BAB II IBU SEBAGAI PENDIDIK PERTAMA AKHLAK ANAK
A. Ibu Sebagai Pendidik Pertama Akhlak Anak 1. Pengertian Pendidikan Akhlak a. Pengertian pendidikan Secara etimologi, pendidikan dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan kata at-Tarbiyah Menurut Abdur-rahman An-Nahlawi kata atTarbiyah berasal dari kata; pertama, raba-yarbu, yang artinya bertambah dan tumbuh. Kedua, rabiya-yarba, yang artinya menjadi besar. Tiga, rabba-yarubbu, yang artinya memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.1 Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam bab I pasal I, disebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2
1
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, terj. Sihabuddin (Bandung: Diponegoro, 1992), hlm. 30 – 31. 2 Munawar Ni’am, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Yogyakarta: Media Wacana Press, 1992), hlm. 2.
18
19
Muhammad Takdir Ilahi mengemukakan pendidikan adalah sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia, baik menyangkut aspek ruhaniah dan jasmaniah. Tak heran bahwa bila suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan jiwa manusia, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses ke arah tujuan akhir perkembangan kepribadian manusia.3 Menurut John Dewey sebagaimana dikutip oleh Muhammad Takdir Ilahi dalam buku yang berjudul Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral mengatakan bahwa education is the process without end (pendidikan adalah proses tanpa akhir) atau istilah yang lebih populer dikenal dengan istilah long life education. Pendidikan yang demikian merupakan upaya pengembangan proses pembelajaran yang berlangsung tanpa henti dan berjalan sampai akhir hidup manusia.4 Pendidikan dalam konsep tarbiyah mengandung pengertian mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara, memperbesarkan, memproduksi baik yang mencakup kepada aspek jasmaniah maupun ruhaniah.5 Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk pengembangan diri yang mencakup aspek ruhani dan jasmani yang berlangsung tanpa henti sampai akhir hidup.
3
Muhammad Takdir Ilahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 26. 4 Ibid., hlm. 30. 5 Ibid., hlm. 134.
20
b. Pengertian akhlak Akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu akhlak bentuk jamak dari kata khuluq yang artinya perangai, moral dan tabi’at. Pengertian ini sejalan dengan kata khuluq yang terdapat dalam Al-Qur’an suroh AlQalam ayat 4 yang berbunyi:
ﻚ ﻟَ َﻌﻠﻰ ُﺧﻠُ ٍﻖ َﻋﻈِﻴ ٍﻢ َ َواِﻧﱠ Artinya: Sesungguhnya engkau (muhammad) benar-benar berakhlak agung. (Qs. Al-Qalam: 4).6 Imam Ghozali dalam kitab Ihya Ulumuddin mengatakan:
ﺎل ﺑِ َﺴ ُﻬ ْﻮ ﻟَﺔً َوﻳُ ْﺴ ٍﺮ ِﻣ ْﻦ َﻏ ِْﲑ ُ ﺼ ُﺪ ُر اْﻷَﻓْـ َﻌ ْ َﺲ َر ِاﺳ َﺨﺔٌ َﻋْﻨـ َﻬﺎ ﺗ ِ ِﻋﺒَﺎ َرةٌ َﻋ ْﻦ َﻫْﻴﺌَﺔً ِﰱ اﻟﻨﱠـ ْﻔ .َﺣﺎ َﺟ ٍﺔ اِ َﱃ ﻓِ ْﻜ ٍﺮ َوُرْؤﻳٍَﺔ Artinya:”Sifat tertanam yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (lagi).” (imam Al-Ghozali dalam ihya ulumudin) Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hasil nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.7 Dari beberapa pendapat mengenai akhlak dapat ditarik kesimpulan bahwa akhlak atau khuluq adalah sifat yang tertanam dalam diri manusia
6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), hlm. 826. 7 Murthada Muthahari, Jejak-Jejak Rohani (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), hlm. 140.
21
sejak lahir, sehingga dia akan muncul secara spontan tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu. Berdasarkan definisi pendidikan dan akhlak, maka dapat diketahui bahwa pendidikan akhlak merupakan pembiasaan untuk menempuh perilaku atau keutamaan nilai-nilai akhlak. Adapun keutamaan akhlak muncul secara khusus dari kebiasaan dan perilaku. Pendidikan akhlak bagi anak harus diterapkan oleh orang tua sedini dengan tujuan memperkenalkan dan membiasakan anak dengan prinsipprinsip akhlak. Hal ini dimaksudkan agar anak akrab dengan akhlak dengan harapan jika anak sudah besar mudah menerima prinsip-prinsip akhlak, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan. Pada dasarnya,
anak
akan
tumbuh
dan
berkembang
sesuai
dengan
pembiasaannya.8 2. Pengertian Ibu Kamus Besar Bahasa Indonesia mendifinisikan ibu sebagai panggilan yang takdim kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum.9 Menurut istilah ibu adalah perempuan yang karena fungsinya yang mulia disebut ibu. Ibu adalah sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan sebagai satu-satunya jenis kelamin yang mampu untuk melahirkan anak,
8
Mufidatul Hasanah, “Pendidikan Akhlak Anak Prasekolah Di Lingkungan Keluarga Pengurus Daerah Salimah Purworejo”, pdf, hlm. 67. 9 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga (Jakarta:Balai Pustaka, 2007), hlm. 416.
22
menikah atau tidak mempunyai kedudukan atau tidak, seorang perempuan adalah seorang ibu.10 Ibu adalah orang yang paling berhak mengasuh dan memelihara anakanaknya. karena ibu telah bersusah payah dalam mencurahkan segala daya dan upaya dengan semaksimal mungkin.11 Ali Qaimi mengatakan ibu merupakan sumber mata air terpenting yang mengalirkan ketenangan, dan kecintaan dalam keluarga.12 Pujangga dari Arab mengatakan: “ibu adalah sekolah, apabila dia mempersiapkannya Dia menyiapkan masyarakat yang baik keturunannya Bagiku, pendidikan tertumpu di tangan para wanita Karena dia usir kerusakan dengan cahaya terangnya.”13 Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ibu adalah perempuan yang telah melahirkan, mengasuh dan memelihara anak dengan susah payah dalam menyiapkan generasi yang baik. Ibu adalah sumber motivasi bagi seorang anak. seorang anak akan kesulitan mencapai sukses jika ia tidak tumbuh dan dibesarkan oleh kasih sayang ibu semenjak masih dalam kandungan hingga dewasa. Kasih sayang ibu sepanjang masa, tidak mengenal batas, dan tidak dapat luntur oleh waktu, meski jarak berjauhan antara anak dan ibu (Allah memberi ikatan batin yang kuat antara anak dan ibu).14
10
Id.m.wikipedia.org/wiki/ibu.wikipedia bahasa indonesia, diakses tgl 1 April 2015. Adil fathi abdullah, Menjadi Ibu Ideal (jakarta: pustaka Al-Kautsar,2003),hlm. 11. 12 Ali Qaimi, Buaian Ibu (Bogor: Cahaya, 2002), hlm. 5. 13 Ibid., hlm. 18. 14 Eni Setiati, Super Mommy Menjadi Ibu Istimewa, Buah Hati Luar Biasa (Yogyakarta: Citra Media, 2011), hlm. 24. 11
23
a. Kecerdasan Seorang Ibu Behind a great man, there must be great women. Kata-kata ini menggambarkan betapa pentingnya peran ibu dalam mendidik anak, betapa besar peran ibu membentuk dan mencetak manusia-manusia handal. Oleh karena itu, seorang ibu perlu membekali diri dan memperluas wawasan keilmuan yang bermanfaat bagi anak-anak.15 Sebagai seorang ibu dituntut mempunyai kecerdasan dalam mendidik anak-anaknya. Kecerdasan yang harus dimiliki ibu, yaitu: 1. Kecerdasan spiritual/spiritual quotient (SQ) Kecerdasan ini menyangkut kecerdasan jiwa yang membantu seseorang dalam mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif. Kecerdasan ini penting dimiliki oleh seorang ibu. Dan selain harus memiliki kecerdasan spiritual secara pribadi, seorang ibu juga dituntut untuk menanamkan kepada anggota keluarga lainnya. Dengan menanamkan kecerdasan spiritual dalam diri setiap anggota keluarga, seorang ibu dapat menciptakan anggota keluarganya menjadi berakhlak mulia dan taat menjalankan ibadah keagamaan. Dan sebaiknya kebiasaan menjalankan ibadah keagamaan ini ditanamkan pada anak-anak sejak kecil.16
15
Mastur Faizi, Tiru Cara-cara Ampuh Mendidik Anak Ala Pendidikan Orang Hebat (Yogyakarta: Flash Books, 2012), hlm. 67. 16 Eni Setiati, op. cit., hlm. 11.
24
2. Kecerdasan emosi/emotional quotient (EQ) Kecerdasan ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam menghadapi anak-anak yang tinggi emosinya, kecerdasan emosi ibu juga diperlukan sehingga dapat mengerem emosi anak dan tidak terjadi kesalahpahaman antara ibu dan anak-anaknya. Adapun ibu yang dapat mengendalikan emosi adalah ibu yang dapat menyelami jiwa anak-anaknya. Dan kecerdasan emosi ini dapat diasah dengan bersosialisasi dan berkomunikasi secara intens terhadap anggota keluarga.17 3. Kecerdasan intelektual/intelektuan quontient (IQ) Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan proses kognitif seperti berpikir, daya menghubungkan, dan menilai atau mempertimbangkan sesuatu, ataupun kecerdasan yang berhubungan
dengan
strategi
pemecahan
masalah
dengan
menggunakan logika. Untuk menjadi seorang ibu yang cerdas secara intelektual, tidak harus bertitel sarjana. Ibu cukup mencari ilmu sebanyak yang ia butuhkan dalam perjalanan kehidupan rumah tangganya. Diwaktu senggang, ibu bisa menambah ilmu melalui membaca buku, mencari informasi dari internet, atau mengikuti kursus.18
17 18
Ibid., hlm. 12. Ibid., hlm. 13.
25
Mendidik anak tidaklah semudah yang dibayangkan, sebab banyak masalah yang dihadapi. Hal terpenting yang harus diingat para ibu dalam mendidik anak adalah memberi contoh sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Ibu adalah guru pertama bagi anak. Oleh karena itu apa pun yang di ajarkan ibu akan menjadi contoh bagi anak-anaknya. b. Sifat-sifat Mulia Ibu Menjadi pendidik yang baik bagi anak-anak maka ibu harus memiliki sifat-sifat yang baik saat mengajarkan banyak hal kepada anakanaknya. Sehingga, apa yang diajarkan ibu kepada anak akan diterima dengan baik.19 Sifat-sifat yang harus dimiliki seorang ibu adalah sebagai berikut: 1) Penyayang Sifat penyayang dibutuhkan sebagai penghangat suasana dalam keluarga. Dengan sifat kelembutan hati dan penyayang, ibu memberikan rasa nyaman dan damai bagi anak-anaknya.20 Rasulullah memberikan teladan, ketika ia bertemu anak-anak, ia mengelus kepala anak-anak itu, ia pun suka menggendong dan bercanda dengan anak-anak. Cara-cara yang diteladankan Rasulullah saw ini patut dijadikan sebagai panduan supaya dapat menyayangi anak-anak kita sebagaimana sabdanya:
19 20
Ibid., hlm 38. Ibid., hlm 7.
26
“Orang-orang yang mempunyai sifat penyayang akan disayang oleh Sang Maha Penyayang. Oleh karena itu sayangilah apa yang ada di bumi, niscaya yang di langit akan menyayanginya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).21 2) Penyabar Dalam kehidupan rumah tangga, ibu memainkan peran selama 24 jam sebagai istri (bagi suami) dan ibu (bagi anak-anak). sebagai istri, ia harus memberikan perhatian dan memenuhi kebutuhan suami, begitu juga sebagai ibu ia harus memberikan kasih sayang dan perawatan waktu bagi anak. Untuk menjalankan dua tugas berat tersebut, seorang ibu harus memiliki sifat penyabar sehingga ia dapat menjalankan tugasnya dengan tulus dan penuh kasih sayang. 3) Tegas Seorang ibu selalu menghadapi berbagai persoalan dalam kesehariannya, terutama berbagai tingkah pola dan rengekan anak. Oleh karena itu, ibu harus bisa bersikap tegas dan konsisiten, serta mengajari anak mentaati peraturan. Dengan sikap tegas, ibu dengan mudah mengajari anak, yaitu mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh. Sikap tegas ini juga dapat membantu tercapainya peraturan yang telah dibuat dan disepakati anggota keluarga.22 4) Disiplin Ibu yang sukses menerapkan peraturan dalam keluarga untuk anak-anaknya, 21
secara
tidak
langsung menggiring anak
pada
Maryam Kinanti Nareswari, Orang Tua Jangan Baca Buku Ini Jika Ingin Punya Anak Nakal (Yogyakarta: Brilliant Books, 2014), hlm. 39. 22 Eni Setiiati, op, cit., hlm. 8.
27
kedisiplinan. Penting bagi ibu menerapkan kedisiplinan lewat ketegasan sikapnya sehingga anak mentaati peraturan yang telah dibuat. Hal ini sebagai bentuk pengajaran kemandirian bagi sang anak yang sejak kecil sehingga tidak merepotkan orang tua kelak. 5) Siap berkorban Jiwa rela berkorban ini harus dimiliki para ibu. Terutama pada saat memiliki anak, ia harus rela jika sebagian kesenangan dan kepentingannya tersisihkan demi sang anak.23 6) Bijaksana Menjadi ibu harus memiliki sikap bijaksana, dengan sikap bijaksana yang dimiliki, ibu dapat memecahkan suatu persoalan yang tepat. Ibu yang bijaksana bagaikan kapten yang mampu mengayomi kemudi kendalinya dengan baik pada tujuan yang tepat. 7) Tawakkal Seorang ibu harus bisa menjadi contoh dan teladan baik bagi anak dan keluarganya. Dan ibu yang tawakkal adalah ibu yang tidak kenal menyerah, selalu berusaha secara optimal, serta menyerahkan hasil akhir segala yang dilakukannya kepada Allah swt.24 3. Ibu sebagai pendidik pertama akhlak anak Peran ibu menyiapkan generasi yang akan datang, sangat penting karena kebahagiaan anak begitu dekat dengan peran seorang ibu. Allah swt memberikan perintah khusus kepada ibu dalam merawat dan mengurus anak 23 24
Ibid., hlm. 9. Ibid., hlm. 10.
28
pada masa anak masih dalam pangkuannya. Ibu merupakan tempat bertanya, tempat berkeluh kesah dan tempat untuk mengadu segala perasaan bagi anak-anaknya. Ibu adalah sekolah, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau mempersiapkan suatu bangsa yang baik budi pekertinya.25 Berikut adalah peran ibu dalam pendidikan pertama akhlak anak. a. Ibu sebagai pendidik akhlak kepada Allah Q. S. Luqman ayat 13 yang berbunyi:
.ُﲏ َﻻ ﺗُ ْﺸﺮِْك ﺑِﺎﷲِ اِ ﱠن اﻟﺸﱢﺮَْك ﻟَﻈُْﻠ ٌﻢ َﻋ ِﻈْﻴ ٌﻢ َﺎل ﻟُْﻘﻤَﺎ َن ِﻻﺑْﻨِ ِﻪ َوُﻫ َﻮ ﻳَﻌِﻈُﻪُ ﻳـَﺒـ َﱠ َ َوإِ ْذﻗ ﻗﻠﻰ
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Qs. Luqman: 13).26 Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa sebagai orang tua (ibu) harus mendidik anaknya untuk meng-Esa-kan penciptanya dan memegang prinsip tauhid dengan tidak menyekutukan Tuhannya. Kemudian anakanak hendaklah diajarkan untuk mengerjakan shalat. Sehingga terbentuk manusia yang senantiasa kontak dengan Tuhannya. Firman Allah surah Luqman ayat 17 yang berbunyi:
ِﻚ َ َﻚ إِ ﱠن ذَﻟ َ ْﱪ َﻋﻠَﻰ ﻣَﺎأَﺻَﺎﺑ ِْْف وَاﻧْﻪَ َﻋ ِﻦ اْﳌْﻨ َﻜ ِﺮ وَاﺻ ِ ﺼﻠَﻮةَ َوأْﻣ ُْﺮ ﺑِﺎْﳌ ْﻌﺮُو ُﲎ اَﻗِ ِﻢ اﻟ ﱠ ﻳـَﺒـ َﱠ ﺻﻠﻰ
25
Kaka Iskandar, “Peran Seorang Ibu Dalam Pendidikan Agama Islam Anak Usia Dini,” http://co2.web.id/skripsi-peran-seorang-ibu-dalam-pendidikan-agama-islam-bagi-anak-usiadini.htm. Diakses, tanggal 4 Desember 2013. 26 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), hlm. 581.
29
ِﻣ َﻦ ﻋَﺰِْم اْﻷُﻣ ُْﻮِر Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (Qs. Luqman: 17).27
b. Ibu sebagai pendidik akhlak kepada orang tua Seorang anak menurut ajaran Islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai anak menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya orang tua berbuat lalai kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya, maka jangan sekali-kali anak berbuat tidak baik, atau membalas, mengimbangi ketidakbaikan orang tua kepada anaknya, Allah swt tidak meridhainya sehingga orang tua itu meridhainya. Firman Allah swt surah Luqman ayat 14:
َﲔ أَ ِن ا ْﺷﻜ ُْﺮ ِ ْ اﻹﻧْﺴَﺎ َن ﺑِﻮَاﻟِ َﺪﻳِْﻪ ﲪََﻠَْﺘﻪُ أُﱡﻣﻪُ َوْﻫﻨًﺎ َﻋﻠَﻰ َوْﻫ ٍﻦ َوﻓِﺼَﺎﻟُﻪُ ِﰲ ﻋَﺎﻣ ِْ ﺻْﻴـﻨَﺎ وََو ﱠ ُﺼﲑ ِ ِﱄ اﻟْ َﻤ ْﻚ إ َﱠ َ ِﱄ َوﻟِﻮَاﻟِ َﺪﻳ Artinya: “Dan kami Perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (Qs. Luqman: 14).28
27 28
Ibid., hlm. 582. Ibid., hlm. 581.
30
Islam mendidik anak-anak agar berbuat baik terhadap orang tua, sebagai rasa terima kasih atas perhatian, kasih sayang dan semua yang telah mereka lakukan untuk anak-anaknya. Islam juga mengajarkan kepada anak-anak untuk senantiasa mendoakan orang tua, berbakti kepada orang tuanya. Cara yang bisa di tempuh adalah berbicara dengan bahasa halus dan sopan, tidak memotong pembicaraan ketika mereka sedang berbicara, duduk yang baik dihadapannya, ketika makan bersama mendahulukan orang tua, menyambut mereka dengan senyuman serta mencium tangan mereka, menjalankan segala yang mereka minta dengan segera, belajar yang rajin supaya berprestasi untuk menyenangkan hati mereka, menjaga kebersihan dan kerapihan rumah.29 c. Ibu sebagai pendidik akhlak kepada saudara Saudara yang dimaksud disini adalah saudara kandung (kakak dan adik), baik laki-laki maupun perempuan, paman dan bibi dari pihak ayah dan ibu. Dalam Alquran disebut Zawul Qurba dan Zawul Arham yang maknanya famili terdekat dan dekat. Allah swt berirman:
(۱ :)اﻟﻨﺴﺎء
ﻗﻠﻰ
َواﺗﱠـ ُﻘﻮااﷲ اﱠﻟ ِﺬ ْي ﺗَ َﺴﺂءَ ﻟُْﻮ َن ﺑِﻪ َواْﻻَْر َﺣﺎ َم
Artinya: “Bertaqwalah kepada Allah yang kamu suka saling tanyakan dengan-Nya, dan hati-hatilah jangan sampai menyia-nyiakan kerabat.” (Qs. An-Nisa: 1).30
Sebagai orang tua harus menanamkan kepada sang anak untuk menjalin silaturrahmi kepada sanak saudara, memberi bantuan bila 29
Syaikh Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004),
hlm. 24. 30
Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 99.
31
dibutuhkan saudara. Jika ada sanak saudara yang berbuat kurang baik kita harus sabar dan tidak memusuhinya. Jika sanak saudara kita mendapatkan kebahagiaan maka kewajiban kita ikut bahagia, sebaliknya ikut sedih jika musibah menimpanya. Jika bertemu kita dianjurkan untuk mengucapkan salam kepada saudara kita.31 Anak-anak yang terbiasa diajak bersiturrahim tentu memiliki karakter yang berbeda dengan anak yang dibiarkan saja di dalam rumah tanpa diajak bertemu orang lain atau orang-orang yang baru. Anak akan menjadi anak ramah, memiliki simpati, tidak takut, dan memiliki rasa kesetiakawanan sosial yang lebih. Ia akan mudah bergaul dan akrab dengan teman-temannya.32 d. Ibu sebagai pendidik akhlak kepada orang yang lebih tua Orang mengajarkan supaya menghormati orang yang lebih tua yaitu orang yang lebih dewasa dan utama dalam akhlaknya. Rasulullah saw secara tegas menjelaskan: “Bukanlah umatku mereka yang tidak menghargai (memuliakan) yang lebih dewasa, dan tidak menyayangi yang kecil.” (HR. Ahmad dan tabrani) Rasulullah saw pergi ke suatu tempat untuk mengunjungi orang yang lebih tua dan mempunyai kelebihan. Beliau sangat menghormati mereka, semata-mata karena keagungan Allah swt. Sabda Rasulullah yang artinya:
31 32
Maryam Kinanti Nareswari, op. cit., hlm. 190. Ibid., hlm. 191.
32
“Sesungguhnya termasuk keagungan Allah swt adalah memuliakan orang-orang dewasa muslim, menjunjung Alquran tanpa meninggalkan dan tidak menjauhkan dari bacaannya, dan mengerjakan apa-apa yang dikandungnya, dan muliakanlah pemimpin yang adil.” (HR. Abu Daud, Hadis Hasan.33
e. Ibu sebagai pendidik akhlak kepada tetangga Sebagai seorang ibu harus memberikan teladan kepada anakanaknya yaitu menghormati tetangganya. Rasulullah saw juga mendidik anak-anak muslim supaya tidak membuat marah orang lain, khususnya tetangga. Oleh karena itu, beliau berwasiat supaya memelihara hubungan yang baik dengan tetangga. Amru bin Syu’aib berkata, “Rasulullah saw bersabda: jika engkau membeli buah, maka berilah tetanggamu. Jika engkau tidak memberi tetanggamu, maka bawalah buah itu ke dalam rumah secara sembunyi-sembunyi, dan jangan sampai anakmu keluar rumah dengan membawa buah itu dengan maksud membuat marah (mengiming-imingi) anak tetangga.”34 Cara lain yang bisa diajarkan kepada anak-anak adalah membantu setiap tetangga memerlukan bantuan, dilarang meludah di depan rumahnya, tidak membunyikan musik atau radio dengan keras supaya tidak mengganggu ketenangan, mengucapkan salam kepada mereka, memberikan ucapan selamat ketika mereka mendapat kebahagiaan, ikut senang dengan kebahagiaan yang diperoleh, dan ikut sedih jika musibah menimpanya.35 33
Maryam Kinanti Nareswari, op. cit., hlm. 174. Syekh Muhammad Said Mursi, op. cit., hlm. 25. 35 Maryam Kinanti Nareswari, op.cit., hlm 183. 34
33
f. Ibu sebagai pendidik akhlak kepada diri sendiri Jika seorang ibu tidak berlaku sombong, tentu sang anak akan mengikutinya. Sesungguhnya seorang muslim itu dilarang sombong. Ia tidak boleh memalingkan muka di hadapan orang lain atau angkuh. Kesombongan hanya akan merugikan diri sendiri, baik di dunia maupun di akhirat. Tanamkanlah dalam hati anak-anak bahwa Allah swt tidak menyukai orang yang suka membanggakan dirinya, dan memalingkan muka karena sombong di hadapan orang lain.36 Firman Allah surah Luqman ayat 18:
ﺐ ُﻛ ﱠﻞ ﳐُْﺘَ ٍﺎل ض َﻣَﺮ ًﺣﺎ إِ ﱠن اﷲَ َﻻ ُِﳛ ﱡ ِ َْﺶ ِﰱ اْﻷَْر ِ ﺎس َوَﻻ ﲤ ِ ﺼ ﱢﻌ ْﺮ َﺧ َﺪ َك ﻟِﻠﻨﱠ َ َُوَﻻ ﺗ ﺻﻠﻰ
.ﻓَ ُﺨ ْﻮٍر Artinya: “Dan sederhanalah kamu dalam perjalanan dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.“ (Qs. Luqman: 18) .37 Bersamaan dengan larangan berjalan dengan congkak, Allah memerintahkan sederhana dalam berjalan, dengan tidak menghempaskan tenaga dalam bergaya, tidak mengolok-olok, tidak memanjangkan leher karena angkuh, berjalan sederhana langkah sopan dan tegap. Memelankan suara adalah budi luhur begitu pula percaya diri dan tenang karena berbicara jujur. Suara lantang (melengking) dalam berbicara termasuk perangai yang buruk.
36 37
Ibid., hlm. 172. Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 582.
34
Demikianlah Allah telah memberikan contoh yang konkrit mendidik akhlak anak-anak. Jika orang tua (ibu) dapat melaksanakannya dengan baik, maka besar harapan anak-anak akan tumbuh menjadi manusia muslim yang berakhlak luhur.
B. Metode Pendidikan Akhlak Anak Aturan Islam dalam pendidikan berpegang kepada beberapa sarana demi menyiapkan dan mendidik manusia yang shalih di setiap waktu dan tempat. Masing-masing sarana tersebut memiliki pengaruh bagi manusia, khususnya bagi anak-anak, sarana-sarana tersebut menggerakkan perasaan mereka dan mengarahkan mereka ke arah yang benar sesuai tujuan pendidikan dan pengajaran yang jelas. Metode pendidikan yang dimaksud dusini adalah cara yang digunakan dalam upaya mendidik anak. jadi metode pendidikan akhlak adalah cara yang dilakukan dalam upaya mendidik akhlak sebagai berikut. 1. Pendidikan Keteladanan Teladan yang baik lagi shalih termasuk sarana terpenting yang memiliki pengaruh pada jiwa, mudah berhasil dalam mendidik anak dan menyiapkan sebagai makhluk pribadi dan masyarakat. Karena seorang pendidik adalah contoh paling tinggi bagi anak. Anak akan mengikuti perilaku, akhlaknya baik sengaja ataupun tidak sengaja. Dengan adanya panutan, seorang anak akan tebiasa mengerjakan segala hak secara
35
sempurna seperti hak tetangga dan hak kerabat. Adanya panutan juga membimbing anak tumbuh dengan sifat-sifat terpuji dan baik.38 Seorang pendidik seharusnya menyiapkan gambaran yang cemerlang dengan mengikuti teladan kaum muslimin, penutup para nabi dan para rasul sang pendidik (Nabi Muhammad saw). Allah berfirman:
ٌﻟََﻘ ْﺪ ﻛَﺎ َن ﻟَ ُﻜ ْﻢ ِﰱ َرﺳُﻮِْل اﷲِ أُ ْﺳ َﻮةٌ َﺣ َﺴﻨَﺔ Artinya: “ Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagimu.” (Qs. Al-Ahzab: 21) Aturan Islam dalam mendidik anak amat menekankan contoh teladan yang baik, dan memerintahkan kepada seorang pendidik untuk mengambil contoh dari Nabi saw sang pendidik.39 2. Bimbingan dan Nasehat Nasehat-nasehat yang baik bisa menghubungkan jiwa seseorang dengan cepat, karena jiwa manusia dapat terpengaruh dengan yang disampaikan kepadanya berupa kata-kata, bagaimana bila kata-kata itu dihiasi dengan keindahan, lunak, sayang dan mudah, jelas itu bisa mengantarkan hatinya. Alquran sendiri penuh dengan nasehat-nasehat
38
Al-Maghribi bin As-Said Al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak Panduan Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan Hingga Dewasa, Edisi Indonesia (Jakarta: Darul Haq, 2004 ), hlm. 367. 39 Ibid., hlm. 369.
36
dalam berbagai urusan, di dalamnya terdapat pendidikan dan di dalamnya terdapat seluruh kebaikan bagi seorang muslim.40 Allah berfirman:
ﱠﺎس ُﺣ ْﺴﻨًﺎ ِ َوﻗـ ُْﻮﻟُﻮاْ ﻟِﻠﻨ Artinya: “ Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (Qs. Al-Baqarah: 83).41 Sebagai pendidik harus memperhatikan beberapa hal berikut ini, yaitu: a. Nasehat hendaknya terus-menerus dan diulang-ulang serta diperbaharui, karena tabiat manusia itu lupa, dengan adanya pengulangan maka teringatlah apa yang ada di pikirannya. b. Hendaknya nasehat tersebut menggunakan cara yang mudah sesuai usia anak yang diajarinya, sesuai daya tangkap dan akalnya. c. Hendaknya orang yang memberi nasehat seorang yang bijak memiliki keilmuan yang cukup dalam mendidik. d. Hendaknya penasehat menyesuaikan perbuatannya dengan perkataannya dengan tidak adanya perbedaan, karena panutan yang baik adalah kunci keberhasilan nasehat yang baik. e. Hendaknya ia mengajarkan anak-anak untuk menyimak dengan baik dan memperhatikan apa yang di ucapkannya. f. Hendaknya seorang pendidik mengikuti jejak nasehatnya kepada anakanak dan bersikap adil terhadap yang dipandangnya demi kemaslahatan anak-anak. g. Hendaknya ia memperkuat perilaku yang benar, memotivasi anak-anak untuk melakukannya dan memberikan pendorong-pendorong yang bersifat ma’nawi maupun materi.42 3. Kisah dan Cerita Kisah memiliki peranan besar dalam memperkokoh ingatan anak dan kesadaran berpikir, menempati pusat cara berpikir yang mempengaruhi akal seorang anak. Kisah termasuk metode pendidikan yang paling efektif, karena ia memang bisa mempengaruhi perasaan dengan kuat, ia juga bisa
40
Ibid, hlm. 370. Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 42 Al-Maghribi bin As-Said Al-Maghribi, op. cit., hlm 374. 41
37
menjadikan khayalan berpindah bersama kisah-kisah yang nampak, segala sifatnya akan berubah dari sifat yang satu ke sifat yang lain. Alquran dipenuhi dengan beragam kisah-kisah diantaranya kisah sejarah, kisah kemasyarakatan, kisah hal yang nyata (sekarang), kisah nasehat, kisah pelajaran, perilaku dan berbagai ruang lingkup kehidupan.43 Allah berfirman: ﻗﻠﻰ
ب ِ ﺼ ِﻬ ْﻢ ِﻋْﺒـَﺮةٌ ﻷُِ ِوﱃ اْﻷَﻟَﺒَﺎ ِﺼ َ َﻟََﻘ ْﺪ َﻛﺎ َن ِﰱ ﻗ
Artinya: ”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang berakal.” (Qs. Yusuf: 111).44 Penanaman melalui kisah-kisah tersebut dapat mengiringi anak pada kehangatan perasaan, kehidupan, dan kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah prilaku dan memperbaharui tekadnya selaras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan, dan pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut. 4. Pembiasaan Mendidik anak melalui pembiasaan dalam Islam akan mewujudkan ikatan bermasyarakat di sela-sela pengalihannya dari amal fardi (yang dilakukan sendiri) sampai amal jama’i (yang dilakukan secara berjamaah), sebagaimana hal tersebut terjadi pada shalat dan puasa.45
43
Ibid., hlm. 375. Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 454. 45 Al-Maghribi bin As-Said Al-Maghribi, op. cit., hlm. 380. 44
38
5. Memanfaatkan Waktu Kosong Termasuk metode terpenting dalam mendidik di dalam aturan Islam adalah dengan memanfaatkan waktu-waktu kosong para pemuda, dengan membuang muatan yang memenuhi jasmani seseorang dan jiwanya. Islam amat mendorong untuk menyibukkan waktu-waktu kosong seseorang dengan kebaikan dan dengan sesuatu yang bisa mengembalikan para pemuda dan umat Islam kepada kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat hingga tidak dimasuki oleh keburukan dan kesesatan.46 6. Motivasi Motivasi memiliki peran besar bagi anak, sehingga akan terus menerus dilakukan bagi anak, sehingga akan terus menerus dilakukan, membantu selalu mengetahui hobi anak-anak, kemampuan dan kekuatan mereka. Di antara motivasi yang bermanfaat adalah memberi semangat kepada anak untuk melakukan hal-hal yang baik yang mengarahkan kepada komitmen dan berpegang teguh kepada nilai dan ajaran agama seperti memberi buku-buku Islami, membuat perpustakaan kecil lalu pelan-pelan dikembangkan jadi besar, membuat perpustakaan kaset dan mengajak hadir ke majlis ulama, khutbah dan seminar.47 7. Balasan dan Sanksi Metode ini adalah cara terakhir yang dilakukan, saat sarana lain tidak bisa mencapai tujuan. Saat ini boleh menggunakan metode penjatuhan 46 47
Ibid., hlm. 381. Ibid., hlm. 383.
39
sanksi. Pandangan dan pemikiran barat sangat anti terhadap metode ini dan menolak mentah-mentah penjatuhan sanksi sebagai metode pendidikan. Padahal pemberian sanksi dalam pendidikan boleh jadi menjadi obat manjur bagi pelurusan terhadap kekeliruan anak bila dilakukan dengan cara dan ukuran benar.48 Seorang pendidik
yang dewasa adalah seorang
yang tidak
menggunakan metode pemberian sanksi kecuali setelah seluruh metode mengalami kegagalan. Dan ketika menjatuhkan sanksi mencari waktu yang tepat dan bentuk sanksi sesuai dengan kadar kesalahan yang ada maka tidak semua kesalahan harus diberi sanksi serta tidak menjatuhkan sanksi di depan teman-teman dan saudaranya.49 beberapa
hal
yang
hendaknya
diperhatikan
pendidik
dalam
menggunakan hukuman: a. Hukuman adalah metode kuratif, artinya tujuan hukuman ialah untuk memperbaiki peserta didik yang melakukan kesalahan dan memelihara peserta didik yang lainnya, bukan untuk balas dendam. b. Hukuman baru digunakan apabila metode lain tidak berhasil guna dalam memperbaiki peserta didik. c. Sebelum dijatuhi hukuman, peserta didik hendaknya lebih dahulu diberi kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. d. Hukuman yang dijatuhkan pada peserta didik hendaknya dapat di mengerti olehnya, sehingga ia sadar akan kesalahannya dan tidak mengulanginya. e. Hukuman psikis lebih baik dari pada hukuman fisik. f. Hukuman hendaknya disesuaikan dengan latar belakang kondisi peserta didik. g. Dalam menjatuhkan hukuman, hendaknya diperhatikan prinsip logis, yaitu hukuman disesuaikan dengan jenis kesalahan. h. Pendidik hendaknya tidak mengeluarkan ancaman hukuman yang tidak mungkin dilakukannya. 48 49
Ibid., hlm. 385. Ibid., hlm. 387.
40
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mendidik anak dengan memberi contoh akan menghasilkan karakter yang mulia sementara dengan pengajaran dan tutur kata yang baik mampu meluruskan sebagai kekurangan dan kesalahan sehingga anak terbiasa dengan kebaikan. Adapun dengan memanfaatkan waktu senggang mampu menyalurkan potensi tubuh, akal dan perasaan untuk suatu manfaat dan dengan memberi motivasi mampu membangkitkan semangat dan persaingan hidup yang sehat serta mengasah kemampuan dan keterampilan sementara sanksi hanya berfungsi sebagai sarana kontrol akhir bila semua metode tidak dapat berjalan.50
50
Ibid., hlm. 388.