7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA Menurut H.W Fowler dalam Laksmi Prihantono, (1986:13) dalam Trianto (2010:136) “IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan
dengan
gejala-gejala
kebendaan
dan
didasarkan
terutama
pengamatan dan deduksi”. Menurut Kardi dan Nur (1994:1) dalam Trianto (2010: 136) “IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati”. Sedangkan menurut Wahyana (1986) dalam Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa “IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam”. Sementara itu menurut Laksmi Prihantoro dkk, (1986) dalam Trianto (2010:137) mengatakan bahwa “IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan aplikasi”. Sebagai produk merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep, sebagai proses merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberikan kemudahan bagi kehidupan. Berdasarkan definisi tersebut, maka disimpulkan bahwa IPA dalam penelitian ini adalah ilmu yang sistematis mempelajari mengenai benda-benda yang ada di permukaan bumi, di dalam bumi maupun di luar angkasa, baik benda itu bisa dilihat dengan mata telanjang ataupun dengan menggunakan alat bantu. a. Tujuan pembelajaran IPA Dalam standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah kurikulum KTSP (2006:162) telah di jabarkan tujuan pembelajaran IPA sebagai berikut: 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
7
8
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat Keputusan 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. b. Ruang lingkup pembelajaran IPA Dalam standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah kurikulum KTSP (2006:163) telah di jabarkan ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut. 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana 4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. 2.1.2
Cooperatif Learning Scoot B. Watson dari School of Education, Faculty Oublications and
Presentations Liberty University (1992) dalam makalahnya yang berjudul “The Essential Elements of Cooperative Learning”, dalam Warsono dan Hariyanto (160-161:2012) menyatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif adalah lingkungan
9
belajar kelas yang memungkinkan siswa bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen dan mengerjakan tugas-tugas akademiknya”. Woolfolk (2001) dalam Warsono dan Hariyanto (161:2012) mendefinisikan “Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengaturan yang memungkinkan para siswa bekerja sama dalam suatu kelompok campuran dengan kecakapan berbeda-beda dan akan memperoleh penghargaan jika kelompoknya mencapai suatu keberhasilan”. Menurut Kokom Komalasari “Pembelajaran kooperatif (cooperatif Learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”. (Depdiknas, 2003:5) dalam Kokom Komalasari (2010:62) Bern dan Erickson mengemukakan bahwa “Cooperative Learning merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Menurut Slavin (1984) dalam Kokom Komalasari (2010;62) pembelajaran “Kooperatif adalah suat strategi pembelajaran di mana siswa bekerja dan belajar dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen”. Keberhasilan belajar dari kelompok tergantung dari kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individu maupun secara kelompok. Johnson & Johnson (1993) dalam Warsono dan Hariyanto(2012:161) mendefinisikan “Pembelajaran kooperatif adalah penerapan pembelajaran terhadap kelompok kecil
sehingga
para
siswa
dapat
bekerjasama
untuk
memaksimalkan
pembelajarannya sendiri serta memaksimalkan pembelajaran anggota kelompok yang lain”. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan dalam penelitian ini bahwa pembelajaran kooperatif adalah sebuah model pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok setiap kelompok terdiri dua sampai lima siswa, dalam sebuah kelompok terdiri dari anggota kelompok yang memiliki kemampuan berbeda-beda, dan kerja sama antar anggota kelompok merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam pembelajaran.
10
Miftahul Huda (2013:111) “Bekerja dalam sebuah kelompok yang terdiri dari tiga atau lebih anggota pada hakikatnya dapat memberikan daya dan manfaat tersendiri. Hal ini pernah di kemukakan oleh Roger Jhonson dari Universitas Minnesota (Johnson dan Johnson, 1974)”. Roger dan David Jonson dalam Agus (2013:58) “Mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam Agus (2013:58-61) lima unsur tersebut adalah”: 1. Positive interdependensi (Saling ketergantungan positif) Unsur
saling
ketergantungan
positif
menunjukkan
bahwa
dalam
pembelajaran kooperatif ada dua pertanggung jawaban kelompok. Pertama mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. 2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan) Unsur tanggung jawab perseorangan, pertanggung jawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama. 3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif) Unsur interaksi promotif ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah: a. Saling membantu secara efektif dan efisien b. Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan c. Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien d. Saling mengingatkan e. Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumen serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi. f. Saling percaya
11
g. Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama. 4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota) Unsur komunikasi antar anggota adalah keterampilan sosial. Untuk mengordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik harus : a. Saling mengenal dan mempercayai. b. Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius c. Saling menerima dan mendukung d. Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif. 5. Group prosscesing (pemrosesan kelompok) Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok, siapa anggota kelompok yang membantu dan tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Manfaat pembelajaran kooperatif dalam Warsono dan Hariyanto (2012:165) sebagai berikut: a. Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dan prestasi akademik. b. Meningkatkan kemampuan mengingat siswa. c. Meningkatkan kepuasan siswa terhadap pengalaman belajarnya. d. Membantu siswa mengembangkan keterampilan komunikasi oral. e. Mengembangkan keterampilan sosial siswa. f. Mengikatkan rasa percaya diri siswa. g. Membantu meningkatkan hubungan positif antar suku/ras.
12
Tabel 2.1 Nilai-Nilai Karakter yang Dapat Diungkap Guru dalam Cooperative Learning dalam Warsono dan Hariyanto (2012:192) Nilai Inti Jujur Cerdas
Peduli
Tangguh
Nilai-nilai Karakter yang merupakan derivat karakter Menghargai diri sendiri, pertanggung jawaban, dan sportivitas Analitis, kuriositas, kreativitas, kekritisan, inovatif, inisiatif, suka memecahkan masalah, produktivitas, kepercayaan diri, kontrol diri, ketelitian Perhatian, komitmen, kegotongroyongan, rasa hormat, demokratis, kebijakasanaan, disiplin, kesetaraan, persahabatan, suka membantu, kerendahan hati, moderasi, keterbukaan, suka menghargai, kebersamaan, toleransi. Ketegasan, kesediaan, keberanian, kehati-hatian, suka berkompetisi (antar kelompok), keteladanan, ketetapan hati, dinamis, daya upaya, keantusiasan, kesabaran, suka mengambil risiko, beretos kerja. Sumber : Samani dan Harianto, 2011 dalam Warsono dan Harianto (2012:192)
Menurut Prince George’s Public Schools (2011) dalam Warsono dan Hariyanto (2012:193) dengan 6 orang anggota kelompok pada pembelajaran cooperatif learning dapat diberikan peran terhadap masing-masing anggota kelompok sebagai berikut : 1. Siswa pertama ditugasi sebagai fasilitator, yang perannanya menjamin
agar
setiap
anggota
kelompok
memberikan
kontribusinya. 2. Siswa kedua bertugas sebagai penulis, berperan menuliskan berbagai
catatan penting
yang mengekspresikan pemikiran
kelompok, serta menyusul ikhtisar final. 3. Siswa ketiga sebagai presenter atau pembicara kelompok, berperan menyampaikan ikhtisar hasil karya kelompok kepada kelompok yang lebih besar (pleno kelas), dalam melakukan presentasi harus mewakili pemikiran kelompok dan bukan pandangan pribadinya. 4. Siswa yang keempat sebagai manajer, pengelola bahan-bahan yang relevan, menyingkirkan bahan-bahan yang tidak relevan serta
13
mengelola bahan-bahan yang diperlukan selama proses kerja kelompok 5. Siswa yang kelima berperan sebagai penjaga waktu, mencatat waktu yang telah digunakan dan mengingatkan anggota kelompok berapa lama lagi waktu yang tertinggal untuk menyelesaikan tugas. 6. Siswa yang keenam bertugas sebagai pengontrol, yang peranannya mengontrol akurasi dan kejelasan pemikiran selama diskusi, dapat juga mengecek catatan yang ditulis atau dilaporkan oleh penulis, pengontrol jalannya diskusi agar tetap pada jalur yang benar. Jika anggotanya hanya lima orang, fasilitator diperankan oleh guru, jika hanya empat orang, fasilitator dan pengontrol diperankan oleh guru. Tabel 2.2 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif Terdiri dari Enam Fase: dalam Agus (2013:65) Fase Fase 1: Present goals and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik Fase 2: Present information Menyampaikan informasi Fase 3: Organize students info learning teams Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar Fase 4 : Assist tema work and study Membantu kerja tim dan belajar Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi
Fase 6: Provide recognition Memberikan pengakuan Penghargaan
Prilaku guru Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik
Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakaukan transisi yang efisien Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya Menguji pengetahuan peserta didik mengenal berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan kerjanya Mempersiapkan cara untuk mengakui atau usaha dan prestasi individu maupun kelompok
Penjelasan dari tabel tersebut dalam Agus (2013:65-66) adalah sebagai berikut:
14
Fase
pertama,
guru
mengklarifikasi
maksud
pembelajaran
kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena peserta didik harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran. Fase kedua, guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi akademik. Fase ketiga, kekacauan bisa terjadi dari fase ini, oleh sebab itu taransisi pembelajaran dari dan ke kelompok-kelompok belajar harus diorientasikan dengan cermat. Sejumlah elemen perlu dipertimbangkan dalam menstrukturisasikan tugasnya. Guru harus menjelaskan bahwa peserta didik harus saling bekerja sama di dalam kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan tujuan kelompok. Tiap anggota kelompok
memiliki
akuntabilitas
individual
untuk
mendukung
tercapainya tujuan kelompok. Pada fase ini yang terpenting ada free-rider atau anggota yang hanya menggantungkan tugas kelompok pada individu lainnya. Fase keempat, guru perlu mendampingi tim-tim belajar tentang meningkatkan tentang tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik dan waktu yang dialokasikan. Pada fase ini bantuan yang diberikan dapat berupa petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa peserta didik mengulangi hal yang sudah ditunjukkan. Fase kelima, guru melakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi yang konsisten dengan tujuan pembelajaran. Fase keenam, guru mempersiapkan struktur reward yang akan diberikan ke peserta didik. Variasi struktur reward bersifat individualis, kompetitif, dan kooperatif. Struktur reward dapat dicapai tanpa tergantung pada apa yang dilakukan orang lain. Struktur reward kompetitif adalah jika peserta didik diakui usaha individunya berdasarkan perbandingan dengan orang lain. Struktur reward kooperatif diberikan kepada tim meskipun anggota tim-timnya saling bersaing.
15
2.1.3 Two Stay Two Stray Cooperative learning tipe Two stay two stray atau dalam bahas Indonesia dua tinggal dua tamu ini dalam Anita Lie (2002:60) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan bisa di gunakan bersamaan dengan teknik kepala bernomor. Metode ini dapat di gunakan ke dalam semua pelajaran dan untuk semua tingkatan semua anak didik. Struktur two stay two stray memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Pembelajaran dengan metode ini menurut Agus (2013:93-94) diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahanpermasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya. Setelah diskusi intrakelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai duta (tamu) mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut. Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok. Jika mereka telah usai menuaikan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, baik peserta didik yang bertugas bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokkan dan membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan. Pembelajaran two stay two stray menurut Anita Lie (2002:61) langkahlangkahnya sebagai berikut: a. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah empat orang. b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain. c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka. d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. e. Kelompok mencocokan dan membahas hasil kerja mereka.
16
Sementara itu menurut Miftahul Huda (2013:207-208) Sintak dari two stay two stray dapat dilihat pada rincian tahap-tahap berikut: a.
Guru
membagi
siswa
dalam
beberapa
kelompok
yang
setia[
kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk memerlukan kelompok heterogen misalnya satu kelompok terdiri dari 1 siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, 1 siswa berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan karena pembelajaran kooperatif tipe TSTS bertujuan untuk memberikan kesempatan siswa untuk saling membelajarakan (Peter Tutoring) dan saling mendukung. b.
Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompok masing-masing.
c.
Siswa bekerja sama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir.
d.
Setelah selesai dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
e.
Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu dari kelompok lain.
f.
Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk melaporkan temuan mereka kepada tamu dari kelompok lain.
g.
Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
h.
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (independent) untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Keterampilan ini dapat diajarkan pada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya peran pencatat, (recorder), pembuat kesimpulan (summarized), pengatur materi
17
(material manager, atau fasilitator, dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar. Dari beberapa penjelasan tersebut maka dapat simpulkan sintak cooperative learning tipe two stay two stray sebagai berikut: Tabel 2.3 Sintak Cooperative Learning Tipe Two Stay Two Stray Langkah-langkah
Keterangan
Kegiatan Guru Siswa Melakukan Guru melakukan Siswa menyimak Kegiatan awal kegiatan kegiatan motivasi kegiatan motivasi motivasi dan dan atau apersepsi dan atau apersepsi atau apersepsi yang ditampilkan guru Menyampaikan Guru Siswa menyimak tujuan menyampaikan penyampaian pembelajaran tujuan tujuan dan kegiatan pembelajaran dan pembelajaran dan yang akan menjelaskan kegiatan dilakukan kegiatan pembelajaran pembelajaran yang akan yang akan dilakukan dilakukan Penyampaian Guru Siswa menyimak Kegiatan inti Menyiapkan materi menyampaikan penyampaian Konsep/materi materi materi Membentuk Membentuk Guru membentuk Siswa berkumpul kelompok siswa dalam kelompok sesuai kelompok heterogen masing- kelompoknya heterogen masing 4 anggota setiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota Membagikan Guru Setiap anggota pin identitas membagikan pin kelompok kelompok karakter kartun mendapatkan pin sebagai identitas karakter kartun kelompok pada sebagai identitas setiap anggota kelompok dan kelompok memasangkan pada dada sebelah kiri Memberikan tugas Memberikan Guru memberikan Siswa bekerja
18
kelompok
lembar kerja kelompok, dan memfasilitasi alat dan bahan pembelajaran
lembar kerja kelompok dan alat dan bahan pembelajaran kepada setiap kelompok untuk di diskusikan
Bertamu ke kelompok lain
Setiap kelompok mengirimkan dua anggotanya untuk bertamu ke kelompok lain. Dan yang tinggal sebagai penerima tamu
Guru memfasilitasi setiap kelompok untuk bertamu ke kelompok lain
Mohon diri Melaporkan hasil
Kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan hasil bertamu dari kelompok lain Pencocokan dari hasil bertamu dengan hasil kelompok sendiri
Guru membimbing untuk mohon diri dan melaporkan hasil bertamu ke kelompoknya.
Mencocokkan
Guru memfasilitasi setiap kelompok untuk mencocokkan hasil temuan dari kelompok lain Mempresentasikan Menyampaikan Guru hasil kerja memfasilitasi kelompok dan setiap kelompok hasil bertamu mempresentasikan dari kelompok hasil kerja
sama dan memunculkan ide baru sesuai lembar kerja menggunakan alat dan bahan pembelajaran yang telah dibagikan guru Setiap dua siswa dari masingmasing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi kelompoknya kepada tamu yang datang Dua siswa yang bertugas sebagai tamu kembali kelompok masing-masing dan melaporkan hasil bertamu ke kelompoknya dan Setiap kelompok mencocokkan hasil temuan dari kelompok lain.
Setiap kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas.
19
lain Kegiatan akhir Refleksi
kesimpulan
Evaluasi
2.1.4
Merefleksikan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan Menyimpulkan materi pembelajaran Guru memberikan soal evaluasi kepada siswa
kelompoknya di depan kelas. Guru bersama siswa merefleksikan pembelajaran yang telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
Guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran Siswa mengerjakan soal evaluasi yang telah dibagikan guru
Sikap
2.1.4.1 Hakikat Sikap Menurut Eko Putro (2012:238) “Sikap siswa dalam kegiatan pembelajaran mempunyai peran yang cukup penting menentukan keberhasilan belajar siswa”. Menurut Stiggins (1994:306) dalam Eko Putro (2012:238) menyatakan bahwa “Siswa yang memiliki sikap positif dan motivasi memiliki peluang yang lebih untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki sikap negatif”. Menurut Eloy Zalukhu (2008) dalam Wahyudi (2011) menyatakan bahwa sikap adalah “Apa yang terjadi dalam diri seseorang, pikiranpikiran dan perasaan - perasaan; tentang diri sendiri, orang lain keadaan dan kehidupan secara umum. Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan dan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal”. Menurut Johson & Johson (2002:169) dalam Eko Putro (2013:113) mengartikan sikap sebagai “an attitude is a positive or negative reaction to a person, object, or idea (sikap adalah reaksi positif reaksi positif atau negatif terhadap objek orang, objek atau ide)”. Muhajir (1992:75) dalam Eko Putro (2009:113), “Sikap merupakan kecenderungan afeksi suka atau tidak sikap pada
20
obyek sosial”. Harvey dan Smith (1991:164) dalam Eko Putro (2013:113) mendefinisikan “Sikap sebagai kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk positif atau negatif terhadap obyek atau situasi”. Eagly & Chaiken (1993:1) dalam Eko Putro (2013:113) sikap adalah “a psychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor (Kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan menilai perwujudan tertentu dengan suatu tingkat disukai atau tidak disukai)” menurut Eko Putro (2013:113) “Sikap merupakan reaksi seseorang dalam menghadapi suatu objek”. Respons seseorang dalam menghadapi suatu objek menurut Eagly & Chaiken (1993:10) dalam Eko Putro (2013:114) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
Cognitive respones, affective responses, dan behavioral responses.
Cognitive respones berkaitan dengan apa yang diketahui orang tersebut tentang obyek sikap, affective responses berkaitan dengan perasaan atau emosi seseorang yang berkaitan dengan obyek sikap, behavioral responses berkitan dengan tindakan yang muncul dari seseorang ketika menghadapi obyek sikap. Dalam kata lain menurut Eko Putro (2013:114) “Respons kognitif merupakan representasi apa yang diketahui, dipahami dan dipercayai oleh individu pemilik sikap”. Respons afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Respons tingkah laku (behavioral) merupakan kecenderungan berprilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Menurut Eko Putro (2013:114) “Sikap adalah tendensi mental yang diwujudkan dalam bentuk pengetahuan atau pemahaman, perasaan dan tindakan atau tingkah laku ke arah positif atau negatif terhadap suatu objek”. Definisi tersebut memuat tiga komponen sikap, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan, pemahaman maupun keyakinan tentang objek, afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek dan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat atau bertingkah laku sehubungan dengan objek. Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan sikap dalam penelitian ini adalah kecenderungan mental suka atau tidak suka terhadap sesuatu tertentu, seperti dalam menghadapi obyek, konsep, maupun situasi, yang dapat diwujudkan dalam tiga komponen sikap yakni kognisi, afeksi, dan konasi.
21
Mar’at (1994:13) dalam Eko Putro (2013:114), “Menggunakan istilah ketiga komponen respons sikap dengan istilah kognisi, afeksi, dan konasi”. 2.1.4.2.Komponen-komponen sikap Berikut ini komponen-komponen sikap dalam Eko Putro (2012:239-240) a. Komponen Kognisi Komponen ini merupakan bagian sikap siswa yang timbul berdasarkan pemahaman maupun keyakinan siswa terhadap pelajaran IPA. Siswa yang menganggap pelajaran IPA tidak terlalu penting karena yang dipelajari dalam IPA hanya hafalan, memiliki perasaan dan kecendrungan tingkah laku yang berbeda dalam menghadapi pelajaran IPA dibandingkan dengan siswa yang menganggap pelajaran IPA sangat penting karena bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa komponen kognisi menjawab pertanyaan apa yang diketahui, dipahami, dan diyakini siswa terhadap pelajaran IPA. b. Komponen Afeksi Komponen afeksi ini merupakan bagian sikap siswa yang timbul berdasarkan apa yang dirasakan oleh siswa ketika pelajaran IPA berlangsung.. Komponen ini digunakan untuk mengetahui apa yang dirasakan siswa ketika menghadapi pelajaran IPA. Perasaan siswa terhadap pelajaran IPA dapat muncul karena faktor kognisi maupun faktor-faktor tertentu yang sangat sulit diketahui. Seorang siswa merasa senang atau tidak senang, suka atau tidak suka terhadap pelajaran IPA, baik terhadap materinya, gurunya maupun manfaatnya. Hal ini termasuk komponen afeksi c. Komponen Konasi Dalam komponen konasi menampakkan adanya kecenderungan untuk bertindak sebagai reaksi siswa terhadap kegiatan pembelajaran IPA yang berlangsung. Siswa yang memperlihatkan tingkah laku seperti suka bertanya, aktif mengikuti pelajaran IPA, kebiasaan mempersiapkan alatalat dan buku-buku IPA sebelum berangkat sekolah, sebagaimana merupakan contoh-contoh yang tergolong konasi.
22
2.1.5 Hasil Belajar 2.1.5.1 Hakikat Belajar Belajar adalah “Suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2)” dalam Hamdani, (2011:20). Belajar menurut Crow & Crow (1985) dalam Hamdani, (2011:21), “Belajar adalah upaya pemerolehan kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap baru.” Menurut Jackson (1991) dalam Rusman “belajar merupakan proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman”. Menurut Nana Sudjana (2008:28) “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang”. Menurut Kokom Komalasari (2010:1) “Perubahan Seseorang yang asalnya tidak tahu menjadi tahu”. Sedangkan menurut Gagne dalam Agus (2013:2) “Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah”. Menurut Sunaryo (1989:1) dalam Kokom Komalasari “belajar merupakan suat kegiatan di mana seseorang membuat atau menghasilkan suat perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan”. Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan belajar dalam penelitian ini adalah merupakan suatu proses untuk memperoleh perubahan tingkah laku ke arah yang positif dari yang dulu tidak bisa menjadi bisa. 2.1.5.2. Hasil Belajar Menurut Gagne dalam Purwanto (2008:42)”Hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisir untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori (Dahar, 1998:95)”. Menurut (Winkel, 1996:51) dalam Purwanto (2008:45), mengemukakan bahwa “hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya”. Sedangkan menurut Arif Gunarso (dalam Lina, 2009), “hasil belajar adalah usaha maksimal
23
yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar”. Menurut Purwanto (2008:46) “Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar”. Menurut Agus (2013:5) “Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap apresiasi dan keterampilan”. Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan hasil belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa setelah mengalami proses belajar, kemampuan siswa dalam hasil belajar meliputi tiga aspek yakni kognitif, afektif, dan psikomotor, kemampuan hasil belajar dapat diketahui setelah guru melakukan tes evaluasi. Menurut Gagne dalam Agus (2013:5) hasil belajar berupa: 1. Informasi Verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. 2. Kemampuan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. 3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. 4. Kemampuan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani. 5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut. Menurut Bloom dalam Agus (2013:6) “hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas contoh),
application
(menerapkan),
analysis
(menguraikan,
menentukan
hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domian afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domian psikomotor meliputi initiatorypre-routine dan routinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan
24
produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Sementara menurut Lindgren dalam Agus (2013:7) hasil belajar meliputi kecakapan informasi, pengertian, dan sikap. Hasil belajar dari Benyamin Bloom dalam Nana Sudjana (2012:2223) secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif rendah, dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris
berkenaan
dengan
hasil
belajar
keterampilan
dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif. Adapun faktor yang mempengaruhi dalam hasil belajar menurut Slameto, (2010:54) : 1. Faktor intern ( dalam diri siswa ) faktor intrn ini merupakan faktor yang timbul dari dalam diri siswa, yakni faktor jasmaniah seperti kesehatan dan cacat tubuh. Faktor psikologis sepeti intelegensi, motif, kematangan,dan kesiapan. Dan Faktor kelelahan 2. Faktor eksternal ( faktor luar dari siswa ), faktor eksternal dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga seperti cara orang tua mendidik, relaksasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan
25
gedung, metode belajar, tugas rumah. Faktor masyarakat seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. 2.2 Hubungan Antar Sikap, Hasil belajar, cooperative learning tipe Two stay two stray, dengan Pembelajaran IPA Pembelajaran yang diterapkan guru merupakan faktor utama yang memengaruhi sikap siswa dan akan berdampak pada hasil belajar hal tersebut sesuai pendapat dari Stiggins (1994:306) dalam Eko Putro (2012:238) “menyatakan bahwa siswa yang memiliki sikap positif dan motivasi memiliki peluang yang lebih untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki sikap negatif”. Hal tersebut terjadi karena guru dalam menyajikan materi masih dengan mengabstraksikan materi IPA, siswa hanya di beri pengetahuan tanpa diberi kesempatan untuk menganalisis sendiri, sementara daya pikir siswa SD pada umumnya masih konkret. Pada siswa usia SD belum berkembang maksimal untuk berpikir abstrak. Selain materi yang diajarkan abstrak cara guru mengajar siswa juga kurang variatif cenderung membosankan bagi siswa. Hal itu yang menimbulkan sikap siswa saat pelajaran IPA berlangsung kurang positif banyak siswa yang tidak fokus pada pelajaran. Pembelajaran IPA dengan menggunakan cooperative learning tipe two stay two stray, karena dengan menggunakan cooperative learning tipe two stay two stray peran siswa dalam pembelajaran lebih mendapatkan kesempatan untuk bereksplorasi sendiri tanpa disuplai oleh guru secara penuh. Pembelajaran dengan two stay two stray siswa dituntut untuk lebih aktif dalam mengemukakan pendapat, percaya diri, bertanggung jawab, bekerja, dan membangun komunikasi positif antar siswa. selain itu siswa harus bersikap positif dalam menanggapi pembelajaran karena dengan cooperative learning tipe two stray two stray siswa tidak memiliki kesempatan lagi untuk bercanda dengan temanya ataupun berbuat gaduh di kelas. Siswa juga memiliki kesempatan untuk berargumen dengan teman sekelasnya, dan dalam pembelajarannya tidak menuntut selalu berada di dalam kelas, saat berdiskusi siswa bisa mencari tempat lain di sekitar sekolah misalnya perpustakaan ataupun di halaman sekolah. Maka
26
sikap siswa terhadap pelajaran IPA akan meningkat ke arah positif dan antusias mengikuti pembelajaran IPA hingga selesai maka akan berdampak pada hasil belajar yang meningkat. 2.3 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian tentang cooperative learning tipe two stry two stay sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain penelitian tersebut berbentuk skripsi eksperimen yang dilakukan oleh Heri (2008) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Metode Two Stay Two Stray (TSTS) dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012” penelitian ini di simpulkan bahwa Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini maka perumusan masalahnya adalah apakah ada pengaruh penggunaan metode two stay two stray (TSTS) dalam pembelajaran matematika terhadap hasil belajar siswa kelas V SD kecamatan Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun ajaran 2011/2012 adalah ada pengaruh yang signifikan antara hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini di tunjukkan dengan uji t-test terlihat dari hasil F hitung levene test sebesar 0,527 dengan probabilitas 0,472>0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua populasi memiliki variance sama atau dengan kata lain kedua kelas tersebut homogen. Kemudian penelitian tentang metode two stay two stray ini juga pernah dilakukan oleh Rendra (2012) dalam bentuk eksperimen yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Tsts Terhadap Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Gender Kelas V SD Pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan SifatSifat Cahaya Gugus Among Siswa Temanggung Semester 2 Tahun 2011/2012” pada penelitian ini di simpulkan bahwa: 1. Ada perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode Two stay two stray (TSTS) dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Dimana kelas yang menggunakan metode TSTS lebih baik hasil belajarnya daripada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional.
27
2. Tidak ada perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa laki-laki dan kelompok siswa perempuan. 3. Pembelajaran kooperatif tipe Two stay two stray (TSTS) tidak efektif terhadap hasil belajar berdasarkan gender siswa kelas V SD pada pelajaran IPA pokok bahasan sifat-sifat cahaya gugus Among Siswa Temanggung semester 2 tahun 2011/2012. 2.4 Kerangka Berpikir Kegiatan Pembelajaran yang berlangsung di kelas IV SDN Delik 02 pada pelajaran IPA merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru mendominasi seluruh kegiatan pembelajaran dalam eksplorasi sedikit melibatkan siswa. Guru menyampaikan materi pembelajaran melalui ceramah, kegiatan yang dilakukan siswa ketika pembelajaran IPA seperti, bercanda dengan teman sebangku, menggambar tidak jelas di buku catatan, dan beberapa siswa terlihat mengantuk. Terkadang guru menggunakan metode berkelompok akan tetapi tidak berjalan
efektif,
karena
banyak
siswa
yang
bercanda
dengan
teman
sekelompoknya dan beberapa siswa mendominasi peran dalam kelompok. Hal tersebut juga yang mengakibatkan respons sikap siswa terhadap pelajaran IPA kurang positif dan hasil belajarnya rendah masih di bawah KKM yakni 62. Kegiatan pembelajaran di sekolah pada dasarnya adalah usaha untuk menciptakan kondisi dan situasi yang mendukung bagi siswa untuk proses belajar. Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal dan sikap siswa terhadap pelajaran IPA positif. Guru sebagai fasilitator bagi siswa hendaknya mampu menciptakan suasana kondusif dalam pelajaran IPA. Salah satu perwujudan untuk menciptakan kondisi kelas yang kondusif adalah dengan menggunakan metode yang tepat. cooperative learning tipe two stay two merupakan metode yang cocok digunakan untuk meningkatkan hasil belajar dan sikap siswa. Metode ini cocok untuk diterapkan dalam kelas yang memiliki karakteristik heterogen. Dengan menggunakan cooperative learning tipe two stay two ini siswa dituntut untuk bekerja sama secara aktif dalam kelompok, siswa tidak lagi memiliki waktu untuk bercanda di dalam kelas karena masingmasing siswa dalam kelompok memiliki tugas dan peran masing-masing yang
28
harus diselesaikan, sehingga metode ini dapat melatih tanggung jawab siswa. Penerapan cooperative learning tipe two stay two diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dan siswa aktif menjalani proses belajar, dan siswa saling bekerja sama, saling mengutarakan pendapatnya, keadaan tersebut selain dapat meningkatkan hasil belajar dan sikap terhadap pelajaran IPA, juga meningkatkan interaksi sosial siswa. Selain itu cooperative learning tipe two stay two dapat melatih siswa bertanggung jawab, menerima pendapat orang lain, menjadi pemimpin yang baik bagi kelompoknya dan bertanggung jawab baik untuk dirinya maupun kelompoknya. Sehingga dapat diduga dari penjabaran tersebut dengan menggunakan cooperative learning tipe two stay two dapat meningkatkan hasil belajar dan sikap siswa terhadap pelajaran IPA Pembelajaran IPA di kelas IV dengan menggunakan metode pembelajaran cooperative learning tipe two stay two dilaksanakan dalam beberapa siklus sampai mencapai keberhasilan yaitu peningkatan sikap dan hasil belajar siswa terhadap pelajaran IPA. Untuk penilaian hasil belajar guru memberikan tes pada setiap akhir siklus, sedangkan untuk penilaian sikap guru membagikan angket pada setiap akhir siklus. Dari paparan kerangka berpikir ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan cooperative learning tipe two stay two dapat meningkatkan sikap positif dan hasil belajar pelajaran IPA. 2.5 Hipotesis Tindakan Menurut Mulyasa (2009:63) “Hipotesis tindakan merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang dihadapi, sebagai alternatif tindakan yang dipandang paling tepat untuk memecahkan masalah yang telah dipilih untuk diteliti melalui PTK”. Hipotesis tindakan penelitian ini sebagai berikut: a. Cooperative learning tipe two stay two stray dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap pelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Delik 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2013/2014.
29
b. Cooperative learning tipe two stay two stray dapat meningkatkan hasil belajar pelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Delik 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2013/2014. c. Penerapan beberapa tahapan cooperative learning tipe two stay two stray dalam meningkatkan sikap positif siswa terhadap pelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Delik 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2013/2014. d. Penerapan beberapa tahapan cooperative learning tipe two stay two stray dalam meningkatkan hasil belajar pelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Delik 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2013/2014.