BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1
Wirausaha dan kewirausahaan Istilah wirausaha berasal dari kata “wira” artinya utama, gagah, luhur,
berani, teladan dan pejuang. Sedangkan “usaha” berarti penciptaan kegiatan, dan atau berbagai aktivitas bisnis. Istilah wiraswasta sering dipakai tumpang tindih dengan istilah wirausaha. Wirausaha atau wiraswasta adalah orang-orang yang memiliki sifat kewiraswastaan atau kewirausahaan dan umumnya memiliki keberanian dalam mengambil risiko terutama dalam menangani usaha atau perusahaannya dengan berpijak pada kemampuan dan atau kemauan sendiri (Saiman, 2014:43). Wirausaha dalam arti luas dimaksudkan keberanian dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri (Fuadi et al., 2009). Menurut Zimmerer et al. (2008:4), seorang wirausahawan (entrepreneur) adalah seseorang yang menciptakan bisnis baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan sumber-sumber daya yang diperlukan sehingga sumber-sumber daya itu bisa dikapitalisasikan.
14
Tidak ada definisi yang diterima secara universal mengenai kewirausahaan karena adanya perbedaan beberapa definisi antara satu ahli dengan ahli lainnya, namun setiap definisi memiliki benang merah yang sama. Ada kesepakatan bahwa kewirausahaan
merupakan
melibatkan
proses
kebutuhan,
memanfaatkan
kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dan membangun suatu perusahaan di sekitarnya (Hattab, 2014). Istilah kewirausahaan berasal dari terjemahan enterpreneurship yang dapat diartikan sebagai the backbone of economy yang artinya syaraf pusat perekonomian, atau sebagai tailbone of economy yang artinya pengendali perekonomian suatu bangsa (Loso, 2008). Menurut Kasmir (2011:21), kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha memerlukan adanya kreativitas dan inovasi yang terus-menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, atau kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, tekonologi dan produksi baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar (Saada dan Wismandanikung, 2012). Sedangkan, menurut Suryana (2009:2), kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengelolaan sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda, seperti pengembangan teknologi, penemuan pengetahuan ilmiah, perbaikan produk barang dan jasa yang ada, dan menemukan cara-cara baru untuk mendapatkan produk yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih efisien.
15
2.1.2
Pendidikan kewirausahaan Pendidikan
kewirausahaan
merupakan
suatu
disiplin
ilmu
yang
mempelajari nilai, kemampuan dan perilaku dalam menghadapi berbagai tantangan hidup (Nursito dan Nugroho, 2013). Salah satu instrumen kunci meningkatkan sikap kewirausahaan dan potensi munculnya pengusaha baru adalah pendidikan kewirausahaan (Linen et al., 2010). Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman, dan keterampilan sebagai wirausahawan (Aritonang, 2013). Pendidikan kewirausahaan dapat membentuk pola pikir, sikap, dan perilaku pada mahasiswa menjadi seorang wirausahawan (entrepreneur) sejati sehingga mengarahkan mereka untuk memilih berwirausaha sebagai pilihan karir (Lestari dan Wijaya, 2012). Menurut Zwan et al. (2013), pentingnya pendidikan kewirausahaan memiliki beberapa manfaat. Pertama, pendidikan mungkin ditargetkan untuk mengembangkan keterampilan kewirausahaan terkait seperti negosiasi atau keterampilan komunikasi. Kedua, pendidikan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, misalnya tentang pengusaha, tentang peran mereka dalam masyarakat, tentang ekonomi atau keuangan secara umum. Ketiga, hasil belajar mengacu pada pengembangan sikap kewirausahaan seperti perilaku pengambilan risiko, berpikir kreatif dan kritis, dan rasa percaya diri. Keempat, belajar tentang kewirausahaan selama pendidikan dapat menyebabkan pengurangan hambatan yang dirasakan untuk kewirausahaan, misalnya seseorang mungkin menjadi
16
sangat menyadari administrasi tertentu prosedur yang harus diikuti untuk mendirikan sebuah bisnis dan bagaimana prosedur tersebut dapat ditangani. Pendidikan kewirausahaan merupakan tujuan dari pengajaran dalam pendidikan dan materi kewirausahaan yang diberikan dalam perkuliahan kewirausahaan (Wardoyo, 2012). Pendidikan merupakan salah satu faktor fundamental
sikap
mahasiswa
terhadap
kewirausahaan
dan
pendidikan
kewirausahaan yang berkualitas mengarah ke tingkat yang lebih tinggi pada niat berwirausaha (Samydevan et al., 2015). Pendidikan kewirausahaan berusaha membentuk dan memelihara perekonomian dengan berbagai tujuan terutama dalam hal mengurangi pengangguran (Babatunde dan Durowaiye, 2014). Dapat dinyatakan bahwa meskipun dalam praktiknya sebagian besar individu memulai dan mengembangkan bisnis pribadi tanpa pendidikan yang tepat, mereka mencari bentuk belajar khusus (berbagai jenis pelatihan dan seminar) untuk memperoleh atau meningkatkan pengetahuan bisnis yang dapat membantu untuk menemukan solusi bisnis yang lebih efisien, mendapatkan kepercayaan atas kemampuannya dan pengambilan keputusan sehingga faktor utama niat berwirausaha dapat dilakukan selama proses belajar (Arminda et al., 2013). 2.1.3
Efikasi diri Menurut Nursito dan Nugroho (2013), efikasi diri adalah penilaian diri
terhadap kemampuan diri untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang ditetapkan. Efikasi diri adalah keyakinan diri seseorang pada kemampuannya untuk mencapai tujuan tertentu (Wulandari,
17
2013). Menurut teori kognitif sosial, salah satu faktor kognitif yang memengaruhi fungsi manusia, yang paling penting adalah keyakinan efikasi diri untuk mengatur dan melaksanakan tindakan tertentu (Herath dan Mahmood, 2013). Self Efficacy Theory (Bandura, 1977) menjelaskan efikasi diri adalah keyakinan bahwa seseorang dapat berhasil menjalankan perilaku yang diinginkan dengan mengerahkan kemampuan motivasional, kognitif dan tindakan yang diperlukan untuk mendapatkan suatu hasil. Efikasi diri kewirausahaan dapat terdiri dari inisiasi atau pengenalan usaha dan pengembangan usaha baru (Oyeku et al., 2014). Menurut Campo (2011), mendefinisikan efikasi diri kewirausahaan sebagai sejauh mana seseorang percaya bahwa ia mampu berhasil memulai usaha bisnis baru berdasarkan pada penilaian orang tentang kemampuannya dalam melakukan aktivitas tertentu. Seorang wirausaha yang mempunyai efikasi diri positif akan berkreasi membuka sebuah usaha baru akan memberikan inisiatif dan ketekunan untuk meningkatkan usaha dan kinerja (Ferridiyanto, 2012). Menurut Sánchez (2011), efikasi diri adalah penentu penting perilaku kewirausahaan yang sukses. Lebih penting lagi, efikasi diri memiliki peran berpartisipasi dalam kegiatan belajar dan perkembangan seperti pendidikan kewirausahaan serta program pelatihan kewirausahaan (Bagheri et al., 2013). Efikasi diri kewirausahaan memiliki pengaruh atas kemampuan belajar, motivasi dan kinerja, karena akan sering mencoba untuk belajar serta melakukan tugastugas yang mereka percaya bahwa mereka akan sukses (Samydevan et al., 2015).
18
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mateja et al. (2010), efikasi diri memiliki tiga dimensi. Yang pertama, meliputi aspek tertentu dari efikasi diri kewirausahaan yang diterapkan, apakah akan memulai suatu usaha atau mengembangkan bisnis. Kedua, dimensi mengacu pada isi keyakinan efikasi diri (perilaku atau keyakinan hasil tujuan). Ketiga, sumber ke reaksi keyakinan efikasi diri kewirausahaan (keyakinan kontrol positif atau negatif). 2.1.4
Niat berwirausaha Berdasarkan Theory of Planned Behavior (Ajzen, 1991) merupakan faktor
utama menentukan minat individu dan melakukan suatu perilaku sehingga menimbulkan niat berwirausaha. Niat ditentukan oleh 3 faktor, yaitu (1)dimana seorang individu merasa baik atau kurang baik (attitudes); (2)pengaruh lingkungan sosial yang memengaruhi individu untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku (subjective norms); dan (4)perasaan mudah atau sulit dalam melakukan suatu perilaku (perceived behavioral control). Konsep perceived behavioral control berkaitan dengan efikasi diri. Penggunaan teori perilaku tidak dapat dipisahkan dari aspek motivasi berwirausaha atau entrepreneurial intention, artinya kewirausahaan dapat dipelajari dan dikuasai, kewirausahaan dapat menjadi pilihan kerja maupun pilihan karir bagi lulusan perguruan tinggi, apabila memang dalam diri mahasiswa ada niat serta motivasi untuk menjadi seorang entrepreneur (Sarwoko, 2011). Niat berpusat pada rencana tindakan dan keyakinan bahwa seseorang akan melakukan perilaku tertentu, sehingga dapat dikatakan niat mendahului tindakan
19
(Owoseni, 2014). Niat atau intensi merupakan sebuah istilah yang terkait dengan tindakan dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah tindakan, menunjukan pada keadaan pikiran seseorang yang diarahkan untuk melakukan suatu tindakan, yang senyatanya dapat atau tidak dapat dilakukan dan diarahkan pada tindakan sekarang atau pada tindakan yang akan datang (Wijaya, 2007). Niat berwirausaha muncul karena didahului oleh suatu pengetahuan dan informasi mengenai wirausaha, kemudian dilanjutkan pada suatu kegiatan partisipasi untuk memperoleh pengalaman, melakukan
dimana
akhirnya
muncul
keinginan
untuk
kegiatan berwirausaha (Utomo et al., 2014). Keputusan untuk
menampilkan tingkah laku ini merupakan hasil dari proses rasional diarahkan pada suatu tujuan tertentu dan mengikuti urutan-urutan berpikir, pilihan tingkah laku dievaluasi dan dibuat sebuah keputusan apakah akan bertindak atau tidak (Pusrikasari, 2010). Menurut Nursito dan Nugroho (2013), niat berwirausaha adalah keadaan berpikir yang secara langsung dan mengarahkan perilaku individu ke arah pengembangan dan implementasi konsep bisnis yang baru. Niat merupakan faktor motivasional yang memengaruhi tingkah laku, dipandang sebagai ubahan yang paling dekat dari individu untuk melakukan perilaku, dengan demikian niat dapat dipandang sebagai hal khusus dari keyakinan yang obyeknya selalu individu dan atribusinya selalu perilaku (Sumarsono, 2013). Niat berwirausaha dapat dikatakan sebagai keinginan dan harapan memengaruhi pilihan mereka mengenai kewirausahaan (Peng et al., 2012).
20
2.2 Hipotesis 2.2.1
Pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap niat berwirausaha Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zwan et al. (2013), memberikan
implikasi yang relevan ketika tampak bahwa pendidikan kewirausahaan berhubungan positif dengan niat berwirausaha, terutama ketika hubungan ini berjalan sesuai persepsi menguntungkan terhadap kewirausahaan. Serupa dengan penelitian tersebut yang dilakukan oleh Kuttim et al. (2014) juga menujukkan hal yang sama adanya pengaruh positif pendidikan kewirausahaan terhadap niat berwirausaha. Dalam penelitian yang dilakukan Hussain et al. (2015), pendidikan kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap niat berwirausaha pada siswa di Pakistan. Berdasarkan teori dan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H1: Pendidikan kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat berwirausaha pada mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
2.2.2 Pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap efikasi diri Pendidikan kewirausahaan sangat penting adanya pengaruh dalam meningkatkan efikasi diri kewirausahaan (Malebana dan Swanepoel, 2014). Dalam penelitian Utomo et al. (2014), pendidikan kewirausahaan berpengaruh positif terhadap efikasi diri. Penelitian yang dilakukan Patrikha (2012) menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan dalam keluarga dan disekolah
21
berpengaruh siginifikan terhadap efikasi diri mahasiswa. Di dukung oleh penelitian yang dilakukan Oyugi (2011), menemukan bahwa pendidikan kewirausahaan berpengaruh secara signifikan terhadap efikasi diri. Berdasarkan teori dan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H2: Pendidikan kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap efikasi diri pada mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
2.2.3
Pengaruh efikasi diri terhadap niat berwirausaha Hasil penelitian yang dilakukan Peng et al. (2012), memberikan hasil
bahwa efikasi diri berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat berwirausaha. Dalam penelitian yang dilakukan Samydevan (2015), efikasi diri berhubungan positif terhadap niat berwirausaha. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Sarwoko (2011), menemukan bahwa efikasi diri berpengaruh secara positif terhadap niat berwirausaha, semakin tinggi rasa percaya diri dan kematangan mental, maka semakin tinggi pula niat berwirausaha. Penelitian yang dilakukan Patrikha (2012), menunjukkan bahwa efikasi diri berpengaruh siginifikan terhadap niat berwirausaha mahasiswa. Dengan hasil yang sama pada penelitian Malebana dan Swanepoel (2014), juga menemukan adanya hubungan yang signifikan pengaruh efikasi diri terhadap niat berwirausaha. Dalam penelitian Mei et al. (2011), efikasi diri kewirausahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat berwirausaha. Penelitian yang dilakukan oleh Owoseni (2014) juga
22
menunjukkan hal yang sama adanya efikasi diri berpengaruh secara signifikan terhadap niat berwirausaha. Berdasarkan teori dan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H3: Efikasi diri berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat berwirausaha pada mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
2.2.4 Peran efikasi diri dalam memediasi kewirausahaan terhadap niat berwirausaha
pengaruh
pendidikan
Kekurangan dalam desain kurikulum pendidikan kewirausahaan yang tidak menangani topik yang diperlukan untuk melengkapi individu dengan keterampilan, maka yang diperlukan penting adanya efikasi diri, efikasi diri dapat terbukti sebagai variabel intervening (Hattab, 2014). Efikasi diri terbukti signifikan menjadi penentu niat seseorang. Melekat dalam definisi ini adalah gagasan bahwa efikasi diri sebagai proses kognitif sosial memediasi hubungan antara pendidikan kewirausahaan terhadap niat berwirausaha. Dalam hal ini efikasi diri memiliki peran mediasi terhadap hubungan antara pendidikan kewirausahaan terhadap niat berwirausaha (Flavius, 2010). Di dukung oleh penelitian yang dilakukan Utomo et al. (2014), adanya pengaruh pendidikan kewirausahaan dalam keluarga dan di sekolah terhadap niat berwirausaha melalui efikasi diri memediasi secara signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Oyugi (2011) mendapatkan hasil bahwa efikasi diri memediasi secara parsial pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap niat berwirausaha pada mahasiswa di Universitas Uganda.
23
Berdasarkan teori dan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H4: Efikasi diri memediasi secara signifikan pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap niat berwirausaha pada mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
24