BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Motivasi Berwirausaha Motivasi merupakan proses psikologis yang mendasar, dan merupakan salah satu unsur yang dapat menjelaskan perilaku seseorang. Motivasi merupakan salah satu faktor penentu pencapaian tujuan. Motivasi berhubungan dengan dorongan atau kekuatan yang berada dalam diri manusia. Motivasi berada dalam diri manusia yang terlihat dari luar (Suryana dan Bayu, 2011:98). Motivasi merupakan dorongan yang telah telah terikat pada suatu tujuan, banyak teori untuk memahami motivasi. Salah satu teori yaitu proses, yang berusaha menjelaskan proses munculnya hasrat seseorang untuk menampilkan tingkah laku tertentu. Teori ini, mencoba untuk menggambarkan proses yang terjadi dalam pikiran seseorang yang akhirnya seseorang itu menampilkan tingkah laku tertentu , (Suryana dan Bayu, 2011:98). Teori ini sebagai berikut: 1) Equity Theory (Vroom) Teori ini, mengindikasikan bahwa pada dasarnya manusia menyenangi perlakuan yang adil. Manusia akan termotivasi kerja dengan baik bilamana diperlakukan secara adil.
12
2) Expanctancy Theory (Vroom) Besar kecilnya usaha kerja yang akan diperlihatkan oleh seseorang, tergantung pada bagaimana orang ini memandang kemungkinan berhasil dari tingkah lakunya itu dalam mencapai atau menghindari. Teori lain tentang motif harus dipelajari dan dipahami, sehingga dapat mengarahkan motivasi ini ke arah perilaku yang diharapkan. Mendari (2010), terdapat banyak teori motivasi dan temuan penelitian yang berusaha memberikan penjelasan mengenai hubungan perilaku hasil, diantaranya adalah pendekatan isi berfokus pada pengidentifikasian faktor-faktor motivasi yang spesifik, faktor-faktor dalam diri seseorang yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan perilaku. Mereka berusaha menentukan kebutuhan spesifik yang memotivasi orang, yang termasuk Content Theory adalah: Mendari (2010) 1) Maslow’s Need Hierarchy Theory (Teory Hierarki Kebutuhan dari Abraham Maslow): Inti teori Maslow adalah bahwa kebutuhan tersusun dalam suatu hierarki. Kebutuhan di tingkat yang paling rendah adalah kebutuhan fisiologis, dan kebutuhan di tingkat yang paling tinggi adalah kebutuhan aktualisasi diri 2) Herzberg’s Two Factor Theory (Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg): Herzberg mengembangkan teori isi yang dikenal sebagai 13
teori motivasi dua faktor. Kedua faktor tersebut disebut dissatisfiersatisfier, motivator-higiene, atau ekstrinsik-intrinsik. 3) Alderfers Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory (Teori ERG dari Alderfer). Alderfer sepakat dengan Maslow bahwa kebutuhan individu diatur dalam suatu hierarki, akan tetapi hierarki kebutuhan yang diajukan hanya melibatkan tiga rangkaian kebutuhan, yaitu: a)
Eksistensi (Existence): Kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan, udara, imbalan, dan kondisi kerja.
b)
Hubungan (Relatedness): Kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan interpersonal yang berarti.
c)
Pertumbuhan (growth): Kebutuhan yang terpuaskan jika individu membuat kontribusi yang produktif atau kreatif
Dalam aspek lain, keberanian seseorang untuk mendirikan usaha sendiri (berwirausaha) sering kali terdorong oleh motivasi dari guru atau dosennya, atau koperasi yang mendirikan mata pelajaran atau mata kuliah berkewirausahaan yang praktis dan menarik, sehingga dapat membangkitkan minat/siswa untuk mulai mencoba berwirausaha (Saiman, 2012:25). Pujiastuti (2013), di dalam menjalankan entrepreneurship harus memiliki sebuah motivasi yang kuat, motivasi yang dimaksud adalah suatu proses dimana seseorang bertingkah laku mencapai tujuan untuk memuaskan kebutuhannya. Hal ini 14
dikarenakan seorang wirausaha otomatis menginginkan kesuksesan usahanya, oleh karena itu perlu ada dorongan kuat untuk mencapai kesuksesan usaha itu.
2.1.2 Kebutuhan akan Prestasi Farouk dan Ikram (2014), salah satu karakter utama dari perilaku wirausaha adalah kebutuhan akan prestasi yang merupakan kebutuhan untuk unggul dan untuk mencapai tujuan tertentu dalam pencapaian pribadi yang objektif. Menurut teori McClelland (dalam Silvia, 2013), need for achievement merupakan orang yang melakukan kegiatan kewirausahaan didorong oleh keinginan mendapatkan prestasi dan pengakuan dari keluarga maupun masyarakat. Menurut Oktarillis (2012), kebutuhan berprestasi menunjukkan keinginan seseorang untuk membuat sesuatu atau bekerja dengan lebih baik, atau lebih cepat dibandingkan dengan prestasi orang lain atau prestasi masa lalunya. Menurut Remeikiene et al., (2013) kebutuhan akan prestasi merupakan salah satu indikator yang secara luas menunjukkan apakah seseorang cenderung berwirausaha atau tidak. Keseluruhan teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow berintikan pendapat yang mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hierarki kebutuhan yaitu: Mendari (2010) 1) Physiological needs. Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhankebutuhan pokok manusia. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling dasar, seperti cukup makanan, udara, air untuk bertahan hidup. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan mendasar bukan 15
saja karena setiap orang membutuhkannya terus menerus sejak lahir hingga ajalnya, melainkan karena tanpa pemuasan berbagai kebutuhan tesebut seseorang tidak dapat dikatakan hidup secara normal. Berbagai kebutuhan fisiologis itu bersifat universal dan tidak mengenal batas geografis, asal-usul, tingkat pendidikan, status sosial, pekerjaan, umur , jenis kelamin dan faktorfaktor lainnya yang menunjukkan keberadaan seseorang . 2) Safety needs. Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti keamanan fisik tetapi juga keamanan yang bersifat psikologis, seperti perlakuan yang manusiawi dan adil. 3) Belongingness and Love needs. Kebutuhan ini terdiri dari kebutuhan akan kasih sayang dan memiliki. Manusia adalah makhluk sosial dan sebagai insan sosial mempunyai berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan pangakuan akan keberadaan seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya. 4) Esteem needs. Salah satu ciri manusia adalah mempunyai harga diri, karena itu semua orang memerlukan pangakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain. Kebutuhan ini meliputi reputasi, prestise, dan pengakuan dari orang lain, juga kebutuhan untuk kepercayaan dan kekuatan. 5) Self-Actualization needs. Keinginan untuk pemenuhan diri-untuk menjadi yang terbaik dari yang mampu dilakukan. Dalam diri setiap orang terpendam potensi kemampuan yang belum seluruhnya dikembangkan. Pada umumnya
16
setiap individu ingin agar potensinya itu dikembangkan secara sistematik, sehingga menjadi kemampuan efektif
2.1.3 Pendidikan Kewirausahaan Hisrich et al. (2008 :75) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seorang pengusaha mendapatkan perhatian riset yang signifikan. Meskipun beberapa orang mungkin merasa bahwa pengusaha-pengusaha tidak begitu berpendidikan apabila dibandingkan dengan populasi umum, hasil-hasil penelitian mengindikasikan bahwa hal ini sama sekali bukanlah persoalan yang sebenarnya. Pendidikan sangatlah penting dalam perjalanan pengusaha. Pentingnya hal tersebut tidak hanya tercermin dalam tingkat pendidikan yang dicapai, tetapi juga dalam kenyataan bahwa pendidikan terus memainkan peran yang begitu penting dalam membantu para pengusaha mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi. Menurut Hisrich et al. (2008:75) bahkan dalam pendidikan umum juga berharga karena pendidikan umum memudahkan integritas dan akumulasi pengetahuan baru, memberikan individuindividu tersebut peluang-peluang yang lebih besar, misalnya dasar pengetahuan yang lebih luas akan memberikan jaringan yang lebih luas untuk penemuan atau pembentukan peluang-peluang potensial dan membantu para pengusaha dalam menyesuaikan diri dengan situasi-situasi baru. Nursito dan Nugroho (2013) menyatakan bahwa, pendidikan diyakini dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki manusia. Dengan pendidikan, 17
kekuatan intelektual, daya moral maupun daya sosial dapat dikembangkan. Selain itu melalui pendidikan pula, pengetahuan, sikap, dan keterampilan dapat ditingkatkan. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar, yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku seseorang. Kegiatan pendidikan tersebut perlu diranang, diatur, dimonitor sedemikian rupa dan dievaluasi agar mampu mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pendidikan kewirausahaan merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari nilai, kemampuan dan perilaku dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Alcade et al. (dalam Nursito dan Nugroho,2013), pendidikan kewirausahaan yang memiliki peran penting bagi tumbuhnya minat wirausaha dapat diklasifikasikan dengan 4 kategori, kategori tersebut adalah: 1) Entreprenual awareness education, dimana kategori pendidikan ini memiliki tujuan untuk meningkatkan jumlah orang yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang kewirausahaan. Pendidikan ini mengarahkan ke satu elemen yang menentukan minat, misalnya pengetahuan, keinginan maupun kemungkinan untuk melakukan kegiatan kewirausahaan. 2) Education for start up, kategori pendidikan kewirausahaan yang difokuskan pada aspek praktik yang spesifik pada tahap permulaan usaha, misalnya bagaimana mendapatkan modal usaha, aspek legalitas wirausaha dan lainlain.
18
3) Education
for
entrepreneurial
dynamism,
tujuan
dari
pendidikan
kewirausahaan kategotui ini adalah tidak lagi untuk menumbuhkan minat tetapi mengembangkan prilaku yang dinamis untuk memajukan kegiatan kewirausahaan yang telah dilakukan. 4) Continuing education for entrepreneur, kategori pendidikan kewirausahaan ini difokuskan untuk meningkatkan kemampuan wirausaha yang telah ada. Pendidikan kewirausaha dapat membentuk pola pikir, sikap, dan perilaku pada mahasiswa
menjadi
seorang
wirausahawan
(entrepreneur)
sejati
sehingga
mengarahkan mereka untuk memilih berwirausaha sebagai pilihan karir. Pendidikan kewirausahaan tidak hanya memberikan landasan teoritis mengenai konsep kewirausahaan tetapi membentuk sikap, perilaku, dan pola pikir (mindset) seseorang wirausahawan (entrepreneur). Hal ini merupakan investasi modal manusia untuk mempersiapkan para mahasiswa dalam memulai bisnis baru melalui integrasi pengalaman, keterampilan, dan pengetahuan penting untuk mengembangkan dan memperluas sebuah bisnis (Lestari dan Wijaya, 2012). Lestari dan Wijaya (2012) menyatakan bahwa, pendidikan kewirausahaan juga dapat meningkatkan minat para mahasiswa untuk memilih kewirausahaan sebagai salah satu pilihan karir selain pilihan karir menajadi pegawai swasta, PNS, atau pegawai BUMN dimana secaara signifikan dapat mengarahkan sikap, prilaku, dan minat kearah kewirausahaan. Menurut Ferreira et al. (2012), karakteristik kewirausahaan mengasumsikan untuk pengembangan program pendidikan yang memadai terkait dengan kewirausahaan dan penciptaan bisnis. Jadi, pendidikan 19
kewirausahan memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan kewirausahaan (Nursito dan Nugroho, 2013).
2.1.4 Intensi Kewirausahaan Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil risiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Jiwa kewirausahaan mendorong minat seseorang untuk mendirikan dan mengelalo usaha secara profrsional. Hendaknya minat tersebut diikuti dengan perencanaan dan perhitungan yang matang. Misalnya, dalam hal memilih atau menyeleksi bidang usaha yang akan dijalankan sesuai dengan prospek dan kemampuan pengusaha (Kasmir, 2010:16). Drucker dalam (Kasmir, 2010:17), mengatakan bahwa kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda, pengertian ini mengandung maksud bahwa seorang wirausahawan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya. Sementara itu, Zimmerer dalam (Kasmir, 2010:17), mengartikan kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha). Pendapat ini tidak jauh berbeda dengan pendapat diatas, artinya untuk menciptakan sesuatu diperlukan suatu 20
kreativitas dan jiwa inivator yang tinggi. Seseorang yang memiliki kreativitas dan jiwa innovator tentu berpikir untuk mencari atau menciptakan peluang yang baru agar lebih baik dari sebelumnya. Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan menciptakan memerlukan adanya kreativitas dan inovasi yang terus menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya (Kasmir, 2010:18). Kruger et al. (dalam Nursito dan Nugroho, 2013), kewirausahaan adalah prediksi yang dapat dipercaya untuk mengukur perilaku kewirausahaan dan aktivitas kewirausahan. Menurut Habaragoda (2013), menyatakan bahwa konsep adalah konsep yang sangat luas sehingga dapat di gunakan dalam berbagai macam konteks. Menurut Nursito dan Nugroho (2013), seseorang dengan intensi untuk memulai suatu usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseoramg tanpa intensi untuk memulai usaha, manifestasi dari hal tersebut ditunjukkan dalam hal kemauan yang keras untuk memilih kewirausahaan
sebagai
pilihan
pekerjaan
dan
mempersiapkan
diri
untuk
mewujudkannya. Entrepreneur Intention atau niat berwirausaha dapat diartikan sebagai langkah awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang umumnya bersifat jangka panjang, Lee dan Wong (dalam Rojuaniah, 2014). Menurut Hattab (2014), niat berwirausaha dapat didefinisikan sebagai keadaan pikiran yang mengarahkan dan membimbing setiap individu terhadap perkembangan dan pengimplementasian 21
dalam konsep bisnis baru. Menurut Rustayaningsih (2013), seseorang dengan intensi untuk memulai usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan dengan seseorang tanpa intensi untuk memulai usahanya, dan seseorang yang mengumpulakan informasi tentang barang atau jasa yang menjadi peluang usaha, pasar yang disasar, prediksi kebutuhan pada masa yang akan datang, dan pengetahuan tentang proses produksi, saluran distribusi dan keunikan produknya nanti akan lebih berhasil jika dibandingkan dengan mereka yang hanya mengikuti trend sesaat dalam berwirausaha, hal ini juga menunjukkan perlunya intensi berwirausaha bagi calon wirausahawan baru. Nursito dan Nugroho (2013) mengatakan bahwa, intensi berwirausaha adalah faktor subjektif individu yang nampak dalam bentuk suatu keinginan yang kuat untuk menjadi seorang wirausahawan. Seseorang dengan intensi untuk memulai suatu usaha akan memiliki kesiapan dan kemajuan yang lebih baik dalam usaha yang dijalankan dibandingkan seseorang tanpa intensi untuk memulai usaha.
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh
Motivasi
Berwirausaha
terhadap
Intensi
Berwirausaha
Mahasiwa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Motivasi berwirausaha yang dilaksanakan di berbagai perguruan tinggi maupun pihak-pihak
lain
terbukti
secara
empiris
mampu
membentuk
mental
entrepreneurship mahasiswa. Motivasi seseorang mempengaruhi timbulnya jiwa berwirausahanya (Indradi dkk. 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Olakitan 22
(2014), menyatakan bahwa motivasi berwirausaha secara signifikan berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha . Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Farouk dan Ikram (2014),), Sivarajah dan Achchuthan (2013), Fatoki (2010), Raeisi et al. (2012) yang menyatakan bahwa motivasi berwirausaha secara signifikan berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha, maka motivasi berwirausaha secara signifikan berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha. H1
:
Motivasi Berwirausaha secara signifikan berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
2.2.2 Pengaruh Kebutuhan Akan Prestasi terhadap Intensi Berawirausaha Mahasiwa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Kebutuhan berprestasi menunjukkan keinginan seseorang untuk membuat sesuatu atau bekerja dengan lebih baik, atau lebih cepat dibandingkan dengan prestasi orang lain atau prestasi masa lalunya (Oktarillis, 2012). Berdasarkan hasil penelitian Caecilia (2012), kebutuhan akan berprestasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha. Selain itu, Oktarillis (2012) juga menyatakan kebutuhan akan prestasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap keinginan menjadi wirausaha. Seseorang yang memiliki kebutuhan akan prestasi akan lebih mengejar pekerjaan wirausaha dari pada jenis pekerjaan lain dan cenderung akan melakukan tugas dengan baik pada tugas-tugas dan pekerjaannya. 23
Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Nurain dkk. (2013), Farouk dan Ikram (2014), Rishipal dan Jain (2012), dan Tong et al. (2011), maka kebutuhan akan prestasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha.
H2
:
Kebutuhan akan prestasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
2.2.3 Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiwa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Suharti dan Sirine (2011), salah satu faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan disuatu negara terletak pada peranan perguruan tinggi melalui penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan. Menurut Kadarsih (2013), pihak perguruan tinggi bertanggung jawab dalam mendidik mahasiswanya serta memberikan motivasi sehingga meraka berani unruk berwirausaha. Menurut Nursito dan Nugroho (2013), pengetahuan memiliki peran yang sangat penting dalam aspek kehidupan manusia, secara umum pengetahuan didefinisikan sebagai segala sesuatu yag diketahui atau berkenaan dengan segala sesuatu, pengetahuan memungkinkan manusia mengembangkan keterampilan yang berguna bagi kehidupan. Demikian halnya dengan pengetahuan kewirausaha, juga memiliki peran yang sangat penting kegiatan kewirausahaan.
24
Banyak penelitian menemukan bahwa pendidikan kewirausahaan secara signifikan berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan Nursito dan Nugroho (2013), Suharti dan Sirine (2011), Silvia (2013), Lestari dan Wijaya (2012), Uddin dan Bose (2012), Denanyoh et al. (2015), serta Jiying dan Pelagie (2014).
2.3
Model Penelitian Berdasarkan rumusan hipotesis penelitian tersebut, diperoleh bentuk model
penelitian yang disajikan pada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Model Penelitian Motivasi Berwirausaha (X1)
Kebutuhan Akan Prestasi (X2)
H1 (+)
H2 (+)
H3 (+)
Intensi Berwirausaha (Y) Y Y
Pendidikan Kewirausahaan (X3)
25