BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori Diperlukan adanya suatu teori dan gagasan dalam penyelesaian suatu
permasalahan agar dapat diterima kebenarannya oleh masyarakat.Fungsi dari teori adalah sebagai lat untuk mencapai satuan pengetahuan yang sistematis dan untuk bimbingan penelitian.Untuk menjelaskan dan mengembangkan variable yang ada di dalam suatu penelitian ini, maka peneliti menjabarkan beberapa teori yang dapat mendukung penelitian ini. Definisi teori adalah suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar yang tinggi dan daripadanya proposisi bias dihasilkan yang dapat diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku (Effendi. 2003:241). 2.1.1
Pengertian kinerja Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah perusahaan.
Ketika kinerja dari karyawan meningkat maka bisa
dipastikan pendapatan dari
perusahaan juga pasti meningkat. Oleh karena itu, meningkatkan kinerja karyawan bisa dilakukan dari berbagai sisi. Kinerja itu sendiri ialah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu (Wirawan, 2009:5). L.A.N (dalam Sedarmayanti, 2009:50), kinerja
1
berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil/untuk kerja/penampilan kerja. Kinerja adalah hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, missal standar, target/sasaran atau criteria yang telah disepakati bersama (Slamet, 2011). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja seseorang dalam mencapai tujuan perusahaan dalam waktu yang sudah ditentukan seperti apa yang telah disepakati sebelumnya. 2.1.2 Standar kinerja Karen et al. (2011) mengatakan melalui standar kinerja yang ditetapkan perusahaan dapat menilai peringkat kinerja dari karyawan dan karyawan juga dapat melihat sampai berapa persen ia dapat mencapai standar kinerja dari perusahaan. Menurut Wirawan (2009:66) standar kinerja adalah tolak ukur minimal kinerja yang dicapai karyawan secara individu atau kelompok pada semua indikator kinerjanya. Adapun maksud dari definisi ini ialah dimana jika prestasi yang dicapai karyawan berada dibawah dari standar kinerja maka kinerja karyawan tersebut tidak dapat diterima atau gagal, sedangkan apabila kinerja karyawan berada diposisi tengah atau di atas standar minimal kinerja maka karyawan tersebut dinyatakan layak dan berhasil. Menurut Wirawan (2009:68) standar kinerja perlu memenuhi beberapa persyaratan yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam mengukur kinerja, yaitu:
2
1) Ada hubungan relevasinya dengan strategi perusahaan. 2) Mencerminkan keluhuran tanggung jawab karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. 3) Memperhatikan pengaruh fakto-faktor di luar control karyawan. 4) Memperhatikan teknologi dan proses produksi 5) Sensitive, mampu membedakan antara kinerja yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. 6) Memberikan tantangan kepada para karyawan. 7) Realistis. 8) Berhubungan dengan kerangka waktu pencapaian standar. 9) Dapat diukur dan ada alat ukur untuk mengukur standar. 10) Standar harus konsisten. 11) Standar harus adil. 12) Memenuhi ketentuan undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan. 2.1.3
Penilaian kinerja (Mudiartha, 2011: 142) menyebutkan bahwa penilaian kinerja adalah proses
melalui organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Subha et. al. (2008) menyatakan bahwa penilaian dan pengukuran kinerja dilaksanakan agar dapat mengetahui prestasi yang diraih oleh karyawan, yang dilakukan secara berkala oleh pimpinan guna mengetahui prilaku dan hasil kinerja yang dicapai karyawan.
3
Manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan penilaian kinerja menurut (Umar, 2007 : 195) adalah sebagai berikut. 1) Perbaikan kinerja Penilaian kinerja akan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui umpan balik yang diberikan oleh organisasi. 2) Penyesuaian gaji Penilaian kinerja dapat dipakai sebagai informasi untuk mengkompensasi karyawan secara layak sehingga dapat memotivasi kayawan. Keputusan untuk penempatan,yaitu menempatkan karyawan sesuai dengan keahliannya. 3) Pendidikan dan pelatihan Melalui penilaian kerja akan diketahui kelemahan-kelemahan dari karyawan sehingga dapat dilakukan program pendidikan dan pelatihan.karyawan. 4) Perencanaan karir Penilaian kinerja dapat dilakukan sebagai pedoman dalam perencanaan karir karyawan. 5) Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses. Penilaian kinerja dapat memberikan gambaran bagi perusahaan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada sehingga dapat dilakukan perbaikan. Dapat mengidentifikasi adanya kekuatan dalam desain pekerjaan, nilai kinerja yang kurang akan menunjukan adanya kekurangan dalam peencanaan jabatan.
4
6) Perlakuan kesempatan yang sama kepada semua karyawan. Penilaian kinerja yang obyektif menunjukan adanya perlakuan yang adil bagi seluruh karyawan. 7) Dapat membantu karyawan dalam mengatasi masalah yang bersifat eksternal. Penilaian kinerja akan memberikan informasi kepada atasannya tentang hal-hal yang menyebabkan turunnya kinerja, sehingga manajemen dapat membantu menyelesaikannya. 8) Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen Sumber Daya Manusia penilaian kinerja secara keseluruhan akan memberikan gambaran sejauh mana fungsi sumber daya manusia dapat berjalan baik atau tidak.
2.1.4
Aspek-aspek penilaian kinerja Rivai (2006:135) aspek-aspek kinerja karyawan yang dinilai dikelompokkan
menjadi 2 yaitu: 1) Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan metode, teknik, dan peralatan yang digunakan untuk pelaksanaan tugas serta pengalaman dan pelatihan. 2) Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak di unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawab karyawan.
5
2.1.5
Penyebab rendahnya kinerja Disamping mengukur dan mencatat kinerja setiap unit organisasi dan kinerja
setiap orang, evaluasi kerja juga harus menganalisis penyebab kinerja rendah. Penyebabnya dapat bersifat internal dan eksternal, menyangkut orang atau individu. Adapun faktor penyebab kinerja rendah adalah (Simanjuntak, 2007:172) adalah sebagai berikut. 1) keterbatasan dana 2) peralatan dan teknologi 3) manajemen kurang efektif 4) kepemimpinan kurang efektif 5) supervisi dan pengawasan yang tidak efektif 6)
lingkungan kerja
7)
kebijakan pemegang saham
8) disiplin dan etos kerja 2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Dalam kinerja ada banyak hal yang dapat mempengaruhi dan merupakan suatu susunan dari berbagai macam yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Manullang (2004:20), terdapat lima faktor yang yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu:
6
1) Faktor
personal/individual,
meliputi:
pengetahuan,
keterampilan
(skill),
kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu. 2) Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader. 3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesame anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim. 4) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi. 5) Fakrot kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal. 2.1.7
Gaya kepemimpinan transformasional Wahjosumidjo (2003:172) kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat
dengan motivasi karena keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, selain itu bagaimana menciptakan motivasi dalam diri setiap karyawan, kolega maupun pimpinan itu sendiri. Berdasarkan uraian tersebut, maka kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi pengikutnya guna mencapai tujuan organisasi, oleh sebab itu setiap pemimpin memiliki gaya (style) yang berbeda-beda dalam memimpin perusahaan
7
(Demet, 2012). Salah satu gaya kepemimpinan yang dibahas dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional yaitu pemimpin yang mencurahkan perhatiannya kepada persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para pengikutnya dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikutnya dengan cara memberikan semangat dan dorongan untuk mencapai tujuannya (Robbin,2007:473). 2.1.8
Komponen kepemimpinan transformasional Menurut Burns dalam Bass dan Avolio (2003) menyatakan komponen dari
kepemimpinan transformasional terdiri atas empat dimensi kepemimpinan yaitu : 1) Idealized influence (kharisma) Mengarah pada perilaku kepemimpinan transformasional yang mana pengikut berusaha bekerja keras melebihi apa yang dibayangkan. Para
pengikut
khususnya mengagumi, menghormati dan percaya sebagaimana pemimpinnya. Mereka mengidentifikasi pemimpin sebagai seseorang, sebagaimana visi dan nilai-nilai yang mereka perjuangkan. 2) Inspirational motivation (motivasi inspiratif) Dimana pempimpin menggunakan berbagai simbol untuk memfokuskan usaha atau tindakan dan mengekspresikan tujuan dengan cara-cara sederhana. Ia juga membangkitkan semangat kerja sama tim, antuasiasme dan optimisme di antara rekan kerja dan bawahannya.
8
3) Intellectual stimulation (stimulasi intelektual) Upaya memberikan dukungan kepada pengikut untuk lebih inovatif dan kreatif dimana
pemimpin
mendorong
pengikut
untuk
menanyakan
asumsi,
memunculkan ide-ide dan metode-metode baru, dan mengemukakan pendekatan lama dengan cara perspektif baru. 4) Individual consideration (konsiderasi yang bersifat individual). Pemimpin transformasional memberikan perhatian khusus pada kebutuhan setiap individu untuk berprestasi dan berkembang, dengan jalan sebagai pelatih, penasehat, guru, fasilitator, orang terpercaya, dan konselor. Bass dan Avolio (2003) menambahkan satu komponen pada kepemimpinan transformasional yakni : Idealized behaviours (tingkah laku) “Earn credit and respect from their followers by carefully considering their followers’ needs above their own needs, talking about their most important values and beliefs, and emphasizing the importance of the moral and ethical consequences of key decisions” Mendapatkan penghargaan dan kehormatan dari pengikut mereka dengan baik – baik mempertimbangkan kebutuhan pengikutnya di atas kebutuhan mereka sendiri, membicarakan tentang nilai dan kepercayaan mereka yang paling utama dan menekankan pentingnya konsekuensi moral dan etika dari keputusan kunci.
9
2.1.9
Pengertian kepuasan kerja Kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari mengevaluasi
pengalaman kerja seseorang (Mathis dan Jackson, 2006 : 98). Ketidakpuasan kerja muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi. Sebagai contoh, jika seorang tenaga kerja mengharapkan kondisi kerja yang aman dan bersih, maka tenaga kerja mungkin bisa menjadi tidak puas jika tempat kerja tidak aman dan kotor. (Dahl, 2009) menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan bangunan unidimensional, dimana seseorang memiliki kepuasan umum atau ketidakpuasan dengan pekerjaannya. Robbins dan Judge (2008 : 107) kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Berdasarkan definisi para ahli tersebut, dapat dikatakan kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari pengalaman kerja seseorang terhadap pekerjaannya dengan ganjaran yang seharusnya mereka terima. 2.1.10 Pengukuran kepuasan kerja Kepuasan kerja didefinisikan sebagai keadaan yang menyenangkan atau emosi positif yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja dihasilkan dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka menyediakan hal yang dipandang penting. Lima aspek kepuasan kerja diukur dengan Job Descriptive Index (JDI) yaitu pekerjaan itu sendiri (berhubungan dengan tanggung jawab, minat dan pertumbuhan); kualitas supervisi (terkait dengan bantuan teknis dan dukungan sosial); hubungan dengan rekan kerja
10
(berkaitan dengan harmoni sosial dan respek); kesempatan promosi (terkait dengan kesempatan untuk pengembangan lebih jauh); dan pembayaran (yang terkait dengan pembayaran yang memadai dan persepsi keadilan) (Luthans, 2006: 121). 2.1.11 Komitmen organisasi Rivai (2006:67) Komitmen organisasi dapat diartikan sebagai “identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan yang dinyatakan oleh karyawan oleh organisasi atau unit dari organisasi”. Komitmen organisasional merupakan” respon afektif pada organisasi secara menyeluruh, yang kemudian menunjukkan suatu respon afektif pada aspek khusus pekerjaan, sedangkan kepuasan kerja merupakan respon afektif individu didalam organisasi terhadap evaluasi masa lalu dan masa sekarang, serta penilaian yang bersifat individual bukan kelompok atau organisasi. Sedangkan menurut Siagian (2007:52) komitmen organisasional sebagai “derajat seberapa jauh karyawan mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu. Tingkat komitmen baik komitmen perusahaan terhadap karyawan, maupun antara karyawan terhadap perusahaan sangat diperlukan karena melalui komitmenkomitmen tersebut akan tercipta iklim kerja yang professional (Windy dan Gunasti, 2012). 2.1.12 Karakteristik komitmen organisasi Komitmen organisasional dikarakteristikkan sebagai kepercayaan yang kuat dalam organisasi dan penerimaan dari tujuan dan nilai organisasi, kemauan untuk melakukan usaha yang berarti untuk keuntungan organisasi dan kemauan yang kuat
11
untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi (Mustafa et al., 2012). Meyer et al. (2013), mengidentifikasi tiga bentuk dari komitmen organisasional: 1) Komitmen afektif, menunjukkan kelekatan psikologis terhadap organisasi. Individu bertahan dalam organisasi karena ia menginginkannya dan setuju dengan tujuan dan nilai perusahaan. 2) Komitmen normatif (komitmen moral), ditunjukkan dengan perasaan wajib untuk tetap bertahan dalam organisasi. 3) Komitmen continuance (ekonomis atau kalkulatif), adalah kesadaran akan ketidakmungkinan karyawan untuk memilih identitas sosial lain dan alternatif tingkah laku yang lain karena adanya ancaman akan kerugian yang besar. 2.1.13 Dimensi – dimensi komitmen organisasi (Luthans,
2006)
menyatakan
bahwa
komitmen
organisasi
bersifat
multidimensi, maka terdapat perkembangan dukungan untuk tiga model komponen. Ketiga dimensi tersebut adalah: 1) Komitmen afektif adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. 2) Komitmen kelanjutan adalah komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit.
12
3) Komitmen normatif adalah perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal yang benar yang harus dilakukan. Komitmen terhadap organisasi menurut Meyer et al. (2013) dicirikan sebagai berikut : pertama, bangga menjadi bagian organisasi ; kedua, membanggakan organisasi kepada orang lain ; ketiga, peduli terhadap nasib organisasi ; keempat, gembira memilih bekerja pada organisasi ini ;kelima, bekerja melampaui target. 2.2
Model Konspetual Berdasarkan definisi dan kajian teori dari beberapa para ahli yang ada, maka
dapat disusun suatu kerangka pemikiran sebagai dasar penentu hipotesis seperti gambar berikut: Gambar 2.1 : Kerangka konseptual penelitian Kepemimpinan transformasional (X1) Kinerja (Y)
Kepuasan kerja (X3)
Komitmen organisasi (X2)
Berdasarkan pada gambar kerangka konseptual diatas maka pada penelitian ini
akan
dilakukan
analisis
untuk
mengetahui
pengaruh
kepemimpinan
transformasional, kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. Kepemimpinan transformasional diukur dengan kepercayaan bawahan,
13
keyakinan bawahan, rasa hormat bawahan, pendelegasian wewenang dan penyampaian tugas pimpinan. Kepuasan kerja akan diukur dengan indikator rasa tanggung jawab, minat bekerja, interaki, bertahan dalam perusahaan dan promosi. Komitmen organisasi diukur dengan indikator sanggup menjadi karyawan tetap, kewajiban, ikatan emosional dan yakin terhadap perusahaan. Variabel kinerja diukur melalui indikator kemampuan, kesunguhan bekerja, inisiatif, prosedur dan jadwal serta kepedulian terhadap perusahaan. 2.3
Hipotesis Penelitian
2.3.1 Pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan Penelitian Shelley et al. (2012) menyimpulkan bahwa kepeimpinan transformasional merupakan salah satu faktor yang meningkatkan kinerja karyawan. Bila ada kebijakan yang dilakukan meningkatkan kepemimpinan akan memberi pengaruh positif terhadap kinerja pegawai (Jauliman, 2004). kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan (Slamet, 2011). Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dirumuskan hipotesis kedua sebagai berikut. H1 : Kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. 2.3.2 Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan Mela (2013) menyatakan kepuasan kerja mempengaruhi kondisi dari karyawan yang berdampak terhadap kinerja karyawan. Kepuasan kerja yang tinggi
14
merupakan kunci pendorong prestasi kerja yang mempengaruhi kinerja karyawan (Zainul et al., 2009). Mustafa (2012) dalam penelitiannya mengemukakan kepuasan kerja memiliki pengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dirumuskan hipotesis ketiga sebagai berikut. H2 : Kepuasan kerja berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja karyawan. 2.3.3 Pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan Komitmen organisasi merupakan dasar untuk mencapai tujuan perusahaan (A.Zafer, 2012). Cevat et al. (2012) mengatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Hal ini juga dikatakan oleh Mela (2013) komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dirumuskan hipotesis keempat sebagai berikut. H3 : Komitmen organisasi berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja karyawan.
15