BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Hakikat Matematika SD 2.1.1
Pengertian Matematika Menurut Ahmad Susanto (2014:185) mengemukakan bahwa “matematika
merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah seharihari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”. Hans Freudental dalam Ahmad Susanto (2013:189) mengatakan : Matematika merupakan aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian, matematika merupakan ilmu berpikir logis yang dipresentasikan dalam bilangan, ruang dari bentuk dengan aturan-aturan yang telah ada dan tak lepas dari aktivitas insani tersebut. Pada hakikatnya, matematika tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari dalam arti matematika memiliki kegunaan yang praktis dalam kehidupan sehari-hari. Semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti mau tidak mau harus berpaling kepada matematika. Menurut Ahmad Susanto (2013:183) mengatakan : Bidang studi matematika merupakan bidang studi yang berguna dan membantu dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan hitung menghitung atau yang berkaitan dengan angka-angka berbagai macam masalah yang memerlukan suatu keterampilan dan kemampuan untuk memecahkannya. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika adalah pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis individu dalam penyelesaian atau pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dimana
pemecahan
masalah
tersebut
membutuhkan
kemampuan
dan
keterampilan serta ketelitian yang dapat meningkatkan pengetahuan yang dimiliki individu itu sendiri.
7
8
2.1.2 Kompetensi Pembelajaran Matematika SD Dalam kurikulum Depdiknas 2004 dalam Ahmad Susanto (2014:184) disebutkan bahwa : Standar kompetensi matematika di sekolah dasar yang harus dimiliki siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran bukanlah penguasaan matematika, namun yang diperlukan ialah dapat memahami dunia sekitar, mampu bersaing dan berhasil dalam kehidupan. Standar kompetensi yang dirumuskan dalam kurikulum ini mencakup pemahaman konsep matematika, komunikasi matematis, penalaran, dan pemecahan masalah, serta sikap dan minat yang positif terhadap matematika. Adapun standar kompetensi lulusan untuk setiap tingkatan sekolah dasar menurut dokumen pada KTSP mengenai standar kompetensi lulusan tersebut dalam Ibrahim dan Suparni (2012:37) adalah sebagai berikut : a. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. b. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. c. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. d. Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. e. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar dan grafik (diagram), serta mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung, modus, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. f. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan. g. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.
2.1.3
Pembelajaran Matematika SD Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar bertujuan untuk mempersiapkan
siswa agar sanggup menghadapi perubahan-perubahan di dalam kehidupan dan dunia yang sedang berkembang. Menurut Ibrahim dan Suparni (2012:35) menyenbutkan bahwa “mata pelajaran matematika di Sekolah Dasar diberikan
9
kepada siswa dengan tujuan agar siswa memiliki kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama”. Dalam kurikulum Depdiknas (2006) menjelaskan bahwa “pembelajaran matematika di Sekolah Dasar ditujukan pula agar siswa memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi, untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah-ubah, tidak pasti dan kompetitif”. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar matematika dalam kurikulum disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut. Untuk meningkatkan
kemampuan
memecahkan
masalah
perlu
dikembangkan
kemampuan memecahkan masalah, menyelesaikan masalah dan menafsirkan solusinya. Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar merupakan salah satu kajian yang menarik karena adanya perbedaan karakteristik antara hakikat siswa dan hakikat matematika. Matematika bagi siswa SD berguna untuk kepentingan hidup dalam lingkungannya, untuk mengembangkan pola pikirnya, dan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya. Manfaat matematika bagi siswa SD adalah sesuatu yang jelas dan tidak perlu dipersoalkan, lebih lagi pada era pengembangan ilmu pengetahuan dewasa ini. Dalam setiap pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keaktifan pembelajaran maka dituntut untuk menggunakan alat atau media pembelajaran yang dapat membantu proses dan keberhasilan pembelajaran. Selain itu, dalam pembelajaran matematika juga dituntut menerapkan sebuah model pembelajaran yang tepat, sehingga pada akhirnya pembelajaran matematika dapat diserap dengan baik oleh siswa. Begitu juga dengan pembelajaran pada materi konsep pecahan, seorang guru harus bisa menggunakan
media
pembelajaran
yang
tepat
dan
efektif.
Dalam
mengembangkan kreatifitas dan potensi siswa, maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan matematika, seorang guru harus memahami
10
bahwa kemampuan setiap siswa itu berbeda-beda serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika.
2.1.4 Penilaian Matematika SD Menurut Permendikbud No 81A Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Implementasi Kurikulum 2013 dalam Eko Putro Widoyoko (2014:4), Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Semetara itu Adi Suryanto,dkk dalam Eko Putro Widoyoko (2014:4) mengartikan penilaian (assessment) sebagai “kegiatan untuk mengumpulkan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari berbagai jenis tagihan dan mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil belajar dan perkembangan belajar siswa”. The Task Group on Assessment and Testing (TGAT) dalam Eko Putro Widoyoko (2014:3) mendeskripsikan asesmen sebagai “semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok”. Sedangkan penilaian dalam dalam konteks hasil belajar menurut Eko Putro Widoyoko (2014:4) diartikan sebagai “kegiatan menafsirkan atau memaknai data hasil pengukuran tentang kompetensi yang dimiliki siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran”. Berdasarkan berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa assessment atau penilaian dapat diartikan sebagai kegiatan menafsirkan atau memaknai data hasil suatu pengukuran berdasarkan kriteria, standar, maupun aturan-aturan tertentu. Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana proses penilaian atau ketercapaian kompetensi siswa.
11
2.2 Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) 2.2.1
Pengertian Problem Based Learning (PBL) Menurut Duch dalam Aris Shoimin (2014 : 130) Problem Based Learning
(PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah “model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan”. Menurut Finkle dan Torp dalam Aris Shoimin (2014:130) menyatakan bahwa: PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasardasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik. 2.2.2
Kakateristik Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu dalam Aris
Shoimin (2014:130) menjelaskan karakteristik dari Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu: a. Learning is student-centered Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitik beratkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri. b. Authentic problem form the organizing focus for learning Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang autentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya di dalam kehidupan profesionalnya nanti. c. New information is acquired through self-directed learning Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya. d. Learning occurs in small groups Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif, PBM dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.
12
e. Teachers act as facilitators Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Meskipun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong mereka agar mencapai target yang hendak dicapai. 2.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Menurut Aris Shoimin (2013 : 132) terdapat beberapa kelebihan dari model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) antara lain sebagai berikut. a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata. b. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar. c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa. d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok. e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara dan observasi. f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri. g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka. h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching. Sedangkan kelemahan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menurut Aris Shoimin (2013 : 132) yaitu: a. PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah. b. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas. 2.2.4
Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Adapun langkah-langkah pada model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) menurut Aris Shoimin (2014:131) yaitu: a. Orientasi siswa pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. b. Mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
13
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dan lain-lain). c. Membimbing penyelidikan individual atau kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. d. Mengembangkan dan menyajikan karya. Guru membantu siswa dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya. e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang meraja gunakan. Perencanaan pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melibatkan penyusunan pemetaan sintak dan langkah-langkah pembelajaran di kelas berdasarkan standar proses. Adapun pemetaan sintak dan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dipaparkan pada tabel 1 berikut. Tabel 1 Pemetaan Sintak Problem Based Learning (PBL)
3 4 5
Elaborasi
Penutup
2
Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah Mengorganisasi peserta didik untuk belajar Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Konfirmasi
1
Sintak
Eksplorasi
No.
Pendahuluan
Awal
Standar Proses Inti Penutup
√
√
√ √
√ √ √
14
Prosedur
pelaksanaan
pembelajaran
matematika
dengan
model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat dijelaskan pada tabel 2 berikut. Tabel 2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Aktivitas Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan. Guru membantu siswa mengorganisasi tugas yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya. 1.Guru meminta siswa membentuk kelompok dengan jumlah anggota 4 atau 5 secara heterogen.
Tahapan Kegiatan Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah
Aktivitas Siswa Siswa menyimak tujuan pembelajaran yang harus diketahui dan dipahami oleh siswa, sehingga siswa dapat terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah. Mengorganisasi Siswa mengorganisasi peserta didik untuk tugasnya yang berhubungan belajar dengan masalah yang harus diselesaikan. Membimbing 1.Siswa membentuk penyelidikan kelompok beranggotakan 4 individual maupun atau 5 orang. kelompok
2.Guru membagikan (Lembar Diskusi Siswa) LDS pada tiap kelompok.
2. Siswa mendengarkan tatacara pengisian LDS.
3.Guru menjelaskan tata cara pengisian LDS. 4.Guru meminta kelompok berdiskusi. 5.Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dengan permasalahan. Guru membantu siswa untuk berbagi tugas dan menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah. Guru bersama siswa melakukan refleksi dan evaluasi terhadap proses pemecahan masalah.
3. Siswa berdiskusi dengan kelompoknya (dengan bimbingan guru)
Mengembangkan Siswa menyampaikan hasil dan menyajikan karya kelompok di depan hasil karya kelas sebagai hasil pemecahan masalah. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Siswa dibantu guru melakukan evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan.
15
2.3 Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) 2.3.1
Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Nurhadi dalam Rusman (2014 : 189) mengatakan : Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Menurut Jumanta Hamdayama (2014 : 51), Aris Shoimin (2013 : 41), dan
Zainal Aqib (2014 : 1) menyatakan bahwa : Contextual Teaching Learning adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari, siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal dalam memecahkan masalah kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan sebuah strategi model pembelajaran yang dianggap tepat untuk saat ini karena materi yang diajarkan oleh guru selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dengan menggunakan pembelajaran kontekstual, materi yang disajikan guru akan lebih bermakna. Siswa akan menjadi peserta aktif dan membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan mereka.
2.3.2
Karakteristik Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Menurut Jumanta Hamdayama (2014:51) ada 8 komponen yang menjadi
karakteristik dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut : a. Melakukan hubungan untuk menemukan makna (relating) dengan mengaitkan apa yang dipelajari di sekolah dengan pengalamannya sendiri, kejadian di rumah, informasi dari media massa dan sebagainya, seorang anak akan menemukan sesuaru yang jauh lebih bermakna dibandingkan apabila informasi yang diperolehnya di sekolah disimpan begitu saja, tanpa dikaitkan dengan hal-hal lain. Bila seorang anak merasakan bahwa
16
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
2.3.3
sesuatu yang dipelajari ternyata bermakna, maka ia akan termotivasi dan terpacu untuk terus belajar. Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing). Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh guru untuk membuat pelajaran terkait dengan konteks kehidupan siswa, yaitu sebagai berikut : a. Mengkaitkan pembelajaran dengan sumber-sumber yang ada di konteks kehidupan siswa. b. Menggunakan sumber-sumber dari bidang lain. c. Mengaitkan beberapa pelajaran yang membahas topik yang berkaitan. d. Menggabungkan antara sekolah dengan pekerjaan. e. Belajar melalui kegiatan sosial atau bakti sosial. Belajar secara mandiri (self-regulated learning). Kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, cara belajar juga berbeda, bakat dan minat juga bermacam-macam. Perbedaan-perbedaan ini hendaknya dihargai dan siswa diberi kesempatan belajar mandiri sesuai dengan kondisi masing-masing siswa. Kolaborasi (collaborating). Setiap makhluk hidup membutuhkan makhluk hidup yang lain, demikian juga pembelajaran di sekolah hendaknya mendorong siswa untuk bekerja sama dengan temannya. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Salah satu tujuan belajar adalah agar siswa dapat mengembangkan potensi intelektual yang dimilikinya. Pembelajaran di sekolahnya hendaknya melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif, juga memberikan kesempatan untuk mempraktikannya dalam situasi yang nyata. Mengembangkan potensi individu (transfering). Karena tidak ada individu yang sama persis, maka kegiatan pembelajaran hendaknya bisa mengidentifikasi ptensi yang dimiliki setiap siswa serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkannya. Standar pencapaian yang tinggi (reaching high standard). Pada dasarnya setiap orang ingin mencapai sesuatu yang tinggi, standar yang tinggi akan memacu siswa untuk berusaha keras dan menjadi yang terbaik. Menggunakan penilain autentik (using authentic assessment). Pencapaian siswa tidak cukup hanya diukur dengan tes saja, hasil belajar hendaknya diukur dengan asesmen autentik yang bisa menyediakan informasi yang benar dan akurat mengenai apa yang benar benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa atau tentang kualitas program pendidikan. Kelebihan dan Kelemahan dalam Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Menurut Hosnan (2014:279) ada beberapa kelebihan dalam model
pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) , yaitu: a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat
17
mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena model pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme di mana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri, melalui landasan filosofis konstruktivisme, siswa diharapkan belajar melalui “mengalami” bukan “menghafal”. Beberapa kelemahan dalam model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) menurut Aris Shoimin (2014:44) yaitu “penerapan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang kompleks dan sulit dilaksanakan dalam konteks pembelajaran, selain itu juga membutuhkan waktu yang lama”. Dari penjelasan di atas maka seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran CTL harus dapat memperhatikan keadaan siswa dalam kelas. Selain itu, seorang guru juga harus mampu membagi kelompok secara heterogen, agar siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai.
2.3.4
Langkah-langkah Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan guru pada penerapan model
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning) dalam proses kegiatan belajar mengajar menurut Rusman (2014:192) adalah sebagai berikut: a. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan menkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang dimilikinya. b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan menemukan sendiri masalah untuk semua topik yang diajarkan. c. Mengembangkan sikap ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan. d. Menciptakan masyarakat belajar seperti melalui kegiatan kelompok, berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya. e. Mengahdirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya. f. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
18
g. Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
Perencanaan pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran Contextuan Teaching Learning (CTL) melibatkan penyusunan pemetaan sintak dan langkahlangkah pembelajarn di kelas. Adapun pemetaan sintak dan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dipaparkan pada tabel 3 berikut.
Tabel 3 Pemetaan Sintak Contextual Teaching Learning (CTL)
1 2 3 4 5 6 7
Mengkonstruksi pengetahuan sendiri Menemukan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan Pertanyaan dari siswa Membimbing kelompok bekerja dan belajar (diskusi) Pemanfaatan media Refleksi Evaluasi
Penutup Penutup
Konfirmasi
Elaborasi
Sintak
Standar Proses Inti Eksplorasi
No.
Pendahuluan
Awal
√ √ √ √ √
√ √ √
19
Prosedur
pelaksanaan
pembelajaran
matematika
dengan
model
pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dapat dijelaskan pada tabel 4 berikut. Tabel 4 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Aktivitas Guru
Tahapan Aktivitas Siswa Kegiatan Guru mengarahkan siswa Mengkonstruksi Siswa mengembangkan untuk sedemikian rupa dapat pengetahuan pemikirannya untuk mengembangkan sendiri melakukan kegiatan belajar pemikirannya untuk yang bermakna, berkesan, melakukan kegiatan belajar baik dengan cara bekerja yang bermakna, berkesan, sendiri dan mencari serta baik dengan cara meminta menemukan sendiri siswa untuk bekerja sendiri jawabannya, dan mencari serta menemukan mengkonstruksi sendiri sendiri jawabannya, kemudian pengetahuannya dan memfasilitasi siswa untuk keterampilannya yang baru mengkonstruksi sendiri ditemuinya. pengetahuannya dan keterampilannya yang baru saja ditemuinya. Guru membimbing siswa Menemukan Siswa menemukan suatu untuk menemukan suatu fakta penyelesaian fakta dari permasalahan dari permasalahan yang dari yang disajikan guru/dari disajikan guru/dari materi permasalahan materi yang diberikan guru. yang diberikan guru. yang diberikan Memancing reaksi siswa Pertanyaan dari Siswa memberikan untuk melakukan pertanyaan- siswa pertanyaan-pertanyaan yang pertanyaan dengan tujuan sesuai dengan tujuan untuk untuk mengembangkan rasa mengembangkan rasa ingin ingin tahu siswa. tahu siswa. Guru membentuk kelas Membimbing Siswa membentuk menjadi menjadi beberapa kelompok kelompok beberapa kelompok untuk untuk melakukan diskusi, dan bekerja dan berdiskusi dan tanya jawab. tanya jawab. belajar (diskusi) Guru mendemonstrasikan Pemanfaatan Siswa memperhatikan ilustrasi/gambaran materi media demontrasi atas materi yang dengan model atau media disampaikan guru. yang sebenarnya. Guru bersama siswa Refleksi Siswa dengan dibimbing melakukan refleksi atas guru melakukan refleksi kegiatan yang telah dilakukan. atas kegiatan yang telah dilakukan. Guru melakukan evaluasi, Evaluasi Siswa mengerjakan evaluasi yaitu menilai kemampuan yang diberikan guru. siswa yang sebenarnya.
20
2.4 Hasil Belajar Matematika 2.4.1
Pengertian Hasil Belajar Menurut Nawawi dalam Ahmad Susanto (2014:5) “hasil belajar diartikan
sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu”. Sedangkan menurut Ahmad Susanto (2013:5) “hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar”. Secara sederhana yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang didapat siswa setelah melalui kegiatan belajar dimana terjadi perubahan perubahan pada diri siswa.
2.4.2
Pengukuran Hasil Menurut Aunurrahman (2010 : 207) “pengukuran adalah proses pemberian
angka atau memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan dimana seorang peserta didik telah mecapai karakteristik tertentu”. Sedangkan Wand & Brown dalam Aunurrahman (2010 : 207) mengemukakan “pengukuran adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas atau kuantitas pada sesuatu”. Grondlund & Linn dalam Eko Putro Widoyoko (2014:3) mengartikan pengukuran sebagai “deskripsi kuantitatif siswa, maka dari itu hasil pengukuran selalu dinyatakan dalam bentuk angka” (the term of measurement is limited to quantitative descriptions of pupils; that is the result of measurement are always expressed in numbers). Sedangkan Mansyur, dkk dalam Eko Putro Widoyoko (2014:3) mengartikan pengukuran sebagai “proses pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau objek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas”. Dengan demikian, dapat disimpulkan pengukuran adalah penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan tertentu. Pengukuran dan penilaian memang berbeda, namun kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan, antara pengukuran dan penilaian terdapat hubungan yang sangat erat,
21
sebab untuk dapat melakukan penilaian yang tepat terhadap sesuatu terlebih dahulu harus didasarkan atas pengukuran-pengukuran.
2.4.3 Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh Putu Diantari, Wayan Wiarta, Gusti Agung Oka Negara (2014) dengan judul penelitian Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbasis Hypnoteaching terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD dimana permasalahan yang dihadapi adalah mata pelajaran matematika banyak ditakuti siswa atau menjadi salah satu mata pelajaran yang kurang disukai oleh siswa. Di sini hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Matematika siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Problem Based Learning berbasis hypnoteaching dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. Dibuktikan dari hasil analisis diperoleh thitung = 2,25 > ttabel = 2,000 dengan dk= 71 dan taraf signifikan 5%. Dengan nilai rata-rata kelas eksperimen yang dibelajarkan melalui model problem based learning berbasis hypnoteaching lebih dari kelas kontrol yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional yaitu : 80,3 > 77,23. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning berbasis hypnoteaching berpengaruh terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas V SD Gugus I Kuta Utara Tahun Pelajaran 2013/2014. Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Eka Zuliana (2013) dengan judul penelitian Pengaruh Model Problem Based Learning Berbantuan Kartu Masalah terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Dasar. Hasil penelitian menunjukkan: (1) aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika menggunakan model PBL berbantuan kartu masalah berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika, dilihat dari hasil analisis regresi linear diperoleh nilai hitung F = 44,232 dengan siginifikansi 0,000 < 5%, persamaan regresi linear Ŷ=37,227+0,584X dan koefisien determinasi 59,6%. Penelitian juga dilakukan oleh Novisita Ratu dan Eka Sri Juarmi (2012) dengan judul Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Menggunakan
22
Metode Problem Based Learning (PBL) yang Memanfaatkan Media CD Interaktif dengan Metode Mekanistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan hasil belajar Matematika siswa kelas V menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) yang memenfaatkan media CD Interaktif dengan metode mekanistik. Keadaan pembelajaran yang menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) yang memanfaatkan media CD Interaktif siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran. Rata-rata tes akhir (post-test) yang di peroleh siswa kelas eksperimen adalah 87,50 dengan standar deviasi sebesar 8,17 sedangkan nilai rata-rata tes akhir (post-test) kelas kontrol adalah 71,30 dengan standar deviasi sebesar 9,95. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) yang memanfaatkan media CD Interaktif lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa menggunakan metode mekanistik. Uji hipotesis menunjukkan bahwa hasil nilai thitung diperoleh sig.0,000 < dari 0,05 maka disimpulkan bahwa H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) yang memanfaatkan media CD Interaktif dengan metode mekanistik. Penelitian terdahulu juga berhasil membuktikan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) efektif digunakan dalam meningkatkan hasil belajar yaitu dibuktikan dari rendahnya hasil belajar matematika SD Gugus Budi Utomo Denpasar yang diteliti oleh Pra Pajarini, Semara Putra, Surya Manuaba (2014) dengan judul Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Mind Mapping terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus Budi Utomo. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh thit = 2,33 dan ttab pada taraf signifikansi 5% = 2,000. Hal ini berarti bahwa thit > ttab, sehingga dapat diinterprestasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penerapan pembelajaran
Kontekstual
berbasis
Mind
Mapping
dengan
penerapan
pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD Gugus Budi Utomo Kesiman. Nilai rata-rata siswa pada kelompok eksperimen 62,03 dan pada kelompok kontrol 53,5 menunjukkan bahwa hasil belajar Matematika siswa pada kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan dengan
23
siswa pada kelompok kontrol. Hal ini berarti terdapat pengaruh penerapan pembelajaran kontekstual berbasis Mind Mapping terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas V SD Gugus Budi Utomo Denpasar dengan siswa yang dibelajarkan secara konvensional. Penelitian mengenai Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning juga dilakukan oleh Stef Riko Saputra dan Heribertus Soegiyanto (2012) dengan judul Pengaruh Penerapan Model Contextual Teaching Learning (CTL) dan Kemampuan Membaca Pemahaman Terhadap Hasil Belajar Matematika Soal Cerita Siswa Kelas V SD Kecamatan Wonogiri Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) ada pengaruh antara model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran. Hasil belajar matematika model pembelajaran CTL lebih baik dari pada model pembelajaran konvensional, dengan harga statistik uji Fa> Fobei, yaitu 4,480 > 3,996 dan rata-rata nilai hasil belajar 76,69 > 72,74. (2) Ada pengaruh signifikan antara tingkat kemampuan membaca pemahaman siswa terhadap hasil belajar matematika siswa, dengan harga statistik uji Fb > FtaM, yaitu 38,428 > 3,996 dan rata-rata hasil belajar 80,68 > 68,25. (3) Tidak terdapat interaksi pengaruh antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar matematika siswa, dengan dengan harga statistik uji Fa/>< Fm, yaitu 0,206 < 3,996. Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka guru harus dapat memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan pokok bahasan sehingga menciptakan pembelajaran yang efektif. Dengan demikian siswa tidak hanya belajar menghafal tetapi juga dapat memahami materi yang telah diajarkan. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru sangatlah berpengaruh terhadap efektivitas dalam pembelajaran, karena model yang digunakan oleh guru berkaitan erat dengan ketercapaian tujuan pembelajaran yaitu kompetensi. Oleh karena itu, pemilihan model yang salah akan mampu membuat efektivitas dari pembelajaran menurun, sehingga perlu adanya perhatian terhadap model yang digunakan guru dalam pembelajarannya. Apabila model yang diterapkan kurang sesuai, akan terjadi suatu bentuk kebosanan dari siswa dan cenderung untuk mengabaikan
24
pelajaran yang diberikan, pada akhirnya hasil belajar yang diperoleh kurang sesuai dengan harapan.
2.5 Kerangka Pikir Mengacu pada kajian teori yang dijelaskan di atas, dapat disusun suatu kerangka pikir guna memperoleh hipotesis antara kesalahan yang muncul. Pada proses pembelajaran matematika ada beberapa kemungkinan yang mempengaruhi hasil belajar siswa di antaranya adalah model pembelajaran yang diterapkan guru. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Contextual Teaching Learning (CTL) adalah model pembelajaran di mana peran guru hanya sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar. Secara garis besar hasil belajar matematika siswa sekarang ini masih pada taraf yang rendah. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa, guru harus bisa mengembangkan kreasi pembelajarn dengan mempraktekan model dalam pembelajaran matematika yang sesuai dan mengoptimalkan suasana belajar. Problem Based Learning (PBL) dan Contextual Teaching Learning (CTL) adalah model pembelajaran yang menuntun pemikiran siswa ke dalam proses pembelajaran dan melibatkan siswa secara aktif. Kedua model tersebut juga merupakan suatu model pembelajaran yang menempatkan realita dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran, dimana siswa mendapat kesempatan untuk membangun sendiri pengetahuan matematika melalui masalah-masalah realita yang ada. Dengan dua model pembelajaran ini, siswa tidak hanya dapat menguasai konsep dan materi, tetapi juga tidak akan cepat lupa dengan apa yang telah didapat. Model pembelajaran ini cocok digunakan dalam mengajarkan konsep-konsep dasar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Karena hal tersebut maka model pembelajaran ini dapat dikatakan efektif.
25
Mengorientasi permasalahan
Rasa Ingin Tahu
Mengorganisasi siswa untuk
Minat siswa
belajar Hasil Membimbing penyelidikan
Kritis
individu maupun kelompok
Menyajikan hasil karya
Belajar Siswa
Tanggung jawab, kerjasama
Evaluasi Proses Pemecahan
Mandiri,
Masalah
Komunikatif
Gambar 1 Kerangka Pikir Berdasarkan Sintak Problem Based Learning (PBL) Berdasarkan gambar 1 kerangka pikir dari sintak PBL, sesuai dengan teori Advanced Organizer dimana pemberian sejumlah bantuan kepada anak selama pembelajaran dan kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh ataupun yang lainnya yang memungkinkan anak untuk tumbuh mandiri.
26
Mengkonstruksi pengetahuan sendiri
Penemuan fakta
Minat siswa
Kritis
permasalahan
Pertanyaan dari siswa
Rasa Ingin Tahu Hasil Belajar
Diskusi
Kerjasama
Pemanfaatan media
Tanggung
Siswa
jawab
Refleksi
Komunikatif
Evaluasi
Mandiri
Gambar 2 Kerangka Pikir Berdasarkan Sintak Contextual Teaching Learning (CTL) Berdasarkan gambar 2 kerangka pikir dari sintak CTL, sesuai dengan teori belajar bermakna
yang dikemukakan oleh David Ausubel dimana ia
mengedepankan teori yang membandingkan belajar bermakna dengan belajar hafalan.
Dalam
pandangannya,
untuk
belajar
bermakna
siswa
harus
27
menghubungkan pengetahuan baru kepada pengetahuan lama yang telah diketahuinya dalam proses pemecahan masalah.
2.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka di atas maka dirumuskan suatu hipotesis sebagai berikut: H0 : Tidak ada perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Contextual Teaching Learning (CTL) terhadap siswa SD kelas V Gugus Hasanudin Salatiga. Ha :
Ada perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan dalam penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Contextual Teaching Learning (CTL) terhadap siswa SD kelas V Gugus Hasanudin Salatiga.