BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Teori Sinyal (Signalling Theory) Teori sinyal berakar pada teori akuntansi pragmatik yang memusatkan perhatian pada pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku pemakai informasi. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan dengan kinerja yang tinggi menggunakan informasi keuangan untuk mengirim sinyal kepada pasar (Spence, 1973 dalam Soraya, 2013). Menurut Jogiyanto (2000: 392), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima
informasi
tersebut,
pelaku
pasar
terlebih
dahulu
menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi investor, maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham (Nurlina, 2011)
14
Kurangnya
informasi
yang
diterima
pemegang
saham
dapat
menyebabkan pemegang saham memberikan harga yang rendah terhadap perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan cara mengurangi informasi asimetri (Wolk et.al., 2000 dalam Rahayu, 2010). Salah satu solusi guna meminimalkan adanya informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal kepada pemegang saham berupa laporan keuangan yang dapat dipercaya sehingga akan mengurangi ketidakpastian prospek perusahaan yang akan datang, oleh sebab itu perusahaan sebaiknya melaporkan nilai dari asset tidak berwujud yang sebenarnya dalam laporan keuangan.
2.1.2 Perekonomian Berbasis Pengetahuan (The Knowledge-Based Economy) Menurut OECD (2001), perekonomian berbasis pengetahuan merupakan konsep yang menekankan pentingnya peran ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi, baik secara makro (negara) maupun mikro (perusahaan). Oleh karena itu, dalam dimensi mikro, kemakmuran perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri.
Wijaya (2012) menambahkan bahwa dalam sistem manajemen yang berbasis pengetahuan ini, maka modal konvensional seperti sumber daya keuangan dan aset fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi. Dengan menggunakan
15
ilmu pengetahuan dan teknologi maka akan dapat diperoleh bagaimana cara menggunakan sumber daya lainnya secara efisien dan ekonomis, yang nantinya dapat memberikan keunggulan bersaing. Karakteristik utama dari ekonomi berbasis pengetahuan menurut Andriessen (2004) dalam Volkov and Tatiana Garanina (2007) adalah sebagai berikut: 1) Pengetahuan menggantikan tenaga kerja dan modal sebagai sumber daya yang mendasar dalam produksi dan aset tidak berwujud berperan penting dalam penciptaan nilai tambah perusahaan; 2) Kandungan ilmu pengetahuan dalam barang dan jasa menjadi berkembang pesat; 3) Konsep kepemilikan sumber daya telah berubah dimana pengetahuan menjadi hal terpenting yang dimiliki karyawan; 4) Organisasi telah berubah dan pengelolaan sumber daya tidak berwujud berbeda dengan pengelolaan sumber daya yang berwujud atau sumber daya keuangan.
2.1.3 Aset Tidak Berwujud Aset tidak berwujud merupakan non-monetary asset yang tidak memiliki eksistensi fisik yang terdapat dalam neraca perusahaan yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa (Lisvery dan Ginting, 2004).
16
Aset tidak berwujud memiliki dua karakteristik utama menurut Kieso, dkk. (2007:118), yaitu : 1) Kurang memiliki eksistensi fisik. Tidak seperti aset berwujud seperti properti, pabrik dan peralatan, aset tidak berwujud memperoleh nilai hak dan keistimewaan atau privilege yang diberikan kepada perusahaan yang menggunakannya. 2) Bukan merupakan instrumen keuangan. Aset seperti deposito bank, piutang usaha, dan investasi jangka pendek dalam obligasi serta saham tidak memilliki substansi fisik, tetapi tidak diklasifikasikan sebagai aset tidak
berwujud.
Aset
ini
merupakan
instrumen
keuangan
dan
menghasilkan nilainya dari hak (klaim) untuk menerima kas atau ekuivalen kas di masa depan. FASB dalam SFAC 6 tentang Element of Financial Statement, mendefinisikan aset sebagai kemungkinan manfaat ekonomis dimasa mendatang yang diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu sebagai hasil dari transaksi atau peristiwa masa lalu. Definisi ini berlaku bagi aset berwujud dan aset tidak berwujud. Aset berwujud adalah aset yang memiliki bentuk fisik, sementara aset tidak berwujud adalah aset yang tidak memiliki wujud fisik. Aset tidak berwujud umumnya dikarakteristikan oleh hak atau keuntungan yang serupa. Menurut Lev (2001:5) aset tidak berwujud merupakan klaim keuntungan di masa depan yang tidak memiliki wujud fisik, contohnya adalah
17
paten dan merek, yang akan berdampak pada penciptaan nilai perusahaan. Definisi tersebut didukung oleh Miller dan Whiting (2005) yang menyatakan bahwa aset tidak berwujud merupakan sumber daya penting dan memiliki manfaat di masa depan bagi perusahaan. Menurut PSAK No. 19 Revisi 2009, aset tidak berwujud adalah aset non moneter yang dapat diidentifikasi tanpa wujud fisik. Dalam PSAK No. 19 Revisi 2009 paragraf 9 dijelaskan bahwa entitas sering kali mengeluarkan sumber daya maupun menciptakan liabilitas dalam perolehan, pengembangan, pemeliharaan atau peningkatan sumber daya tidak berwujud, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang (termasuk merek produk dan judul publisitas). Contoh umum lainnya: piranti lunak komputer, paten, hak cipta, film, daftar pelanggan, hak pelayanan jaminan, hak memancing, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan, kesetiaan pelanggan, pangsa pasar dan hak pemasaran. Aset tidak berwujud dalam penelitian ini merujuk pada aset tidak berwujud sebagai unexplained atau hidden value yang berdasar pada perbedaan antara nilai pasar perusahaan dan nilai buku akuntansi, seperti yang dilakukan oleh Whiting dan Miller (2008), Salamudin et al. (2010) dan Soraya (2013). Brenan dan Cornell (2000) dalam Soraya (2013) menyatakan bahwa adanya gap yang signifikan antara nilai pasar dan nilai buku yang
18
diungkapkan disebabkan perusahaan gagal melaporkan hidden value dalam laporan tahunannya.
2.1.4 Biaya Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) Penelitian dan pengembangan (research and development) adalah kegiatan penelitian dan pengembangan yang memiliki kepentingan komersial dalam kaitannya dengan penelitian ilmiah murni dan pengembangan aplikatif di bidang teknologi. Biaya penelitian dan pengembangan merupakan indikator kemajuan suatu perusahaan dan memiliki peran penting bagi perusahaan. Aktivitas penelitian dan pengembangan biasanya dilakukan oleh suatu unit khusus yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Dalam konteks bisnis, istilah penelitian dan pengembangan biasanya merujuk pada aktivitas yang berorientasi pada masa yang akan datang dan untuk jangka panjang baik dalam bidang ilmu maupun dalam bidang teknologi (Hall, 1993). Dalam PSAK No. 19 Revisi 2009, dijelaskan bahwa entitas menggolongkan proses dihasilkannya aset tidak berwujud menjadi dua tahap, yaitu tahap penelitan atau tahap riset dan tahap pengembangan. Walaupun istilah “penelitian” dan “pengembangan” sudah ada definisinya, istilah “tahap penelitian” dan “tahap pengembangan” dalam Pernyataan ini memiliki makna yang lebih luas. Pada tahap penelitian sebuah proyek internal, entitas tidak dapat menunjukkan telah adanya suatu aset tidak berwujud yang akan dapat
19
menghasilkan manfaat ekonomis masa depan. Dengan demikian, pengeluaran untuk penelitian selalu diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Contoh– contoh kegiatan penelitian adalah: 1) kegiatan yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan baru; 2) pencarian (evaluasi dan seleksi final) untuk penerapan atas penemuan penelitian atau pengetahuan lainnya; 3) pencarian alternatif bahan baku, peralatan, produk, proses, sistem atau jasa; dan 4) perumusan, desain, evaluasi, dan seleksi final berbagai kemungkinan alternatif bahan baku, peralatan, produk, proses, sistem atau jasa yang baru atau ditingkatkan. Dalam tahap pengembangan suatu proyek, kadang-kadang entitas dapat mengidentifikasi aset tidak berwujud dan menunjukkan bahwa aset tersebut akan menghasilkan kemungkinan besar manfaat ekonomis masa depan. Hal itu dimungkinkan karena tahap pengembangan suatu proyek lebih maju jika dibandingkan dengan tahap penelitian. Contoh–contoh kegiatan pengembangan adalah: 1) desain, konstruksi, serta pengujian prototipe dan model sebelum produksi atau sebelum digunakan; 2) desain, peralatan, cetakan, dan pewarnaan yang melibatkan teknologi baru;
20
3) desain, konstruksi, dan operasi, pabrik percontohan, yang skalanya tidak ekonomis, untuk produksi komersial; dan 4) desain, konstruksi, dan pengujian alternatif bahan baku, peralatan, produk, proses, sistem, atau jasa, yang baru atau yang diperbaiki. Penelitian
dan
pengembangan
memberi
kesempatan
kepada
perusahaan untuk mengembangkan produk dan proses produksi yang lebih baik serta inovasi penjualan yang efektif (Padgett dan Galan, 2010). Dengan demikian, penelitian dan pengembangan dapat menciptakan peningkatan nilai perusahaan melalui prospek perusahaan yang lebih baik dimasa mendatang. Dalam Kieso et al., 2007:136 disebutkan bahwa biaya penelitian dan pengembangan bukan merupakan aset tidak berwujud, namun aktivitas penelitian dan pengembangan sering kali menghasilkan pengembangan sesuatu yang dipatenkan atau diberi hak cipta (seperti produk baru, proses, resep, komposisi atau hasil sastra).
2.1.5 Nilai Pasar Perusahaan Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore, 2005 dalam Hariani, 2012). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu
21
perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Syed Najibullah (2005) dalam Pramelasari (2010) menjelaskan bahwa nilai Pasar merupakan persepsi pasar yang berasal dari investor, kreditur dan stakeholder lain terhadap kondisi perusahaan dan biasanya tercermin pada nilai pasar saham perusahaan. Nilai pasar adalah keseluruhan nilai saham yang dimiliki oleh perusahaan. Dengan kata lain, nilai pasar adalah jumlah yang harus dibayar untuk membeli perusahaan secara keseluruhan. Hal ini didukung oleh pernyataan Sujoko dan Soebiantoro (2007) bahwa nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Nilai perusahaan dapat diukur melalui current market value, dimana current market value merupakan jumlah saham beredar dikali harga penutupan pada akhir tahun. Nilai tersebut merupakan salah satu indikator untuk menilai kinerja keuangan perusahaan (Investor Glossary, 2004 dalam Soraya 2013)
2.1.6 Kinerja Keuangan Perusahaan Sucipto (2003) mendefinisikan kinerja keuangan sebagai penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi
22
atau perusahaan dalam menghasilkan laba. Sedangkan menurut IAI (2007) Kinerja Keuangan adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumberdaya yang dimilikinya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan merupakan usaha formal yang telah dilakukan oleh perusahaan yang dapat mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba, sehingga dapat melihat prospek, pertumbuhan, dan potensi perkembangan baik perusahaan dengan mengandalkan sumber daya yang ada. Kinerja keuangan perusahaan dapat dinilai dari rasio profitabilitas, tingkat pengebalian investasi (ROI), inovasi dan tingkat pengembalian assets (ROA/ROE) (Denison, et al. dalam Suhartati 2005, dalam Utami 2013). Profitabilitas
digunakan
untuk
mengetahui
kemampuan
perusahaan
menghasilkan laba dan juga untuk mengetahui seberapa jauh aset perusahaan dikelola secara efektif. Persepsi manajer atas profitabilitas perusahaan menjadi salah satu tolok ukur kinerja keuangan perusahan yang baik (Dawes dalam Suhartati 2012, dalam Utami 2013). Dalam penelitian ini, rasio yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan adalah Return On Assets (ROA). Menurut Hanafi dan Halim (2003:27), Return on Assets (ROA) merupakan rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba pada tingkat
23
pendapatan, aset dan modal saham tertentu. Dengan mengetahui ROA, kita dapat menilai apakah perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan.
2.2. Hipotesis Penelitian 2.2.1 Nilai Aset Tidak Berwujud Terhadap Nilai Pasar Perusahaan Nilai aset tidak berwujud semakin diperhitungkan, salah satu bukti sangat diperhatikannya aset tidak berwujud menurut penelitian Harrison dan Sullivan (2000) mengemukakan bahwa perkembangan nilai aset tidak berwujud di Amerika memiliki tren yang positif. Manfaat yang diperoleh perusahaan dari meningkatnya kompetensi karyawan dan adanya inovasi adalah meningkatnya competitive advantage. Akibatnya, semakin tinggi nilai aset tidak berwujud, maka semakin tinggi pula nilai pasar perusahaan (Low, 2000). Di Indonesia, penelitian tentang aset tidak berwujud telah dilakukan oleh Setijawan (2011) yang menyatakan bahwa nilai aset tidak berwujud selain goodwill, berpengaruh terhadap nilai perusahaan dan menjadi perhatian penting bagi para investor. Hal ini kemudian didukung oleh hasil penelitian Soraya (2013) yang menyatakan bahwa nilai aset tidak berwujud berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai pasar perusahaan. Dengan demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
24
H1: Nilai aset tidak berwujud berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan.
2.2.2 Biaya Penelitian dan Pengembangan Terhadap Nilai Pasar Perusahaan Penelitian dan pengembangan memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk mengembangkan produk dan proses produksi yang lebih baik serta inovasi penjualan yang lebih efektif (Padgett dan Galan, 2010), sehingga hal tersebut akan dapat meningkatkan penilaian investor terhadap perusahaan. Hasil penelitian Gleason K. dan Klock (2003) pada industri parmasi dan kimia di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa intensitas penelitian dan pengembangan berperan penting dalam penilaian perusahaan. Di Taiwan, penelitian yang dilakukan oleh Lu et al. (2010) menyatakan bahwa intensitas penelitian dan pengembangan merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2013) menyatakan bahwa intensitas penelitian dan pengembangan
berpengaruh segnifikan terhadap
nilai pasar perusahaan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Soraya (2013) dimana nilai aset tidak berwujud berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai pasar perusahaan. Dengan demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : H2: Biaya penelitian dan pengembangan berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan.
25
2.2.3 Nilai Aset Tidak Berwujud Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Penggunaan dan pemanfaatan modal intelektual yang berbeda menyebabkan perbedaan kinerja keuangan perusahaan dan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai perusahaan (Pramelasari, 2010). Selanjutnya, Husnah et al. (2013) menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan akan tercapai secara optimal apabila terjadi peningkatan dalam penggunaan aset tidak berwujud. Mehri et al. (2013) menyatakan bahwa modal intelektual (VAIC) memiliki hubungan positif dengan kinerja keuangan perusahaan, dimana dalam penelitian tersebut kinerja keuangan diukur dengan rasio keuangan ROA, ROE dan ATO. Dengan demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : H3: Nilai aset tidak berwujud berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan
2.2.4 Biaya Penelitian dan Pengembangan Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Penelitian
dan
pengembangan
memberi
kesempatan
kepada
perusahaan untuk mengembangkan produk dan proses produksi yang lebih baik serta inovasi penjualan yang efektif (Padgett dan Galan, 2010). Dengan demikian penelitian dan pengembangan dapat menciptakan peningkatan nilai perusahaan melalui prospek perusahaan yang lebih baik dimasa mendatang. Selanjutnya, Ghamari, et al. (2012) menegaskan bahwa penelitian dan
26
pengembangan merupakan kunci sukses dari perusahaan. Chen et al. (2005) menyatakan bahwa penelitian dan pengembangan berpengauh positif terhadap profitabilitas dan pertumbuhan pendapatan perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian Pramelasari, 2010 menunjukkan bahwa research and development expenditure (RD) hanya berpengaruh terhadap ROA dan tidak berpengaruh terhadap ROE dn EP. Dengan demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : H4: Biaya penelitian dan pengembangan berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan
2.3. Kerangka Konseptual Penelitian Berdasarkan rumusan hipotesis penelitian tersebut, diperoleh bentuk kerangka penelitian seperti pada gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Nilai Aset Tidak Berwujud (INTAV)
H1(+)
Nilai Pasar perusahan
(+)
H3
Biaya Penelitian dan Pengembangan (RnD)
H2(+)
Kinerja Keuangan H4(+)
BAB III Sumber: Teori dan Penelitian Sebelumnya
27
Perusahaan