauditan akan tetapi juga mengetahui tentang industri klien. Seorang spesialisasi auditor memiliki pengetahuan tambahan dan kemampuan yang memadai dibandingkan auditor yang tidak memiliki spesialisasi. Mayhew dan Wilkins (2003) dalam Karina (2012) menyatakan auditor yang merupakan spesialisasi pada suatu industri memiliki kemampuan untuk menyebarkan biaya pelatihan yang berkaitan dengan suatu industri secara spesifik kepada lebih banyak klien, yang kemudian menghasilkan skala ekonomi yang tidak dapat dengan mudah dilakukan oleh auditor yang bukan merupakan spesialisasi industri. Pengetahuan lebih yang dimiliki seorang auditor spesialisasi industri menghasilkan kualitas audit yang lebih baik sehingga akan mempengaruhi pelaporan keuangan. Auditor industri yang berpengalaman lebih mampu mendeteksi kesalahan dalam spesialisasi industri dari pada di luar industri (Owhoso, et al.,2002). Dari beberapa penelitian sebelumnya spesialisasi industri dapat diukur melalui dominasi auditor pada suatu industri , dimana dalam hal ini auditor dapat dikatakan sebagai spesialisasi apabila memiliki jumlah klien yang paling banyak dalam suatu industri (Balsam, et al.,2003 dalam Karina 2012)
Waktu penyelesaian audit akan lebih cepat dan tepat waktu jika memilih kantor akuntan publik yang memiliki kompeten di bidang perusahaan tersebut. Hal ini memungkinkan auditor untuk memahami karakteristik perushaan dalam industri tersebut secara lebih komprehensif (Owhoso,et al.,2002). Kemudian penelitian yang dilakukan Habib dan Bhuiyan (2011) menjelaskan bahwa auditor spesialisasi industri akan mengembangkan pengetahuan industri secara spesifik, sehingga diharapkan mampu menyelesaikan audit lebih cepat dari auditor non spesialisasi karena adanya peningkatan efisen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, ada kemungkinan auditor spesialisasi industri dapat mempengaruhi audit delay.
1.2
Pembahasan Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian mengenai audit delay telah dilakukan, baik didalam
maupun di luar Indonesia. Alim dan Md. Shakawat (2010) meneliti audit report lag pada perusahaan Banglades. Variabel yang diteliti adalah tipe auditor, pergantian auditor, jenis laporan auditor, keuangan perusahaan, resiko bisnis, extraordinary items, ukuran perusahaan. Hasil penelitian analisis multivarial menunjukan bahwa auditor, keuangan perusahaan,profitabilitas, dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan dalam mengurangi waktu dalam menyiapkan laporan auditan. Pada sisi lain tipe auditor dan leverage berpengaruh signifikan pada lamanya waktu pelaporan laporan auditan. Rustiarini dan Sugiarti (2013) meneliti pengaruh karakteristik auditor, opini auditor, audit tenure dan pergantian auditor pada audit delay. Hasil penelitian menunjukan bahwa spesialisasi auditor berpengaruh negatif pada audit delay,
sedangkan pergantian auditor berpengaruh positif pada audit delay. Sementara itu reputasi auditor, opini auditor, dan lamanya waktu penugasan tidak berpengaruh pada audit delay. Angga dan Sukirman (2014) meneliti opini auditor, Laba atau Rugi tahun berjalan, Auditor Switching dalam memprediksi Audit Delay. Kesimpulan dari hasil penelitiannya adalah variabel opini auditor dan auditor switching tidak berpengaruh pada audit delay, sedangkan laba atau rugi berpengaruh pada audit delay. Karina (2012) meneliti Pengaruh Tenure Audit terhadap Audit Report Lag dengan Spesialisasi Industri Auditor sebagai Variabel Pemoderasi : Studi Pada Bank Umum Konvensional di Indonesia Tahun 2008 – 2010. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tenure KAP memiliki pengaruh positif dan signifikan, sedangkan pengaruh moderasi spesialisasi industri belum menemukan hasil yang konsisten antara hasil pengujian utama dan tambahan. Penelitian yang dilakukan Andi Kartika (2009) mengenai Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay di Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan – perusahaan LQ 45 yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta) menemukan hasil bahwa faktor total asset, laba rugi operasi mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap audit delay perusahaan. Opini auditor memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap audit delay perusahaan. Owusu dan Leventis (2006) melakukan penelitian mengenai ketepatan waktu laporan keuangan di Yunani. Berdasarkan analisis mulivariat ukuran perusahaan, ruptasi auditor Big- 5 dan service companies memiliki pengaruh pada
waktu penyelesaian audit laporan keuangan lebih cepat atau memiliki audit delay yang pendek
2.3 Hipotesis Penelitian 2.3.1 Pengaruh Audit Tenure pada Audit Delay Durasi waktu penyelesaian audit yang lebih panjang diakibatkan dibutuhkanya waktu bagi auditor untuk dapat mempelajari pencatatan, kegiatan operasional, kondisi internal,serta kertas kerja periode lalu pada waktu awal perikatan (Ashton et all,1987). Pemahaman dan pengetahuan yang tinggi atas karakteristik perusahaan, mampu mengatasi terjadinya audit delay yang panjang (Rahayu, 2012). Pemahaman atas karakteristik perusahaan dapat dilakukan dengan adanya audit tenure. Audit tenure adalah jumlah tahun KAP atau seorang auditor mengaudit suatu perusahaan. Semakin meningkat tenure audit maka pemahaman auditor akan karakteristik, operasi, resiko bisnis,serta sistem akuntansi perusahaan juga akan meningkat, sehingga mampu menghasilkan proses audit yang efisien (Lee et al,2009). Pemahaman pada karakteristik perusahaan juga memudahkan auditor untuk merancang program audit yang efektif dan laporan keuangan yang berkualitas. (Crabtree, dalam Sylvia et al., 2012) Geiger & Raghunandan (2002) menemukan bahwa kegagalan audit terjadi pada tahun awal terjadinya perikatan antara auditor/KAP dengan perusahaan, dibandingkan dengan auditor/KAP yang memiliki tenure yang lebih panjang dengan perusahaan. Audit tenure yang pendek memiliki pengaruh negatif pada kualitas audit yang dihasilkan (Johson et al,2002; Myers et al. 2003;Ghosh and
Moon 2003). Penelitian empiris tersebut menemukan bahwa hal itu terjadi karena kurangnya pengetahuan auditor atas bisnis klien. Wuchun & Huichi menyatkan bahwa audit tenure sebagai kunci, seorang auditor meningkatkan pengetahuan dan pengalaman. Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian terdahulu disimpulkan adanya hubungan yang negatif antara audit tenure dengan audit delay, dengan tenure audit yang lebih panjang, maka pemahaman yang mendalam mengenai karakteristik dan kegiatan perusahaan lebih memadai, sehingga pelaksanaan audit akan lebih efisien yang mengakibatkan audit delay yang lebih pendek. Sehingga hipotesis yang diajukan untuk pengaruh antara audit tenure dengan audit delay adalah : Ha1: Audit tenure berpengaruh negatif pada audit delay
2.3.2 Pengaruh Pergantian Auditor pada Audit Delay Terjadinya pergantian auditor juga memiliki pengaruh pada terjadinya audit delay. Auditor baru mempercayakan estimasi manajemen dan gambaran umum perusahaan pada tahun pertama perikatan kerjasama. Hal ini menyebabkan pergantian auditor dapat meningkatkan biaya start-up dan resiko kegagalan audit, yang menyebabkan penundaan laporan keuangan audit (Myers et al, 2003). Ketika tidak adanya pergantian auditor, maka proses audit dapat dilakukan dengan efektif dan dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, karena auditor telah banyak memiliki pemahaman dan pengetahuan atas bisnis klien (Crabtree, dalam Sylvia et al, 2012).
General Accounting Office GAO (2003) Menjelaskan apabila semakin meningkat hubungan auditor, maka akan meningkatkan kualitas audit. Kualitas audit yang lebih baik dihasilkan oleh auditor yang mengerti secara mendalam bisnis klien. Jika terjadi pergantian auditor, auditor baru tidak memiliki kelebihan pengetahuan spesifik mengenai bisnis klien dibandingkan dengan auditor sebelumnya.
Penelitian Ettredge et.al (2005), membuktikan bahwa adanya
pergantian auditor dapat memperpanjang audit delay. Hal ini disebabkan karena ketika
perusahaan
mengganti
auditornya,
auditor
yang
baru
biasanya
membutuhkan waktu untuk memahami bisnis klien dan berkomunikasi dengan klien sebelumnya. Auditor biasnya menetapkan risiko bawaan yang tinggi pada penugasan pertama, sehingga waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih banyak dan berdampak pada audit delay. Penelitian yang juga dilakukan oleh Rustiarini dan Sugiarti (2013) membuktikan bahwa pergantian auditor berpengaruh positif pada audit delay. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan belum dapat memilih auditor pengganti yang berkompeten dibidangnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan masing – masing sehingga proses penyelesaian audit atas laporan keuangan belum dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Berdasarkan uraian diatas pengaruh antara pergantian auditor atau auditor change dengan audit delay maka hipotesis yang diajukan adalah : Ha2 : Pergantian auditor berpengaruh positif pada audit delay.
2.3.3 Pengaruh Spesialisasi Auditor pada Audit Delay
Spesialisasi auditor memberikan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan auditor tanpa spesialisasi (Clinton dan Anis, 2014). Kualitas audit yang dihasilkan dicerminkan dari ketepatan waktu penyajian laporan keuangan auditan. Auditor spesialisasi digambarkan dari keahlian dan pengalaman audit seorang auditor pada bidang industri tertentu. Owsoho (dalam Cliton dan Anis, 2014) menyatakan bahwa manajer dan auditor spesialisasi akan lebih baik mendeteksi terjadinya kesalahan jika diberikan tugas audit yang sesuai dengan spesialisasi mereka. Auditor spesialisasi mempunyai pengetahuan atas sebuah industri yang lebih superior dibandingkan dengan non-spesialisasi, sehingga dapat mendeteksi salah saji material dalam laporan keuangan dengan lebih baik dan mampu menciptakan proses audit yang efektif, serta menghasilkan kualitas audit yang lebih baik (Dunn & Mayhew,2004) Penelitian yang dilakukan oleh Primadita dan Fitriani (2012) menyimpulkan bahwa spesialisasi auditor berpengaruh negatif pada asimetris informasi. Asimetris informasi sendiri bisa dicegah dengan cara meminimalisir terjadinya audit delay. Spesialisasi auditor juga dapat dikatakan dapat menurunakan audit delay perusahaan klien, karena banyaknya pengalaman dan keahlian yang dimiliki. Penelitian yang juga dilakukan oleh Habib dan Bhuiyan (2011) mendasari pertimbangan adanya pengaruh negatif audit tenure terhadap jangka waktu penyelesaian audit dapat diperkuat dengan adanya auditor spesialisasi industri yang melakukan pengauditan atas laporan keuangan perusahaan tersebut. Berdasarkan uraian diatas pengaruh antara spesialisasi auditor dengan audit delay maka hipotesis yang diajukan adalah :
Ha3: Spesialisasi auditor berpengaruh negatif pada audit delay. 2.3.4 Spesialisasi AuditorMemperkuat Pengaruh NegatifAudit Tenure pada Audit Delay. Simunic & Stein (dalam Kwon et al,2007) berpendapat KAP/auditor spesialisasi industri akan berinvestasi pada teknologi, fasilitas fisik, personil, dan sistem kendali organisasi yang akan meningkatkan kualitas audit yang dihasilkan. Balsam et al (2003) memberikan bukti bahwa perusahaan yang menjadi klien auditor
spesialisasi
industri
memiliki
discretionary
yang
lebih
rendah
dibandingkan klien dari auditor non-spesialisasi industri. Auditor spesialisasi mengembangkan pengetahuan spesifik pada industri tertentu, yang menimbulkan ekspektasi bahwa auditor spesialisasi industri mampu menyelesaikan audit yang lebih cepat dari auditor yang bukan auditor spesialisasi (Habib dan Bhuiyan, 2011). Penelitian Habib dan Bhuiyan, menunjukan perusahaan – perusahaan yang diaudit oleh auditor spesialisasi mengasilkan audit delay yang lebih pendek, yaitu menyelesaikan audit lima hari lebih cepat dibandingkan perusahaan yang diaudit oleh auditor non-spesialisasi industri. Rustiarini dan Sugiarti (2013) menemukan hasil bahwa auditor spesialisasi dipandang mampu menurunkan audit delay perusahaan klien, karena memiliki keahlian dan mempercepat auditor dalam menyelesaikan tugas auditnya, sehinga menghindari ketidaktepatan waktu pelaporan laporan keuangan. Pemahaman dan keahlian yang dimiliki oleh auditor spesialisasi mengindikasikan adanya pengaruh pada audit tenure dan audit delay (Habib dan
Bhuiyan,2011). Semakin panjang tenure yang dimiliki oleh auditor, maka pemahaman atas bisnis klien semakin tinggi, sehingga menciptakan efisiensi audit dan menjadikan audit delay semakin pendek. Hal ini akan lebih mendukung, apabila perusahaan tersebut menjadi klien dari auditor spesialisasi. Berdasarkan penelitian terdahulu dan uraian diatas penelitian ini mengajukan hipotesis atas spesialisasi auditor mampu memoderasi (memperkuat) pengaruh tenure audit pada audit delay sebagai berikut : Ha4: Spesialisasi auditor memperkuat pengaruh negatif audit tenure pada audit delay.
2.3.5 Spesialisasi Auditor Memperlemah Pengaruh Positif Pergantian Auditor pada Audit Delay. Pergantian auditor yang telah diatur dalam peraturan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Peraturan yang membatasi masa hubungan kontrak antara auditor dengan perusahaan sebagai klien. Penelitian yang telah dilakukan mengenai pergantian auditor banyak menghasilkan hubungan yang positif antara pergantian auditor dengan audit delay. Rustiarini dan Sugiarti (2013) menjelaskan hubungan positif ini disebabkan bahwa perusahaan belum dapat memilih auditor pengganti yang berkompeten dibidangnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan sehingga proses penyelesaian audit atas laporan keuangan belum bisa dilaksanakan dengan tepat waktu. Sejalan dengan penelitian Angga dan Sukirman (2014). Perusahaan yang mengganti auditornya dengan auditor yang baru akan membuat auditor yang baru memahami
lingkungan
bisnis
kliennya
dari
awal
dan
dituntut
untuk
berkomunikasi dengan auditor sebelumnya, sehingga membutuhkan waktu sampai akhirnya pelaksanakan audit atas laporan keuangan dilaksanakan. Pengaruh ini tentunya bertentangan dengan aturan ketepatan waktu pelaporan laporan auditan yang diatur pada aturan BAPEPAM khususnya bagi perusahaan go public. Terjadinya audit delay ketika dilakukan pergantian auditor ini banyak disebabkan seorang auditor harus memahami karakteristik perusahaan sebelum melakukan proses audit. Auditor spesialisasi mempunyai pengetahuan atas sebuah industri yang lebih superior dibandingkan dengan non-spesialisasi, sehingga dapat mendeteksi salah saji material dalam laporan keuangan dengan lebih baik dan mampu menciptakan proses audit yang efektif, serta menghasilkan kualitas audit yang lebih baik (Dunn & Mayhew,2004). Seorang auditor spesialisasi mengembangkan pengetahuan spesifik pada industri tertentu, yang menimbulkan ekspektasi bahwa auditor spesialisasi industri mampu menyelesaikan audit yang lebih cepat dari auditor yang bukan auditor spesialisasi (Habib dan Bhuiyan, 2011). Sehingga penelitian ini mengajukan hipotesis atas spesialisasi auditor mampu memoderasi (memperlemah) pengaruh pergantian auditpada audit delay sebagai berikut : Ha5: Spesialisasi auditor memperlemah pengaruh positif pergantian audit pada audit delay