BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori
1.1.1 Teori U Terbalik (Inverted U Theory) Teori kurva U terbalik adalah model yang paling banyak digunakan untuk menjelaskan hubungan antara tekanan dan kinerja. Menurut Robbins (2006), logika yang mendasari teori U terbalik adalah bahwa stres pada tingkat rendah sampai sedang merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuan bereaksi. Tetapi sebaliknya, apabila tingkat stres dianggap berlebihan maka akan menempatkan tuntutan yang tidak dapat dicapai, yang mengakibatkan kinerja menurun. Auditor yang berada dalam posisi mengalami tekanan yang berhubungan dengan waktu sering kali dalam tingkat tertentu justru akan memberikan dorongan motivasi, tetapi pada tingkat yang melebihi batas tekanan waktu justru akan menyebabkan tingginya tingkat stres sehingga dapat mengganggu kualitas audit yang dihasilkan. Menurut Otley dan Pierce (dikutip oleh Marfuah, 2011), model teori U terbalik banyak mendapat kritik dari para peneliti karena tidak ditemukan bukti hubungan kurva U terbalik, sedangkan Pierce dan Sweeney (2004) menyebutkan bahwa
dengan
hasil penelitian yang dilakukan menemukan adanya
hubungan yang linier antara anggaran tekanan waktu dan perilaku disfungsional.
10
Robbins
(2006)
juga
menyebutkan
bahwa model ini tidak
mendapatkan banyak dukungan secara empiris. Tetapi, teori U terbalik dinyatakan sesuai dengan kondisi ketika auditor berada dalam suatu tekanan anggaran waktu. Hal ini relevan dengan tekanan anggaran waktu sangat
besar
akan
menyebabkan
tingkat
stres
yang
tinggi yang
berpengaruh terhadap karakteristik personal auditor sehingga melakukan perilaku disfungsional audit. Sebaliknya jika tekanan anggaran waktu yang rendah berpengaruh terhadap penurunan kemungkinan terjadinya perilaku disfungsional audit.
1.1.2 Karakteristik Personal Auditor Personal auditor adalah sekumpulan karateristik dan pandangan seseorang yang menetukan cara hidup dan perbedaan diantara orang lain. Karateristik personal auditor adalah ciri atau watak seorang auditor dengan sifat
yang
dirinya
dimiliki dan dipengaruhi keadaan lingkungannya maupun
sendiri
untuk
melakukan
kegiatan
audit
(Septiani,
2009).
Karakteristik personal mengacu pada bagian karakteristik psikologi dalam diri seseorang yang menentukan dan mencerminkan bagaimana orang tersebut
merespon
lingkungannya
(Ikhsan,2007).
Sedangkan
menurut
Robbin (2006) karakteristik personal adalah nilai yang bersifat luas dengan mencakup serangkaian luas permasalahan, tahap perkembangan moral secara khusus merupakan ukuran kemandirian terhadap pengaruh dari luar. Menurut Ikhsan (2007) penentu kepribadian disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya: 1) Keturunan, Pendekatan keturunan
11
berargumentasi bahwa penjelasan paling akhir dari kepribadian seorang individu adalah struktur molekul dari gen yang terletak dalam kromosom. 2)
Lingkungan,
di
antara
faktor-faktor
yang
menekankan
pada
pembentukan kepribadian adalah budaya di mana seseorang dibesarkan, pengkondisian dini, norma-norma di antara keluarga, teman-teman dan kelompok-kelompok sosial, serta pengaruh lain yang dialami. 3) Situasi, faktor ini mempengaruhi dampak keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian.
Tuntutan
yang
berbeda
dari
situasi
yang
berlainan
memunculkan aspek-aspek yang berlainan dari kepribadian seseorang.
1.
Locus of Control Locus of control memainkan peranan penting dalam kinerja dalam
akuntansi seperti pada anggaran partisipatif (Brownel, 1982; Frucot dan Shearon,1991). Locus of control juga mempengaruhi dysfunctional audit behavior, job satisfaction, komitmen organisasi dan turnover intentions (Reed et al., 1994; Donnelly et al., 2000). Locus of
control individual mencerminkan tingkat keyakinan
seseorang tentang sejauhmana perilaku atau tindakan yang mereka perbuat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan yang mereka alami. Lefcourt (1982) menyatakan individu dengan locus of control internal meyakini bahwa keberhasilan atau kesuksesan dalam hidupnya berada dalam kontrol mereka. Sebaliknya, individu dengan locus of control eksternal meyakini bahwa keberhasilan atau kesuksesan dalam hidupnya di luar kontrol mereka. Dengan demikian, cara pandang dan tindakan yang dipilih
12
individu dalam menghadapi suatu kondisi yang identik dapat berbeda bergantung pada locus of control individu yang bersangkutan. Locus of control berperan dalam motivasi, locus of control yang berbeda bisa mencerminkan motivasi yang berbeda dan kinerja yang berbeda. Internal akan cenderung lebih sukses dalam karir mereka daripada eksternal, mereka cenderung mempunyai level kerja yang lebih tinggi, promosi yang lebih cepat, dan mendapatkan uang yang lebih. Sebagai tambahan, internal dilaporkan memiliki kepuasan yang lebih tinggi dengan pekerjaan mereka dan terlihat lebih mampu menahan stress daripada eksternal (Baron dan Greenberg, 1990). Kontrol
eksternal
berhubungan
dengan
faktor-faktor
yang
memfasilitasi yang mana ada di luar individual. “Individu dengan locus of control ekternal percaya bahwa kejadian dalam hidupnya dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan, dan kesempatan serta lebih mempercayai kekuatan di luar dirinya” (Nadirsyah dan Zuhra, 2009:104). Harini et al., (2010:10) berpendapat bahwa “seorang auditor yang memiliki locus of control eksternal lebih dapat terlibat dalam perilaku disfungsional karena perilaku disfungsional disini dipandang sebagai alat atau cara yang digunakan untuk meraih tujuan.” Pendapat ini sejalan dengan hasilpenelitian yang dilakukan oleh Nadirsyah dan Zuhra (2009) yang menyatakan bahwa “individu yang memiliki locus of control eksternal cenderung menerima penyimpangan perilaku dalam audit.”
13
2. Turnover Intention Turnover intention (keinginan berpindah kerja atau berhenti kerja) adalah keinginan individu secara sadar untuk meninggalkan organisasi (Pujaningrum dan Sabeni, 2012). Keinginan berhenti kerja dapat terjadi karena adanya konflik pada organisasi atau profesi. Selain itu “turnover intention juga bias disebabkan oleh adanya ketidakpuasan di tempat kerja atau karena mendapatkan pekerjaan yang lebih baik” (Panggabean, 2002:121).
Keinginan berpindah kerja mengacu pada hasil evaluasi
individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan
dalam
tindakan
pasti
dan
nyata
untuk
meninggalkan
organisasi. “Turnover dapat terjadi secara sukarela (voluntary) dan (involuntary) tidak sukarela” (Fitriyani et al.,, 2010). Pengujian mengenai turnover intentions ini mendapatkan perhatian penting
ketika
penelitian-penelitian
sebelumnya
menyarankan
bahwa
variabel turnover intentions merupakan prediktor signifikan atas turnover aktual (Hom,Katerberg dan Hulin, 1979 dalam Agustini, 2005). Turnover intentions juga dipengaruhi oleh skill dan ability, dimana kurangnya kemampuan seseorang (auditor) bisa mengurangi keinginannya untuk meninggalkan organisasi (Aranya dan Ferris, 1984). Job satisfaction dan performance berhubungan terbalik dengan turnover intention. Berdasarkan penelitian Fitriany dkk. (2010), auditor yang dissatisfied (low satisfaction) dan dianggap memiliki prestasi yang rendah (poor performers) oleh
14
atasannya,
cenderung
memiliki
tingkat
turnover
yang
tinggi,
dan
sebaliknya.
3. Kinerja Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang dicapai oleh seseorang. “Pengertian kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya” (Mangkunegara, 2002:67). Menurut T.B. Sjafri Mangkuprawira (2007), performance adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja menurut Fahmi (2011) adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama satu periode waktu. Faktor yang mendorong kinerja adalah perilaku. Perilaku adalah tentang bagaimana individu bertindak. “Perilaku adalah cara seseorang bertindak atau melakukan sesuatu. Karena dapat menentukan apa yang dikerjakan
dalam
setiap
kinerjanya” (Wibowo,
situasi
2012:87).
maka
individu
Faktor
yang
dapat
menentukan
memengaruhi kinerja
menurut Mangkunegara (2002:68) dikatakan adalah kemampuan (ability) dan motivasi (motivation).
15
Pujaningrum
dan
Sabeni
(2012)
dalam
hasil
penelitiannya
menjelaskan dan memberikan bukti empiris bahwa kinerja memiliki pengaruh
yang
behaviour.
signifikan
terhadap
penerimaan
dysfunctional
audit
Auditor yang mempunyai kinerja yang tinggi cenderung
memiliki penerimaan perilaku disfungsional audit yang rendah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan auditor atas perilaku disfungsional akan lebih tinggi apabila auditor memiliki persepsi kinerja yang rendah atas dirinya. Hal ini terjadi karena seorang auditor yang memiliki persepsi kinerja di bawah standar merasa bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk bertahan dalam organisasi atau tidak mampu untuk mencapai tujuan individual maupun kelompok melalui usaha
sendiri.
disfungsional
Oleh untuk
karena itu, mencapai
ia cenderung melakukan perilaku
tujuannya.
Sedangkan
auditor
yang
memiliki kinerja yang baik cenderung bertahan karena kinerjanya tersebut membantu dalam pencapaian tujuan pribadi maupun organisasi serta cenderung mendapatkan penghargaan (reward) dari organisasi tempat ia berkerja.
1.1.3 Time Budget Pressure Standar pekerjaan lapangan butir pertama mensyaratkan auditor untuk
merencanakan dan mengendalikan pekerjaannya secara efektif
(IAI,2001). Untuk memenuhi standar tersebut, salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan anggaran waktu audit. Time budget pressure (tekanan anggaran waktu) merupakan suatu kondisi di mana auditor
16
dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun dan terdapat pembatasan waktu dalam anggaran yang sangat ketat. Tekanan anggaran waktu sangat diperlukan bagi auditor dalam melaksanakan tugasnya untuk dapat memenuhi permintaan klien secara tepat waktu dan menjadi salah satu kunci keberhasilan karir auditor di masa depan (Outley dan Pierce, 1996). Jika Time budget yang direncanakan oleh auditor semakin singkat dan sulit untuk dicapai maka akan membawa tingkat tekanan yang besar bagi auditor sehingga auditor akan melakukan segala perilaku yang dianggapnya dapat menyelesaikan tugasnya tepat pada waktunya. Perilaku inilah yang dapat mempengaruhi kualitas audit yang dihasilkan (Suprianto, 2009). DeZoort dan Lord dalam (Adek,2012), menyebutkan ketika menghadapi batasan waktu atau time budget pressure, auditor akan memberikan respon dengan dua cara, yaitu; fungsional dan disfungsional. Tipe fungsional adalah perilaku auditor untuk bekerja lebih baik dan menggunakan waktu sebaik-baiknya, hal ini sesuai juga dengan pendapat yang dikemukakan oleh Glover dalam (Adek,2012), yang mengatakan bahwa anggaran waktu atau batasan waktu diidentifikasikan sebagai suatu potensi untuk meningkatkan penilaian audit (audit judgment) dengan mendorong auditor lebih memilih informasi yang relevan dan menghindari penilaian yang tidak relevan. Tekanan anggaran waktu atau time budget pressure yang dirasakan auditor dalam pelaksanaan program audit dapat mempengaruhi perilaku
17
auditor dalam pelaksanaan program audit. Akers dan Eton (2003) mengemukakan jika auditor merasakan terdapat time budget pressure dalam pelaksanaan tugas audit, maka auditor mungkin bertindak dengan salah satu cara berikut: a) Melaksanakan proses audit sebagai mana mestinya
dan
melaporkan
waktu
aktual
yang
digunakan
dalam
pelaksanaan tugas tersebut. Dalam hal ini auditor menanggulangi kendala time budget pressure dengan cara fungsional. b) Melaksanakan prosedur audit sebagaimana mestinya, tetapi memanipulasi catatan waktu dengan tidak melaporkan waktu aktual yang digunakan untuk pelaksanaan tugas audit. Dalam hal ini auditor menanggulangi waktu dengan melakukan perilaku URT. c) Tidak melakukan prosedur audit sebagaimana mestinya, tetapi auditor mengklaim bahwa mereka telah melakukan prosedur audit sebagaimana mestinya. Dalam hal ini auditor menanggulangi keandalan dengan perilaku RKA. Meskipun auditor dapat menanggulangi kendala time budget pressure dengan cara fungsional (misalnya dengan meminta tambahan waktu), bukti empiris dari hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan auditor kadang-kadang merespon kendala time budget pressure dengan melakukan audit disfungsional yaitu melakukan perilaku RKA atau URT (Coram, 2003; Pierce et al, 2004). Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa time budget pressure mengakibatkan auditor cenderung melakukan perilaku bahwa
disfungsional audit. tekanan
anggaran
Penelitian waktu
18
Christina (2003) menemukan
memungkinkan
munculnya
perilaku
disfungsional yang tercermin dari perilaku premature sign-off, underreporting of time, dan audit quality reduction behavior, hasil yang serupa juga dikemukakan oleh Silaban (2009) dan Suprianto (2009) yang menyebutkan bahwa tekanan anggaran waktu yang dirasakan berhubungan positif signifikan dengan perilaku audit disfungsional (RKA dan URT).
1.1.4
Perilaku Disfungsional Audit (Dysfunctional Audit Behavior) Perilaku (behaviour) adalah tindakan (action) atau reaksi dari suatu
objek atau organisma. “Perilaku dapat berupa sadar (conscious) atau tidak sadar (unconscious), terus terang (overt) atau diam-diam (covert), sukarela (voluntary) atau (involuntary) tidak sukarela” (HM, 2007:11). HM (2007:26) menjelaskan lebih jauh bahwa menurut Theory of Reasoned Action
(TRA),
mempunyai
perilaku
minat
atau
(behaviour) keinginan
untuk
dilakukan
karena
melakukannya
individual (behavioral
intention). Menurut Sunyoto (2012:11) “perilaku seseorang dipengaruhi dan dirangsang oleh keinginan, pemenuhan kebutuhan serta tujuan dan kepuasannya. Rangsangan timbul dari dalam dan dari luar. Rangsangan ini menciptakan dorongan pada seseorang untuk melakukan aktivitas.” SAS No 82 dalam Kartika dan Provita, (2007) menyatakan bahwa sikap
auditor
menerima
perilaku
disfungsional merupakan
indikator
perilaku disfungsional aktual. Dysfunctional audit behavior merupakan reaksi terhadap lingkungan (Donnelly et al., 2003). Beberapa perilaku disfungsional yang membahayakan kualitas audit yaitu: Underreporting of time, premature sign-off, altering/ replacement of audit procedure.
19
Underreporting of time menyebabkan keputusan personel yang kurang baik, menutupi revisi anggaran, dan menghasilkan time pressure untuk audit di masa datang yang tidak diketahui. Premature sign-off merupakan suatu
keadaan
yang
menunjukkan
auditor
menghentikan
satu atau
beberapa langkah audit yang diperlukan dalam prosedur audit tanpa menggantikan dengan langkah yang lain (Irawati et al.,, 2005). Graham (1985) menyimpulkan bahwa kegagalan audit sering disebabkan karena penghapusan prosedur audit yang penting dari pada prosedur audit yang tidak dilakukan secara memadai untuk beberapa item. Sedangkan altering/ replacing of audit procedure adalah penggantian prosedur audit yang seharusnya yang telah ditetapkan dalam standar auditing. Paino et al., (2012) dari hasil penelitiannya menyimpulkan “perilaku disfungsional audit merupakan masalah yang diterima berkaitan dengan penurunan kualitas audit.”
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Karakteristik Personal Auditor terhadap Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat perbedaan penerimaan auditor atas penyimpangan perilaku dalam audit, diantaranya adalah karakteristik personal auditor. Karakteristik personal yang mempengaruhi penerimaan penyimpangan perilaku diantaranya yaitu locus of control, turnover intention, dan kinerja (Donnelly et al.,2003; Hidayat Widi, 2012;
20
Irawati , 2005; Nadirsyah dan Zuhra, 2009; Pujaningrum dan Sabeni, 2012). Locus of control internal maupun eksternal memiliki pengaruh terhadap penerimaan penyimpangan perilaku dalam audit, dimana individu yang memiliki internal locus of control berhubungan negatif dengan dysfunctional audit behaviour . Sedangkan seseorang yang cenderung memiliki
locus
of
control
eksternal
berhubungan
positif dengan
dysfunctional audit behaviour. Individu dengan internal locus of control yang kuat cenderung memiliki level kerja yang lebih tinggi dan cenderung lebih
sukses
dibandingkan
dengan
eksternal
(Greenberg
dan
Baron,1993:34). Pujaningrum dan Sabeni (2012) mengatakan bahwa individu akan terdorong oleh kepuasan dari kinerja mereka. Seseorang akan cenderung termotivasi ketika menyadari bahwa hasil kerjanya diterima dengan baik oleh orang lain dan dengan demikian akan mendorong mereka untuk terus berusaha meningkatkan kinerja. Perilaku disfungsional dapat terjadi pada individu dalam situasi dimana seseorang merasa dirinya kurang mampu untuk mencapai tujuan pribadi maupun organisasi dengan kinerja yang dihasilkannya sendiri (Gable dan Dangello, 1994 dalam Donnely et. al., 2003), sehingga hal ini mendorong individu tersebut untuk melakukan penyimpangan perilaku demi mencapai tujuannya. Auditor yang memiliki tingkat turnover yang tinggi cenderung memiliki penerimaan perilaku disfugsional audit yang tinggi pula. Tingkat
21
turnover juga dapat dikaitkan dengan kinerja. Seseorang yang berkinerja baik cenderung bertahan dalam organisasi dibandingkan dengan yang berkinerja kurang memuaskan. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh adanya penghargaan untuk individu yang memiliki kinerja bagus dan tekanan untuk individu dengan kinerja kurang baik atau di bawah standar. Salah satu teori yang direkomendasikan (Siegel dan Marconi,1989 dalam Fatimah, 2012 ) dalam memprediksi sikap dan perilaku adalah Theory of attitude change yang terdiri atas berbagai macam teori yang dinaunginya, contohnya Dissonance Theories dan Functional Theory. Dissonance
theory
menjelaskan
bahwa
ketidaksesuaian
memotivasi
seseorang untuk mengurangi atau mengeliminasi ketidaksesuaian tersebut. Implikasinya ketika seorang auditor memiliki ketidaksesuaian tuntutan terhadap tekanan ataupun keadaan yang berlawanan (banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan padahal terdapat keterbatasan sumber daya yang dimiliki), auditor tersebut akan berupaya mengeliminasi ketidaksesuaian tersebut mungkin dengan membuat prioritas dan menghilangkan sesuatu yang dianggap tidak begitu penting. Sedangkan teori fungsional dari perubahan sikap menyatakan bahwa sikap berlaku untuk memenuhi kebutuhan seseorang. Seorang auditor dapat melakukan tindakan apapun termasuk
perilaku
menyimpang
untuk
memenuhi
kebutuhan
akan
kesesuaian tuntutan yang diperolehnya. Hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Irawati,
dkk
(2005)
melakukan penelitian terhadap auditor di kantor akuntan publik di DKI
22
Jakarta. Penelitian tersebut membuktikan bahwa karakteristik personal auditor berhubungan positif dengan penerimaan dysfunctional audit behavior. Selain Irawati, dkk (2005) penelitian yang dilakukan oleh Harini et al., (2010); Nadirsyah dan Zuhra (2009); Fittriany et al., (2010); Kartika dan Wijayanti (2007); Pujaningrum dan Sabeni (2012); Hidayat Widi (2012); Paino et al., (2011); dan Yuniarti rita (2012) juga memberikan bukti empiris adanya hubungan karakteristik personal auditor terhadap perilaku disfungsional audit.
Dari uraian tersebut dapat dirumuskan
hipotesis : H1 :
Karakteristik
personal
auditor
berpengaruh
positif
terhadap
penerimaan perilaku disfungsional audit.
2.2.2 Pengaruh Time Budget Pressure terhadap Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit Dalam kondisi normal, estimasi penyediaan jumlah waktu yang dialokasikan untuk suatu proses audit harus tersedia karena hal tersebut akan dijadikan dasar untuk estimasi biaya audit, alokasi pekerjaan personal staf dan untuk evaluasi kinerja staf auditor. Keterbatasan dalam waktu yang telah ditetapkan untuk penugasan akan menyebabkan auditor bekerja di bawah tekanan waktu sehingga pekerjaannya akan dilakukan lebih cepat, menyebabkan kemungkinan auditor mengabaikan beberapa proses audit dan hanya menyelesaikan yang penting-penting saja. Tekanan anggaran waktu merupakan gambaran normal dari sistem pengendalian auditor. Tekanan yang dihasilkan oleh anggaran waktu yang sangat ketat
23
secara konsiten berhubungan dengan penyimpangan perilaku (Christina, 2003). Menurut Robbins (2006), logika yang mendasari teori U terbalik adalah bahwa stres pada tingkat rendah sampai sedang merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuan bereaksi. Tetapi sebaliknya, apabila tingkat stres dianggap berlebihan maka akan menempatkan tuntutan yang tidak dapat dicapai, yang mengakibatkan kinerja menurun.Teori U terbalik dinyatakan sesuai dengan kondisi ketika auditor berada dalam suatu tekanan anggaran waktu. Hal ini relevan dengan tekanan anggaran waktu sangat
besar
akan
menyebabkan
tingkat
stres
yang
tinggi yang
berpengaruh terhadap penerimaan prilaku disfungsional audit. Sebaliknya jika tekanan anggaran waktu yang rendah berpengaruh terhadap penurunan kemungkinan terjadinya perilaku disfungsional audit. Menurut Suprianto, 2009 dalam penelitiannya menyatakan ketika time budget pressure meningkat, maka perilaku disfungsional audit juga akan
meningkat.
Misalnya,
tekanan
waktu
yang
berkaitan dengan
tenggang waktu dan hasil anggaran di premature sign-off dari langkahlangkah program audit (Alderman dan Deitrick, 1982) Menurut Svanberg dan Ohman, 2013, penilaian risiko dan ukuran sampel berkurang ketika auditor berada dalam tekanan waktu. Berdasarkan penjabaran penelitianpenelitian terdahulu maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar peningkatan time budget pressure maka akan meningkatkan penerimaan
24
perilaku disfungsional audit. Jadi hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: H2 : Time budget pressure berpengaruh positif terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit.
2.2.3 Time Budget Pressure Memoderasi Pengaruh Karakteristik Personal Auditor terhadap Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit Tekanan anggaran waktu yang dihadapi oleh auditor profesional dalam bidang pengauditan dapat menimbulkan stress yang tinggi dan mempengaruhi sikap, niat, dan perilaku auditor. Para auditor cenderung untuk memilih berusaha keras untuk mencapai anggaran yang ditetapkan daripada memilih profesionalisme kerja ketika dihadapkan pada anggaran yang ketat dan sukar dicapai. Hal tersebut karena pentingnya pencapaian anggaran
oleh
melaksanakan (Christina,
seorang tugasnya
2003).
auditor yang
sebagai
sangat
evaluasi
berpengaruh
kinerja
terhadap
dalam karirnya
Auditor terkadang melakukan eksploitasi beragam
penyimpangan perilaku untuk mencapai anggaran yang telah ditetapkan. Pada kondisi dimana anggaran waktu dirasakan tidak dapat dicapai, frekuensi perilaku audit disfungsional berada pada level tertinggi. Teori kurva U terbalik adalah model yang paling banyak digunakan untuk menjelaskan hubungan antara tekanan dan kinerja. Menurut Robbins (2006), logika yang mendasari teori U terbalik adalah bahwa stres pada tingkat rendah sampai sedang merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuan bereaksi. Tetapi sebaliknya, apabila tingkat stres dianggap
25
berlebihan maka akan menempatkan tuntutan yang tidak dapat dicapai, yang mengakibatkan kinerja menurun. Hal ini relevan dengan tekanan anggaran waktu sangat besar akan menyebabkan tingkat stres yang tinggi yang
berpengaruh
terhadap
karakteristik
personal auditor
sehingga
melakukan perilaku disfungsional audit. Hasil penelitian Lautania (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi time budget pressure, maka kinerja auditor juga semakin buruk. Christina (2003) juga membuktikan bahwa tekanan anggaran waktu memungkinkan munculnya perilaku disfungsional. Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian ini diprediksi semakin meningkat tekanan anggaran waktu yang dirasakan, maka akan dapat mengubah karakteristik personal auditor
yang
dimiliki
sehingga
dapat
meningkatan
perilaku
audit
disfungsional dalam pelaksanaan program audit. Sesuai dengan prediksi tersebut, hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: H3 : Time budget pressure memperkuat pengaruh karakteristik personal auditor terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit.
26