BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Desentralisasi Fiskal Desentralisasi Fiskal merupakan salah satu implementasi dari hubungan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan awal yang dirumuskan dalam UU No.22 dan UU No.25 tahun 1999 antara lain ditandai dengan dialokasikannya Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai sumber pembiayaan berbagai urusan pemerintahan yang terkait di daerah, Dana Bagi Hasil (DBH) dari sumber daya alam yang berada di daerah yang bersangkutan, dan diberikannya kewenangan pajak yang terbatas kepada pemerintah daerah. Selanjutnya, amandemen undang-undang desentralisasi yang dilakukan pada tahun 2004 menitik beratkan kepada mekanisme pemantauan oleh pemerintah pusat, dan perbaikan kepada pertanggung jawaban pengeluaran pemerintah daerah. Disisi fiskal, UU No.33 tahun 2004 memperbesar bagi hasil pajak dari sumber daya alam yang dimiliki daerah, maupun dari pajak tingkat nasional lainnya, dan perluasan total dana yang menjadi sumber DAU. Desentralisasi fiskal memiliki fungsi utama yaitu untuk meningkatkan efisiensi sektor publik dan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang (Faridi, 2011). Berbagai macam penyempurnaan kebijakan, desentralisasi fiskal di Indonesia masih memiliki berbagai kelemahan dan kekurangan, baik dalam segi konsep maupun implementasinya. Masih terdapat peraturan yang saling berbenturan satu dengan yang lain, masih terdapat perbedaan pendapat maupun
14
perebutan kewenangan antar level pemerintahan dalam pengelolaan fiskal daerah, ataupun masih sering terjadi multi tafsir dalam implementasi kebijakan di daerah. Desentralisasi sebagai suatu strategi ekonomi akan berjalan jika faktor kelembagaannya diurus dengan baik. Negara yang sedang melakukan proses reformasi, desentralisasi ekonomi dapat dianggap sebagai kelembagaan
itu
sendiri. Artinya, desentralisasi diartikan sebagai (rules of the game) pemerintah lokal untuk menangani perekonomian daerah. Perspektif ini berhasil tidaknya desentralisasi amat tergantung dari kelembagaan
makro dan mikro yang
terbentuk. Jika tujuan makro ekonomi dari desentralisasi diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja di daerah, maka pemerintah lokal harus menyusun kelembagaan ekonomi yang efisien untuk menjaring investasi. Sementara itu, apabila tujuan dari desentralisasi difokuskan kepada hubungan antar pelaku ekonomi, maka pemerintah lokal konsentrasi kepada kebijakan yang membatasi proses eksploitasi satu pelaku ekonomi kepada pelaku ekonomi lainnya (Yustika, 2006:95). Apabila desentralisasi fiskal mengutamakan pengeluaran publik, maka desentralisasi akan berdampak langsung terhadap PDRB yang mencerminkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pembelanjaan infrastruktur dan sektor sosial oleh pemerintah daerah lebih memacu pertumbuhan ekonomi daripada kebijakan pemerintah pusat. Daerah memiliki kelebihan dalam membuat anggaran pembelanjaan sehingga lebih efisien dengan memuaskan kebutuhan masyarakat karena lebih mengetahui keadaan daerahnya sendiri (Vasquez, 2001;423).
15
Desentralisasi harus memacu adanya persaingan diantara pemerintah lokal untuk menjadi pemenang, hal ini semakin dilihat dari semakin membaiknya pelayanan publik (Bahl, 2000). Pemerintah lokal berlomba-lomba untuk memahami benar dan memberikan yang terbaik apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya. Perubahan struktur ekonomi masyarakat dengan peran serta masyarakat yang semakin besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri, partisipasi masyarakat setempat dalam pemerintahan setempat dan lain-lain. Desentralisasi fiskal harus diikuti oleh kemampuan pemerintah dalam memungut pajak. Secara teori adanya kemampuan pajak, maka pemerintah daerah memiliki sumber dana pembangunan yang besar. Pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah dapat dipicu dari terwujudnya desentraliasasi fiskal (Ikeji, 2011;121). Desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, karena pemerintah daerah akan lebih efisien dalam produksi dan penyediaan barang-barang publik. Desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi ekonomi yang kemudian berkaitan dengan dinamika pertumbuhan ekonomi, pembelanjaan infrastruktur dan sektor sosial oleh pemerintah daerah lebih memacu pertumbuhan ekonomi daripada kebijakan pemerintah pusat (Oates, 1993). Menurutnya, daerah memiliki kelebihan dalam membuat anggaran pembelanjaan sehingga lebih efisien dengan memuaskan kebutuhan masyarakat karena lebih mengetahui keadaan daerahnya sendiri. Dalam sistem pemerintahan yang sentralistik berbagai kebijakan ditentukan secara nasional oleh pusat. Anggaran belanja pemerintah daerah sangat bergantung pada alokasi yang diberikan pemerintah pusat termasuk dalam
16
pemanfaatannya. Keleluasaan dan kewenangan daerah dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan dan pembangunan sangat terbatas. Secara umum alasan yang mendukung sentralisasi adalah pemerintah pusat dapat mengalokasikan anggaran yang ada untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat dimanfaatkan secara nasional. Berbeda dengan sistem desentralisitik, pada sistem desentralisasi peran pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan pengelolaan anggaran sangat besar. Desentralisasi fiskal secara teoritis memiliki makna yaitu perubahan kekuasaan dan tanggung jawab fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang dapat berdampak meningkatkan ataupun mengurangi pertumbuhan ekonomi (Bodman et al, 2009). Desentralisasi fiskal adalah penyerahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan desentralisasi fiskal akan diwujudkan dalam penyerahan
kewenangan
kepada
pemerintah
daerah
untuk
melakukan
pembelanjaan, memungut pajak, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat. 2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu rencana kegiatan pemerintah daerah yang disampaikan kedalam bentuk angka dan menunjukan adanya suatu sumber dalam
penerimaan yang merupakan target
terendah dan biaya yang merupakan sebagai batas tertinggi sebagai suatu periode anggaran (Halim, 2007:12). APBD berperan dalam pengurusan umum yaitu sebagai inti dari pengurusan umum keuangan daerah.
17
Menurut
Mamesah
(Halim,
2007:19),
APBD
merupakan
rencana
operasional keuangan pemda, dan pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran yang
tinggi, untuk membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek di
daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan dari beberapa sumber penerimaan daerah untuk menutupi pengeluaran yang dimaksud. Pada orde lama, telah dikemukakan oleh Wajong (Halim, 2007:19), APBD merupakan rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat agar suatu jangka waktu badan legislatif DPRD memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah), untuk melakukan pembiayaan demi kebutuhan rumah tangga daerah yang sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar dalam penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan agar dapat menutup pengeluaran yang berlebihan. Menurut (Halim, 2007:19), adapun unsur-unsur anggaran daerah yaitu yang dirangkum menurut dua pengertian ahli sebelumnya. a) Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya yang secara rinci b) Terdapat sumber penerimaan yang merupakan suatu target terendah dalam menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan terdapat biaya yang merupakan batasan tertinggi pengeluaran yang akan dilaksanakan. c) Jenis kegiatan dan proyek yang disampaikan dalam bentuk angka d) Memiliki periode anggaran selama satu tahun. Pada era reformasi menurut (Halim, 2007:20), karakteristik APBD dijabarkan menjadi enam, yaitu.
18
1) Menurut pasal 30 UU Nomor 5 Tahun 1975, APBD disususn oleh DPRD bersama-sama dengan kepala daerah 2) Adapun pendekatan yang digunakan dalam penyusunan anggaran adalah pendekatan lineitem atau pendekatan tradisional. Pada pendekatan ini anggaran disusun berdasarkan jenis penerimaan dan pengeluaran. Adapun jenis pendekatan yang lebih maju, yaitu. a)
Program budgeting Merupakan anggaran yang disusun berdasarkan pekerjaan yang akan dijalankan
b) Performance budgeting Merupakan pengukuran hasil pekerjaan sehingga output dapat dibandingkan dengan pengeluaran dana yang telah dilakukan. c)
Planning, programming, and budgeting system (PPBS) Merupakan pendekatan variasi dari (Performance budgeting) PPBS menggabungkan tiga unsur, yaitu
perencanaan hasil, pemrograman
kegiatan fisik untuk mencapai hasil yang diharapkan dan penganggaran alokasi dana yang diharapkan. d) Zero bused budgeting Merupakan pendekatan penganggaran dasar nol yang juga merupakan variasi dari
performance budgeting yang terfokus pada efisiensi
anggaran. 3) Dalam siklus APBD terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeriksaan, juga penyusunan dan penetapan perhitungan APBD.
19
4) Pada tahap pengawasan
pemeriksa serta penyusunan dan penetapan
perhitungan APBD, dalam pengendaian dan pemeriksaan audit terdapat APBD yang bersifat keuangan. 5) Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dilakukan berdasarkan ketaatan terhadap
tiga unsur
utama, yaitu unsur ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku, unsur kehematan dan efisiensi, dan hasil program utamanya untuk proyek-proyek di daerah. 6) Penyusunan anggaran dan pembukuan saling keterkaitan dan mempengaruhi. Pada era pasca reformasi, dalam bentuk APBD mengalami banyak perubahan. Sejalan dengan perubahan yang terjadi, dalam bentuk APBD saat ini berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yaitu mengenai Pedoman Pengelolaan Uang Daerah. Pada era reformasi keuangan daerah menginginkan laporan yang lebih informatif, oleh karena APBD terdiri dari tiga bagian yaitu
pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pembiayaan
merupakan upaya agar APBD semakin informatif, yaitu dalam segi memisahkan antara pinjaman dari pendapatan daerah. Dalam bentuk APBD yang baru, pendapatan juga dibagi menjadi tiga yaitu PAD, dana perimbangan, dan pendapatan Lain-lain daerah yang sah. Selain itu belanja dibagi menjadi empat, yaitu belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, juga belanja tidak terduga. Dalam belanja aparatur daerah dijabarkan menjadi tiga bagian, yaitu belanja administrsasi
umum,
belanja
operasi
dan
pemeliharaan,
serta
belanja
modal/pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi tiga
20
yaitu, belanja administrsai umum, belanja operasi dan pemeliharaan, juga belanja modal. Pembiayaan telah dikelompokkan berdasarkan sumbernya, yaitu terdapat sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan merupakan sumber sisa lebih dari anggaran tahun sebelumnya, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan, juga terdapat transfer dari cadangan. Sumber pembiayaan yang berupa pengeluaran daerah terdiri atas pembayaran hutang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer kedalam dana cadangan, dan sisa anggaran tahun yang sedang berlangsung (Halim, 2007:22-23) 2.1.3
Dana Perimbangan Sesuai dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 yang dimaksud dengan Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan dana yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah. Dana Perimbangan terdiri dari Bagi Hasil Pajak atau Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Tujuan dari adanya dana perimbangan, yaitu untuk dapat mengurangi kesenjangan fiskal yang terjadi antara Pemerintah Pusatdan Pemerintahan Daerah. Menurut pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, bahwa tujuan dari Dana Perimbangan yaitu agar dapat menciptakan keseimbangan keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, yang jumlahnya ditetapkan setiap tahun anggarannya.
21
1) Dana Bagi Hasil merupakan dana yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh). Sesuai dengan pasal 25 dan pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri dan PPh pada Pasal 21 dibagi antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Dana bagi hasil dari sumber daya alam yang berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. Pada tahun 2015 menurut Perpres No 36 Tahun 2015 tentang Rincian APBN yaitu pada pasal 5 ayat 1b tentang Rincian Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa bagian rincian Dana Bagi Hasil terdiri atas, DBH Pajak Penghasilan Pasal 25, dan Pasal 29 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut provinsi/kabupaten/kota, DBH Pajak Bumi dan Bangunan menurut provinsi/kabupaten/kota, DBH Cukai Hasil Tembakau menurut provinsi, DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, Pertambangan Umum, Kehutanan, Perikanan dan Pengusaha Panas Bumi menurut provinsi/kabupaten/kota. 2) Dana Alokasi Umum merupakan jumlah keseluruhan DAU yang ditentukan sekurang-kurangnya 26 persen dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dasar untuk menentukan berapa jumlah DAU yang diterima oleh satu daerah, yaitu provinsi, kabupaten/kota merupakan apa yang disebut celah fiskal dan alokasi dasar.
22
3) Dana Alokasi Khusus (DAK), merupakan dana yang dialokasikan kepada daerah tertentu yang ditetapkan setiap tahun dalam APBN untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan dari daerah dan sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Adapun kriteria umum ditetapkannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APBD. Kriteria khususnya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah. 2.1.4
Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran Pemerintah adalah bagian dari kebijakan fiskal (Sukirno,
2000), yaitu suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya, yang tercermin dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk nasional dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk daerah atau regional. Tujuan dari kebijakan fiskal ini adalah dalam rangka menstabilkan harga, tingkat output, maupun kesempatan kerja dan memacu atau mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut pendapat Keynes bahwa peranan atau campur tangan pemerintah masih sangat diperlukan yaitu apabila perekonomian sepenuhnya diatur oleh kegiatan di pasar bebas, bukan saja perekonomian tidak selalu mencapai tingkat kesempatan kerja penuh tetapi juga kestabilan kegiatan ekonomi tidak dapat diwujudkan. Akan tetapi fluktuasi kegiatan ekonomi yang lebar dari satu period ke periode lainya dan ini akan menimbulkan implikasi yang serius kepada kesempatan kerja dan pengangguran dan tingkat harga (Sukirno, 2000)
23
Pengeluaran Pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah, apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut (Mangkoesoebroto, 1993) Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu teori makro dan teori mikro. Dalam penelitian ini mengedepankan teori dari sisi makro. Teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah, hukum Wagner mengenai perkembangan aktivitas pemerintah yaitu teori Peacock dan Wiseman (Mangkoesoebroto, 1993) Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, tahap lanjut (Mangkoesoebroto, 1993). Pada tahap awal perekembangan ekonomi, persentasi investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya. Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap GDP semakin besar dan persentasi investasi pemerintah dalam persentasi terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow menyatakan bahwa pembangunan ekonomi,
24
aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya. Teori perkembangan peranan pemerintah yang dikemukakan oleh Musgrave dan Rostow adalah suatu pandangan yang ditimbulkan dari pengamatan berdasarkan pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak negara, tetapi tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu. Selain itu, tidak jelas apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi tahap demi tahap, ataukah beberapa tahap dapat terjadi secara simultan (Mangkoesoebroto, 1993). Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentasi terhadap GNP yang juga didasarkan pula pada pengamatan di negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan tetapi dalam pandangannya tersebut dijelaskan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pengertian pertumbuhan secara relatif ataukah secara absolut (Mangkoesoebroto, 1993). Peacock dan Wiseman dalam (Mangkoesoebroto, 1993) adalah dua orang yang mengemukan teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut, sehingga teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar dari teori pemungutan suara. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka
25
pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah
untuk
membiayai
pengeluaran pemerintah.
Masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat kesediaan ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikan pemungutan pajak secara semena-mena. Adam Smith dalam (Asyard, 2010), menyatakan prinsip pokok dalam pengeluaran pemerintah yang disebut dengan Canon or Government Expenditure, terdiri 1) Asas nasionalitas, dimana pengeluaran pemerintah harus memperhatikan kepentingan rakyat banyak dan bersifat nasional. 2) Asas kerakyatan, yaitu pengeluaran pemerintah harus memperhatikan kepentingan rakyat banyak dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. 3) Asas fungsionalita, yaitu pengeluaran pemerintah harus berdasarkan pada fungsi yang telah ditentukan. 4) Asas rasionalita, yaitu pengeluaran pemerintah harus bersifat rasional dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas pengeluaran. 5) Asas perkembangan dimana pengeluaran pemerintah harus sesuai dengan perkembangan negara dan dunia.
26
6) Asas keseimbangan dan keadilan, yaitu harus ada keseimbangan antara pengeluaran pemerintah antara kegiatan fisik dengan non fisik agar tercipta keselarasan dan keserasian. Peran
alokatif pemerintah dalam pembangunan adalah
sangat besar,
dinyatakan bahwa dalam kehidupan ekonomi setiap orang memiliki preferensi tertentu terhadap barang dan jasa yang ingin dikonsumsi dan hendak diproduksi (Dumairy, 1999). Barang dan jasa dalam peruntukannya dapat dibedakan menjadi barang pribadi dan barang sosial. Untuk barang pribadi dapat diperoleh melalui proses transaksi jual beli, tetapi untuk barang sosial atau barang publik seperti jalan umum, jembatan, pertahanan dan keamanan tidak tertarik bagi kalangan swasta untuk memproduksinya karena tidak dapat diperjual belikan secara pribadi dan memerlukan investasi yang sangat besar. Untuk barang sosial pemerintah harus turun tangan untuk dapat menyediakan dan memulainya yang dalam proses pelaksanaan teknisnya sudah tentu akan melibatkan masyarakat pribadi dan swasta dari yang berpendidikan tinggi sampai pada yang berpendidikan terendah misalnya sebagai tenaga kerja dalam pelaksanaan proyek padat karya tercapai sesuai rencana. Kebijakan yang dimaksudkan disini adalah berkaitan dengan perencanaan pengeluaran pemerintah yang merupakan keonsekuensi utama dari pembangunan itu sendiri. 2.1.5
Belanja Langsung Belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada satu
periode anggaran yang berupa arus aktiva keluar guna melaksanakan kewajiban,
27
wewenang, dan tanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah pusat. Salah satu komponen belanja daerah adalah belanja langsung. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1) Belanja Pegawai Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan dengan pembentukan modal. 2) Belanja Barang dan Jasa Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. 3) Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aktiva tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Untuk mengetahui apakah suatu belanja dapat dimasukkan sebagai belanja
28
modal atau tidak, maka perlu diketahui definisi aset tetap atau aset lainnya dan kriteria kapitalisasi aset tetap. Karakteristik belanja langsung adalah bahwa input (alokasi belanja) yang ditetapkan dapat diukur dan diperbandingkan dengan output yang dihasilkan. Sedangkan belanja tidak langsung, pada dasarnya merupakan belanja yang digunakan secara bersama-sama common cost untuk melaksanakan seluruh program atau kegiatan unit kerja. Dalam penghitungan Analisis Standar Belanja (ASB), anggaran belanja tidak langsung dalam satu tahun anggaran harus dialokasikan ke setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun anggaran yang bersangkutan. 2.1.6
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam
jangka panjang, tekanannya pada tiga aspek yaitu proses, output per kapita dan jangka panjang (Boediono, 1981:1). Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita yaitu output total Gross Domestik Product (GDP) dan jumlah penduduk. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai Gross Domestik Product / Gross National Product (GDP/GNP) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999:13). Cara menghitung pertumbuhan ekonomi yaitu: Rumus :
29
g = {(PDBs-PDBk)/PDBk} x 100%...........................................................................(1)
Keterangan: g
=
tingkat pertumbuhan ekonomi
PDBs
=
PDB riil tahun sekarang
PDBk
=
PDB riil tahun kemarin
Menurut Sukirno (2011:429) ada beberapa faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi, yakni : 1) Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya Kekayaan Alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hasil hutan dan hasl laut yang dapat diperoleh, serta jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang tersedia. Kekayaan alam akan dapat mempermudah dalam mengembangkan perekonomian terutama pada masa permulaan pertumbuhan ekonomi. Ketika pertumbuhan ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi. Apabila suatu negara mempunyai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan dengan baik maka hambatan pertumbuhan ekonomi akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh pesat. 2) Jumlah dan Mutu dari Penduduk dan Tenaga Kerja
Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong bahkan penghambat suatu pertumbuhan ekonomi. Dorongan yang timbul dari perkembangan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi bersumber
30
dari akibat pertambahan itu terhadap pasar. Perkembangan penduduk menyebabkan besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan perusahaan menjadi besar pula. Karena peranannya ini maka perkembangan penduduk akan menimbulkan dorongan kepada pertambahan dalam produksi nasional dan tingkat kegiatan ekonomi. Akibat buruk dari pesatnya pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi terutama dihadapi oleh masyarakat yang kemajuan ekonominya belum tinggi tetapi telah menghadapi masalah kelebihan penduduk. Suatu negara dipandang menghadapi masalah kelebihan penduduk apabila jumlah penduduk adalah tidak seimbang dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia, yaitu jumlah penduduk yang jauh melebihi faktor produksi. 3) Barang-Barang Modal dan Tingkat Teknologi Barang-barang modal penting artinya dalam meningkatkan keefisienan pertumbuhan ekonomi. Barang-barang modal yang bertambah jumlahnya dan teknologi yang telah bertambah modern memegang peranan penting di dalam mewujudkan kemajuan ekonomi. Kemajuan teknologi menimbulkan beberapa efek positif dalam pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan ekonomi. 4) Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat Sistem sosial dan sikap masyarakat penting peranannya dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Sistem sosial yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah masyarakat tidak ingin menggunakan cara modern dalam melakukan proses produksi.
31
Sikap masyarakat yang dapat memberikan dorongan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah sikap berhemat dan bertujuan untuk investasi. Ada beberapa alat pengukur dalam pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2011:429) yaitu: 1) Produk Domestik Bruto/Produk Domestik Regional Bruto apabila ditingkat nasional adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. Ketika PDB meningkat maka terjadi pertumbuhan ekonomi. 2) Produk domestik regional bruto per kapita dapat digunakan sebagai alat ukur pertumbuhan yang lebih baik dalam mencerminkan kesejahteraan penduduk dalam skala daerah. Ketika Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi. 2.1.7 Teori Pertumbuhan Ekonomi Terdapat beberapa teori mengenai pertumbuhan ekonomi, diantaranya: 1) Teori Simon Kuznet Pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih bermakna apabila diiringi dengan peningkatan pemerataan pendapatan. Hipotesis Simon Kuznet menjelaskan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. Kuznet berpendapat bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan adalah semakin tinggi koefisien gini akan semakin rendah distribusi pendapatan (Budiono, 2008:61). Menurut Kuznet pada tahap awal pendapatan per kapita terhadap kesenjangan distribusi pendapatan
32
cenderung meningkat (Arifin, 2008;61). Tahap berikutnya ditribusi pendapatan bertambah tinggi hingga pada tahap akhir kesenjangan distribusi pendapatan
akan
menurun.
Dasar
dari
hipotesis
Kusnetz
adalah
ketimpangan yang rendah yang terjadi dipedesaan dengan sektor yang mendominasi adalah pertanian dibandingkan dengan perkotaan yang didominasi oleh sektor jasa dan industri yang tingkat ketimpangan pendapatanya tinggi, terjadi transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor jasa (Todaro, 2009). 2) Teori Walt Whitman Rostow Menurut Rostow proses pembangunan ekonomi dibedakan ke dalam lima tahapan (Arsyad, 2010) yaitu: a) Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang fungsi produksinya terbatas yang ditandai oleh cara produksi yang relatif masih primitif yang didasarkan pada teknologi pra-Newton dan cara hidup masyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional tetapi kebiasaan tersebut telah turun temurun. Menurut Rostow dalam suatu masyarakat tradisional, tingkat produktivitas per pekerja masih rendah. Oleh karena itu sebagian besar sumber daya manusia digunakan untuk sektor pertanian. b) Tahap prasyarat tinggal landas didefinisikan sebagai suatu masa dimana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan atas kekuatan sendiri. Pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan terjadi secara otomatis.
33
c) Tahap tinggal landas, pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa terbukanya pasar-pasar baru. Sebagai akibat dari perubahan-perubahan tersebut secara teratur akan tercipta inovasi-inovasi
dan
peningkatan
investasi.
Rostow
mengambil
kesimpulan bahwa untuk mancapai tahap tinggal landas tidak satu sektor ekonomi yang baku untuk semua negara yang bisa menciptakan pembangunan ekonomi. d) Tahap menuju kedewasaan diartikan sebagai masa dimana masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada hampir semua kegiatan produksi. Pada tahap ini sektor-sektor pimpinan baru muncul menggantikan sektor-sektor pimpinan lama yang akan mengalami kemunduran. e) Tahap konsumsi tinggi, pada tahap ini perhatian masyarakat telah lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi. 2.1.8
Jumlah Penduduk Suatu wilayah dapat disebut negara apabila memenuhi empat unsur
pembentuk negara, unsur ini yang akan mempengaruhi perkembangan negara yang bersangkutan. Unsur pembentuk suatu negara adalah Rakyat (Penduduk dan Bukan Penduduk), wilayah, area yang menjadi teritorial negara, pemerintah yang berdaulat dan adanya pengakuan dari negara lain. Dari keempat unsur tersebut, rakyat merupakan unsur pembentuk yang bersifat konstitutif atau mutlak. Sebab
34
keberadaan rakyat akan memberikan pengaruh terhadap suatu wilayah, pemerintah, dan berlanjut kepada pengakuan. Jika tidak ada rakyat maka suatu negara tidak akan bisa berjuang mendapatkan kemerdekaan dan tidak akan mendapatkan pengakuan dari negara lain.
Rakyat yang meliputi dua golongan,
yaitu pengertian jumlah penduduk menurut para ahli, penduduk merupakan masyarakat asli yang lahir dan tinggal di wilayah negara yang bersangkutan dan memiliki orangtua yang juga penduduk negara tersebut. Bukan Penduduk, merupakan orang yang menetap di wilayah suatu negara akan tetapi tidak menetap atau tinggal di negara tersebut. Bukan penduduk ini biasanya adalah para wisatawan mancanegara, duta besar yang merupakan perwakilan dari negara lain. Seseorang yang bukan penduduk bisa mendapatkan status warna Negara di negara kunjungannya dengan melakukan serangkaian prosedur untuk mendapatkan status kewarganegaraan. 2.1.9 Hubungan antara Jumlah Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Simon Kuznets dalam (Jhingan, 2004:57), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi bagi penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, kelembagaan, dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Ditinjau dari sudut ekonomi, perkembangan ekonomi menimbulkan dua efek penting, yaitu kemakmuran atau taraf hidup masyarakat meningkat dan penciptaan kesempatan kerja baru karena semakin bertambahnya jumlah penduduk.
35
Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi modal yang cukup besar untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan juga sebaliknya jika tidak diimbangi dengan kualitas penduduknya. Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan ketersediaan barang dan jasa serta kemampuan untuk membeli barang dan jasa yang dibutuhkan penduduk tersebut sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi tercapai. Penduduk disatu pihak dapat menjadi pelaku atau sumber daya bagi faktor produksi, pada sisi lain dapat menjadi sasaran atau konsumen bagi produk yang dihasilkan (Musfidar, 2012). Kiguru (2013), pada penelitiannya yang dilakukan di Kenya bahwa pertumbuhan penduduk baik yang bekerja atau tidak, memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi. Dipihak lain pengetahuan tentang struktur penduduk dan kondisi sosial ekonomi pada wilayah tertentu akan sangat bermanfaat dalam memperhitungkan berapa banyak penduduk yang dapat memanfaatkan peluang dan hasil pembangunan atau seberapa luas pangsa pasar bagi suatu produk usaha tertentu (Todaro, 2000:204). 2.1.10 Hubungan antara Dana Perimbangan dengan Pertumbuhan Ekonomi Dana perimbangan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, merupakan bantuan dari pemerintah pusat yang dialokasikan pada pemerintah daerah untuk memacu pembangunan-pembangunan daerah sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah tersebutpun meningkat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sumiyarti dan Imamy (2005), tentang pengaruh dana perimbangan pusat daerah terhadap perekonomian Kota Depok, didapat hasil bahwa variabel dana perimbangan berpengaruh secara signifikan dan
36
positif terhadap PDRB Kota Depok. Dengan hasil tersebut terlihat bahwa penyumbang terbesar dalam penerimaan APBD Kota Depok adalah dana perimbangan. Studi lain tentang pengaruh dana perimbangan terhadap pertumbuhan ekonomi juga dilakukan oleh Hidayat dan Sirojuzilam (2006), yang melakukan penelitian pada Kota Medan. Dari hasil yang didapat menyatakan bahwa variabel dana perimbangan berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Medan. Dilihat dari kontribusi masing-masing komponen penerimaan dalam total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Medan, terlihat bahwa penyumbang terbesar dalam penerimaan APBD juga berasal dari dana perimbangan. Dari penelitian-penelitian tersebut, memberi arti bahwa masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana perimbangan dari pemerintah pusat. 2.1.11 Hubungan antara Belanja Langsung dengan Pertumbuhan Ekonomi Wahyuni (2014), membuktikan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menujukkan adanya hubungan positif antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi, sehingga kenaikan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pengeluaran pemerintah dalam hal ini belanja langsung, mampu memberikan manfaat yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pernyataan ini sesuai dengan teori dari
37
Rostow dan Musgrave yang menyatakan bahwa peran pemerintah sangat penting dalam pembangunan ekonomi, khususnya dalam mengelola pengeluaran. Dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk dikelola dan dialokasikan dengan baik dalam pembangunan ekonomi, maka akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi (Mangkoesoebroto, 1993). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dipengaruhi oleh pengalokasian belanja modal melalui anggaran dana alokasi umum yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Alexiou, 2009;1). Pemerintah harus meningkatkan pengeluaran pada infrastruktur, sosial dan kegiatan ekonomi, selain itu, pemerintah harus mendorong dan mendukung inisiatif sektor swasta dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi (Egbetunde dan Fasanya, 2013). 2.1.12 Hubungan antara Dana Perimbangan dengan Belanja Langsung Implementasi pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat ditinjau dari alokasi realisasi alokasi dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Dana perimbangan (Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil) erat kaitannya dengan besarnya pengeluaran pemerintah
dalam hal ini belanja langsung terlebih bagi daerah
kabupaten/kota yang memiliki sumber pendapatan asli daerah yang rendah dalam rangka melaksanakan pembangunan untuk kepentingan publik. Fransisca Roossiana Kurniawati (2010), juga menyatakan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap belanja pemerintah daerah provinsi, kota dan kabupaten di Indonesia.
38
2.1.13 Hubungan antara Jumlah Penduduk dengan Belanja Langsung Penduduk selain merupakan faktor produksi dalam kegiatan ekonomi juga dapat dikatakan sebagai subjek dan objek pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunan pemerintah perlu mengetahui perkembangan jumlah penduduknya, baik menurut angkatan kerja, menurut lapangan kerja, berdasarkan kelompok umur serta berdasarkan pendidikan, berdasarkan kabupaten/kota dan lainnya agar dapat dijadikan referensi dalam membuat
suatu kebijakan untuk
percanaan
pembangunan, sehingga tujuan pembangunan untuk dapat mensejahterakan masyarakat dapat tercapai sesuai rencana. Kebijakan yang dimaksudkan disini adalah berkaitan dengan perencanaan pengeluaran pemerintah yang merupakan konsekuensi utama dari pembangunan itu sendiri. 2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya Pengkajian atas hasil – hasil penelitian sebelumnya akan sangat membantu peneliti-peneliti lainnya dalam menelaah masalah yang akan dibahas dengan berbagai pendekatan spesifik. oleh karena itu di bagian berikut akan diterangkan beberapa hasil penelitian terdahulu, yaitu: 1) Hartyanto (2014), Berjudul “Studi Tentang Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Langsung Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk Terhadap Pendapatan Asli
Daerah
(PAD)
Pada
Satuan
Wilayah
Pembangunan
Gerbangkertosusila”. Penelitian ini mengungkap pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang paling signifikan dalam jangka panjang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) begitu juga dengan nilai pertumbuhan Belanja Langsung Pemerintah Daerah, sedangkan jumlah
39
penduduk dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Pendapatan ASli Daerah (PAD). Namun, secara umum semua variabel Baik Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Langsung, dan Jumlah Penduduk mempengaruhi nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD). 2) Wibowo (2012), berjudul “Analisis Peranan Pengeluaran Pemerintah, Tenaga Kerja dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun 2001-2010”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh dari variabel independent terhadap variabel dependent yaitu pertumbuhan ekonomi tahun 2001-2010. Data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data sekunder . Dalam penelitian ini menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Hasil dari penelitian menunjukkan variabel independent yaitu pengeluaran pemerintah, tenaga kerja dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tidak mempunyai hubungan dengan variabel dependent yaitu pertumbuhan ekonomi. dengan tenaga kerja. Selain itu variabel independent berpengaruh positif dan signifikan. Kecuali pertumbuhan ekonomi yang mempunyai hubungan dengan tenaga kerja. Selain itu variabel independent berpengaruh positif dan signifikan kecuali variabel penanaman modal dalam negeri
yang berpengaruh
positif
tetapi
tidak
signifikan
terhadap
pertumbuhan ekonomi 3) Arwati dan Hadiati (2013), meneliti pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di
40
Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial Pendapatan
Asli
Daerah
yang
berpengaruh
signifikan
terhadap
pengalokasian anggaran belanja modal, sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. 2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya yang telah diuraikan, maka dapat diajukan rumusan hipotesis sebagai berikut. 1) Jumlah penduduk dan dana perimbangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja langsung pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 2) Jumlah penduduk, dana perimbangan dan belanja langsung berpengaruh positif
dan
signifikan
terhadap
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
41
pertumbuhan
ekonomi
pada