BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam kajian teori, penulis membahas tentang hakikat matematika, pembelajaran matematika SD, pengertian belajar, pengertian hasil belajar, faktor- faktor yang mempengaruhi hasil belajar, strategi penyelesaian masalah, pengertian Creative Problem Solving dan video,
hubungan antara strategi Cretive Problem Solving
dengan hasil belajar matematika, pembelajaran matematika mnggunakan strategi Creative Problem Solving dengan berbantuan video. 2.1.1 Pembelajaran Matematika Dalam pembelajaran matematika ini diberikan uraian tentang
hakikat
matematika dan pembelajaran matematika SD. 2.1.1.1 Hakikat Matematika Istilah “matematika” berasal dari Bahasa Yunani “mathein” atau “mantheneim” yang berarti mempelajari. Kata “matematika” juga diduga erat hubungannya dengan kata dari Bahasa Sansekerta, “medha” atau “widya” yang berarti kepandaian, ketahuan, atau intelegensia (Wahyudi dan Kriswandi, 2013). Russel dalam Hamzah dan Masri Kuadrat (2009) mendefinisikan bahwa matematika sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Pembelajaran matematika pada hakikatnya adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar dan mencari pengalaman tentang matematika (Wahyudi dan Kriswandi, 2013). Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan konstribusi positif tercapainya masyarakat yang cerdas dan bermartabat melalui sikap kritis dan berpikir logis (Suminarsih, 2007:1). Menurut Paling dalam Wahyudi dan Inawati Budiono (2012), matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap maslalah yang dihadapi manusia, suatu cara 6
7
menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan yang paling penting adalah memikirkan dalam manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubunganhubungan. Berdasarkan pendapat Paling tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menemukan jawaban atas tiap masalah yang dihadapinya, manusia menggunakan: 1. 2. 3. 4.
Informasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi Pengetahuan tentang bilangan, bentuk dan ukuran Kemampuan untuk menghitung Kemampuan untuk mengingat dan menggunakan hubungan-hubungan
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diapaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan cara untuk menemukan jawaban dengan cara menghitung yang dinyatakan dengan angka-angka atau simbol-simbol. Dengan demikian dapat dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada dialamnya. Ini berarti bahwa belaar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencati hubungan antar konsep dan strukturnya (Wahyudi dan Inawati Budiono, 2012). 2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD Menurut Depdikbud, kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai “proses, cara, menjadikan orang atau mahluk hidup belajar.” Kata ini berasal dari kata kerja belajar yang berarti “berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.” Pembelajaran matematika adalah guru sebagai salah satu perancang proses, proses yang sengaja dirancang selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksanaan kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai objek yang dipelajari dalam hal ini sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran (Wahyudi dan Kriswandi, 2013). Menurut Jujun S (2007:190), matematika merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas dari emosi. Matematika sebagai bahasa merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin
8
disampaikan. Sedangkan menurut Subrinah (2006), matematika merupakan ilmu pengetauan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamanya. Hal ini berarti belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep, dan pembinaan ketrampilan. Memang,
Tujuan akhir pembelajaran
matematika di SD ini yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari- hari.
Akan tetapi,
untuk
menujutahap
keterampilan tersebut harus melalui langkah-langkah benar yang sesuai dengan kemampuan dan lingkungan siswa. Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep matematika (Heruman, 2007:2-3). 1. Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika. Ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata “mengenal”. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kempuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa. 2. Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konse dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya. 3. Pembinaan Ketrampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan ketrampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Seperti halnya pada pemahaman konsep, pembinaan keterampilan juga terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dan pemahaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua,
9
pembelajaran pembinaan keterampilan dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya. Matematika SD digunakan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta mampu bekerja sama (Wahyudi dan Kriswandi, 2013). Didalam lampiran Peraturan Mneteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20 tahun 2006 tentang Standar Isi, disebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep dan algoritma, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulsai matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menfsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, table, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tau, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan umum dan khusus yang ada di kurikulum SD/MI, merupakan pelajaran matematika di sekolah, jelas memberikan gambaran belajar tidak hanya dibidang kognitif saja, tetapi meluas pada bidang psikomotor dan afektif (Aisyah, 2007:4). Untuk mencapai tujuan tersebut, keberhasilan siswa dalam belajar dan memahami pembelajaran dipengaruhi dengan kemampuan yang dimiliki guru. Oleh karena itu guru dituntut untuk menguasai materi yang akan disampaikan kepada siswa yang akan diajarkannya. Guru diharapkan dapat merangsang siswa untuk berpikir aktif dan kreatif dalam mengorganisasikan pengetahuan yang diterima.
10
2.1.2 Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman, (Rusman, 2014:1). Belajar merupakan suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokoh kepribadian (Suyono dan Hariyanto, 2011:9). Slameto (2010), menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseornag untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar menurut Morgan (1978) dalam Syaiful Sagala (2012), adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Sedangkan Daimyati dan Mudjiono (1996:7), mengemukakan siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Belajar menurut pandangan Skinner (1958) adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Belajar menurut pandangan Robert M. Gagne (1970) merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan: (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan; dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Setelah belajar orang memiliki ketrampilan, pengatahuan, sikap, dan nilai. Berdasarkan pendapat dari beberapa para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses kegiatan yang dapat mengubah seseorang dari yang tidak tahu menjadi tahu dari yang tidak mengerti menjadi mengerti berdasarkan dari apa yang dilihat, didengar, dan dilakukan dan menghasilkan sebuah pengetahuan yang baru. Berikut adalah ciri-ciri belajar menurut Baharudin dan Esa Nur Wahyuni (2007:1516):
11
a. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior). Ini berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil. Tanpa mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak dapat mengetahui ada tidaknya hasil belajar. b. Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang teradi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah- ubah. Tetapi, perubahan tingkah laku tersebuttidak akan terpancang seumur hidup. c. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial. d. Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman. e. Pengalaman atau latihan itu dapat member penguatan. Sesuatu yang memperkuat itu akan memberikan semnagat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku. Di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar berikut (Soekamto dan Winataputra, 1997 dalam Baharudin dan Esa Nur Wahyuni 2007:16). a. Apapun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu siswalah yang harus bertindak aktif. b. Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya. c. Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar. d. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti. e. Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya. 2.1.3 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar peserta didik berkaitan dengan berbagai kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah ia mengikuti proses belajar (Donni Juni Priansa, 2014:123). Tujuan belajar meliputi bertambahnya pengetahuan dan ketrampilan, sehingga pencapaian tujuan belajar adalah memperoleh hasil belajar yang baik (Saur Tampubolon, 2013:140). Oemar Hamalik (2006:155) mengemukakan hasil belajar sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, serta ketrampilan.
12
Dimyanti dan Mudjiono dalam Saur Tampubolon (2013), mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang ditunjukan dari suatu interaksi tindak belajar, dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran materi dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes (Naniek Sulistya Wardani dan Slameto, 2012). Untuk mengetahui hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa ketika telah mengikuti pembelajaran dapat dilihat dari hasil tes dan non tes yang dilakukan oleh siswa. A. Tes Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Suryanto Adi, dkk., 2009). Teknik tes (testing) merupakan sebuah usaha untuk memahami peserta didik melalui pemanfaatan alat-alat yang bersifat mengukur peserta didik secara langsung (Donni Juni Priansa, 2014:67). B. Non-Tes Teknik non-tes merupakan prosedur pengumpulan data yang dirancang untuk memahami peserta didik, yang umumnya bersifat kualitatif (Donni Juni Priansa, 2014:69). Teknik non-tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah (Nanik Sulistya Wardani dan Slameto, 2012). 2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2010:54), adapun faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: a. Faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar disebut faktor intern yang meliputi: 1) Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh. 2) Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesepian. 3) Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun rohani. b. Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern, yang meliputi:
13
1) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. 2) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan, gedung, metode belajar, tugas rumah. 3) Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. Selain faktor-faktor yang telah dipaparkan diatas, masih ada faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yakni penggunaan strategi Creative Problem Solving dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa didalam kelas, Creative Problem Solving dapat mempengaruhi hasil belajar pada siswa karena siswa yang mendapatkan suatu masalah akan memecahkannya ddengan cara yang kreatif. 2.1.5 Strategi penyelesaian masalah Masalah adalah suatu kondisi dimana peserta didik diminta menyelesaikan suatu hal namun ia tidak mampu untuk menyelesaikannya (Donni Juni Priansa, 2014:185). Strategi
belajar-mengajar
penyelesaian
masalah
memberi
tekanan
pada
terselesaikannya suatu masalah secara menalar (W.Gulo, 2004:111). Sudjimat (1996) dalam Donni Juni Priansa (2014), menyatakan bahwa pembelajaran pemecahan masalah pada hakekatnya adalah belajar berpikir ( learning to think), atau belajar bernalar (learning to reason), yaitu berpikir atau bernalar mengaplikasikan berbagai pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan berbagai masalah baru yang belum pernah dijumpai sebelumnya. Proses penyelesaian masalah dapat dilakukan dalam beberapa model. Beberapa di antara model penyelesaian masalah tersebut sebagai berikut. a. Penyelesaian masalah menurut J. Dewey (W. Gulo, 2004:115) 1. Merumuskan masalah 2. Menelaah masalah 3. Merumuskan hipotesis 4. Mengumpulkan dan mengelompokan data sebagai bahan pembuktian hipotesis 5. Menentukan pilihan penyelesaian
14
b. Penyelesaian masalah menurut Lawrence Senesh (W. Gulo, 2004:116) 1. Menemukan gejala- gejala problematika 2. Mempelajari aspek-aspek permasalahan 3. Mendefinisikan masalah 4. Menentukan runag lingkup permasalahan 5. Menganalisis sebab-sebab masalah 6. Menyelesaikan masalah c. Penyelesaian maslaah menurut David Johnson & Johnson (W. Gulo, 2004:117-123) 1. Mendifinisikan masalah 2. Mendiagnosis masalah 3. Merumuskan alternatif strategi 4. Menentukan dan menerapkan strategi 5. Mengevaluasi keberhasilan strategi 6. Skenario kegiatan belajar-mengajar Permasalahan yang bermanfaat adalah permasalahan yang memberi peserta didik kesempatan untuk memperluas pengetahuan mereka dan merangsang mereka untuk terus menerus memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah (Donni Juni Priansa, 2014:186-187). 1) Konsep dasar dan karakteristik strategi pemecahan masalah Diartikan sebagai rangkaian aktifitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama yaitu; pertama, merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran artinya dalam impementasinya ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan sisa, kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah, yang menempatkan masalah sebagai kunci dari proses pembelajaran, ketiga, pe mecahan masalah menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2008 dalam Wahyudi dan Inawati Budiono, 2012). Strategi pemecahan masalah dapat diterapkan: a. Manakala guru mengharapkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran, tetapi menguasai dan memahami secara penuh. b. Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan ketrampilan berpikir rasional siswa. c. Manakala guru mnginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa. d. Jika guru menginginkan mendorong sisa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
15
e. Jika guru ingin agar siswa memahami agar hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupnya (hubungan antara teori dan kenyataan). 2) Hakikat masalah dalam strategi pemecahan masalah Menurut Wina Sanjaya (2008) dalam Wahyudi dan Inawati Budiono (2012), hakikat masalah dalam strategi pemecah masalah adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi apa yang diharapkan. Oleh karena itu, materi atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi dapat pula bersumber dari peristiwa-peristiwa yang teradi yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 3) Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam strategi pemecahan masalah (Wahyudi dan Inawati Budiono, 2012) a. Bahan pelajaran harus mengandung isu- isu yang mengandung konflik. b. Bahan yang dipilih adalah bahan yang familiar dengan siswa, sehingga siswa dapat mengikutinya dengan baik. c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak, sehingga terasa bermanfaat. d. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimilki oeh siswa sesuai dengan kurikulum. e. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga sisa merasa perlu mempelajarinya. 4) Macam- macam strategi pemecahan masalah matematika Menurut Reys (1978) dalam Wahyudi dan Inawati Budiono (2012), dan buku pengembangan pembelajaran matematika SD, disebutkan beberapa macam stretegi pemecahan masalah yaitu: a. Beraksi (Act It out) b. Membuat gambar atau diagram c. Mencari pola d. Membuat tabel e. Menghitung semua kemungkinan secara sistematis f. Menebak dan menguji g. Bekerja mundur h. Mengidentifikasi informasi yang diinginkan, diberikan, dan diperlukan i. Menulis kalimat terbuka j. Menyelesaikan masalah yang lebih sederhana atau serupa k. Mengubah pandangan
16
2.1.6 Pengertian Strategi Creative Problem Solving dan media video Strategi pembelajaran pada hakikatnya terkait dengan perancanaan atau kebijakan yang dirancang di dalam mengelola pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan (Suyono dan Hariyanto, 2011:20). Suatu strategi adalah bagian dari proses pemecahan masalah yang memberi arah kepada pemecah masalah yang mengantarkan kepada ditemukannya jawaban (Donni Juni Priansa, 2014:189). Krulik dan Rudnik (1995) dalam Donni Juni Priansa (2014), menyatakan bahwa masalah adalah suatu situasi, besar-besaran atau yang lainnya yang dihadapkan kepada individu atau kelompok untuk mencari pemecahan, yang untuk itu para individu tidak segera tahu suatu solusi. Creative Problem Solving merupakan perangkat fleksibel yang dapat diterapkan untuk
menguji problem
dan
isu- isu nyata.
Dikembangkan oleh pencipta
‘brainstroming’ Alex Osborn (1979) dan Dr. Sidney Parnes (1992), enam tahap dalam model ini mempresentasikan prosedur sistematis dalam mengidentifikasi tantangan, menciptakan gagasan, dan menerapkan solusi-solusi inovatif. Melalui praktik dan penerapan proses tersebut secara berkelanjutan, siswa dapat memperkuat teknik-teknik kreatif mereka dan belajar menerapkannya dalam situasi-situasi baru (Miftahul Huda, 2013). Model ini secara logis dapat dilakukan melalui enam langkah, antara lain: 1. Penemuan Tujuan – mengidentifikasikan tujuan, tantangan, dan arah masa depan. 2. Penemuan Fakta – mengumpulkan data tentang masalah. Mengobservasi masalah seobjektif mungkin. 3. Pemecahan Masalah – menguji berbagai problem untuk memisahkannya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, seraya menguraikan problem tersebut secara terbuka. 4. Penemuan Gagasan – menciptakan sebanyak mungkin gagasan terkait dengan masalah tersebut, brainstorming. 5. Penemuan Solusi – memilih solusi yang pal ing sesuai, dengan mengembangkan dan memilih kriteria untuk menilai apa saja solusi alternatif yang dianggap terbaik. 6. Penerimaan- membuat rencana tindakan.
17
Pembelajaran matematika dengan strategi Creative Problem Solving dengan berbantuan media video akan lebih mudah dipahami dan menarik perhatian siswa untuk mendengarkan ketika guru menjelaskan adalah dengan berbantuan media video, dengan adanya media video akan lebih mudah dalam membantu siswa untuk memecahkan masalah dan pengumpulan data. Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medoe adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Arief S. Sadiman, 2014. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), video diartikan bagian yang memancarkan gambar pada pesawat televisi. Atau dengan kata lain adalah tayang gambar yang bergerak yang disertai dengan music. Video termasu dalam bahan ajar audiovisual ataupun bahan ajar pandang dengar. Bahan ajar audio visual merupakan bahan ajar yang mengkombinasikan dua materi, yaitu visual dan materi auditif. Adapun kelebihan dari media video menurut Anderson (dalam Andi Prastowo, 2012) adalah sebagai berikut: a. Dengan video (disertai suara atau tidak) kita dapa t menunjukan kembali gerakan tertentu. b. Dengan video, penampilan peserta didik dapat dilihat kembali untuk dikritik atau dievaluasi. c. Dengan menggunakan efek tertentu, dapat memperkokoh proses belajar maupun nilai hiburan dari penyajian tersebut. d. Dengan video, kita akan mendapatkan isi dan susunan yang masih utuh dari materi pelajaran. e. Dengan video, informasi dapat disajikan secara serentak pada waktu yang sama di lokasi (kelas) yang berbeda dan dengan jumlah penonton yang tidak terbatas. f. Pembelajaran dengan video merupakan suatu kegiatan yang mandiri. Kelemahan video menurut Anderson (dalam Andi Prastowo, 2012) adalah sebagai berikut: a. Ketika akan digunakan, peralatan video tentu harus sudah tersedia di temapat penggunaan. b. Menyusun naskah atau scenario video bukanlah pekerjaan yang mudah, disamping menyita banyak waktu. c. Biaya video sangat tinggi dan hanya sedikit orang yang mampu mengerjakannya. d. Apabila gambar pada video ditransfer kefilm hasilnya tidak bagus. e. Layar monitor kecil membatasi jumlah penonton, kec uali jaringan monitor dan sistem proyeksi video diperbanyak.
18
f.
Jumlah grafis pada garis untuk video terbatas, yakni separuh dari jumlah huruf grafis untuk film atau gambar diam. g. Perubahan yang pesat dalam teknologi menyebabkan keterbatasan sistem video menjadi masalah yang berkelanjutan. Kreativitas membuka pikiran dan menjadikan motivasi hidup lebih tinggi. Karena orang yang kreatif tidak takut akan kehilangan peluang, dia bisa menciptakan peluang sendiri. Dia tidak takut menhadapi masalah karena orang kreatif memiliki kemampuan menyelesaikan masalah (Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat, 2009). Pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving dengan berbantuan media video yang akan digunakan dalam penelitian diharapkan dapat membantu siswa untuk memecahkan masalah dengan cara yang kreatif dan menuntunnya untuk menyelesaikannya. 2.1.7 Hubungan antara Strategi Creative Problem Solving dengan Hasil Belajar Matematika Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari hasil pembelajaran yang dilakukan oleh siswa, untuk dicapainya hasil belajar yang baik diperlukannya juga faktor- faktor yang mendukung seperti strategi pembelajaran, media serta hal lain juga yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil yang maksimal dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving, diharapkan mengurangi tingkat kebosanan siswa terhadap pembelajaran matematika. Selain itu, didalam mata pelajaran matematika siswa dapat memahami konsepnya melalui suatu masalah dalam situasi nyata, serta mampu memecahkan masalah. Dengan membiasakan siswa dalam menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan siswa dapat menjadi problem solver yang lebih baik. Hal in dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa dala m proses perbaikan belajar. Dengan demikian pemahaman siswa terhadap materi dan hasil belajarnya dalam pembelajaran matematika dapat menjadi optimal.
19
2.1.8 Standar Proses Pembelajaran Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi kelulusan.
Pelaksanaan
proses pembelajaran
meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup (BSNP No 41, 2007). 1. Kegiatan pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru: a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari. c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai. d. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuail silabus. 2. Kegiatan inti Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sessuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik secara psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksp lorasi, elaborasi, dan konfirmasi. 3. Kegiatan penutup Penutup merupkan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut (BSNP No. 41, 2007). Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajarannya adalah sebagai berikut:
20
Tabel 2.1 Penerapan Strategi Pembelajaran Creative Problem Solving Sesuai Standar Proses
No
Kegiatan
1.
Kegiatan Pendahuluan
2.
Kegiatan Inti
Penerapan sesuai standar proses a. Menyiapkan siswa baik secara psikis dengan bertanya, “Apa kabar hari ini?” dan menyiapkan fisik siswa dengan cara memeriksa sikap duduk siswa dalam menerima pelajaran, memeriksa bukubuku pelajaran dan alat tulis yang diperlukan. b. Menajukan pertanyaan untuk mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang dipelajari. c. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai dengan siabus. d. Guru melakukan apersepsi guna menggali konsep dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa tentang materi yang akan dipelajari. e. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai setelah mempelajari materi. Eksplorasi a. Guru menyajikan video sebagai alat berbantuan media yang digunakan untuk siswa melihat terlebih dahulu dan guru menyajikan materi secara umum sebagai pengantar kepada siswa. b. Guru memberikan penjelasan tentang strategi Creative Problem Solving yang akan dipakai alam pembelajaran. c. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok heterogen. d. Guru menunjukkan benda-benda yang akan digunakan dalam pembelajaran. Elaborasi a. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi secara kelompok untuk mendiskusikan masalah ang ditemukan. b. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk maju dan mempresntasikan hasil kerja kelompok didepan kelas.
21
3.
Kegiatan Penutup
c. Guru menanyakan alas an atau dasar pemikiran dari pemecahan masalah yang telah dibuat siswa berdasarkan pengetahuan yang mereka peroleh. d. Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang lain untuk memberikan pendapat terhadap jawaban siswa yang berada dikelas. Konfirmasi a. Guru memberikan umpan balik terhadap hasil diskusi dan penguatan dalam bentuk lisan misalnya ucapan “Hebat!” atau reward berupa bintang, bahkan hadiah bagi siswa yang berhasil menjawab dengan baik ataupun bagi siswa yang telah berani menyampaikan gagasan meskipun jawaban kurang tepat. b. Guru memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi siswa yang berupa jawaban lisan dari siswa. c. Siswa mebuat ringkasan tentang materi yang telah dipelajari bersama. a. Guru dan siswa membuat kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari. b. Guru memberikan soal evaluasi pada siswa. c. Guru menyampaikan rencana pembelajran untuk pertemuan berikutnya.
2.1.9 Pembelajaran Matematika Menggunakan Strategi Creative Problem Solving dengan berbantuan Video Tahapan-tahapan Creative Problem Solving yang dikemukakan diatas
dapat
melatih siswa untuk mengkomunikasikan ide matematisnya, berpikir kritis untuk memecahkan masalah yang akan dihadapinya, berpikir sistematis dan logis sesuai data atau fakta yang tersedia serta melatih siswa untuk berinteraksi satu sama lain. Ada enam kriteria yang dijadikan landasan utama dan sering disingkat dengan OFPISA: Objective Finding (penemuan tujuan), Fact Finding (penemuan fakta), Problem Finding(pemecahan masalah), Idea Finding(penemuan gagasan), Solution Finding(penemuan solusi), dan Acceptence Finding (penerimaan). Berdasarkan
22
beberapa langkah diatas, maka implementasi Creative Problem Solving dalam pembelajaran matematika terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: 1. Kegiatan awal Guru menanyakan kesiapan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran, guru mengulas kembali materi sebelumnya sebagai prasyarat pada materi saat ini sembari menayangkan video sebagai media berbantuan untuk siswa mengidentifikasikan masalah kemudian guru menjelaskan aturan yang akan dilakukan dalam pelaksanaan strategi Creative Problem Solving serta memberi motivasi kepada siswa akan pentingnya materi pelajaran melalui strategi Creative Problem Solving. 2. Kegiatan inti Siswa membentuk kelompok kecil untuk melakukan small discussion. Tiap kelompok terdiri atas 4-5 orang siswa. Secara berkelompok siswa akan memecahkan masalah yang disajikan sesuai dengan petunjuk yang diberikan, dalam memecahkan masalah yang siswa lakukan akan mendapat bimbingan dan arahan dari guru (peranan guru dalam hal ini menciptakan situasi yang dapat memudahkan munculnya pertanyaan dan mengarahkan kegiatan brainstorming serta menumbuhan situasi dan kondisi lingkungan yang dihasilkan atas dasar ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran). Adapun penekanan dalam pendampingan siswa dalam menyelesaikan permasalahan sebagai berikut. a. Klarifikasi masalah Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan agar siswa lebih dekat dengan masalah sehingga memungkinkannya untuk menemukan solusi yang lebih jelas. b. Brainstorming/pengungkapan pendapat Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengemukakan pendapatnya tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah dan tidak ada
23
sanggahan dalam mengungkapkan ide gagasan agar bisa melihat kemungkinan menjadi solusi atas situasi permasalahan. c. Evaluasi dan seleksi Pada tahap ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang tepat untuk solusi penyelesaian masalah. d. Implementasi Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang diambil untuk menyelesaikan masalah kemudianmenerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut. 3. Kegiatan akhir Lebih lanjut, perwakilan dari masing- masing kelompok mempresentasikan hasil
yang
telah
didiskusikan
didepan
kelas
dan
kelompok
lain
menanggapinya. Kemudian guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi yang dilakukan. 2.1.10 Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan adalah uraian yang sistematis tentang hasil- hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang sesuai dengan subtansi yang diteliti, fungsinya untuk memposisikan peneliti yang sudah ada dengan penelitian yang akan dilakukan. Menurut penelitian, ada beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini diantaranya: Menurut penelitian yang dilakukan oleh Eva Kusuma Wardani (2013), dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Kelas IV SDN Siderejo Kidul 03 Salatiga Melalui Strategi Creative Problem Solving Tahun Pelajaran 2012/2013”, dengan subjek penelitian sebanyak 22 siswa kelas IV yang ditemukan masalah bahwa guru tersebut terbiasa mengajar dengan pembelajaran yang konvensional dan berpusat hanya pada guru sehingga siswa cenderung hanya mengerjakan dengan apa yang guru perintahkan tanpa mengembangkan kemampuan yang siswa miliki. Dengan menggunakan pembelajaran tersebut siswa dapat menjadi bosan sehingga hasil belajar yang dicapai menjadi rendah, ini dapat dilihat dari keadaan awal ketika guru
24
menggunakan pembelajaran konvensional yaitu dengan standar KKM 65, siswa yang belum mencapai KKM berjumlah 12 orang dari 22 siswa dan hanya terdapat 10 siswa yang diatas KKM dengan nilai rata-rata 62,72. Setelah guru menggunakan strategi Creative Problem Solving untuk memperbaiki proses hingga hasil belajar siswa pada siswa kelas IV di mata pelajaran matematika terdapat peningkatan yang terjadi karna penggunaan strategi tersebut dan dapat diketahui dari dengan presentase pada pra siklus sebesar 50% menjadi 68,2% disiklus I dan meningkat lagi pada siklus II yaitu sebesar 86,4% dan indikator kinerja hasil pembelajaran yang ditentuan bagi peneliti sudah tercapai pada siklus II yaitu dengan indikator 80%. Dengan peningkatan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah diterapkannya strategi yang dilakukan oleh peneliti maka dapat disimpulkan bahwa strategi Creative Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran matematika dikelas IV di SDN Siderejo Kidul 03 Salatiga. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Kurniawati (2014) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Menerapkan Model Creative Problem Solving pada siswa kelas II SDN Purwodadi Margoyoso Pati Semester I Tahun 2013/2014”, menyebutkan bahwa dengan subjek penelitian sebanyak 36 siswa didalam kelas dan memiliki standar nilai KKM 67 ditemukan bahwa dari 36 siswa hanya ada 11 siswa atau 30,56% yang mencapai KKM, sedangkan yang belum mencapai nilai KKM ada 25 siswa atau 69,44%. Setelah dilakukannya penerapan model Creative Problem Solving pada siswa kelas II SDN Purwodadi Margoyoso Pati, hasil belajar siswa meningkat seiring dengan kinerja guru dan aktivitas yang siswa lakukan didalam kelas dengan menggunakan model Creative Problem Solving tersebut, dapat diketahui dari hasil observasi kinerja guru pada siklus I adalah 83,61 dan rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah 78,48 dan pada siklus II hasil analisis kinerja guru dan hasil belajar siswa semakin meningkat dapat diketahui dari nilai rata-rata hasil tes matematika mencapai 80,14 sementara indikator kinerja yang ditentukan adalah 80% dan dengan jumlah siswa yang tuntas diatas KKM sebanyak 33 siswa dan yang tidak tuntas sejumlah 3 orang dikarenakan tingkat konsentrasi
25
yang rendah dan siswa sering bermain disaat pembelajaran sedang berlangsung. Dari penelitian yang dilakukan dalam menggunakan model Creative Problem Solving pada siswa kelas II dimata pelajaran matematika dapat disimpulkan bahwa model Creative Problem Solving dapat meningkatkan kinerja guru beserta hasil belajar siswa dapat dilihat dari nilai rata-rata yang dicapai oleh kinerja guru dan hasil belajar siswa semakin meningkat dari setiap siklus yang dilakukan dan siswa menjadi aktif karna keterlibatannya dalam pembelajaran dan dapat mengembangkan kemampuan yang mereka miliki sehingga siswa dapat berpikir secara konkrit dan pembelajaranpun tidak hanya berpusat pada guru saja melainkan siswa terlibat dan menjadi aktif sehingga siswa menjadi antusias dalam mengikuti proses pembelajaran dan hasil belajar dapat dicapai dengan nilai yang baik. Penelitian diatas menunjukkan bahwa strategi Creative Problem Solving terbukti berpengaruh terhadap hasil belajar siswa karena dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dalam menyelesaikan masalah. Sehubung dengan hal tersebut, penulis merasa perlu untuk mengembangkan penelitian karna didalam pembelajaran dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving siswa akan dilibatkan didalam proses pembelajaran sehingga mereka akan menjadi aktif dan dapat menjadi antusias untuk mengikuti proses pembelajaran dan juga melalui strategi Creative Problem Solving siswa akan bekerja didalam kelompok untuk memecahkan suatu masalah dan menyelesaikan tanggung jawab mereka didalam kelompok sehingga siswa akan mengembangkan kreativitas yang mereka miliki. Dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi mempunyai enam langkah yaitu penemuan tujuan (objective finding), penemuan fakta (fact finding), pemecahan masalah (problem finding), penemuan gagasan (idea finding), penemuan solusi (solution finding), dan penerimaan (accepted finding). Pada langkah penemuan tujuan (objective finding), siswa mendiskusikan situasi permasalahan yang diajukan oleh guru dan membrainstroming tujuan yang bisa digunakan untuk kerja kreatif mereka. Pada langkah penemuan fakta (fact finding), siswa akan membrainstroming semua
26
fakta yang mungkin berkaitan terhadap tujuan. Pada langkah pemecahan masalah (problem finding), siswa mendifinisikan kembali perihal permasalahan agar lebih dekat dengan masalah sehingga memungkinkan untuk menemukan solusi yang lebih jelas. Pada langkah penemuan gagasan (idea finding), siswa mengkaji gagasangagasan yang akan menjadi solusi atas permasalahan. Pada langkah penemuan solusi (solution finding), gagasan-gagasan yang yang memiliki potensi besar dievaluasi bersama oleh siswa didalam kelompok diskusi untuk menentukan gagasan solusi yang tepat dalam pemecahan masalah. Pada langkah penerimaan (accepted finding), pada langkah ini siswa diharapkan memiliki cara baru dalam menyelesaikan masalah melalui gagasan- gagasan yang mereka miliki untuk menyelesaikan maslah secara kreatif. Melalui pembelajaran dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving siswa dapat bekerja sama didalam sebuah diskusi kelompok
dan dapat
mengembangkan kreativitas yang mereka miliki dan mengemukakan pendapat gagasan-gagasan dalam mencari solusi untuk menyelesaikan masalah. Untuk itu penulis tertarik untuk menggunakan strategi Creative Problem Solving dengan berbantuan media video untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV di SDN 01 Sumogawa Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. 2.1.11 Kerangka Pikir Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang jarang sekali disukai oleh siswa karna dianggap sulit untuk dipahami dan selama ini masih banyak guru yang mengajar dengan cara yang hanya berpusat pada guru saja sehingga seperti guru yang menjadi pusat dari pengetahuan yang ada didalam kelas dan tidak melibatkan siswa dalam mengembangkan materi agar terjadi interaksi yang aktif dan menarik didalam kelas antara guru dan siswanya, agar kelas menjadi kondusif dan siswa dapat memahami pembelajaran dengan baik dan mencapai tujuan perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran seperti memilih strategi yang tepat dalam proses pembelajaran.
27
Salah satunya adalah dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving dengan berbantuan media video yaitu suatu strategi pembelajaran yang dilakukan pemusatan pada pemecahan masalah dengan diikuti penguatan keterampilan, karna ketika siswa menemukan masalah yang dihadapi didalam pembelajaran siswa dapat memecahkannya
dan
menyelesaikannya
dengan
cara
yang
kreatif,
untuk
meningkatkan kreativitas siswa dalam belajar dan memperoleh hasil yang maksimal dalam belajar, guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menarik, salah satu upayanya adalah dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving, dengan menggunakan startegi ini siswa mampu berpikir sekreatif mungkin sehingga dalam memecahkan masalah yang ada pada soal matematika siswa dapat mencapainya dengan hasil yang maksimal. Kerangka pikir tentang penggunaan strategi Creative Problem Solving pada pembelajaran matematika dapat dilihat melalui peta konsep sebagai berikut:
28
Peta Konsep Kerangka Pikir
Menggunakan strategi Creative Problem Solving dengan berbantuan media video dalam pembelajaran matematika
Guru menyampaikan materi
1.1
Guru belum menggunakan strategi Creative Problem Solving
siswa cenderung pasif tanpa mengembangkan kreativitas, bosan, suasana yang tidak kondusif
Hasil Belajar Rendah
Siswa belajar membangun pengetahuannya sendiri melalui masalah yang ditemukan kemudian didiskusikan didalam sebuah kelompok untuk memecahkannya
Siswa mampu berkompetensi dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas
Siswa mampu berpikir kreatif dan menjadi aktif ketika berdiskusi didalam kelompok dan memudahkan untuk memahami materi
Hasil Belajar Meningkat
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir
29
2.1.12 Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan, dapat diajukan sebuah tindakan bahwa: 1. Dengan menggunakan strategi Creative Problem Solving dengan berbantuan media video dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas IV di SDN 01 Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. 2. Dengan menggunakan langkah- langkah strategi Creative Problem Solving dengan berbantuan media video juga akan meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran matematika.