BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1
Investasi Investasi dapat di artikan sebagai komitmen untuk menanamkan sejumlah
dana pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang (Tandelilin, 2010:2). Proses investasi berkenaan dengan bagaimana seharusnya seorang investor membuat keputusan mengenai pemilihan sekuritas, seberapa ekstensif investasi sebaiknya dilakukan dan kapan investasi seharusnya dilaksanakan (Sharpe, 1997:1). Istilah investasi bisa berkaitan dengan berbagai macam aktifitas. Menginvestasikan sejumlah dana pada aset real (tanah, emas, mesin, ataupun bangunan) maupun aset
financial (deposito, saham, ataupun
obligasi) merupakan aktivitas investasi yang umumnya dilakukan. Bagi investor yang lebih berani menanggung risiko, aktivitas investasi yang dilakukan biasanya pada aset-aset finacial lain yang lebih kompleks seperti warrant, option, future maupun ekuitas internasional. Pihak-pihak yang melakukan kegiatan investasi disebut investor. Investor umumnya
bisa
digolongkan
menjadi
dua,
yaitu
investor
individual
(individual/retail investors) dan investor institusional (institutional investors). Investor
individual terdiri dari individu-individu yang melakukan kegiatan
investasi. Sedangkan investor institusional biasanya terdiri dari perusahaanperusahaan asuransi, lembaga penyimpanan dana (bank dan lembaga simpan
16
pinjam), lembaga dana pensiun, maupun perusahaan investasi. Sumber dana untuk melakukan investasi bisa berasal dari aset-aset yang dimiliki saat ini, pinjaman dari pihak lain ataupun dari tabungan (Tandelilin, 2010:8). Terdapat dua unsur yang melekat pada setiap modal atau dana yang diinvestasikan yaitu hasil (return) dan risiko (risk) (Rusdin, 2006:68). Hubungan risiko dan return yang diharapkan dari suatu investasi merupakan hubungan yang searah dan linear. Artinya semakin besar return yang diharapkan, semakin besar pula tingkat risiko yang harus dipertimbangkan. Dengan dua unsur tersebut seorang investor dapat memprediksikan saham perusahaan yang dimilikinya. Jika menguntungkan maka investor akan menahan sahamnya dalam waktu yang lama (Darmawan, 2014). Untuk memprediksikan saham perusahaan, investor perlu melakukan analisis terhadap suatu efek atau sekelompok efek. Untuk itu ada dua pendekatan yang dapat digunakan (Halim, 2005:5), yaitu: 1) Pendekatan Fundamental
Pendekatan ini didasarkan pada informasi-informasi yang diterbitkan oleh emiten maupun oleh administrator bursa efek. Analisis ini dimulai dari siklus usaha perusahaan secara umum, selanjutnya ke sektor industrinya, akhirnya dilakukan evaluasi terhadap kinerjanya dan saham yang diterbitkannya. 2) Pendekatan teknikal
Pendekatan ini didasarkan pada data (perubahan) harga saham di masa lalu sebagai upaya untuk memperkirakan harga saham di masa mendatang. Dengan analisis ini para analis memperkirakan pergeseran
17
penawaran (supply) dan permintaan (demand) dalam jangka pendek, serta berusaha untuk cenderung mengabaikan risiko dan pertumbuhan laba dalam menentukan barometer dari penawaran dan permintaan.
2.1.2
Pasar Modal Pasar modal adalah pertemuam antara pihak yang memiliki kelebihan dana
dengan pihak yang membutuhkan dana dengan memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian pasar modal juga di
artikan sebagai
pasar
untuk
memperjualbelikan sekuritas yang pada umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi (Tandelilin, 2010:26). Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal, pasar modal didefinisikan sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Penawaran maupun penjualan saham kepada masyarakat dilakukan melalui pasar modal, yang jenisnya sesuai dengan jenis sekuritas tersebut diperjual-belikan. Adapun jenis-jenis pasar modal bisa dijabarkan sebagai berikut (Tandelilin, 2010:28-29): 1) Pasar perdana
Pasar perdana terjadi saat perusahaan emiten menjual sekuritasnya pada investor umum untuk pertama kalinya. Sebelum penawaran di pasar perdana, perusahaan emiten sebelumnya akan mengeluarkan informasi mengenai perusahaan secara detail (disebut juga prospektus).
18
Prospektus berfungsi untuk memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada calon investor sehingga dengan adanya informasi tersebut maka investor akan mengetahui prospek perusahaan dimasa datang, dan selanjutnya tertarik untuk membeli sekuritas yang diterbitkan emiten. 2) Pasar Sekunder
Pasar sekunder merupakan tempat perdagangan atau jual beli sekuritas oleh dan antar investor setelah sekuritas emiten dijual di pasar. Dengan adanya pasar sekunder, investor dapat melakukan perdagangan sekuritas untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, pasar sekunder memberikan likuiditas kepada investor, bukan kepada perusahaan seperti dalam pasar perdana. Perdagangan di pasar sekunder dapat dilakukan di dua jenis pasar yaitu pasar lelang (auction market) atau pasar negosiasi (negotiated market). Pasar lelang (auction market), pasar sekunder yang merupakan pasar lelang adalah pasar sekuritas yang melibatkan proses pelelangan (penawaran) pada sebuah lokasi fisik. Transaksi antara pembeli dan penjual melalui perantara broker yang mewakili masing-masing pihak pembeli maupun penjual. Dengan demikian investor tidak secara langsung melakukan transaksi, tetapi dilakukan dengan perantara broker. Pasar negosiasi (negotiated market), berbeda dengan pasar lelang, pasar negosiasi terdiri dari jaringan berbagai dealer yang menciptakan
19
pasar tersendiri di luar lantai bursa bagi sekuritas, dengan cara membeli dari dan menjual ke investor. Tidak seperti broker pada pasar lelang, dealer di pasar negosiasi mempunyai kepentingan transaksi jual beli karena sekuritas yang diperdagangkan adalah milik dealer tersebut dan mereka mendapatkan return dari selisih harga jual beli yang dilakukannya.
2.1.3
Holding Period Menurut Jones (2000:292) holding period adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan oleh investor untuk berinvestasi dengan sejumlah uang yang mereka keluarkan atau dengan kata lain rata-rata panjangnya waktu investor menahan saham perusahaan selama periode tertentu. Santoso (2008) menyatakan holding period merupakan rata-rata lamanya investor dalam menahan atau memegang saham suatu perusahaan selama periode waktu tertentu. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa holding period merupakan lamanya waktu yang diperlukan investor untuk berinvestasi dengan sejumlah uang yang bersedia dikeluarkan. Investor dalam berinvestasi selalu mempertimbangkan risiko, oleh karena itu investor selalu memilih risiko sampai tingkat tertentu untuk mendapatkan gain yang maksimal. Pengurangan risiko dapat dilakukan dengan memilih jenis saham yang berkinerja baik. Selain risiko dan kinerja perusahaan, investor juga perlu memperhatikan transaction cost untuk menentukan lamanya memegang financial asset tersebut. Investor akan menahan atau memiliki aset lebih lama jika aset
tersebut memiliki transaction cost yang lebih tinggi (Amihud dan Mendelson,
20
1986). Pernyataan tersebut memperkuat hasil penelitian sebelumnya oleh Demsetz (1968) maupun Constantinides (1986) yang menyatakan bahwa meningkatnya transaction cost akan menurunkan volume transaksi. Jika investor menganggap saham perusahaan yang dimilikinya tersebut menguntungkan, maka investor akan cenderung menahan sahamnya dalam jangka waktu yang lebih lama, dengan harapan harga jual saham tersebut akan meningkat dimasa akan datang. Sebaliknya, investor akan segera melepas saham yang dimiliknya apabila investor menganggap saham tersebut akan mengalami penurunan. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan risiko yang akan dihadapi oleh investor. Li dan Krzanowski (2000) serta Aftab et al. (2012) menyatakan bahwa rata-rata holding period diukur dengan membagi jumlah saham yang beredar pada saham perusahaan i per akhir tahun t dengan volume perdagangan saham i tahun t. Holding period dihitung dengan rumus:
2.1.4
Bid-Ask Spread Menurut Halim (2000:18), bid ask spread merupakan selisih harga
tertinggi yang trader bersedia membeli suatu saham dengan harga jual terendah yang trader bersedia menjual saham tersebut. Dalam transaksi saham, bid menunjukkan harga yang diajukan oleh pihak yang akan melakukan pembelian saham tersebut, sedangkan ask menunjukkan harga yang ditawarkan oleh pihak
21
yang akan menjual saham tersebut. Suatu transaksi belum terjadi jika terdapat perbedaan antara bid dan ask (Darmadji dan Fakhrudin, 2012). Pada artikel sebelumnya oleh Demsetz (1968) telah meneliti tentang pentingnya biaya transaksi dan terutama bid-ask spread terhadap keputusan investasi. Dengan penelitian tersebut yang menghubungkan antara spread dengan biaya transaksi untuk memprediksi bahwa aset yang memiliki spread yang lebih besar menghasilkan return yang lebih tinggi. Penelitan tersebut juga menyatakan adanya efek clientele dimana investor dengan holding period yang lebih lama memilih asset yang memiliki spread besar. Hasil dari penelitian tersebut yaitu return meningkat seiring dengan holding period dan sebagai konsekuensi asset yang memiliki spread besar menghasilkan return yang lebih besar. Akibatnya investor mengharapkan holding period yang panjang dapat menahan asset yang memiliki spread besar. Kesimpulan tersebut juga berarti bahwa Bid-Ask Spread mempengaruhi frekuensi perdagangan dan menyebabkan investor mengharapkan untuk menahan lebih panjang asset yang memiliki biaya transaksi yang lebih tinggi (Hadi, 2008).
Atkins dan Dyl (1997) menyatakan bahwa bid-ask spread merupakan suatu cerminan ukuran biaya transaksi. Biaya transaksi adalah biaya yang timbul akibat adanya transaksi saham. Transaction cost yang besar akan mengurangi keuantungan investor (Brockman dan Chung, 1999). Teori tentang bid-ask spread mengemukakan bahwa pelaku pasar mempersiapkan spread untuk menutup tiga tipe biaya (Maulina,2010) yaitu:
22
1) Biaya pemrosesan pesanan (order processing cost). Biaya
pemrosesan
pesanan
meliputi
biaya–biaya
dalam
mempertahankan keberadaan dealer secara terus menerus di pasar dan biaya administrasi dari perubahan nama. 2) Biaya pengendalian persediaan (inventory control cost). Biaya pengendalian persediaan terdiri dari biaya opportunity dan risiko harga jual-beli, pencatatan transaksi-transaksi, dan aktivitasaktivitas pembukuan lainnya. 3) Biaya yang timbul akibat menghindari kerugian (adverse selection cost). Biaya untuk menghindari kerugian memberikan kompensasi kepada dealer untuk risiko perdagangan dengan individu-individu yang memiliki informasi lebih baik tentang harga keseimbangan sekuritas Formulasi perhitungan bid-ask spread adalah sebagai berikut (Atkins dan Dyl, 1997): [∑
(
)
]
Keterangan: Spread it N Ask it Bid it
= rata-rata bid-ask spread saham perusahaan i selama tahun t = jumlah hari transaksi saham perusahaan i selama tahun t = harga jual terendah yang menyebabkan investor setuju untuk menjual saham perusahaan i pada hari t = harga beli tertinggi yang menyebabkan investor setuju untuk membeli saham perusahaan i pada hari t
23
2.1.5
Market Value Market value menunjukkan ukuran perusahaan atau merupakan nilai
sebenarnya dari aktiva perusahaan yang direfleksikan di pasar” (Santoso, 2008:121). Menurut Atkins dan Dyl (1997) market value merupakan harga saham yang terjadi di pasar bursa pada waktu tertentu yang dilakukan oleh pelaku pasar. Sedangkan menurut Horowitz (2000), market value adalah nilai pasar ekuitas pemegang saham yang merupakan pencerminan realitas keadaan ekuitas pemegang saham yang sebenarnya. Semakin besar market value berarti semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Market value digunakan untuk mengukur nilai dari perusahaan yang menyebabkan investor mau menanamkan dananya pada suatu surat berharga. Hal ini dipergunakan untuk melihat kecenderungan investor terhadap ukuran suatu perusahaan
tertentu.
Disamping
itu
perusahaan
besar
diasumsikan
lebih
dipertimbangkan oleh investor untuk berinvestasi daripada perusahaan kecil (Atkins dan Dyl, 1997). Pemodal jangka panjang mengandalkan kenaikan nilai saham untuk meraih keuntungan dari investasi saham. Pemodal seperti ini membeli saham dan menyimpannya untuk jangka waktu lama (tahunan) dan selama masa itu pemodal memperoleh manfaat dari deviden yang dibayarkan perusahaan setiap periode tertentu. Secara umum makin baik kinerja suatu perusahaan emiten, makin tinggi laba usaha dan makin besar keuntungan yang dapat dinikmati para pemegang saham. Selanjutnya, makin besar kemungkinan harga saham naik (Rusdin, 2006).
Tinggi rendahnya nilai pasar saham (market value) tergantung pada kekuatan tawar menawar di pasar sekunder (Darmawan, 2014). Kebanyakan
24
investor menganggap bahwa perusahaan besar memiliki kestabilan keuangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan kecil, selain itu di perusahaan besar memiliki analisis keuangan yang kompeten sehingga dapat menghasilkan informasi keuangan yang lebih akurat yang dapat memperpendek jarak antara pengharapan investor dengan yang sebenarnya terjadi di perusahaan (Peranginangin, 2013). Perhitungan market value ditunjukkan dengan rumus (Atkins dan Dyl, 1997): [∑
]
Keterangan: MVit = rata-rata market value saham perusahaan i selama tahun t N = jumlah hari transaksi saham perusahaan i selama tahun t Harga saham it = harga penutupan saham perusahaan i pada hari t Saham beredar it = jumlah saham perusahaan i yang beredar selama tahu t
2.1.6
Dividend Payout Ratio Kebijakan dividen merupakan keputusan yang diambil perusahaan dan
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap harga saham perusahaan pasar modal, sehingga kebijakan dividen merupakan sebagian dari keputusan investasi. Oleh karena itu, dalam hal ini perusahaan dituntut untuk membagikan dividen sebagai realisasi dari harapan akan hasil yang didambakan oleh seorang investor dalam menginvestasikan dananya untuk membeli saham itu (Darmawan, 2014). Pemegang saham memiliki kesempatan memperoleh capital gain dan juga memiliki kesempatan memperoleh dividen atas keuntungan perusahaan. “Dividend is the distribution of current or accumulated earning to the
25
shareholders of corporation pro rata based on the number of shared owned” (Black’s Law Dictionary dalam Purwaningputri, 2014). Diterjemahkan secara bebas oleh peneliti yaitu distribusi dari keuntungan atau akumulasi keuntungan perusahaan kepada para pemegang saham perusahaan berdasarkan atas jumlah saham yang dimiliki. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:159) dividend payout ratio merupakan persentase dari perbandingan dividen per lembar saham dengan laba per lembar saham. Pembayaran dividen mencerminkan kondisi keuangan perusahaan dan memiliki dampak terhadap persepsi pasar. Pemberian dividend yang memadai dapat menjadi salah satu pertimbangan investor dalam membeli dan menahan saham yang dimilikinya. Dividend payout ratio dihitung dengan rumus :
2.1.7
Risk of Return Dalam berinvestasi, investor selalu mencari expected return yang paling
maksimal dengan tingkat risiko tertentu yang dapat diterima. Hal tersebut dijelaskan dalam teori portofolio yang disebut efficient portfolios (Fabozzi dan Modigliani, 1996). Investasi di pasar modal selalu mengandung risiko yaitu berkenaan dengan ketidakpastian mengenai hasil atau return yang akan diperoleh para investor. Risiko dan return merupakan dua hal yang saling berkaitan. Hartono (2009:257)
mendefinisikan
risiko
sebagai
26
variabilitas
pendapatan
yang
diharapkan. Hubungan return dan risiko merupakan hubungan yang searah dan linear. Aset berisiko umumnya memberikan hasil yang lebih tinggi dalam setiap periode (Choi dan Mukherji, 2010). Risiko Saham merupakan tingkat risiko yang terjadi dari suatu kegiatan investasi terutama akibat transaksi saham di pasar bursa (gain or lose) yang dicerminkan dari standar deviasi yang mengukur penyimpangan nilai-nilai yang sudah terjadi (Darmawan, 2014). Menurut Samsul (2006:289), suatu investasi yang memiliki risiko tinggi seharusnya memberikan return harapan yang tinggi pula. Menurut Anoraga dan Pakarti (2006:78) ada beberapa risiko dalam melakukan investasi yaitu: 1) Risiko Finansial Yaitu risiko yang diterima oleh investor akibat dari ketidakmampuan emiten saham/obligasi memenuhi kewajiban pembayaran dividen/bunga serta pokok investasi. 2) Risiko Pasar Yaitu risiko akibat menurunnya harga pasar substansial baik keseluruhan saham maupun saham tertentu akibat perubahan tingkat inflasi ekonomi, keuangan negara, perubaan manajemen perusahaan, atau kebijakan pemerintah. 3) Risiko Psikologis Yaitu risiko bagi investor yang bertindak secara emosional dalam menghadapi perubahan harga saham berdasarkan optimisme dan pesimisme yang dapat mengakibatkan kenaikan dan penurunan harga saham.
27
Risk of return merupakan tingkat risiko yang dicerminkan dari standar deviasi return saham (Samsul, 2006). Return saham di formulasikan sebagai berikut: ( Keterangan: Return sahamiT Pt Pt-1
)
= return saham dari perusahaan i selama tahun T = harga saham penutupan hari t = harga saham penutupan hari t-1
Formula perhitungan risk of return ditunjukkan sebagai berikut (Jones, 2000): ∑ √
(
̅)
Keterangan: Rsit = tingkat risiko dari return perusahaan i selama periode t N = jumlah data xi = return saham perusahaan i ̅ = rata-rata return saham (Jones, 2000:139)
2.1.8
Earning Per Share Earning per share merupakan perbandingan antara pendapatan yang
dihasilkan (laba bersih) dan jumlah saham yang beredar (Marcellyna, 2012). Earning per share adalah rasio yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba untuk setiap lembar saham yang beredar (Darmadji, 2012: 139). Earnings per share menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tergambar pada setiap lembar saham.
28
Earnings per share atau laba per lembar saham adalah tingkat keuntungan bersih untuk tiap lembar sahamnya yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Earnings per share diperoleh dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi dengan jumlah rata – rata saham biasa yang beredar. Bagi investor informasi EPS merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna, karena bisa menggambarkan prospek earning perusahaan di masa depan (Tandelilin, 2010:365). Jika nilai EPS besar maka hal tersebut merupakan indikasi keberhasilan perusahaan. Maka dapat dikatakan semakin tinggi nilai EPS tentu saja investor akan semakin lama memegang sahamnya. Formula perhitungan earnings per share ditunjukkan sebagai berikut (Tandelilin, 2010:374): ............................................................ (6)
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1
Pengaruh Bid-Ask Spread terhadap Holding Period Bid ask spread merupakan selisih harga tertinggi yang trader bersedia
membeli suatu saham dengan harga jual terendah yang trader bersedia menjual saham tersebut (Darmawan, 2014). Dalam transaksi saham bid price adalah harga tertinggi yang ditawarkan oleh dealer atau harga dimana spesialis atau dealer menawar untuk membeli saham-saham, sedangkan ask price adalah harga terendah dimana dealer bersedia untuk menjual atau harga dimana spesialis atau dealer menawar untuk menjual saham-saham
29
Bid ask spread merupakan faktor yang dipertimbangkan investor untuk mengambil keputusan apakah menjual atau menahan saham tersebut (Hadi, 2008). Demsetz (1968) yang menghubungkan antara spread dengan biaya transaksi untuk memprediksi bahwa asset yang memiliki spread yang lebih besar menghasilkan return yang lebih tinggi. Hal yang harus diperhatikan investor untuk memutuskan membeli atau menjual pada harga tertentu yaitu mengetahui seberapa besar perbedaan (spread) antara harga permintaan beli (bid) dan harga tawaran jual (ask). Bid-Ask Spread yang merupakan fungsi dari transaction cost diprediksi bahwa aset yang memiliki spread yang lebih besar menghasilkan expected return yang lebih tinggi pula, akibatnya investor menyimpan saham atau holding period yang panjang (Demsetz, 1968). Hasil penelitian yang dilakukan Atkins dan Dyl (1997), Subali Zuhroh (2002), Naes dan Odeegard (2009) serta Hadi (2008), mendapatkan bahwa bid-ask spread mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap holding period. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut: H1:
Bid-ask spread berpengaruh positif siginifikan terhadap holding period.
2.2.2
Pengaruh Market Value terhadap Holding Period Market value digunakan untuk mengukur nilai dari perusahaan yang
menyebabkan investor mau menanamkan dananya pada suatu surat berharga. Hal ini dipergunakan untuk melihat kecenderungan investor terhadap ukuran suatu perusahaan tertentu (Hadi, 2008). Di samping itu perusahaan besar diasumsikan
30
lebih dipertimbangkan oleh investor untuk berinvestasi daripada perusahaan kecil (Atkins dan Dyl, 1997). Pemodal jangka panjang mengandalkan kenaikan nilai saham untuk meraih keuntungan dari investasi saham. Pemodal seperti ini membeli saham dan menyimpannya untuk jangka waktu lama (tahunan) dan selama masa itu pemodal memperoleh manfaat dari dividen yang dibayarkan perusahaan setiap periode tertentu. Secara umum makin baik kinerja suatu perusahaan emiten, makin tinggi laba usaha dan makin besar keuntungan yang dapat dinikmati para pemegang saham. Selanjutnya, makin besar kemungkinan harga saham naik (Hadi, 2008). Market Value adalah variabel yang selalu diperhatikan oleh investor. Menurut Jones (2000), market value merupakan nilai keseluruhan yang terjadi di pasar saham pada periode tertentu. Makin besar nilai pasar suatu perusahaan, maka makin lama pula investor menahan kepemilikan sahamnya karena investor menganggap bahwa perusahaan besar biasanya lebih stabil keuangannya, memiliki risiko yang lebih kecil dan mampu menghasilkan laporan serta informasi keuangan dengan baik. Oleh karena itu market value merupakan variabel yang diperhatikan investor dalam menentukan lamanya holding period (Ratnasari,2014) Menurut penelitian yang dilakukan oleh Atkins dan Dyl (1997), Ratnasari (2014), dan Margareta (2014) menyatakan bahwa market value mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap holding period. H2:
Market value berpengaruh positif signifikan terhadap holding period.
31
2.2.3
Pengaruh Dividend Payout Ratio terhadap Holding Period Dividend payout ratio adalah persentase dari perbandingan dividen per
lembar saham dengan laba per lembar saham (Darmadji dan Fakhruddin, 2012:159). Menurut pendapat dividend signaling theory menjelaskan bahwa informasi tentang cash dividend yang dibayarkan dianggap investor sebagai sinyal prospek perusahaan di masa mendatang. Pemberian dividend payout ratio yang memadai akan menjadi salah satu pertimbangan investor dalam membeli dan menahan saham yang dimilikinya (Basir dan Fakhruddin, 2005: 94). Dengan demikian investor akan cenderung memegang saham yang lebih lama dengan tujuan untuk mendapatkan bagian dividen. Penelitian sebelumnya mengenai pengaruh Dividend Payout Ratio terhadap Holding Period pernah dilakukan oleh Nurwani (2012) mendapatkan bahwa dividend payout ratio berpengaruh positif terhadap holding period. H3:
Dividend payout ratio berpengaruh positif signifikan terhadap holding period.
2.2.4
Pengaruh Risk of Return terhadap Holding Period Investor selalu mencari expected return yang paling maksimal dengan
tingkat risiko tertentu yang dapat diterima. Hal tersebut dijelaskan dalam teori portofolio yang disebut efficient portfolios. Teori portofolio dikemukakan oleh Markowitz dan efficient portfolios sering disebut Markowitz efficient portfolios. (Hartono, 2009:339).
32
Menurut Miapuspita et al. (2003), hubungan return dan risiko merupakan hubungan yang searah linear, artinya semakin besar risiko yang ditanggung maka semakin besar pula tingkat return yang diharapkan. Risiko saham merupakan tingkat risiko yang terjadi dari suatu kegiatan investasi terutama akibat transaksi saham di pasar bursa (gain or lose) yang dicerminkan dari deviasi standart yang mengukur penyimpangan nilai-nilai yang sudah terjadi (Hadi, 2008). Seorang investor yang pencari risiko (risk seeker) akan cenderung menginvestasikan dananya pada saham yang mempunyai variance yang besar. Setelah ia memperoleh keuntungan dari adanya perubahan harga maka ia akan menjual saham tersebut (Arma, 2013). Jadi pada dasarnya hubungan antara risk of return dengan holding period adalah negatif (Atkins dan Dyl 1997). Jika risiko saham itu besar maka periode kepemilikan saham investor akan lebih singkat, begitu pula sebaliknya. Secara teoritis, perkembangan risk of return saham yang tinggi akan menyebabkan holding period saham menjadi lebih pendek. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2008), risk of return mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap holding period. H4:
Risk of Return berpengaruh negatif signifikan terhadap holding period.
2.2.5
Pengaruh Earning Per Share terhadap Holding Period Earning per share merupakan komponen penting pertama yang harus
diperhatikan dalam analisis perusahaan. Informasi EPS suatu perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan untuk semua pemegang saham perusahaan. Earning per share merupakan rasio yang
33
menunjukkan berapa besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar saham (Tjiptono dan Hendry, 2001:139). Para pemegang saham tertarik dengan EPS yang besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan (Syamsuddin, 2007:66). Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai EPS tentu saja investor akan semakin lama memegang sahamnya. Penelitian sebelumnya mengenai pengaruh EPS terhadap holding period pernah dilakukan oleh Hidayati dan Winarno (2011) yang menghasilkan kesimpulan bahwa EPS berpengaruh positif signifikan terhadap holding period. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Margareta (2014) yang mendapatkan hasil bahwa EPS berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Holding period. H5:
Earning per share berpengaruh positif signifikan terhadap holding period.
34