BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Pengertian Kewirausahaan Semakin banyaknya angka pengangguran jaman sekarang, memaksa seseorang untuk bisa lebih kreatif dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu langkah aman untuk terhindar dari pengangguran atau pemecatan kerja saat ini adalah dengan berwirausaha.
penciptaan kegiatan, dan atau berbagai aktivitas bisnis. Jadi Wirausaha adalah orang
orang yang memiliki sifat kewirausahaan dan umumnya memiliki
keberanian dalam mengambil resiko terutama dalam menangani usaha atau perusahaannya dengan berpijak pada kemampuan dan atau kemauan sendiri (Saiman, 2014:43). Wirausaha atau kewirausahaan juga merupakan kemampuan untuk berdiri sendiri, berdaulat, merdeka lahir dan bathin, sumber peningkatan kepribadian, dan suatu proses yang dimana seorang mengejar peluang, merupakan sifat mental dan sifat jiwa yang selalu aktif dituntut untuk mampu mengelola, menguasai, mengetahui dan berpengalaman untuk memacu kreatifitas (Sarwoko, 2011). Menurut Gerba (2012) wirausahawan yang unggul adalah wirausahawan yang mampu menciptakan kreativitas dan inovasi sebagai dasar untuk hidup, tumbuh dan berkembang umumnya memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang merupakan proses jangka panjang berdasarkan pengalaman dan pendidikan. Lieli
13
et al. (2011) menyatakan bahwa seorang wirausaha tidak akan cepat merasa puas dengan hasil yang telah dicapai, akan tetapi akan selalu berusaha mencari cara dan kombinasi baru serta produk baru sehingga usaha yang dikelola akan lebih berkembang. Menurut Kasmir (2011:21) kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha memerlukan adanya kreativitas dan inovasi yang terus
menerus untuk menemukan suatu yang berbeda dari yang sudah ada
sebelumnya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas, dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha. Oleh karena itu, berwirausaha merupakan sebuah pekerjaan atau karier yang harus bersifat fleksibel, dan imajinatif, mampu merencanakan, mengambil resiko, mengambil keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu individu yang berniat menjadi wirausaha harus mempunyai sikap bertanggung jawab dengan mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin ada.
2.1.2 Norma Subyektif Norma subjektif merupakan keyakinan individu mengenai harapan orangorang sekitar yang berpengaruh (significant other) baik perorangan ataupun perkelompok untuk menampilkan perilaku tertentu atau tidak. Pengertian diatas menjelaskan bahwa norma subjektif adalah produk dari persepsi individu tentang beliefs yang dimiliki orang lain. Significant other memberikan panduan tentang hal yang tepat untuk melakukannya. Norma subjektif berasal dari keyakinan normatif mengenai harapan orang lain yang signifikan. Norma Subyektif juga
14
merupakan persepsi individu berhubungan dengan kebanyakan dari orang-orang yang penting bagi dirinya, mengaharapkan individu untuk melakukan atau tidak melakukan tingkah laku tertentu, orang-orang yang penting bagi dirinya itu kemudian dijadikan acuan atau patokan untuk mengarahkan tingkah laku Ajzen, 2012 (dalam Malebana et al., 2015). Individu merasa lebih tertekan untuk melakukan perilaku tertentu ketika mereka percaya bahwa penting rujukan sosial individu atau kelompok menyetujui atau menolak melakukan perilaku tertentu dan termotivasi untuk memenuhi harapan dari acuan tersebut Malebana et al. (2015). Komponen norma subjektif secara umum mempunyai dua komponen berikut: a. Normatives beliefs yaitu Persepsi atau keyakinan mengenai harapan orang lain terhadap dirinya yang menjadi acuan untuk menampilkan perilaku atau tidak. Keyakinan yang berhubungan dengan pendapat tokoh atau orang lain yang penting dan berpengaruh bagi individu atau tokoh panutan tersebut apakah subjek harus melakukan atau tidak suatu perilaku tertentu. b. Motivation to Comply yaitu motivasi individu untuk memenuhi harapan tersebut.
Norma
subjektif
dapat
dilihat
sebagai
dinamika
antara
dorongandorongan yang dipersepsikan individu dari orang-orang disekitarnya (significant others) dengan motivasi untuk mengikuti pandangan mereka (motivation to comply) dalam melakukan atau tidak melakukan tingkah laku tersebut.
15
2.1.3 Pendidikan Kewirausahaan Pendidikan kewirausahaan merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari nilai, kemampuan dan perilaku dalam menghadapi berbagai tantangan hidup (Nursito dan Nugroho, 2013). Salah satu instrumen kunci meningkatkan sikap kewirausahaan dan potensi munculnya pengusaha baru adalah pendidikam kewirausahaan (Linen et al., 2010). Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman, dan keterampilan sebagai wirausahawan (Aritonang, 2013). Pendidikan seseorang terutama yang terkait dengan bidang usaha, seperti
bisnis
dan manajemen atau ekonomi dipercaya akan mempengaruhi keinginan untuk memulai usaha baru di masa mendatang. Pendidikan kewirausahaan diberikan untuk membekali pribadi manusia sehingga manusia mampu mengembangkan kualitas pribadinya yang mampu mengikuti perkembangan zaman, mampu menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Sumarno, 2012). Pengaruh pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuhkan dan mengembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda. Pendidikan kewirausahaan dapat dilihat dari beberapa
perspektif konteks kewirausahaan
yang diajarkan (Lepisto et al., 2013). Menurut Zwan et al. (2013), pentingnya pendidikan kewirausahaan memiliki beberapa manfaat. Pertama, pendidikan kewirausahaan ditargetkan untuk mengembangkan keterampilan kewirausahaan terkait seperti negosiasi atau keterampilan komunikasi. Kedua, pendidikan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan. Ketiga, hasil belajar mengacu pada
16
pengembangan sikap kewirausahaan seperti perilaku pengambilan resik, berpikir kreatif dan kritis atau rasa percaya diri. Keempat, belajar tentang kewirausahaan selama pendidikan dapat menyebabkan pengurangan hambatan yang dirasakan untuk kewirausahaan, misalnya seseorang mungkin menjadi sangat menyadari administrasi tertentu, prosedur yang harus diikuti untuk mendirikan sebuah bisnis dan bagaimana prosedur tersebut dapat ditangani. Pendidikan kewirausahaan akan membentuk mahasiswa untuk mengejar karir kewirausahaan. Meski pendidikan formal bukan syarat untuk memulai usaha baru, pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal memberi dasar yang baik apalagi bila pendidikan formal tersebut terkait dengan bidang usaha yang dikelola. Kewirausahaan juga dapat dipelajari dari pendidikan nonformal. Pendidikan kewirausahaan nonformal sangat penting karena mahasiswa yang mengetahui prinsip-prinsip kewirausahaan dan pengelolaan bisnis dari pendidikan formalnya tersebut belum tentu menjadi wirausaha yang sukses. Mereka perlu dibekali dengan berbagai atribut, keterampilan dan sikap yang dapat meningkatkan kemampuan kewirausahaan.
2.1.4 Niat Berwirausaha Niat berwirausaha dapat diartikan sebagai langkah awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang umumnya bersifat jangka panjang. Perilaku seseorang dapat diprediksi melalui pengukuran sikapnya terhadap suatu objek tertentu. Pendekatan ini dapat dijembatani dengan melihat niat untuk menampilkan perilaku tertentu dalam diri seseorang. Niat ini sebagai
17
kemungkinan subjektif (subjective probability) individu untuk berperilaku tertentu. Niat merupakan dimensi probabilitas lokasi subjektif seseorang yang menghubungkan antara dirinya dengan suatu tindakan tertentu, dengan kata lain, niat merupakan besarnya dimensi probabilitas subjektif seseorang yang akan ditampilkan dalam bentuk perilaku tertentu. Menurut Sumarno (2012), niat merupakan kesadaran seseorang yang dapat menimbulkan dengan adanya keinginan. Keinginan yang timbul dalam diri individu tersebut dinyatakan dengan suka atau tidak suka, senang atau tidak senang terhadap sesuatu obyek atau keinginan yang akan memuaskan kebutuhan. Andika et al. (2012), menyatakan bahwa niat berwirausaha yaitu tendensi keinginan individu untuk melakukan tindakan wirausaha dengan menciptakan produk baru melalui peluang bisnis dan pengambilan risiko. Niat berwirausaha muncul karena didahului oleh suatu pengetahuan dan informasi mengenai wirausaha, kemudian dilanjutkan pada suatu kegiatan partisipasi untuk memperoleh pengalaman, dimana akhirnya muncul keinginan untuk melakukan kegiatan tersebut (Utomo et al., 2014). Keputusan untuk menampilkan tingkah laku ini merupakan hasil dari proses rasional diarahkan pada suatu tujuan tertentu untuk mengikuti urutan-urutan berpikir. Wijaya et al. (2013) mengemukakan bahwa kebanyakan perempuan cenderung lebih memilih berwirausaha daripada bekerja karena kaum perempuan menganggap pekerjaan bukanlah hal yang penting. Karena perempuan masih dihadapkan pada tuntutan tradisional yang lebih besar menjadi istri dan ibu rumah tangga.
18
Hal ini mengindikasikan seberapa keras seseorang berusaha dan seberapa banyak usaha yang dilakukan agar perilaku yang diinginkan dapat dilakukan. Jika sikap positif dan individu terdorong untuk berbuat sesuai harapan lingkungan untuk melakukan suatu perbuatan, ditambah individu melihat bahwa tidak ada hambatan baginya untuk berperilaku maka kemungkinan munculnya perilaku tinggi, niat berwirausaha dapat diartikan sebagai proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha.
2.2
Hipotesis Penelitian Menurut Sugiono (2014:93) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Hipotesis harus dibuktikan kebenarannya karena masih merupakan dugaan. Adapun hipotesis yang dikemukakan terhadap permasalahan dalam penelitian ini dapat dirimuskan sebagai berikut. 2.2.1 Pengaruh Norma Subyektif terhadap Niat Berwirausaha Norma subyektif adalah pandangan yang dianggap penting oleh individu yang menyarankan individu untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dan disertai dengan motivasi kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang dianggap penting. Penelitian sebelumnya yang dapat mendukung munculnya hipotesis ini yaitu menurut Kaijun et al. (2015) menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara norma subyektif dengan niat berwirausaha bagi mahasiswa di Cina dan di Indonesia. Wijaya et al. (2013) peran norma subjektif terhadap niat berwirausaha siswa SMK di daerah istimewa Yogyakarta menunjukkan hubungan
19
yang positif dan signifikan, karena individu memandang dukungan sosial, atau peran keluarga atau kerabat dekat dianggap penting dalam keyakinan memulai bisnis, dukungan dari orang tua, teman dalam bisnis dapat meningkatkan niat seseorang untuk melakukan usaha. Semakin besar dukungan yang diberikan individu maka semakin tinggi niatnya untuk melakukan usaha. Penelitian Andika et al. (2012) menyatakan bahwa norma subyektif berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat berwirausaha pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala. Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H1 : Norma Subyektif berpengaruh positif dan signifikan terhadap Niat Berwirausaha 2.2.2 Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan Terhadap Niat Berwirausaha Pengaruh pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuh kembangkan hasrat, jiwa dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda (Koranti, 2013). Pendidikan kewirausahaan merupakan komponen penting dan memberikan stimulus untuk individu membuat pilihan karir, sehingga meningkatkan penciptaan usaha baru dan pertumbuhan ekonomi Alhaji (2015). Wijaya (2012) pendidikan kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap
niat
berwirausaha.
Pendidikan
kewirausahaan
yang
dimaksudkan adalah proses pembelajaran untuk mengubah sikap dan pola pikir mahasiswa terhadap pilihan karier berwirausaha. Penelitian yang dilakukan oleh Hussain et al. (2015) menyimpulkan bahwa pendidikan berpengaruh positif dan
20
signifikan terhadap niat berwirausaha pada siswa Pakistan. Dengan demikian dapat dikatakan terdapat pengaruh antara pendidikan kewirausahaan terhadap niat berwirausaha. Pendidikan kewirausahaan merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap niat berwirausaha mahasiswa. Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H2 : Pendidikan Kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Niat Berwirausaha 2.2.3
Pengaruh Norma Subyektif terhadap Pendidikan Kewirausahaan Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang mendukung hipotesis ini
yaitu menurut Kaijun et al. (2015) menyatakan bahwa berdasarkan model langsung terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara norma subyektif terhadap pendidikan kewirausahaan. Dalam penelitian ini bahwa jaringan sosial (pengaruh keluarga dan teman dekat) di Cina memiliki pengaruh positif langsung terhadap pendidikan kewirausahaan. Oleh karena itu, untuk mendorong siswa untuk memiliki niat kewirausahaan, dukungan keluarga dan teman-teman terdekat sangat diperlukan. Temuan ini mendukung hasil penelitian dari Basu dan Virick (2007); Gelderen et al. (2007).
Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat
disusun hipotesis sebagai berikut. H3 : Norma Subyektif berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendidikan Kewirausahaan
21
2.2.4 Peran Pendidikan Kewirausahaan dalam Memediasi Pengaruh Norma Subyektif terhadap Niat Berwirausaha Norma subjektif yaitu keyakinan individu untuk mematuhi arahan atau saran orang sekitarnya untuk turut dalam aktivitas berwirausaha. Norma subjektif diukur dengan skala subjective norm dengan indikator keyakinan peran keluarga dalam memulai usaha, keyakinan dukungan dari orang yang dianggap penting, keyakinan dukungan teman dalam usaha. Menurut penelitian Sarwoko (2011) hasil analisis menunjukkan bahwa dukungan teman, dukungan keluarga dan dukungan orang yang dianggap penting berpengaruh positif terhadap niat berwirausaha. Norma subyektif sebagai variabel yang mendukung niat berwirausaha mahasiswa disebabkan pada umumnya masih tergantung pada orang tua atau saudara dekat yang dianggap memberikan kontribusi terhadap masa depannya. Untuk memperoleh informasi jaringan dan pendidikan kewirausahaan, norma subyektif dapat dikatakan menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi niat berwirausaha. Penelitian dari Riani et al., 2012; Wijaya et al., 2013) menyatakan bahwa norma subyektif berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat berwirausaha. Beberapa penelitian sebelumnya yang dapat mendukung hipotesis ini yaitu menurut Kaijun et al. (2015) menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan mampu memediasi hubungan antara norma subyektif dan niat berwirausaha mahasiswa di Cina.
22
Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut. H4 : Pendidikan Kewirausahaan memediasi pengaruh Norma Subyektif terhadap Niat Berwirausaha
2.2.5 Kerangka konsep penelitian Berdasarkan bagaimana arah hipotesis yang telah ditetapkan dengan menyesuaikan pada penelitian-penelitian sebelumnya, Bedasarkan kajian pustaka dan hipotesis yang diajukan, maka model yang dibangun dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Pendidikan Kewirausahaan (Y1)
H4 H2 Norma Subyektif (X)
H3
Niat Berwirausaha (Y2)
H1
23