BAB II DISINTEGRASI TIMOR-TIMUR DARI INDONESIA
A. Gambaran Umum Timor-Timur Timor-Timur atau yang sekarang lebih di kenal dengan nama Timor Leste adalah Negara yang dulunya merupakan bagian dari Indonesia dan merupakan Provinsi ke-27 (1976-1999) Indonesia, adalah Negara yang terletak di sebelah utara Australia dan bagian timur pulau Timor. Selain itu wilayahnya juga meliputi pulau Kambing atau Atauro, Jaco dan enclave Oecussi-Ambeno di Timor Barat.Secara astronomis Timor Timur terletak antara 8O7’LS - 9O 29’LS dan 124OBT-127OBT. Luas keseluruhan negara ini adalah ± 14.874 km2. Timor Leste secara resmi merdeka pada tanggal 20 Mei 2002. Awalnya bernama Provinsi Timor-Timur, saat menjadi anggota PBB, mereka memutuskan memakai nama Portugis “Timor Leste” sebagai nama resmi Negara. 30 Jumlah penduduk Timor Timur tahun 1975 setelah Portugal meninggalkan wilayah tersebut sekitar 680.000 orang. Mayoritas penduduk Timor Timur adalah dari golongan orang Timor, tetapi ada juga beberapa golongan Tionghoa dan orang Indonesia. Penyebaran penduduk di Timor Timur tidak merata, terdapat beberapa daerah yang padat penduduknya. Daerah yang berpenduduk padat yaitu, Ainaro, Dili, 30
http://ssbelajar.blogspot.com/2014/07/negara-timor-leste.html diakses tanggal 18 Desember 2014,
Pukul 20.00
21 Universitas Sumatera Utara
Baucano, dan Uqoisu. Terdapat beberapa kelompok etnis di Timor Timur dan masingmasing kelompok mempunyai bahasa sendiri. Tapi pada umumnya masyarakat Timor Timur memakai bahasa Tetum sebagai bahasa pengantar sehari-hari dan digunakan oleh sekitar 60% masyarakat Timor Timur. 31
Gambar 1. Peta Timor Timur ( Sumber: ambafrance-id.org) Timor Timur adalah daerah yang berbukit- bukit, sehingga kebanyakan penduduknya hidup jauh dari kota dan pengaruh asing juga kemajuan. Mereka berpatokan pada ladang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian besar kelompok
31
http://ssbelajar.blogspot.com Ibid.
22 Universitas Sumatera Utara
dari masyarakat Timor Timur bermata pencaharian petani dan tinggal di dusun-dusun, dan sebagian kecilnya hidup di pantai dan bermata pencaharian sebagai nelayan. 32 Untuk pendidikan, selama Perang Dunia II sampai tahun 1975, beberapa penduduk Timor Timur berhasil mendapatkan pendidikan di sekolah kolonial yang pada saat itu jumlahnya masih sedikit. Di tahun 1960-an dan 1970-an muncul beberapa golongan elite kecil yang berpendidikan dan orang-orang dengan pendidikan dan aspirasi nasional ini menjadi pemimpin di wilayah Timor Timur ketika Portugal meninggalkan Timur Timur tahun 1975.33 Sebelum Belanda dan Portugis memasuki wilayah Timor-Timur, pulau Timor merupakan jaringan dagang yang berpusat di Jawa Timur, dan kemudian Celebes (Sulawesi), dan jaringan ini merupakan jaringan yang terikat dengan jaringan komersil di Cina dan India. Pulau timor di gambarkan sebagai pulau yang terdiri dari pegunungan yang di selimuti pepohonan cendana putih dan merupakan satu-satunya hasil bumi daerah tersebut. Portugis melakukan pendaratan pertama di pulau Solor. Tahun 1566, para imam Dominikan membangun sebuah benteng untuk tempat tinggal mereka, mereka dilindungi oleh orang solor dan flores yang sudah mengikut agama mereka. Pada masa itu orang-orang Portugis setiap tahunnya berlayar ke Timor untuk mengumpulkan cendana dan memperdagangkan barang-barang jadi.Pada tahun 1613 Belanda berniat menaklukkan Solor, oleh sebab itu penduduk dalam benteng itu 32
Hastutining Dyah Wijayatmi. 2004. Hubungan Bilateral RI-Timor Timur Pasca Kemerdekaan Timor Timur. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Hal. 28 33 Ibid hal.28
23 Universitas Sumatera Utara
pindah ke pulau Larantuka. Solor terus berganti penguasa antara Belanda dan Portugis tetapi Larantuka tetap di bawah kekuasaan Portugis. Pertengahan abad ke17merupakan titik balik sejarah Timor, karena sepanjang tahun itu Portugis menyerang Timor dengan kekuatan penuh. Portugis berusaha memperluas pengaruh mereka melampaui daerah pantai agar dapat mengontrol perdagangan. Alasan penyerangan mereka adalah untuk membela penguasa pantai yang baru saja dikristenkan. Kemenangan portugis diperoleh dengan cepat dan mudah. Selama kurang lebih 4 abad, rakyat Timor berada dalam kungkungan pemerintah Portugal. Sementara saudara-saudara yang berada di Timor Barat sudah memperoleh kemerdekaan dan telah melaksanakan pembangunan sejak tahun 1945. Selama 4 abad tersebut Portugal menguras habis kekayaan alam Timor Timur yang kaya dengan kayu cendana, minyak alam, dan kopi Arabika dan Portugal juga memperbudak serta membantai ribuan orang penduduk asli Timor Timur yang dianggap membangkang atau yang tidak mau diperbudak untuk bekerja kepada Perusahaan Minyak Timor Oil dengan upah yang sangat minim karena dikorupsi habis oleh atasannya yang kulit putih. Dalam tulisan Hendro Subroto mengatakan bahwa “ perubahan di Timor Timur terjadi setelah kudeta militer di Portugal pada 25 April 1974, yang di kenal dengan nama “Revolusi dos Cravos atau Revolusi Bunga”.34 Pada masa itu terjadi suatu proses dekolonisasi Portugal yang gagal karena merebaknya dominasi komunis di Portugal pada tahun 1974, dan lahir sebuah gerakan 34
Basilio Dias Araujo. 2014. Timor Timur Gagalnya Sebuah Diplomasi: Suatu Analisa dan Kritik dari Seorang Pelaku Sejarah. Depok: Indie Publishing. Hal. 7
24 Universitas Sumatera Utara
angkatan bersenjata yang bernama Movimento das Forças Armadas –MFA yang merupakan gabungan dari tentara-tentara yang merasa tidak puas dengan penderitaan yang dialami selama dinas kemiliteran di Afrika, yang akhirnya memaksa para politisi untuk melakukan suatu perubahan radikal dalam sistem politik di Portugal yang lebih manusiawi menurut kehendak kelompok kiri yang pada saat itu menguasai percaturan politik dalam negeri Portugal. Setelah semua pemerintahan Portugal diambil alih oleh MFA, Portugal mulai membuka peluang kepada wilayah jajahannya dalam hal ini termasuk Timor Timur untuk memulai proses dekolonisasi. 35 Awal bulan Mei 1975 orang Timor Timur mulai membentuk partai-partai politik, ada beberapa partai politik yang cukup berpengaruh pada saat itu, yaitu: 1.
Uniâo Democrática Timorense disingkat UDT (Uni Demokratik Timor). Partai ini berdiri tanggal 11 Mei 1974 dan diketuai oleh Francisco Xavier Lopes da Cruz. UDT merupakan partai yang bertujuan agar Timor Timur tetap berada di bawah perlindungan Portugal dengan ketentuan dapat berdiri sendiri kalau sudah mampu mandiri beberapa tahun kemudian;
2.
Associação Sosial Democrática Timorense disingkat ASDT (Asosiasi Sosial Demokratik Orang Timor). Partai ini berdiri pada tanggal 20 Mei 1974, partai ini memiliki beberapa tokoh seperti Francisco Xavier do Amaral, Nicolao Lobato, dan Jose Ramos Horta. Diawal ASDT ingin bergabung ke Indonesia, tapi pada perkembangannya berubah menjadi berhaluan Komunis Maoist setelah kembalinya beberapa mahasiswa Timor-Timur dari Lisabon yang
35
Basilio Dias Araujo. Ibid. hal. 8
25 Universitas Sumatera Utara
berhaluan Komunis. Oleh karena itu, ASDT kemudian merubah namanya menjadi Frente Revolucionária Timor Leste Indepente disingkat FRETILIN (Front Revolusioner Timor Timur Merdeka). Kelompok politik yang memimpin partai ini berhaluan kiri garis keras sehingga menginginkan agar Timor-Timur dapat merdeka secepatnya. 3.
Associação
Popular
Democrática
de
Timor
disingkat
APODETI
(Perhimpunan Demokrasi Rakyat Timor). Partai ini berdiri tanggal 27 Mei 1974, didirikan oleh tokoh-tokoh pribumi yang melakukan pemberontakan melawan Portugis di Lospalos pada tahun 1945-1949 dan makar di Viqueque dengan tokoh-tokoh terkemuka seperti Arnaldo dos Reis Araújo, José Osório Soares, dan Guilherme Maria Gonçalves. Partai politik ini bertujuan untuk menyatakan kemerdekaannya bersama Indonesia melalui Integrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4.
Klibur Oan Timur Aswain disingkat KOTA (Persatuan Pejuang Timor), bertujuan untuk memperjuangkan suatu pemerintahan kerajaan atau berbentuk monarki.
5.
Trabalhista adalah Partai Buruh yang ingin berasosiasi dengan Australia yang pada masa itu dikuasai oleh Partai Buruh. Partai ini berdiri pada bulan Oktober 1974 dan diketuai oleh A. Abrão dan Domingos Pareira. 36 Keadaan politik di Timor Timur menjadi semakin panas setelah banyaknya
partai politik yang muncul dan membawa serta memperjuangkan tujuan partainya
36
Basilio Dias Araujo. Ibid. hal. 12-14
26 Universitas Sumatera Utara
masing-masing. Dalam hal ini Fretilin merupakan partai yang paling keras dan tidak segan-segan untuk membantai lawan politiknya yang dianggap menghalangi jalannya untuk mencapai tujuannya sehingga banyak dari lawan politiknya yang lari ke NTT dan luar negeri. Pada tanggal 28 November 1975 Fretilin memproklamasikan kemerdekaan Timor-Timur dan berdirinya sebuah Republik Demokrasi TimorTimur.37 Dua hari setelahnya, tepatnya tanggal 30 November 1975 empat partai politik lainnya
yaitu
Apodeti,
UDT,
KOTA
dan
Trabalhista
memproklamirkan
kemerdekaannya dengan cara berintegrasi dengan Indonesia melalui Deklarasi Balibo. Setelah deklarasi kemerdekaan melalui integrasi dengan Indonesia oleh keempat partai tersebut dan setelah melalui proses legilslasi, Timor Timur kemudian berintegrasi secara resmi dengan Indonesia yang di kukuhkan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1976, dan disahkan melalui TAP MPR No. VI/1978. 38 B. Proses Bergabungnya Timor Timur Sebagai Bagian Dari Indonesia Selama kurang lebih 300 tahun, rakyat Timor timur berada dalam kungkungan pemerintahan penjajahan portugal. Padahal sudara-saurada yang berada di Tiomr Barat sudah memperoleh kemerdekaan dan telah melaksanakan pembangunan sejak 1945. Menurut Hendro subroto menyatakan bahwa “ perubahan di timor timur mulai terjadi di Timor timur setelah terjadi kudeta militer Portugal pada April 1974, yang
37 38
Basilio Dias Araujo Ibid. hal 31 Basilio Dias Araujo Ibid. hal 33
27 Universitas Sumatera Utara
dikenal sebagai Revulucao dos Cravos atau Revolusi Bunga.” 39 Kudeta telah membawa Jendral Antonio de Spinola ke tampuk kekuasaan sebagai Presiden Portugal. Penguas varu Portugal itu memperkenalkan kehidupan politk yang lebih demokratis di Portugal. Perubahan itu memberikan harapan bagi perubahan politik di koloni-koloni Portugis, termasuk di Timor Timur yang merupakan salah satu koloni Portugal pada saat itu. Pemerintahn portugal memberikan kesempatan kepada penduduk Timor Timur membantu partai politik sejak 1974. Olehkarena itu, mulai tahun 1974 mulai terbentuk beberapa organisasi politik di Timor Timur. Sementara itu, pemerintahan Portugal pun sebenarnya sudah merancang dekolonisasi (kemerdekaan) bagi Timor Timur. Hanya yang jadi masalah bagaimanakah Bentuk kemerdekaan Timor Timur tersebut. Apakah akan bergabung dengan Indonesia, menjadi negara yang berdiri sendiri, atau bergabung dengan Portugis. Untuk maksud tersebut pada 17 Oktober 1974 di Jakarta dilangsungkan pembicaraan antara menteri Seberang Lautan Portugal Dr. Antonio de Almeida Santos dengan pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Menteri Luar Negri Adam Malik. Di lain kesempatan sebelumnya ketua Partai Apdeti pada 31 Agustus 1974, menyatakan Bahwa “partainya telah mengusulkan agar Timor Timur menjadi provinsi bagian dari indonesia”. 40 Pemerintahan Indonesia sangat mendukung maksud Pemerintahan Portugal untuk mengadakan dekolonisasi di Timor Tmur dan maksud Ketua Partai Apodeti
39
Hendro subroto, Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1997, hal 5 40 Ibid, hal 21
28 Universitas Sumatera Utara
untuk memilih bergabung dengan Indonesia. Asalkan proses dekolonisasi itu tidak menimbulkan instabilitas diwilayah Indonesia. Presiden Soeharto menanggapi maksud dekolonisasi Timor Timur itu dengan menyatakan tiga sikap dasar pamerintah, yaitu:41
Tidak mempunyai ambisi teritorial
Menghormati hak rakyat Timor Timur untuk menetukan nasibnya sendiri
Apabila rakyat Timor Timur memilih bergabung dengan wilayah Indonesia, tidak mungkin berbentuk negara akan tetapi sebagai bagian dari wilayah NKRI
Sebagai kelanjutan dari pertemuan antara Menteri Seberang Lautan Portugal dengan Menlu Indonesia Di Jakarta, pada 9 Maret 1975 di London diadakan pertemuan lanjutan. Dalam pertemuan itu, Pemerintah Portugal masih beranggapan bahwa apabila rakyat Timor Timur memilih untuk bergabung dengan Indonesia hal ini merupakan yang masuk akal. Pada 5 November 1975, pemerintahan Portugal menandatangani dokumen memorandum of understanding, yang intinya bahwa: 42
41 42
Untuk pertama kalinya Indonesia mengerti secara resmi dari Portugal
Portugal mengakui semua pihak yang ada di Timor Timur
Akan dilanjutkan dengan kontrak-kontrak tetap antara RI dengan Portugal
Nana Supriyatna, Sejarah Nasional Indonesia dan Umum. Grafindo Media Pratama, 1999, hal 43 Ibid,. hal 44
29 Universitas Sumatera Utara
Ketika perundingan menentukan status Timor Timur sedang berlangsung, ketegangan menentukan status Timor Timur sedang berlangsung, ketegangan antara berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat Timor Timur sedang berlangsung, ketegangan antara berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat Timor Timur semakin memuncak. Pada tahap awal, UDT dan Fretilin berkoalisi untuk melawan Apodeti yang ingin bergabung dengan Indonesia. Namun keja sama itu hanya berlangsung beberapa bulan saja, karena aksi UDT pada 11 Agustus 1975 yang dibalas oleh Fretilin seminggu kemudian. Pertikaian bersenjata antara kelompok yang berbeda itu tidak dapat dihindari. Akibatnya perang saudara terjadi di Timor Timur, dimulai di kota Dili sejak Agustus 1975. Fretilin berhasil didesak ke luar oleh lawan politiknya dari kota Dili. Portugal yang seharusnya bertanggung jawab terhadap koloninya, membiarkan koloninya tanpa pemerintahan yang jelas sejak Gubernur portugis di Timor Timur melarikan diri dari Dili ke pulau Atauro atau Pulau Kambing. Penduduk dibiarkan terjebak dalam perang saudara, dan ribuan orang menjadi korban atau terpaksa melakukan pengungsian. Fretilin yang tersingkir dari Dili kemudian mendapatkan bantuan persenjataan dari para pendukungnya di dalam pemerintahan kolonial dan tentara Portugis. Perang baru mulai berkecamuk, yang dengan mudah dimenangkan oleh fretilin. Dili kembali diduduki Fretilin. Jumlah korban jiwa dan penduduk yang terpaksa harus mengungsi akibat dari perang saudara itu semakin banyak. Beribu -ribu penduduk Timor Timur, termasuk anak-anak dan orang tua membanjiri daerah perbatasan dengan Indonesia di Timor bagian Barat.
30 Universitas Sumatera Utara
Fretilin memproklamasikan kemerdekaan Timor Timur dan berdirinya sebuah Republik Demokrasi Timor Timur di koloni Pprtugis tersebut pada tanggal 28 November 1975. Namun, proklamasi itu tidak mendapatkan dukungan baik dari kelompok lain di dalam masyarakat Timor Timur maupun dari dunia internasional. Australia yang sangat diharapkan memberi dukungan kepada Fretilin, ternyata tidak melakukan hal tersebut. Kelompok masyarakat Timor Timur yang terdiri dari UDT, Apodeti, KOTA, dan Trabalhista menyampaikan Proklamasi tandingan di balibo pada 30 November 1975. Pernyataan yang kemudian dikenal sebagai “Deklarasi Balibo” yang menyatakan keinginan Timor Timur untuk berintegrasi dengan Republik Indonesia. Perkembangan Timor Timur dan situasi politik Internasional pada perang dingin waktu itu telah menyeret Indonesia secara langsung ke dalam pertikaian antara orang Timor Timur sendiri. Padahal, Menlu Indonesia Adam Malik pernah menyatakan bahwa Indonesia tidak akan melakukan invasi ke wilayah Timor Timur yang menjadi koloni portugis itu. Kekalahan Amerika Serikat dari tentara Komunis di medan perang Vietnam dan kejatuhan Kamboja serta laos ke tangan pemerintah komunis pada 1975, sangat merisaukan blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Perluasan pengaruh Fretilin yang berhaluan kiri di Timor Timur menimbulkan kecemasan blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Australia terhadap kemungkinan perluasan kekuatan komunis di Asia Tenggara dan pasifik. Hal ini telah mendorong munculnya dukungan Barat bagi keterlibatan langsung Indonesia di Timor Timur.
31 Universitas Sumatera Utara
Konfrontasi bersenjata semakin meluas. Keadaan di medan pertempuran mulai berubah pada akhir 1975, kota Dili berhasil diduduki kelompok pendukung integrasi yang mendapat bangtuan militer dari indonesia melalui operasi seroja. Pada kesempatan yang sama, masyarakat Oekussin yang terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia menandatangani naskah pernyataan berintegrasi dengan Indonesia. Para pendukung Fretilin terdesak ke daerah pinggiran dan ke daerahdaerah pegunungan yang terpencil, melanjutkan perjuangan menentang integrasi Timor Timur dengan Indonesia. Pertikaian politik dan militer ini menimbulkan korban jiwa, harta, serta kekacauan berkepanjangan di dalam masyarakat Timor Timur. Beban yang harus ditanggung oleh Indonesia juga sangat besar, termasuk adanya korban anggota pasukan Indonesia yang cukup besar. Disamping itu, pertempuran yang terjadi telah menimbulkan korban jiwa warga negara asing, khususnya Australia. Hal ini kemudian menjadi kontroversi di dunia internasional, yang menimbulkan protes, tekanan, dan tuntutan terhadap tanggung jawab pemerintah Indonesia. Kekerasan politik dan militer yang terjadi dimasyarakat mendorong terjadinya pengungsian ke berbagai tempat di Indonesia dan ke luar negri. Pernyataan integrasi Timor Timur yang telah disampaikan sebelumnya, diulang kembali oleh para pendukungnya di Kupang Nusa Tenggara Timur pada 12 Desember 1975. Sebagai langkah berikutnya, kelompok pendukung integrasi yang terdiri dari Arnaldo dos Reis Araujo yang mewakili Apodeti, Fransisco Xavier Lopez da Cruz yang mewakili UDT, Thomas Diaz Xemenes yang mewakili KOTA dan
32 Universitas Sumatera Utara
Domingus C. Pareira yang mewakili Trabalishta sepakat untuk membentuk Pemerintahan Sementara Timor Timur (PSTT). Pemerintahan sementara ini dibentuk pada 17 Desember 1975 di bawah pimpinan oleh Arnaldo dos Reis Araujo. Setelah itu, sebuah lembaga legislatif juga dibentuk. Pada 1976, para anggota DPRD Timur Timur secara resmi menerima petisi Integrasi Timor Timur dengan Republik Indonesia dari masyarakat Timor Timur pro integrasi. Petisi itu berisi desakan kepada pemerintah untuk menerima Timor Timur sebagai wilayah yang menjadi satu dengan Republik Indonesia tanpa protes jajak pendapat. Integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Republik Indonesia diajukan secara resmi pada 29 juni 1976. Sebuah rancangan undang-undang kemudian diajukan kepada DPR RI dan Timor Timur secara resmi menjadi sebuah provinsi dari Republik Indonesia setelah UU No. 7 Tahun 1976 disahkan oleh DPR pada 17 Juli 1976. Ketentuan ini kemudian diperkuat Oleh MPR melalui Ketetapan No. VI/MPR/1978 tanggal 1978. C. Lepasnya Timor Timur dari NKRI Berakhirnya rezim pemerintahan otoritarian Orde Baru yang ditandai dengan pengunduran diri mantan Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 sebagai akibat dari gerakan reformasi yang dimotori oleh mahasiswa telah membuka cakrawala baru bagi penyelesaian persoalan Timor Timur. Gerakan reformasi dilakukan sebagai bentuk ungkapan kekecewaan yang dirasakan oleh rakyat Indonesia dan dilakukan pada saat terjadi krisis multidimensi di Indonesia. Dengan momentum reformasi itu,
33 Universitas Sumatera Utara
persoalan status Timor Timur yang menarik perhatian PBB dan masyarakat internasional diharapkan memperoleh kejelasan. Penyelesaian masalah Timor Timur ini dilanjutkan oleh B.J Habibie dengan mengeluarkan kebijakan berupa pemberian status khusus dengan otonomi luas dalam sebuah rapat kabinet pada tanggal 9 Juni 1998. C.1 Tawaran ( Opsi) Penyelesaian Persoalan Timor Timur Konsep Otonomi Luas telah lama menjadi pembicaraan banyak kalangan bagi penyelesaian persoalan Timor Timur. Setelah insiden Santa Cruz, Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo sudah berusaha menyerukan otonomi bagi Timor Timur sebagai alternatif terbaik yang dapat dilakukan.43 Seruan tersebut disampaikannya setelah surat usulan tentang referendum yang pernah
disampaikannya kepada Sekretaris
Jendral PBB-Javier Perez de Cuellar mendapat reaksi keras dari Pemerintah Republik Indonesia. Dalam surat tersebut, Uskup Belo mengungkapkan pengalamannya selama bertugas untuk memperjuangkan keadilan dan kebebasan yang mengalami ancaman sehingga ia meminta bantuan pengamanan dari internasional. Hal itu dilakukannya dengan alasan di Timor Timur sudah tidak ada tempat untuk melakukan pengaduan karena ABRI yang dianggap sebagai pelindung telah melakukan hal sebaliknya berupa tindakan ancaman dan kekerasan.44 Akan tetapi semua usulan mengenai pemberian otonomi luas di Timor Timur tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah Republik Indonesia pada saat itu karena posisi dan sikap pemerintah 43
44
Garry van Klinken, Akar Perlawanan Rakyat Timor Timur, ( Jakarta: ELSAM, 1996), hal.23-24. Buletin Kay Rala Lian, Edisi VI/Mei/1997.
34 Universitas Sumatera Utara
sangat jelas yang menganggap bahwa integrasi Timor Timur merupakan hal yang telah final dan tidak bisa ditawar.45 Pemberian otonomi luas menurut Presiden B.J.Habibie merupakan suatu bentuk penyelesaian akhir yang adil, menyeluruh, dan dapat diterima secara internasional. Cara ini menurut Presiden B.J.Habibie merupakan suatu cara penyelesaian yang paling realistis, paling mungkin terlaksana, dan dianggap paling berprospek damai, sekaligus merupakan suatu kompromi yang adil antara integrasi penuh dan aspirasi kemerdekaan. Tawaran dari pemerintah berupa Otonomi luas tersebut memberi kesempatan bagi rakyat Timor Timur untuk dapat memilih Kepala Daerahnya sendiri, menentukan kebijakan daerah sendiri, dan dapat mengurus daerahnya sendiri. Keputusan untuk mengeluarkan Opsi mengenai otonomi luas di Timur Timur diambil oleh Presiden B.J.Habibie karena
integrasi wilayah itu ke
Indonesia selama hampir 23 tahun tidak mendapat pengakuan dari PBB. Pemerintah Portugal maupun PBB menyambut positif tawaran status khusus dengan otonomi luas bagi Timor Timur yang diajukan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini terlihat pada saat Presiden mengutus Menteri Luar Negeri Ali Alatas untuk menyampaikan usulan Indonesia tentang pemberian status khusus ini kepada Sekjen PBB di New York pada tanggal 18 Juli 1998. Selain itu juga diperkuat dengan berlangsungnya kembali Perundingan “Senior Official Meeting” (SOM) atau Pejabat Senior dibawah tingkat menteri di New York pada tanggal 4 Agustus 1998.
45
Zacky A.Makarim, dkk, Hari-Hari Terakhir Timor Timur, Sebuah Kesaksian, ( Jakarta: Sportif Media Informasindo, 2003), hal.33.
35 Universitas Sumatera Utara
Dari hasil dialog tersebut ketiga pihak sepakat untuk membahas dan menjabarkan lebih lanjut usulan baru dari Pemerintah Republik Indonesia mengenai otonomi luas sebagai usaha penyelesaian persoalan Timor Timur tanpa merugikan posisi masing-masing pihak. Pada saat yang sama Sekretaris jendral PBB juga sedang berusaha untuk meningkatkan konsultasi dengan berbagai tokoh masyarakat Timor Timur yang berada di dalam negeri maupun luar negeri. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk menyampaikan perkembangan perundingan yang telah dilakukan kepada mereka dan sekaligus untuk mendapatkan masukan-masukan dari mereka sebagai bahan pertimbangan dalam mempersiapkan rancangan naskah persetujuan tentang rancangan otonomi luas pada pertemuan dialog segitiga ( tripartite talks) tersebut. Tanggapan positip mengenai rancangan otonomi luas juga diberikan oleh banyak tokoh dan kalangan moderat Timor Timur. Hal ini antara lain terlihat dalam diskusi yang diprakarsai oleh East Timor Study Group (ETSG). Mereka melihat konsep otonomi luas tersebut di dalam kerangka suatu masa transisi yang cukup lama sebelum suatu penyelesaian menyeluruh melalui referendum diadakan. Otonomi luas tersebut bisa dilaksanakan secara konsisten oleh Pemerintah Republik Indonesia, bisa juga tidak diperlukan apabila masyarakat sudah puas dengan pilihan tersebut. Sebagaimana otonomi yang telah diterapkan di berbagai negara lain, wewenang Pemerintah Daerah Timor Timur adalah mengatur berbagai aspek kehidupan kecuali aspek pertahanan, politik luar negeri, moneter dan fiskal. Wewenang pemberian otonomi luas terhadap masyarakat Timor Timur ini jika dilihat dan ditinjau terdapat perbedaan dan jauh lebih luas daripada kebebasan yang
36 Universitas Sumatera Utara
diberikan kepada propinsi-propinsi lain di Indonesia dalam mengatur kehidupan masyarakatnya. Tindakan ini diambil oleh pemerintah mengingat Timor Timur memiliki kekhususan sejarah dan sosial budaya sehingga diperlukan pengaturan yang lebih bersifat khusus. 46 Akan tetapi semua perkembangan mengenai otonomi tersebut mengalami perubahan karena pada saat Pemerintah Republik Indonesia dan Portugal sedang melanjutkan pembicaraan berkaitan dengan tawaran otonomi luas bagi Timor Timur, Presiden B.J.Habibie mengajukan Opsi II pada tanggal 27 Januari 1999. Opsi II menyebutkan bahwa jika rakyat Timor Timur menolak Opsi I tentang pemberian otonomi luas maka Pemerintah Republik Indonesia akan memberikan kewenangannya kepada MPR hasil pemilu bulan Juni 1999 untuk memutuskan kemungkinan melepaskan wilayah tersebut dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara terhormat, baik-baik, dan damai, serta secara konstitusional. Usulan mengenai Opsi II disampaikan oleh Presiden B.J.Habibie pada saat berlangsung Rapat Koordinasi Khusus Tingkat Menteri Bidang Politik dan Keamanan (Rakorpolkam) pada tanggal 25 Januari 1999. Rapat tersebut dilakukan untuk membahas surat yang dikirim oleh Perdana Menteri Australia-John Howard kepada Presiden RI tanggal 19 Desember 1998 mengenai perubahan sikap Pemerintah Australia terhadap Pemerintah Indonesia. Di dalam suratnya, PM John Howard mendesak dilakukannya Jajak Pendapat (referendum) setelah penerapan status khusus dengan otonomi luas di Timor Timur untuk jangka waktu tertentu. Perubahan sikap Australia itu berpengaruh bagi Pemerintah Republik Indonesia karena Australia
46
Arsip DPR RI mengenai Rancangan Penjelasan Atas Undang Undang RI tahun 1976
37 Universitas Sumatera Utara
sebelumnya menjadi salah satu dari beberapa negara yang mendukung integrasi dan mengakui kedaulatan RI atas Timor Timur. Usulan Presiden B.J.Habibie kemudian dilanjutkan kembali pada tanggal 27 Januari 1999 dan disetujui oleh para anggota dalam Sidang Kabinet Paripurna terbatas Bidang Politik dan Keamanan. Apapun hasil dari referendum menurut Presiden B.J.Habibie akan berdampak positip bagi Pemerintah Republik Indonesia. Indonesia akan terbebas dari beban nasional untuk membiayai pembangunan di Timor Timur, maupun tekanan-tekanan internasional dan kritik dari negara lain. Tekanan-tekanan internasional, khususnya berasal dari PBB yang tidak mengakui kedaulatan Indonesia atas Timor Timur. Selain itu keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan berbagai permasalahan ekonomi dan politik dalam negeri pada saat. Kebijakan Presiden B.J.Habibie mengenai Opsi II merupakan suatu usaha untuk membangun citra baik sebagai pemerintahan transisi yang reformis dan demokratis serta merupakan suatu usaha untuk membangun kembali perekonomian negara yang kacau sebagai akibat dari krisis multidimensi yang sedang terjadi di Indonesia. Selain itu, keputusan keluarnya Opsi II juga didasari oleh sikap Presiden B.J. Habibie yang menghormati Hak Asasi Manusia(HAM) dan memberikan kebebasan di atas prinsip kemerdekaan kepada setiap rakyat Indonesia. 47 Pengambilan keputusan terhadap penyelesaian persoalan Timor Timur menurut beberapa pakar dan pengamat politik Indonesia dianggap sebagai suatu
47
Lela E.Madjiah, Timor Timur Perginya Si Anak Hilang, ( Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2002), hal.236
38 Universitas Sumatera Utara
tindakan yang gegabah. Hal itu dilandasi alasan bahwa keadaan situasi di dalam negeri Indonesia sedang mengalami masa-masa sulit terbukti dengan: pertama, krisis ekonomi-moneter yang sedang dialami oleh negara Indonesia sejak tahun 1997 dan berdampak kedalam politik Indonesia sehingga menimbulkan krisis multidimensional yang ditandai dengan jatuhnya Pemerintahan Presiden Soeharto. Berakhirnya kekuasaan pemimpin Orde Baru atas desakan para mahasiswa dan rakyat Indonesia melalui gerakan reformasi secara berkesinambungan menunjukkan ketidakpercayaan masyarakat dalam negeri terhadap pemerintah sehingga menimbulkan “krisis kepercayaan terhadap pemerintah”. Keadaan pemerintah yang sedang mengalami banyak persoalan dimanfaatkan oleh pihak- pihak sparatis Timor Timur yang menuntut diadakannya referendum sebagai sarana penentuan nasib rakyat Timor Timur. Tuntutan tersebut mendapat banyak simpati dari kelompok-kelompok masyarakat lain di tanah air dan dunia internasional. Dari dalam negeri dukungan diberikan oleh kelompok pembela HAM dan demokrasi, seperti LSM dan Komnas HAM. Sedangkan dari internasional adalah Amerika dan Australia
yang selalu
mengontrol dan melakukan provokasi kepada Pemerintah Indonesia untuk segera menyelesaikan masalah Timor Timur. Kedua negara itu bersama-sama dengan PBB selalu memantau perkembangan yang terjadi di Timor Timur. Perubahan sikap kedua negara ini dipengaruhi oleh perkembangan global dan isu- isu internasional tentang demokratisasi dan HAM.
39 Universitas Sumatera Utara
Kedua, terjadi pergeseran posisi dasar Republik Indonesia pada tanggal 9 Juni 1998 pada saat Presiden B.J Habibie mengumumkan kesediaan Pemerintah Republik Indonesia untuk memberikan “ status khusus dengan Otonomi luas”. Pemberian status ini dianggap sebagai formula dan usaha untuk mencapai penyelesaian politik dalam masalah Timor Timur. Akan tetapi pada tanggal 27 Januari 1999 Menteri Luar Negeri Ali Alatas mengumumkan keputusan dalam Sidang Kabinet Paripurna bidang Politik dan Keamanan mengenai pemberian “Opsi II” yang berhubungan dengan pemberian tanggapan atas otonomi luas apabila pemberian status khusus itu ditolak oleh mayoritas masyarakat Timor Timur maka jalan yang akan diambil selanjutnya adalah Pemerintah Republik Indonesia akan mengusulkan kepada Sidang Umum MPR hasil Pemilu yang baru terpilih agar Timor Timur dapat berpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia secara baik-baik, damai, terhormat, tertib, dan konstitusional.48 Keluarnya Opsi II mengejutkan bagi banyak pihak dan tidak diterima secara menyeluruh di Indonesia. Salah satu pihak yang sangat menentang Opsi II adalah tentara Indonesia (ABRI/TNI). Mereka mengkhawatirkan bahwa pemisahan Timor Timur dapat membawa akibat yang merugikan bagi persatuan dan keamanan di wilayah itu.49 Ancaman terhadap instabilitas keamanan di Timor Timur seperti yang dikhawatirkan menjadi kenyataan, terbukti dengan kekerasan yang terjadi disana. Meningkatnya intensitas kekerasan dan ketegangan di Timor Timur disebabkan oleh kedua kelompok (pro-integrasi dan pro-kemerdekaan) saling melakukan teror dan 48
KOMPAS, tanggal 29 Januari 1999; Wiranto, Selamat Jalan Timor Timur. Pergulatan Menguak Kebenaran, ( Jakarta: Institute for Democracy of Indonesia, 2002), hal.85. 49
PBB, Penentuan Nasib Sendiri Melalui Jajak Pendapat, ( New York: Deppen Publik PBB, 2000), hal.9
40 Universitas Sumatera Utara
intimidasi. Kelompok pro-kemerdekaan yang mendapat “angin segar” atas keputusan pemberian Opsi II semakin menunjukkan sikap permusuhan terhadap kelompok prointegrasi dan Pemerintah Republik Indonesia. Tindak kekerasan tidak hanya menghantui rakyat setempat tetapi juga masyarakat pendatang, baik para pedagang maupun aparat pemerintah yang bertugas dan ditugaskan di wilayah itu. Selain itu kemunculan berbagai kelompok milisi pro integrasi yang tidak dapat dicegah menjadi faktor pendukung bagi meningkatnya intensitas konflik di wilayah yang pernah menjadi propinsi ke-27 Indonesia. 50 Keadaan di Timor Timur, khususnya Dili semakin kacau setelah pemimpin Gerakan Perlawanan Rakyat Timor Timur (CNRT/Concelho Nacional Resistencia Timorense)- Xanana Gusmao pada tanggal 5 April 1999 mengumumkan perang terhadap Pemerintah RI dan TNI. Pertikaian dan konflik, serta tindak kekerasan yang sering terjadi antara kelompok pro-integrasi dan pro-kemerdekaan menyebabkan Pemerintah RI khususnya TNI/POLRI melakukan usaha-usaha rekonsiliasi untuk mendamaikan kedua pihak tersebut. Usaha tersebut juga dilakukan untuk menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban di Timor Timur. Usaha yang telah dilakukan oleh TNI/POLRI antara lain adalah dengan memfasilitasi suatu perjanjian damai yang diselenggarakan di Diosis Keuskupan. Dili pada tanggal 21 April 1999. Pertemuan tersebut diprakarsai oleh Menhankam/Panglima TNI Jendral Wiranto, Komnas HAM, dan Gereja Katholik di Timor Timur dan menghasilkan kesepakatan tentang penghentian permusuhan dan 50
Nugroho Wisnu Murti, dalam (WWW.SOLIDAMOR.ORG).
41 Universitas Sumatera Utara
penciptaan
perdamaian. 51
Menindaklanjuti
perjanjian
damai
tersebut
maka
TNI/POLRI dan Komnas HAM kemudian membentuk Komisi Perdamaian dan Stabilitas (KPS). Unsur-unsur keanggotaan KPS terdiri dari perwakilan Fretilin, kelompok pro-integrasi, TNI/POLRI, Komnas HAM, dan perwakilan Pemerintah RI serta wakil dari UNAMET . Tugas dari KPS antaralain adalah (1) memonitor terjadinya pelanggaran-pelanggaran serta dampak perjanjian damai; (2) melakukan koordinasi dengan semua pihak untuk menghentikan segala bentuk permusuhan, intimidasi, dan kekerasan; (3) menerima pengaduan masyarakat tentang pelanggaran yang terjadi di Timor Timur, baik yang dilakukan oleh aparat maupun pihak-pihak yang bertikai; (4) KPS bersama UNAMET akan menyusun suatu aturan main (code of conduct) untuk mengatur perilaku pada masa sebelum, selama, dan setelah konsultasi yang harus ditaati oleh semua pihak.52 Pada tanggal 18 Juni 1999 TNI/POLRI berhasil memfasilitasi kesepakatan antara Concelho Nacional Resistencia Timorense (CNRT) dan Falintil dengan pihak pro-integrasi untuk menyambut Jajak Pendapat di Timor Timur. TNI/POLRI juga berhasil menjadi fasilitator penyelenggaraan Pertemuan Dare II di Jakarta pada tanggal 25-30 Juni 199953 yang membahas empat masalah pokok, yaitu rekonsiliasi, Jajak Pendapat, keamanan, dan masalah politik. Hasil dari usaha-usaha tersebut tidak sesuai dengan harapan karena kedua pihak yang bertikai sering melanggar kesepakatan yang telah dibuat bersama. Hal itu 51
Tono Suratman, Untuk Negaraku. Sebuah Potret Perjuangan di Timor Timur, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hal.70. 52
Wiranto. 2002. Selamat Jalan Timor Timur: Pergulatan Menguak Kebenaran. Jakarta: Institute for Democracy of Indonesia 53 Zacky A.Makarim, Op.cit., hal.197.
42 Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh kuatnya rasa dendam diantara mereka. Keadaan tersebut semakin meningkatkan kekacauan di Timor Timur. Ketegangan diantara kedua pihak semakin meningkat setelah dilakukan Jajak Pendapat yang diselenggarakan oleh UNAMET. Hasil jajak Pendapat yang diumumkan oleh PBB pada tanggal 4 September 1999 menunjukkan bahwa sebesar 78,5% atau sekitar 344.580 orang menolak tawaran status khusus dengan otonomi luas, sedangkan sebanyak 21,5% atau sekitar 94.388 orang menerima Opsi I. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur memilih untuk merdeka berpisah dari NKRI. 54 Penyelenggaraan Jajak Pendapat dilakukan oleh UNAMET sebagai badan khusus yang didirikan oleh PBB. Badan ini mempunyai misi dan kewajiban untuk memantau keadaan Timor Timur serta menyelenggarakan Jajak Pendapat dengan bersikap netral. Hal ini sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai oleh Menteri luar negeri Ali Alatas ( RI) dan Menteri luar negeri Jaime Gama ( Portugal) dengan mengikutsertakan wakil PBB Jamsheed Marker, serta memperoleh perhatian langsung dari Sekretaris Jendral PBB Kofi Annan. 55 Kesepakatan ini diperoleh dalam sebuah dialog yang diselenggarakan pada tanggal 5 Mei 1999 di New York (AS) yang menghasilkan “Persetujuan New York”. Persetujuan ini menghasilkan tiga hal yang disepakati dan ditandatangani, serta satu lampiran yang berisi konsep status khusus dengan otonomi luas bagi Timor Timur. Ketiga hal yang disepakati adalah (1) kesepakatan tentang persetujuan RI-Portugal mengenai masalah Timor Timur; (2) persetujuan bagi modalitas atau tatacara Jajak Pendapat melalui pemungutan suara 54 55
Lela E.Madjiah, Op.cit., hal.236 KOMPAS, tanggal 25 April 1999
43 Universitas Sumatera Utara
secara langsung, bebas, dan jujur serta adil; (3) persetujuan tentang pengaturan keamanan Jajak Pendapat. Kesepakatan tersebut diperkuat dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1236 tahun 1999 dalam pertemuan Dewan Keamanan ke 3998 pada tanggal 7 Mei 1999.56 C.2 Jejak Pendapat Jajak Pendapat merupakan suatu cara bagi penyelesaian persoalan Timor Timur yang muncul dari tawaran (Opsi) Presiden B.J.Habibie. Sesuai dengan Perjanjian New York, Jajak Pendapat diselenggarakan oleh PBB. Pelaksanaan Jajak Pendapat terdiri dari tujuh tahapan, yaitu (1) Tahap Perencanaan Operasi dan Penggelaran, tanggal 10 Mei-15 Juni 1999; (2) Tahap Sosialisasi/penerangan Umum, tanggal 10 Mei-15 Agustus 1999; (3) Tahap Persiapan dan Registrasi, tanggal 13 Juni-17 Juli 1999; (4) Tahap Pengajuan keberatan atas daftar peserta Jajak Pendapat, tanggal 18-23 Juli 1999; (5) Tahap Kampanye Politik, tanggal 20 Juli sampai tanggal 5 Agustus 1999; (6) Tahap Masa Tenang, tanggal 6 dan 7 Agustus 1999; (7) Tahap Pemungutan suara, tanggal 8 Agustus 1999. Dalam pelaksanaan ada beberapa tahapan yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana sehingga mempengaruhi seluruh proses Jajak Pendapat. Tahap-tahap yang mengalami perubahan waktu pelaksanaan yaitu Tahap Persiapan dan Registrasi dilakukan tanggal 16 Juli 1999 karena ada kesulitan dalam penyelenggaraan peralatan, logistik, dan keterbatasan personil. Registrasi dilakukan tanggal 6 Agustus 1999 untuk wilayah Timor Timur dan 8 Agustus 1999 untuk wilayah diluar Timor Timur. Masa Kampanye juga mengalami kemunduran 56
Zacky A.Makarim. Op.cit., hal.197
44 Universitas Sumatera Utara
sehingga dimulai tanggal 11-27 Agustus 1999. Jajak pendapat diselenggarakan tanggal 30 Agustus 1999. Kemunduran penyelenggaraan Jajak Pendapat selain karena perubahan waktu pelaksanaan tahapan sebelumnya, juga karena alasan keamanan dan logistik.57 Perubahan waktu penyelenggaraan Jajak Pendapat disahkan dengan resolusi PBB No.1262 tanggal 27 Agustus 1999.58 Jajak Pendapat dilakukan secara serentak di lebih dari 700 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di wilayah Timor Timur pada tanggal 30 agustus 1999 dan diikuti oleh sekitar 600.000 orang Timor Timur yang berada di wilayah ini. Disamping itu juga diikuti oleh sekitar 30.000 orang Timor Timur yang berada di daerah lain (Denpasar, Jakarta, Makasar, Surabaya, Yogyakarta) serta di Luar Negeri (AS, Australia, Macau, Mozambik, Portugal) yang telah memenuhi syarat menjadi pemilih.59 Syarat bagi orang- orang yang berhak mengikuti jajak pendapat adalah (1) telah berumur 17 tahun; (2) lahir di Timor Timur; (3) lahir diluar Timor Timur, tetapi memiliki sedikitnya satu orang tua yang lahir di Timor Timur; (4) menikah dengan seseorang yang memenuhi syarat sebagai pemilih. Sementara itu hasil jajak pendapat diumumkan oleh PBB tanggal 4 September 1999. Hasil Jajak Pendapat menunjukkan bahwa sekitar 78,5% atau sekitar 344.580 orang Timor Timur memilih merdeka dan menolak status khusus dengan otonomi luas yang ditawarkan Pemerintah dan 21,5% atau sekitar 94.388orang menerima tawaran tersebut. Dengan hasil tersebut maka Pemerintah Republik Indonesia melalui MPR
57
KOMPAS, tanggal 5 Juni 1999 Zacky A.Makarim, Op.cit., hal.199 59 KOMPAS, tanggal 7 Mei 1999 58
45 Universitas Sumatera Utara
hasil Pemilu tahun 1999 kemudian menindaklanjuti dengan mengambil langkahlangkah
konstitusional
untuk
melepaskan
Timor
Timur
dari
NKRI
dan
mengembalikan status wilayah itu seperti sebelum berintegrasi . Hasil tersebut pada satu sisi sangat menggembirakan kelompok pendukung anti- integrasi, sedangkan pada sisi lain mengecewakan kelompok pro-integrasi dan para prajurit TNI/POLRI yang telah berjuang mempertahankan integrasi Timor Timur. 60 Bersamaan dengan pengumuman hasil Jajak Pendapat, keadaan di Dili ( Ibu kota Timor Timur) semakin kacau. Pihak yang kalah dan kecewa dengan hasil jajak pendapat melakukan tindak kekerasan, teror, dan intimidasi terhadap para pendukung anti-integrasi. Pertikaian dan konflik antara kedua pihak semakin meningkat setelah masing-masing pihak menyatakan siap untuk perang. Pada tanggal 4 September terjadi pertikaian antara kedua kelompok di Pelabuhan Dili. Kelompok anti-integrasi yang terdesak bersembunyi dirumah Uskup Belo sehingga menyebabkan massa dari kelompok pro-integrasi marah dan membakar salah satu bangunan di Keuskupan. Peristiwa kekerasan juga terjadi pada tanggal 5 September 1999 di Keuskupan Diosis Dili dan mengakibatkan banyak orang meninggal. Pertikaian juga terjadi di kantor CNRT di Mascaronhos, Dili Barat. Dalam peristiwa tersebut terjadi pembakaran terhadap kantor CNRT oleh massa kelompok pro-integrasi. Peristiwa- peristiwa tersebut menyebabkan keadaan di Timor Timur semakin tidak aman sehingga mengakibatkan banyak orang mengungsi ke wilayah lain yang lebih aman. Banyak
60
Ibid., tanggal 6 September 1999
46 Universitas Sumatera Utara
dari mereka yang mencari perlindungan ke Mapolda Timor Timur dan daerah Timor Barat (NTT) yang berbatasan langsung dengan Timor Timur. Keadaan di Timor Timur yang kacau menyebabkan Pemerintah Republik Indonesia, khususnya TNI/POLRI mendapat protes dan tekanan dari masyarakat internasional. TNI/POLRI dianggap telah gagal menjalankan amanat sesuai Persetujuan New York. Banyak negara, seperti AS, Australia, Inggris, Jepang, Perancis, Portugal, Selandia baru, dan Singapura mendesak Pemerintah Republik Indonesia supaya dapat menciptakan keadaan yang lebih aman dan tertib di Timor Timur . Tekanan juga dilakukan oleh organisasi internasional seperti Bank Dunia dan IMF. Kedua organisasi ini mengancam akan menghentikan bantuan apabila Pemerintah Republik Indonesia gagal memperbaiki keadaan di Timor Timur. Selain itu DK PBB juga mengeluarkan sebuah peringatan keras atau ultimatum kepada Pemerintah Republik Indonesia. PBB memberikan peringatan apabila dalam waktu 48 jam aparat keamanan (TNI/POLRI) tidak berhasil mengembalikan keamanan dan ketertiban Timor Timur maka Pemerintah Republik Indonesia harus siap untuk menerima bantuan internasional . Banyaknya tekanan dari masyarakat internasional menyebabkan Pemerintah Republik Indonesia mengambil keputusan untuk melakukan tindakan darurat di Timor Timur. Berdasar Undang Undang No.23 tahun 1959 tentang Keadaan Darurat maka mulai tanggal 7 September 1999 Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan Darurat Militer di Timor Timur. Pemberlakuan keadaan Darurat Militer (PDM) memberi landasan hukum dan wewenang bagi TNI/POLRI untuk bertindak lebih
47 Universitas Sumatera Utara
tegas dalam menindak kerusuhan, kebrutalan, dan pelanggaran hukum di wilayah itu supaya ketertiban dapat pulih. 61 Keputusan ini didasarkan pada Keppres 76 No.107/Tahun 1999 dan Lembaran Negara No.152 serta mendapat persetujuan dari Portugal dan Sekjen PBB. Oleh karena hasil yang dicapai dari PDM tidak sesuai dengan harapan maka pada tanggal 24 September kebijakan ini diakhiri. Kegagalan kebijakan PDM ini menyebabkan Pemerintah Republik Indonesia kemudian bersedia menerima pasukan multinasional penjaga perdamaian internasional dari negara lain untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor Timur. Setelah terjadi perubahan kebijakan Pemerintah Republik Indonesia, maka Dewan Keamanan PBB kemudian mengeluarkan Resolusi No.1264 tahun 1999 yang disetujui secara aklamasi oleh 15 anggota DK PBB . Berdasar Bab VII Piagam PBB, maka
DK
PBB
memberi
wewenang
pembentukan
(Multinational Force/MNF) yaitu INTERFET
pasukan
multinasional
(International Force East Timor).
Badan ini bertugas untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor Timur, melindungi dan mendukung UNAMET dalam melakukan tugasnya, dan memfasilitasi operasi bantuan keamanan PBB serta harus bersikap netral . Badan ini secara resmi bertugas untuk mengambil alih tanggung jawab keamanan di Timor Timur dari TNI/POLRI. Pada tanggal 20 September 1999 pasukan INTERFET yang dipimpin oleh Mayor Jendral Peter Cosgrove tiba di Timor Timur untuk melakukan Operasi Pemulihan (Operation Stabilise). Seperti halnya dengan UNAMET, INTERFET juga sering bersikap tidak netral dan berpihak pada kelompok anti-integrasi. Setelah
61
Ibid
48 Universitas Sumatera Utara
keadaan di Timor Timur semakin baik dan ketegangan antara kedua pihak yang bertikai berkurang maka pasukan INTERFET ditarik mundur secara perlahan-lahan dan digantikan oleh UNTAET. D. Faktor-Faktor Disintegrasi Setelah proses integrasi keadaan yang harus di hadapi oleh Indonesia dan kelompok Pro-Integrasi sangat lah sulit. Banyak konfrontasi yang dilakukan oleh Fretilin dan kelompok Kemerdekaan, baik dari segi diplomasi maupun segi militer, juga ada faktor-faktor lain yang mendasari seperti kekecawaan dari rakyat TimorTimur terhadap oknum pemerintah, TNI/POLRI, maupun kaum pendatang dari pulau jawa. D.1 Faktor Kegagalan Diplomasi Salah satu faktor yang menjadi penyebab disintegrasi Timor Timur adalah kegagalan Indonesia dalam menangani dan mempertahankan Timor Timur. Kegagalan utama diplomasi Indonesia ialah Pemerintah Indonesia yang percaya bahwa Portugal masih mempunyai itikad dan niat baik dalam menyelesaikan masalah Timor Timur secara jujur sehingga tanpa disadari oleh Pemerintah Indonesia mereka telah terjebak dalam suatu keadaan yang memberatkan Indonesia di mata dunia. Disamping itu dalam penyelesaian maslah tersebut pemerintah terkesan tertutup dan tidak melibatkan rakyat Timor Timur yang pro-integrasi. Indonesia menganggap masalah Timor Timur sebagai masalah nasional oleh sebab itu penanganannya cukup oleh pemerintah pusat saja dalam hal ini Departemen Luar Negeri.
49 Universitas Sumatera Utara
Pada kenyataannya orang Timor Timur pro-integrasilah yang tahu tentang masalah integrasi dan merupakan saksi hidup dari kelompok yang bertikai. Pemerintah hanya mengandalkan keahlian diplomasi dan negosiasi tanpa memahami materi dan mengetahui fakta sejarah integrasi tersebut. Ketidakterlibatan kelompok pro-integrasi yang tahu tentang sejarah memberikan celah kepada Portugal dan Fretilin untuk menyudutkan Indonesia di meja perundingan internasional, sehingga dapat memutarbalikkan fakta dan sejarah di mata internasional bahwa Indonesia adalah penjahat dan menghalangi kemerdekaan Timor Timur. Keadaan ini berhasil membentuk opini dunia terhadap Indonesia sebgai pihak yang menginvasi, membunuh rakyat Timor Timur yang tidak berdosa dan sebagai penyebab utama seluruh konflik dan pembumihangusan Timor Timur. Kesalahan diplomasi yang selanjutnya adalah blunder politik yang di lakukan oleh B.J. Habibie yang pada saat itu di lantik sebagai seorang presiden transisi menggantikan Soeharto. Habibie gagal melawan segala tekanan yang datang dari dunia internasional dan dari rakyat Timor Timur yang pro-kemerdekaan. Hingga akhirnya Habibie mengeluarkan suatu opsi yang selalu dihindari pada masa Soeharto yaitu pemberian Otonomi Khusus kepada Timor Timur dan mengeluarkan kembali opsi ke II yaitu Referendum jika rakyat Timor Timur tidak menghendaki opsi yang pertama. Ini merupakan suatu “blunder” politik, dimana secara tidak langsung Habibie memberikan keuntungan kepada pihak-pihak pro-kemerdekaan yang selama ini telah memperjuangkan referendum untuk kemerdekaan bagi Timor Timur. Pada tanggal 30
50 Universitas Sumatera Utara
Agustus 1999 dilaksanakan referendum atau jajak pendapat bagi rakyat Timor Timur untuk memilih apakah masih ingin bergabung dengan Indonesia atau lepas dari Indonesia. Hasilnya Timor Timur lepas dari NKRI.62 D.2 Faktor Militer Salah satu yang persoalan utama dalam operasi-operasi TNI di Timor Timur adalah ketidaksesuaian antara doktrin operasional pelaksanaan, pada level petunjuk lapangan yang selama ini dianut TNI dalam hal ini khusunya Angkatan Darat dengan persenjataan dan teknologi militer yang di miliki dan ancaman yang harus di hadapi. 63 Diawal pasukan TNI masuk ke daerah Dili pasukan langsung diterjunkan di daerah sasaran di tengah kota Dili yang merupakan pemusatan kekuatan dari pasukan Fretilin dan milisi Timor Portugis pasukan TNI diterjukan dengan dukungan yang sangat minim pada saat itu, jauh dari mampu mendisorganisasi musuh sehingga menimbulkan banyak korban dari pihak TNI. Tembakan pendahulu yang dilakukan tidak mampu mengacaukan dan melumpuhkan musuh. Malah sebaliknya membuat musuh semakin siaga, akibatnya pasukan TNI yang sedang melayang dengan parasut menjadi sasaran empuk bagi pasukan Fretilin dan milisi Timor Portugis. Disampng itu, Fretilin memiliki pasukan dan persenjataan yang cukup memadai. Pasukan mereka terdiri dari 2.500 Tropas eks kolonial Timor Portugis yang memiliki pengalaman tempur di Mozambik dan Guinea, serta didukung sekitar 7.000
62 63
Basilio Dias Araujo, Ibid. hal 71 Kiki Syahnakri.2013. Timor Timur The Untold Story. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Hal. 329
51 Universitas Sumatera Utara
milisi dan 10.000 tentara cadangan yang tidak bisa dipandan remeh yang di persenjatai dengan kelengkapan militer berstandar NATO, baik itu dalam bentuk senjata, mortir, kendaraan perang dan lain sebagainya yang cocok dengan medan Timor Timur. Hal ini merupakan suatu keunggulan bagi pihak Fretilin dalam melawan pasukan TNI. 64 Dari semua hal diatas terlihat jelas bahwa pada saat itu pasukan militer kita menganut doktrin yang tidak sesuai, juga banyak terjadi kesalahan dalam kalkulasi taktis dan cara bertindak sehingga banyaknya prajurit TNI yang gugur pada saat itu. D.3 Faktor Kekecewaan Masyarakat Kepada Pemerintah, Tni/Polri, Dan Kaum Pendatang Salah satu faktor yang menjadi penyebab kegagalan Pemerintah Indonesia di Timor Timur adalah adanya perilaku individu baik dari anggota TNI/POLRI, aparat sipil dan kaum pendatang kepada masyarakat Timor Timur yang tidak membantu Pemerintah memenangkan hati rakyat, tapi sebaliknya menciptakan keadaan yang semakin memojokkan dan menghina rakyat Timor Timur baik itu rakyat biasa, tokoh adat maupun pemuka agama. Selama ini situasi yang selalu terlihat adalah para pendatang terutama aparat pemerintah, TNI dan POLRI yang cenderung bersikap arogan.65 Mereka selalu memperlihatkan sikap atau perasaan superioritas atas warga setempat, bersikap seolah mereka adalah penakluk atau kaum kolonial yang berhasil
64 65
Kiki Syahnakri, Ibid. hal 331 Kiki Syahnakri, Ibid. hal. 346
52 Universitas Sumatera Utara
menduduki jajahan baru. Mereka merasa pantas untuk menyombongkan diri dalam menjalankan peran pemerintah dan menggolongkan warga Timor Timur sebagai lapisan kelas dua dalam tatanan sosial masyarakat di Timor Timur. Hal –hal seperti ini yang selalu terjadi di lapangan menimbulkan rasa kecewa dan menciptakan kebencian di hati masyarakat yang merasa tersingkir atau teralienasi dan mendorong mereka untuk mencari kenyamanan di tempat lain, sehingga banyak dari masyarakat ini yng lambat laun mendekatkan diri kepada kelompok Falintil atau pejuang kemerdekaan Timor Timur yang berjuang di hutan. Salah satu praktek yang membuat masyarakat lokal merasa tersingkir adalah keangkuhan dari aparat sipil, TNI dan POLRI dalam menutup peluang bagi putra putri daerah untuk seleksi masuk IPDN, AKMIL, AKPOL, atau bahkan menjadi calon PNS atau anggota TNI/POLRI dalam tingkatan terendah sekalipun. Bisa dikatakan 90 % dari semua kesempatan yang seharusnya diperuntukkan bagi putra-putri daerah Timor Timur, direbut dan dimanfaatkan oleh kaum pendatang bahkan sampai kepada kacung-kacung dari kaum pendatang yang memiliki wewenang di pemerintahan sipil, TNI, dan POLRI di Timor Timur. 66 Situasi seperti ini juga diperparah dengan adanya tindakan kriminal dan asusila yang melibatkan kaum pendatang seperti guru dan anggota TNI/POLRI yang bisa dikatakan kebal hukum. Dalam pengalaman pribadi Basilio Dias Araujo, di kecamatan Aileu Timor Timur perbuatan asusila dialami oleh seorang anak gadis (murid SD Kelas VI) yang merupakan masa kerabatnya. Anak murid ini diperkosa 66
Basilio Dias Araujo, Op.cit. hal 51-52
53 Universitas Sumatera Utara
oleh gurunya yang merupakan pendatang dari Sulawesi. Tindakan asusila ini ternyata tidak hanya terjadi pada anak ini saja tetapi terdapat sekitar 20 murid yang menjadi korban kebejatan guru ini. Tetapi terhadap guru ini tidak pernah ada tindakan apapun dari pihak kepolisian walau hampir semua orang tua melaporkan kasus ini kepada polres setempat. 67 Murid ini di sekolah menjadi lahapan sementara sore hari menjadi korban Danramil yang kantornya selang 4 rumah dari rumahnya. Orang tua anak ini mengkisahkan bagaimana dia selalu diancam oleh Danramil tersebut sebagai GPK dan bisa dipenjara atau dibunuh setiap saat kalau membuka aib ini. Pengalaman seperti ini adalah sisi gelap dari oknum pemerintah, aparat keamanan bahkan masyarakat sipil atau kaum pendatang yang menambah daftar panjang sakit hati dan kekecewaan di masyarakat yang mengarahkan mereka untuk mencari perlindungan dan harapan hidup lebih baik ke tempat lain dan berbalik mendukung Fretilin dan melawan Indonesia. 68 E. Posisi Australia Selama Masa Referendum Di Timor Timur Diawal integrasi Timor Timur dengan Indonesia, Australia merupakan salah satu negra yang mendukung integrasi tersbut, walaupun pada saat itu PBB sendiri menentang integrasi tersebut dan masih menganggap Portugal sebagai penguasa administratif derah tersebut. Tetapi, walaupun diawal Australia mendukung integrasi Timor Timur ke dalam Republik Indonesia, banyaknya peristiwa yang terjadi di
67 68
Basilio Dias Araujo, Ibid. hal 53 Basilio Dias Araujo, Ibid. hal. 54
54 Universitas Sumatera Utara
Timor Timur yang menjadi penyebab hubungan Indonesia dan Australia mengalami gangguan. Masyarakat Australia sebenarnya sudah lama menyatakan sikap tidak setuju dengan kebijakan pemerintahnya yang dibuktikan dengan beberapa demonstrasi dan usaha-usaha yang mendukung kemerdekaan Timor Timur. Australia merubah kebijakannya yang semula mendukung Indonesia menjadi menentang Indonesia dengan alasan bahwa banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak Indonesia terutama TNI/POLRI. Dukungan Australia terhadap kemerdekaan Timor Timur tersebut terlihat dalam pemberian opsi referendum, yang muncul dalam surat yang dikirim oleh PM Australia Howard kepada Presiden Habibie pada Desember 1998.69 Jajak pendapat di laksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dan diumumkan pada tanggal 4 September 1999 dengan hasil Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan jajak pendapat serentak di lebih dari 700 TPS yang berada di dalam wilayah Timor Timur, peserta jajak pendapat sekitar 600.000 orang Timor Timur. Jajak pendapat tersebut juga dilakukan di beberapa daerah lain seperti Denpasar, Jakarta, Makasar, Surabaya, dan Yogyakarta, juga di Luar Negeri yaitu Amerika Serikat, Australia, Macau, Mozambik, dan Portugal 70 Hal ini menyebabkan meletusnya tindak kekerasan di Timor Timur oleh
69 70
Hastutining Dyah Wijayatmi, Op.cit, hal. 50 Hastutining Dyah Wijayatmi, Ibid. hal. 58
55 Universitas Sumatera Utara
tersebut mengakibatkan Pemerintah Republik Indonesia, terkhusus TNI/POLRI mendapat tekanan dan protes dari masyarakat internasional untuk menciptakan keadaan yang lebih aman di Timor Timur. Sehingga Pemerintah Republik Indonesia menetapkan diadakannya Pemberlakuan keadaan Darurat Militer. Hasil yang dicapai dari PDM tidak sesuai dengan harapan, maka pada tanggal 24 September 1999 kebijakan ini diakhri dan menyebabkan Pemerintah Indonesia harus menerima pasukan multinasional penjaga perdamaian internasional dari Negara lain untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor Timur. Setelah terjadi perubahan maka Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah kebijakan. Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No.1264 tahun 1999 yang disetujui secara aklamasi oleh 15 anggota Dewan Keamanan PBB.Dewan Keamanan PBB member wewenang pembentekuan pasukan multinasional (Multinational Force/MNF) yaitu INTERFET (International Force Eart Timor).Badan ini bertugas untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor Timur, melindungi dan mendukung UNAMET dalam melakukan tugasnya dan memfasilitasi operasi bantuan keamanan PBB serta harus bersikap netral. INTERFET terdiri dari 22 negara yang mengerahkan militernya, dan di pimpin oleh militer Australia. INTERFET pada saat itu di bawah komando dari Mayor Jendral Peter Cosgrove, INTERFET tiba di Dili pada tanggal 20 September 1999 dengan tujuan utama untuk melakukan Operasi Pemulihan (Operation Stabilise)
56 Universitas Sumatera Utara