BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori Dan Konsep
2.1.1 Teori Regulasi Teori regulasi dikemukakan oleh Stigler (1971) yang menyatakan bahwa legislatif membuat aturan untuk melindungi pengguna laporan keuangan, Stigler berpendapat bahwa harus dibutuhkannya aturan-aturan dalam akuntansi yang dibuat oleh pemerintah. Pemerintah mengatur aturan-aturan tersebut agar pihak pemakai laporan keuangan mendapatkan informasi yang relevan. Berdasarkan teori ini Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menetapkan regulasi tentang waktu penyampaian laporan keuangan auditan. Regulasi tersebut diatur dalam peraturan Nomor X.K.6 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-431/BL/2012 tanggal 1 Agustus 2012. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa semua perusahaan yang terdaftar di pasar modal wajib menyampaikan laporan keuangan disertai dengan laporan auditor independen secara berkala kepada Bapepam-LK paling lambat akhir bulan ketiga atau dalam jangka waktu 90 hari. Bursa Efek Indonesia menerbitkan keputusan direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: 307/BEJ/07-2014 yaitu Peraturan Nomor I-H tentang sanksi keterlambatan penyampaian laporan keuangan auditan bila terdapat perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan keuangan auditan setelah jangka waktu 90 hari. Beberapa
sanksi yang diterima oleh emiten adalah berupa peringatan tertulis, denda, hingga penghentian sementara perdagangan saham (suspensi). Manfaat teori ini adalah dengan adanya regulasi dari Bapepam-LK terkait waktu penyampaian laporan keuangan auditan, emiten berusaha untuk mentaati regulasi tersebut agar terhindar dari sanksi yang akan diterima. Regulasi ini membantu pihak pengguna laporan keuangan perusahaan untuk mendapatkan informasi yang relevan.
2.1.2 Teori Kepatuhan Teori kepatuhan telah diteliti pada ilmu-limu sosial khususnya di bidang psikologis dan sosiologi yang lebih menekankan pada pentingnya proses sosialisasi dalam mempengaruhi prilaku kepatuhan seorang individu. Menurut Tyler (Susilowati, 1998, 2003, 2004 dalam Rachmad Saleh,2001) terdapat dua perspektif dasar dalam literatur sosiologi mengenai kepatuhan pada hukum, yang disebut instrumental dan normatif. Perspektif instrumental mengasumsikan individu secara utuh didorong oleh kepentingan pribadi dan tanggapan terhadap perubahanperubahan dalam tangible dan insentif yang berhubungan dengan prilaku. Perspektif normatif berhubungan dengan apa yang orang anggap sebagai moral dan berlawanan dengan kepentingan pribadi mereka. Seorang individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten dengan norma-norma internal mereka.Komitmen normatif melalui moralitas personal (normative commitment through morality) berarti mematuhi hukum karena hukum tersebut dianggap sebagai keharusan, sedangkan komitmen
normatif melalui legitimasi (normative commitment through legitimacy) berarti mematuhi peraturan karena otoritas penyusun hukum tersebut memiliki hak untuk mendikte perilaku. Penelitian mengenai teori kepatuhan telah diterapkan secara luas pada perpajakan. Friedland menemukan adanya bukti mengenai kesamaan efektifitas hukuman yang ringan dan yang berat. Meskipun demikian, masalah mengenai dampak sanksi yang tepat terhadap kepatuhan rnasih merupakan hal yang kontroversial, walaupun banyak penelitian mengindikasikan sanksi memiliki peran yang penting dalam mempertahankan kepatuhan. Berdasarkan perspektif normatif maka sudah seharusnya bahwa teori kepatuhan ini dapat diterapkan di bidang akuntansi. Apalagi di dalam UU No. 8 tahun 1995, secara eksplisit telah menyebutkan bahwa setiap perusahaan publik wajib memenuhi ketentuan dalam undang-undang tersebut dan khususnya dalam penyampaian laporan keuangan berkala secara tepat waktu kepada BAPEPAM. Sehubungan dengan ketepatan waktu pelaporan keuangan oleh perusahaan-perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia, maka kepatuhan emiten dalam melaporkan pelaporan keuangan merupakan suatu hal yang mutlak dalam memenuhi kepatuhan terhadap prinsip pengungkapan informasi yang tepat waktu.
2.1.3 Auditing Secara umum auditing adalah proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan
kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataanpernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasilhasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. (Mulyadi, 2002 : 9).
Asmara (1996) menjelaskan beberapa hal terkait pentingnya laporan keuangan diaudit dan tujuannya. Laporan keuangan perlu diaudit disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama adanya perbedaan kepentingan antara pemakai laporan keuangan dengan manajemen sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap penyusunan laporan keuangan tersebut. Kedua, laporan keuangan memegang peranan penting dalam proses pengambilan keputusan oleh parapemakai laporan keuangan. Ketiga, kerumitan data. Dan terakhir keterbatasan akses pemakai laporan terhadap catatancatatan akuntansi. Tujuan umum audit terhadap laporan keuangan adalah untuk memberikan pernyataan pendapat apakah laporan keuangan yang diperiksa menyajikan secara wajar, dalam segala hal yang bersifat materiil, sesuai dengan prinsip-prinsip akutansi yang berlaku umum. Jenis opini auditor juga mempengaruhi pengambilan keputusan. Ada lima tipe pokok laporan audit yang diterbitkan auditor (Mulyadi, 2002: 20) : 1) Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian. 2) Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan. 3) Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian. 4) Laporan yang berisi pendapat tidak wajar. 5) Laporan yang didalamnya auditor tidak menyatakan pendapat.
Kegiatan yang dilakukan oleh IAPI (Ikatan Akuntan Publik Indonesia) antara lain meliputi penetapan standar-standar auditing untuk profesi akuntan (Asmara, 1996 :8-9). Standar-standar auditing yang berlaku umum yang paling dikenal adalah Standar Auditing Berlaku Umum, dimana standar tersebut meliputi: 1) Penetapan kualitas kerja dan seluruh tujuan yang akan dicapai dalam suatu audit laporan keuangan. 2) Standar auditing terdiri dari Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan.
2.1.4 Audit Report Lag Ahmad dan Kamarudin (2002) menyatakan bahwa “Audit report lag is the length of time from a company’s fiscal year end to the date of the auditor’s report”. Lamanya waktu penyelesaian audit dapat mempengaruhi ketepatan waktu informasi tersebut untuk dipublikasikan sehingga berdampak pada reaksi pasar terhadap keterlambatan informasi dan mempengaruhi tingkat ketidakpastian keputusan yang didasarkan pada informasi yang dipublikasikan. Audit report lag merupakan aspek penting dalam menjaga relevansi dari informasi yang dibutuhkan para pengguna laporan keuangan. Audit report lag adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku / akhir tahun fiskal hingga tanggal diterbitkannya laporan keuangan auditan (Soetedjo, 2006). Tujuan laporan keuangan menurut IAI (2009) adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Untuk menjaga tingkat relevansi dari laporan keuangan, maka laporan keuangan harus disampaikan tepat waktu agar dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. IAI (2009) menyatakan bahwa jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Ketepatan waktu menunjukan laporan keuangan disajikan dalam kurun waktu teratur untuk memperlihatkan perubahan keadaan perusahaan yang mungkin akan mempengaruhi pemikiran jangka panjang investor dan keputusan pemakainya. Ketentuan waktu penyampaian laporan keuangan tahunan telah diatur dalam Peraturan Bapepam yang menjelaskan tentang penyampaian laporan keuangan perusahaan dan laporan keuangan tahunan yang harus disertai dengan pendapat lazim dari auditor independenya yang disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan perusahaan.
2.1.5 Profitabilitas Menurut Sumadji dan Pratama (2006) profitabilitas adalah kemungkinan yang diprediksi untuk mendatangkan keuntungan atau laba. Tingkat profitabilitas perusahaan dapat diukur melalui rasio profitabilitas. Semakin tinggi rasio profitabilitas maka laba yang dihasilkan akan semakin besar. Rasio profitabilitas digunakan untuk menganalisis efektivitas operasional perusahaan. Rasio profitabilitas yang tinggi menunjukkan kinerja manajemen perusahaan yang baik.
Ada perbedaan perlakuan laporan keuangan oleh manajemen ketika perusahaan mendapatkan tingkat profitabilitas yang tinggi dan rendah. Perusahaan yang mempunyai rugi atau tingkat profitabilitas rendah nantinya akan membawa dampak buruk dari reaksi pasar dan akan menyebabkan turunnya penilaian kinerja suatu perusahaan. Hal ini akan mengandung berita buruk, sehingga perusahaan akan cenderung mengulur waktu dalam menyampaikan laporan keuangannya.
2.1.6 Solvabilitas Solvabilitas seringkali disebut leverageratio. Weston dan Copeland (1995) dalam Kartika (2011) menyatakan bahwa leverage ratio mengukur tingkat aktiva perusahaan yang telah dibiayai oleh penggunaan hutang. Dengan demikian solvabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua hutang-hutangnya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Tingginya rasio debt to total assets mencerminkan tingginya resiko keuangan perusahaan. Tingginya resiko ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa perusahaan tersebut tidak bisa melunasi kewajiban atau hutangnya baik berupa pokok maupun bunga. Resiko perusahaan yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan merupakan berita buruk yang akan mempengaruhi kondisi perusahaan di mata masyarakat. Pihak manajemen cenderung menunda penyampaian laporan keuangan yang berisi berita buruk (Ukago,2005). Wirakusuma (2004) memperoleh hubungan yang signifikan antara solvabilitas dengan audit delay
perusahaan. Semakin tinggi rasio utang terhadap total aktiva, maka semakin lama 5 rentang waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian audit laporan keuangan tahunan tersebut.
2.1.7 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan gambaran besar kecilnya perusahaan yang ditentukan berdasarkan ukuran nominal misalnya jumlah kekayaan dan total penjualan perusahaan dalam satu periode penjualan. Penelitian yang dilakukan oleh Ashton dan Elliot (1987) di Kanada dengan jumlah sampel 488 perusahaan meneliti hubungan antara ukuran perusahaan dengan proksi total revenue dengan audit delay menunjukkan bahwa semakin besar suatu perusahaan publik maka audit delay semakin besar pula. Carslaw dan Kaplan (1991) di New Zelland melakukan penelitian yang menggunakan total asset sebagai proksi ukuran perusahaan menunjukkan bahwa audit delay mempunyai hubungan yang berkebalikan dengan ukuran perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan yang lebih besar mempunyai pengendalian internal yang lebih kuat yang akan mengurangi kecenderungan kesalahan pelaporan keuangan yang mungkin terjadi dan meyakinkan auditor untuk mengendalikan pengendalian yang lebih luas dan untuk melakukan pekerjaan internal. Selain itu berkaitan dengan pelayanan yang lebih baik oleh perusahaan, untuk memastikan kepuasan dari klien yang lebih besar. Menurut Dyer dan Mc Hugh (1975) manajemen dari perusahaan yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay
karena perusahaan-perusahaan tersebut diawasi secara ketat oleh investor, pengawas permodalan dan pemerintah. Dengan demikian perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan laporan audit lebih awal. Disamping itu perusahaan besar pada umumnya telah memiliki sistem pengendalian internal yang lebih baik sehinga memudahkan auditor menyelesaikan pekerjaannya.
2.1.8 Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi lamanya waktu dalam penyelesaian audit laporan keuangan suatu perusahaan. Beberapa penelitian yang menjadi referensi dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel. 2.1 Penelitian Sebelumnya
No
Peneliti / Tahun
Variabel Independen
Variabel Dependen
1
Novice Lianto Dan Budi Hartono Kusuma (2010)
Profitabilitas, Audit Report Lag Solvabilitas, Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan dan Jenis Industri.
Hasil Penelitian
Profitabilitas, solvabilitas, dan umur perusahaan berpengaruh terhadap audit report lag. Ukuran perusahaan dan jenis indrustri tidak berpengaruh terhadap audit report lag.
No
Peneliti / Tahun
Variabel Independen
Variabel Dependen
Hasil Penelitian
2
Imam Fadoli (2014)
Audit Report Lag
Profitabilitas, solvabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan, umur perusahaan, jenis industri dan opini auditor berpengaruh positif terhadap audit report lag
3
Ivena Tiono dan Yulius Jogi C. (2013)
Profitabilitas, Solvabilitas, Likuiditas, Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan, Jenis Industri dan Opini Auditor. Profitabilitas, Opini Audit, Jenis Industri, Ukuran Perusahaan, Reputasi KAP.
Audit Report Lag
Profitabilitas, opini audit, ukuran perusahaan, reputasi KAP tidak berpengaruh terhadap audit report lag. Jenis industri berpengaruh terhadap audit report lag
4
Ni Komang Ari Sumartini dan Ni Luh Sari Widhiyani (2014)
Opini Audit, Solvabilitas, Ukuran KAP Dan Laba Rugi.
Audit Report Lag
Opini audit, ukuran KAP, laba/rugi berpengaruh negatif terhadap audit report lag. Solvabilitas berpengaruh positif terhadap audit report lag
5
Lisa Listiana Tipe Laporan dan Tri Pujadi Keuangan, Susilo (2010) Profitabilitas, Likuiditas, Rasio Utang, Pergantian Auditor.
Audit Report Lag
Tipe laporan keuangan, rasio utang, pergantian auditor berpengaruh positif terhadap audit report lag. Profitabilitas, likuiditas berpengaruh negatif terhadap audit report lag
6
Christian Noverta Togasima dan Yulius Jogi Christiawan (2014)
Profitabilitas, Opini Audit Report Lag Audit, Jenis Industri, Ukuran Perusahaan, Reputasi KAP, Solvabilitas, Company Ownership, Umur Perusahaan.
Profitabilitas, opini audit, jenis industri, reputasi KAP, company ownership, umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit report lag. Ukuran perusahaan, solvabilitas berpengaruh positif terhadap audit report lag.
2.2
Rumusan Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Audit Report Lag Menurut Ang (1997) rasio profitabilitas merupakan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan. Profitabilitas suatu perusahaan mencerminkan tingkat efektifitas yang dicapai oleh suatu operasional perusahaan. Dasar pemikiran bahwa tingkat keuntungan dipakai sebagai salah satu cara untuk menilai keberhasilan efektifitas perusahaan, tentu saja berkaitan dengan hasil akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan perusahaan yang telah dilaksanakan oleh perusahaan dalam periode berjalan. Indikator rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Assets (ROA). Penelitian Listiana dan Susilo (2012) menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap audit report lag. Hilmi dan Ali (2007), Merdekawati (2010), Ansah (2000) dan Rachmawati (2009) menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap reporting lag perusahaan. Parwati dan Suhardjo (2009) menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap audit report lag, sedangkan hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Tiono dan Jogi (2012) yang menyatakan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap audit report lag. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap audit report lag.
2.2.2 Pengaruh Solvabilitas Terhadap Audit Report Lag Solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya pada saat perusahaan dilikuidasi. Carslaw dan Kaplan(1991) dalam Rachmawati (2008) mengungkapkan bahwa proporsi relatif dari hutang terhadap total aset mengindikasikan kondisi keuangan dari perusahaan. Proporsi yang besar dari hutang terhadap total aktiva akan meningkatkan kecenderungan kerugian dan dapat meningkatkan kehati-hatian auditor terhadap laporan keuangan yang akan diaudit. Hal ini disebabkan karena tingginya proporsi dari hutang akan meningkatkan pula risiko keuangannya. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang tidak sehat cenderung dapat melakukan mismanagement dan fraud. Proporsi yang tinggi dari hutang terhadap total asset ini akan mempengaruhi likuiditas yang terkait dengan masalah kelangsungan hidup perusahaan, yang pada akhirnya memerlukan kecermatan yang lebih dalam pengauditan (Rachmawati 2008). Wirakusuma (2004) menemukan adanya pengaruh solvabilitas terhadap audit report lag. Semakin besar rasio hutang terhadap total aktiva maka akan semakin lama rentang audit report lag. Carslaw dan Kaplan (1991) menemukan rasio solvabilitas berpengaruh signifikan untuk sampelnya pada tahun 1988, namun tidak berpengaruh signifikan untuk sampelnya pada tahun 1987. Fadoli (2014) juga menemukan hasil dimana tingkat solvabilitas berpengaruh positif terhadap audit report lag. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H2: Solvabilitas berpengaruh positif terhadap audit report lag.
2.2.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Audit Report Lag Ukuran perusahaan merupakan gambaran besar kecilnya perusahaan yang ditentukan berdasarkan ukuran nominal misalnya jumlah kekayaan dan total penjualan perusahaan dalam satu periode penjualan (Rahayu 2011). Ukuran perusahaan dapat dilihat dari total asset yang dimiliki perusahaan. Hal yang mendasari hubungan antaraukuran perusahaan dengan audit report lag adalah perusahaan besar akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan kecil, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu manajemen perusahaan yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit report lag karena perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan, dan pemerintah. Penelitian yang dilakukan oleh Hanifah (2001), Lianto dan Kusuma (2010) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap audit report lag sedangkan Petronila (2007) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit report lag. Hasil Penelitian Parwati dan Suhardjo (2009), Tiono dan Jogi (2012) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap audit report lag. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit report lag.