BAB II DESKRIPSI PROYEK
II.1
DESKRIPSI UMUM
Judul
: Museum Tekstil Jawa Barat
Status Proyek
: Fiktif
Pemilik Proyek
: Pemerintah Daerah Kota Bandung
Sumber Dana
: Pemerintah Daerah Kota Bandung dan Departemen
Perindustrian Republik Indonesia Lokasi
: Jalan Jakarta, Kelurahan Kebon Waru, Kecamatan
Batu Nunggal, Wilayah Karees, Bandung, Jawa Barat. Luas Lahan
: 10.580,5 m2
Luas Bangunan
: 8871, 81 m2
KDB
: 50 %
KLB
:1
GSB
:8m
II.2
INTREPRETASI KASUS
II.2.1 Sejarah dan Pengertian Museum Kata museum berasal dari bahasa Yunani, mouseion, yang berarti tempat dan ruang dansa untuk Muses, dewi-dewi puisi, dan ibunya, Mnemosyne, dewi memori bangsa Yunani. Pada masa Yunani kuno, museum digunakan sebagai sekolah puisi dan filosofi yang dibangun beserta kuil Muses. Pada masa abad pencerahan (18 M), museum banyak dibangun di sebagian besar negara Eropa sebagai galeri seni milik bangsawan. Kondisi ini ditunjang oleh kesadaran yang tinggi mengenai sejarah. Kesadaran inilah yang kemudian menjadi dasar pemahaman fungsi museum modern. Pada abad 19 fungsi museum bergesr menjadi penjaga nilai-nilai tradisional dan sebagai fasilitas untuk penelitian akademis. Koleksi-koleksi
9
dalam museum bukan hanya disimpan sebagai peninggalan bersejarah dari masa lampau yang memiliki nilai artistik saja, tetapi juga supaya dapat berguna pada masa koleksi tersebut ditampilkan. Pada masa ini, selain untuk memberi kepuasan dan menanamkan budaya, museum juga digunakan untuk membangun kepekaan estetis dan edukasi. Perbedaan yang cukup tinggi antara golongan bangsawan yang tertarik dengan budaya dan kaum kebanyakan yang lebih terikat dengan kepentingan perdagangan, pada perkembangan selanjutnya menjadikan museum sebagai sumber ide. Siapapun yang kreatif atau mau berapresiasi di dalamnya, adalah yang mampu membawa dan mengaplikasikannya. Pada masa rekonstruksi pasca Perang Dunia II, hanya sedikit jumlah museum baru yang dibangun. Pada masa ini museum dilihat sebagai tempat yang membosankan, hanya orang-orang tertentu yang datang (dianggap elit), dan jarang dikunjungi. Kondisi ini memunculkan permintaan
untuk
mentransformasikan
museum
menjadi
pusat
perdagangan dan pertukaran ide. Satu dekade kemudian, pada tahun 1968, interpretasi museum bergeser lagi dari menara gading akademisi menjadi tempat untuk komunikasi sosial, dan dari kuil pemujaan Muses menjadi tempat pembelajaran. Kini, sebagai konsekuensi dari perubahan situasi di era media dan konsumerisme, ada kekaburan dari keberadaan museum. Antara museum sebagai pasar yang bersifat profan di mana seni diperdagangkan dan museum sebagai ‘kuil’ yang didedikasikan untuk seni. Di era di mana sesuatu dalam bentuk fisik menjadi sesuatu yang jauh lebih menarik dari makna atau esensi, dan dengan kesadaran bahwa sesuatu yang dekat atau melekat dengan kita adalah sesuatu yang jauh lebih menarik, museum mulai menata kembali tugasnya. Dengan mengambil pendekatan dari kacamata pengunjung sebagai konsumen yang mencari pengalaman, kesenangan, hiburan, dan memiliki kebutuhan atas kenyamanan dan kenikmatan dalam berjalan, dimana kenikmatan dalam berjalan-jalan dan melihat-lihat (windowshop) ditimbulkan dari kedekatan koleksi dengan
10
kehidupan
sehari-hari
penikmatnya,
museum
kini
dituntut
untuk
memadukan nilai ilmu pengetahuan, nilai hiburan, dan nilai konsumer. Sebagai
tempat
yang
menyimpan
peninggalan-peninggalan
bersejarah dari suatu kelompok masyarakat, museum berfungsi sebagai mesin waktu yang menstimulasi imajinasi dan menunjang pengembangan budaya, sekaligus menjadi penyeimbang dalam perkembangan dunia dan sebuah refleksi kritis dari setiap perkembangannya. Dari latar belakang sejarah tersebut, definisi museum yang digunakan sebagai acuan dalam perancangan kasus ini adalah : “a permanent institution in the service of society and of its development, open to the public, which acquires, conserves, researches, communicates and exhibits, for purposes of study, education, enjoyment, the tangible and intangible evidence of people and their environment." (International Council of Museum – ICOM, 2004)
II.2.3 Tipologi Museum Museum dibagi menjadi beberapa tipologi, yaitu : 1.
2.
3.
4.
Berdasarkan materi koleksi a.
Museum seni
b.
Museum sejarah
c.
Museum ilmu pengetahuan
Berdasarkan arsitektur a.
Museum dalam bentuk istana atau kuil
b.
Museum yang berasal dari monumen
c.
museum baru (dirancang dan direncanakan sebagai museum
Berdasarkan cara penyajian a.
Presentasi estetis
b.
Presentasi historis
c.
Presentasi ekologis
Berdasarkan kawasan a.
Museum nasional
b.
Museum daerah atau kota
11
5.
Museum khusus a.
Museum terbuka
b.
Museum anak, dan lain-lain.
Berdasarkan klasifikasi museum tersebut, maka Museum teksti Jawa Barat ini dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi museum seni dan sejarah, museum baru, cara penyajiannya berupa presentasi estetis dan historis, museum daerah, dan merupakan museum terbuka atau umum. Museum tekstil Jawa Barat ini akan mewadahi kegiatan-kegiatan museum sebagai pusat data untuk edukasi publik yang komunikatif dan rekreatif.
II.2.4 Pengertian Tekstil Secara fisik tekstil dapat didefinisikan sebagai “.. a flexible material comprised of a network of natural or artificial fibres often referred to as thread or yarn. Textiles are formed by weaving, knitting, crocheting, knotting, or pressing fibres together.
“ (wikipedia, 2006). Sedangkan sebagai benda budaya, tekstil merupakan salah satu wujud fisik kebudayaan yang menceritakan pola pikir, nilai-nilai yang berlaku, pengaruh yang masuk, dan perkembangan kebudayaan dalam suatu kelompok masyarakat. Dalam kaitannya sebagai benda budaya, keberadaan tekstil dalam suatu kelompok masyarakat merupakan alat yang berfungsi untuk mempertahankan ataupun meluaskan pengaruh. Dengan kata lain, pada suatu zaman dalam konteks satu kelompok masyarakat, tekstil merupakan salah satu alat untuk melanggengkan budaya. Dalam aplikasinya, tekstil menjadi representasi dari status sosial seseorang dalam kelompoknya. Pada
perkembangannya,
representasi
tersebut
tidak
lagi
bergantung hanya pada kelompok masyarakat tertentu, tetapi menjadi bentuk penyampaian ekspresi individu dalam suatu konteks. Oleh karena itu pada kasus ini, selain menampilkan tekstil dalam pengertian fisik maupun sesuai dengan fungsinya sebagai benda budaya, tekstil juga ditampilkan
dalam
interpretasi
sebagai
mengekspresikan sesuatu.
12
sebuah
keinginan
untuk
II.2.5 Sejarah Tekstil Jawa Barat Secara umum pembabakan tekstil di Jawa Barat dibagi menjadi dua,
yaitu
sebelum
kemerdekaan
(sebelum
1945)
dan
setelah
kemerdekaan (setelah 1945). Pembabakan ini didasarkan pada situasi dan kondisi tekstil di Jawa Barat yang masih terpisah-pisah sebagai tekstil ‘milik’ masing-masing daerah penghasil tekstil di Jawa Barat sebelum tahun 1945. Setelah kemerdekaan RI tahun 1945, tekstil dari masingmasing daerah penghasil tekstil di Jawa Barat tersebut mulai diakui sebagai tekstil Jawa Barat.5 Konon, budaya tekstil Jawa Barat sudah dimulai sejak zaman kerajaan Tarumanegara, yaitu sekitar abad 300 M. Kebudayaan tekstil yang mula-mula ada adalah budaya tenun. Sementara, batik diperkirakan telah dikenal di Tasikmalaya sejak tahun 400 M. Peninggalan yang ada sekarang ialah banyaknya pohon tarum yang digunakan untuk proses pembatikan pada waktu itu. Daerah pembatikan yang masih ada hingga sekarang
adalah
Wurug,
Sukapura, Mangunraja, Marenjaya, dan
Tasikmalaya Kota. Pada akhir abad 17 pengaruh dari kebudayaan di Jawa Tengah mulai masuk. Pengaruh tersebut dibawa oleh penduduk Jawa Tengah yang merantau ke daerah Barat karena peperangan antar-kerajaan di Jawa Tengah. Sebagian penduduk yang merantau tersebut adalah pengusaha batik. Dan pada abad 19, setelah perang Diponegoro, pengikut Pangeran Diponegoro yang hijrah dan menetap ke barat (Tasikmalaya dan Ciamis) mengembangkan batik yang telah menjadi budaya di tanah asalnya. Batik yang dikembangkan tersebut merupakan hasil dari pengaruh kebudayaan Hindu – Budha dan Islam. Untuk daerah tertentu di Jawa Barat, seperti Cirebon, budaya tekstil yang berkembang di sini erat kaitannya dengan kerajaan yang pernah ada, 5
yaitu
Kanoman,
Kasepuhan,
dan
Hasil wawancara dengan Ratna Panggabean (2007)
13
Keprabonan.
Dan
pada
perkembangannya selain pengaruh kebudayaan Hindu – Budha dan Islam, kebudayaan dari Cina dan Arab juga turut mempengaruhi perkembangan tekstil di Jawa Barat (beberapa contoh dan daftar tekstil tradisional Jawa Barat dapat dilihat pada bab lampiran). Setelah kemerdekaan, sekitar tahun 1950, Jawa Barat mulai menjadi produsen tekstil untuk kebutuhan pasar. Perkembangan industri tekstil sendiri dapat dilihat dari perkembangan alat produksi, warna dan jenis serat yang digunakan. Pada era pasca kemerdekaan pula, desain tekstil mulai diakui sebagai karya perorangan, bukan lagi karya anonim dari suatu daerah. Perkembangan tersebut tidak lepas dari peristiwaperistiwa yang ternyata mempengaruhi trend dan industri tekstil di luar Jawa Barat pula. Dan hingga sekarang Jawa Barat tetap menjadi produsen tekstil untuk kebutuhan ekspor-impor Indonesia.
II.3
SASARAN PENGGUNA Pengguna Museum Tekstil Jawa Barat terdiri atas :
1.
Pengunjung a.
Mahasiswa atau pelajar sekolah atau perguruan tinggi yang memiliki spesifikasi khusus di bidang tekstil atau memiliki program studi yang berkaitan dengan tekstil
2.
b.
Desainer tekstil
c.
Pengamat tekstil
d.
Budayawan
e.
Pedagang atau industriawan tekstil
f.
Peneliti tekstil
g.
Peminat atau pecinta tekstil
h.
Wisatawan
Pengelola
14
II.4
PROGRAM KEGIATAN Kegiatan-kegiatan yang lazim ada dalam museum adalah :
1.
2.
Kegiatan pameran a.
Tetap
b.
Temporer
Kegiatan pendidikan a.
Kursus
b.
Pelatihan
c.
Seminar
d.
Penyediaaan dan akses
informasi dalam bentuk cetak
maupun non cetak 3.
Kegiatan Kuratorial dan Konservasi Pencatatan data dan dokumentasi
4.
Kegiatan operasional (mengelola museum secara keseluruhan dan menjaga hubungan antar-fungsi di dalam museum)
5.
Kegiatan penunjang ( kegiatan yang mendukung keberadaan museum secara finansial)
II.5
STUDI BANDING
II.5.1 Museum Seni dan Budaya Jawa Ulen Sentalu 1.
Deskripsi Museum Seni dan Budaya Jawa Ulen Sentalu adalah museum seni
dan budaya Jawa yang dikelola oleh sebuah yayasan swasta, Ulen Sentalu milik KRT. Samuel Widyadiningrat. Museum ini diidesain oleh KRT. Samuel Widyadiningrat.
2.
Lokasi Museum ini terletak di Jalan Boyong, Kaliurang, Kotamadya
Yogyakarta, Propinsi DIY. Terletak jauh dari pusat kegiatan kota, di dataran tinggi Kaliurang, daerah kaki Gunung Merapi. Hal ini mengacu
15
pada konsep perancangan museum yang menggunakan pendekatan kosmologis sebagai salah satu bentuk kepercayaan Jawa, semakin tinggi suatu tempat maka akan semakin mendekati Yang Maha Kuasa (Gunung Merapi dianalogikan sebagai Gunung Mahameru)
3.
Pemintakatan lahan dan sirkulasi
Gbr 2 : pemintakatan lahan Museum Ulen Sentalu Sumber : dokumentasi pribadi (2006)
16
Kawasan-kawasan museum terutama dihubungkan oleh jalur sirkulasi utama dengan skala ruang yang dibentuk dengan buffer tetumbuhan dan dinding-dinding membentuk suatu pengalaman ruang. Pada setiap perpindahan kawasannya, pengunjung disambut dengan gerbang dan ruang perantara atau foyer terlebih dahulu.
Gbr 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 (berurutan dari kiri ke kanan mulai dari shaf paling atas) : tumbuhan dan dinding membentuk skala dan suasana ruang (orientasi pada gambar 2) Sumber : dokumentasi pribadi (2006)
17
4.
Kegiatan dan program ruang Kegiatan-kegiatan yang ada di museum ini adalah :
1.
Kegiatan pameran tetap
2.
Kegiatan operasional museum
3.
Kegiatan penunjang Kegiatan penunjang yang ada antara lain, penjualan benda-benda
cinderamata, penjualan makanan dan minuman, penyewaan kawasan museum untuk pernikahan. Sedangkan kegiatan kuratorial dilakukan di tempat terpisah di pusat kota dan tidak terdapat kegiatan pendidikan yang diperuntukkan
bagi
publik.
Namun
lembaga
ini
mengharuskan
pegawainya, terutama staff pemandu, untuk membuat artikel mengenai hasil budaya Jawa secara rutin. Artikel tersebut akan disimpan menjadi arsip museum, dan apabila terdapat artikel yang mencapai standar kualitas tertentu maka akan ditampilkan menjadi tulisan pengantar dalam buklet museum. Dari kegiatan-kegiatan tersebut, ruang yang ada dalam museum ini antara lain : 1.
Ruang pamer tetap Museum ini terdiri dari 5 ruang pamer berdasarkan pengkatagorian
koleksi yang dihubungkan dengan selasar. Kawasan pamer dikelilingi dengan dinding-dinding pembatas dan tetumbuhan rindang sehingga memberi kesempatan pengunjung untuk merasakan pengalaman ruang seperti di dalam taman di hutan. Ruang pamer 1 dan 2 dibuat semibasement.
Dua
ruang
pamer
tersebut
saling
berhubungan,
dihubungkan dengan foyer sebagai ruang perantara sekaligus ruang penerima. Ruang pamer 1 berupa ruang berbentuk persegi panjang, sedangkan ruang pamer 2 berupa koridor panjang dengan display koleksi foto dan gambar dipajang berderet di dindingnya sepanjang koridor tersebut
18
Gbr 12 : ruang pamer 1 Sumber : dokumentasi pribadi (2006) Gbr 13 : ruang pamer 2 Sumber : dokumen pribadi
2.
Kantor atau ruang staff, loket tiket, pos satpam, dan tempat penitipan barang.
3.
Retail (menjual benda-benda kerajinan khas Jawa seperti kain batik, aksesoris dengan ukiran, apparel dengan motif batik, dan souvenir-souvenir lain).
4.
Restauran (restauran memiliki akses khusus yang dapat dijangkau tanpa harus terlebih dahulu melewati kawasan pamer)
5.
Pengkatagorian koleksi Koleksi dikatagorikan berdasarkan subjek cerita dari koleksi
tersebut. Ruang pamer satu dan dua berisi foto, gambar dan pakaian keluarga kerajaan; ruang pamer tiga berisi busana kerajaan (Yogyakarta dan Surakarta), busana-busana yang menceritakan sistem masyarakat pada masa itu, dan beberapa benda budaya berupa alat permainan tradisional; ruang pamer empat berisi foto, surat, dan puisi yang salah satu tokoh kerajaan, Gusti Nurul; ruang pamer lima berisi busana-busana dari wilayah pesisir, yaitu kebaya-kebaya bordir dan kain-kain dengan corak batik pesisir, serta alat bordir.
19
6.
Sistem penyajian koleksi Foto, gambar, dan tulisan ditampilkan dalam pigura kaca. Koleksi
berupa kain dan alat bordir ditampilkan berada dalam lemari atau kotak kaca. Sedangkan alat permainan tradisional diletakkan di atas meja pajang. Sistem penyajian koleksi di museum ini dikatakan masih belum baik atau kurang representatif, karena tidak memiliki sistematika yang pasti.
Baik
sistematika
berdasarkan
tahun
maupun
sistematika
berdasarkan spesifikasi subjek cerita.
7.
Manajemen pameran Koleksi di museum ini merupakan koleksi pribadi museum dengan
jumlah relatif tetap. Semua koleksi ditampilkan dalam satu waktu dan terus menerus.
8.
Pencahayaan dan penghawaan Sebagian
pencahayaan
besar
buatan
ruang dan
pamer
semua
museum ruang
ini
menggunakan
pamer
menggunakan
penghawaan buatan karena benda-benda koleksi memiliki kerentanan tertentu terhadap elemen cahaya (UV), suhu, dan kelembapan yang tidak dapat diperoleh dari pencahayaan dan penghawaan alami. Beberapa ruang yang menggunakan pencahayaan alami memiliki bukaan yang dibuat untuk memasukkan cahaya alami dengan intensitas kecil dan tetap menggunakan bantuan pencahayaan buatan dari lampu dengan cahaya kuning.
II.5.2 Museum Tekstil, Jakarta 1.
Deskripsi Museum Tekstil sebagai sebuah lembaga terbentuk pada tanggal
28 Juni 1976. Hasil gagasan gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin. Beliau memandang perlunya dokumentasi tekstil (tradisional) Indonesia. Koleksi museum pertama kali dihimpun dari istri-istri pejabat saat itu.
20
Hingga kemudian istri-istri pejabat tersebut membentuk perhimpunan
yang
sebuah mendukung
pendokumentasian dan pelestarian tekstil
Indonesia
bernama
Wastraprema. Saat ini Wastraprema menjadi mitra Museum Tekstil.
Gbr 14 Sumber
: museum tekstil Jakarta : dokumentasi pribadi (2007)
Bangunan yang digunakan untuk museum sendiri didirikan pada sekitar abad 17 oleh seorang berkebangsaan Perancis sebagai rumah tinggal. Setelah mengalami beberapa kali pindah tangan dan pergantian fungsi, akhirnya bangunan tersebut dibeli oleh Pemda DKI Jakarta dan difungsikan sebagai Museum Tekstil. Museum Tekstil Jakarta melaksanakan fungsinya bagi masyarakat untuk
mengumpulkan,
menyimpan,
mengadakan
penelitian,
serta
memamerkan koleksi tekstil Indonesia yang berasal dari seluruh Nusantara. Misi dari Museum Tekstil adalah terus berusaha meningkatkan cita rasa seni warisan budaya melalui koleksi tekstilnya, baik tradisional maupun masa kini, seperti batik, tenun, bahan-bahan serta pelengkapnya, dan kombinasi bahan dan aksesorisnya. Hingga kini, pengelolaan dan pendanaan Museum Tekstil dipegang oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Sistem organisasi Pengelola musem adalah sebagai berikut :
21
Diagram 2 Sumber
: organigram kepegawaian pengelola Museum Tekstil Jakarta : Museum Tekstil Jakarta (2007)
Apabila terjadi kekurangan tenaga, maka divisi koleksi (kuratorial) disatukan dengan divisi perawatan (perawatan prefentif), dan divisi pameran disatukan dengan divisi edukasi. Jobdesk divisi koleksi terdiri atas perawatan, pencatatan (pendataan koleksi yang keluar-masuk), dan dokumentasi. Jobdesk ini tidak dikerjakan secara spesifik oleh staff tertentu, melainkan setiap staff dalam divisi koleksi dapat bergantian atau bertukar sewaktu-waktu dalam melaksanakan jobdesk tersebut. Setiap divisi memiliki waktu kerja yang sama. Setiap hari kerja, hari senin sampai jumat, pukul 09.00 WIB sampai dengan 15.00 WIB.
2.
Lokasi Museum Tekstil beralamat di Jalan K.S Tubun nomor 2-4,
Petamburan, Jakarta 11420. Museum Tekstil terletak di perbatasan wilayah kota Jakarta dan pusat, dekat dengan pusat perdagangan tekstil, Pasar Tanah Abang. Untuk mencapai lokasi dapat menggunakan
22
beberapa rute kendaraan umum (916 bus kota jurusan Kampung MelayuTanah Abang, P102 kopaja jurusan Ciledug-Tanah Abang, 102 koantas jurusan Lebak BUlus-Tanah Abang, M-8, M-9, M-11 mikrolet jurusan Tanah Abang, dan kereta api turun di stasiun Tanah Abang).
3.
Pemintakatan Lahan dan sirkulasi Kawasan Museum Tekstil dibagi menjadi beberapa massa yang
dibedakan berdasarkan fungsinya. Setiap massa tersebut dihubungkan dengan selasar.
Gbr.15 Sumber
4.
: Pemintakatan lahan Museum Tekstil, Jakarta : dokumentasi pribadi (2006)
Kegiatan dan program ruang Kegiatan-kegiatan yang diwadahi dalam museum ini adalah :
1.
Kegiatan pameran. Kegiatan pameran di Museum Tekstil, Jakarta meliputi kegiatan
23
pameran reguler (pameran tetap), berupa pameran koleksi tetap Museum Tekstil, Jakarta; dan pameran gabungan (pameran temporer), berupa pameran koleksi tetap Museum Tekstil Jakarta serta koleksi-koleksi pribadi kolektor, desainer, maupun pecinta tekstil. Selain pameran reguler dan pameran gabungan, Museum Tekstil, Jakarta juga mengadakan pameran keliling. Museum Tekstil Jakarta juga mengadakan kegiatan pameran luar (outdoor). Benda yang dipamerkan berupa tanamantanaman bahan baku tekstil. 2.
Kegiatan kuratorial. Kegiatan kuratorial di Museum Tekstil, Jakarta berupa perawatan
koleksi dan pelaksanaan fungsi konservasi seperti konsultasi dan peninjauan, penelitian klimatologi, kimia, jamur, dan kerusakan akibat serangga. kuratorial Museum Tekstil Jakarta juga mengadakan kegiatan pendidikanberupa pelatihan pendidikan dalam perawatan koleksi tekstil. Selain itu, dilaksanakan juga berbagai penelitian koleksi saat pameran gabungan. 3.
Kegiatan pendidikan. Kegiatan pendidikan yang diadakan antara lain kunjungan
langsung ke sentra tekstil, termasuk produk tekstil tradisional dan batik; kursus-kursus dan pelatihan batik tulis dan cap, warna alam untuk tekstil, pelestarian tekstil, teknik ikat celup, aplikasi payet, dan lukis sutra; seminar; dan workshop; serta penyediaan koleksi pustaka (informasi dalam bentuk buku atau literatur cetak) 4.
Kegiatan operasional
5.
Kegiatan penunjang berupa penyewaan auditorium, penyewaan
kawasan museum, dan penjualan souvenir tekstil. Selain itu, kegiatankegiatan pendidikan, baik pendidikan dalam bentuk pelatihan maupun pendidikan konservasi, juga dialokasikan sebagai kegiatan penunjang untuk mendukung keberlagnsungan museum. Dari kegiatan-kegiatan tersebut, ruang-ruang yang tersedia adalah 1.
Ruang pamer
24
Terdiri dari 2 ruang pamer dalam dan 1 ruang pamer luar. Satu ruang pamer dalam berisi produk tekstil berupa kain, satu ruang pamer dalam lainnya berisi alat tenun bukan mesin (atbm) dan
sekaligus
berfungsi sebagai ruang penyimpanan koleksi (storage) atbm. Ruang pamer luar adalah ruang pamer permanen yang berisi tumbuhantumbuhan bahan alami tekstil, baik bahan dasar maupun pewarna. Ruang pamer luar ini berfungsi pula sebagai taman dan innercourt.
Gbr 16, 17 Sumber
: ruang pamer luar berisi tanaman bahan baku tekstil (orientasi pada gambar 15) : dokumentasi pribadi (2007)
Ruang pamer satu terdiri sebuah ruang penerima dan ruangruang kecil didalamnya (kamar-kamar) yang dihubungkan dengan ruang pamer memanjang menyerupai hall kecil (double loaded). Ruang pamer satu digunakan sebagai ruang pamer tetap maupun temporer. Ruang pamer dua terdiri dari ruang-ruang dengan sekat-sekat horizontal dengan penghubung antar-ruang berupa pintu, dan tidak mempunyai ruang penerima.
25
Diagram 3 : skema ruang pamer 1 Sumber : dokumentasi pribadi (2006)
2.
Diagram 4 : skema ruang pamer 2
Kuratorial Ruang penyimpanan (storage) di museum
berfungsi
sebagai
ruang
dokumentasi,
tekstil ini sekaligus
perawatan,
dan
bengkel.
Sedangkan ruang kuratorial dan konservasi yang ideal merupakan susunan ruang yang disusun berdasarkan urutan kegiatannya. Dimulai ketika koleksi datang, pencatatan data dan dokumentasi koleksi, sterilisasi koleksi, penanganan dan perbaikan koleksi, dan penyimpanan koleksi. Koleksi yang dipamerkan diambil dari ruang penyimpanan koleksi dan harus melalui sterilisasi serta melalui pendataan terlebih dahulu. Demikian pula sebaliknya, koleksi yang akan masuk ke ruang penyimpanan harus melalui proses sterilisasi dan pendataan terlebih dahulu. Berikut skema urutan ruang berdasarkan urutan kegiatan tersebut :
26
Diagram 5 Sumber
: skema urutan ruang berdasarkan urutan kegiatan kuratorial dan Konservasi : dokumentasi pribadi (2007)
Perawatan koleksi museum atau benda cagar budaya ada 2 jenis, yaitu : 1.
preventif (perawatan sehari-hari, untuk menjaga)
2.
kuratif (perawatan insidental, untuk memperbaiki)
Cara penyimpanan koleksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : 1.
dihampar
2.
diroll (menggunakan pipa PVC yang dilapis kain blacu yang telah
disterilkan supaya kandungan kanjinya hilang (mengandung asam), dilapis kertas, kain koleksi digulungkan, dilapis kalin blacu yang telah disterilkan lagi, siberi identitas). Metode ini
meminimalisir ruang yang digunakan
dengan menghindari siku atau lipatan dan mempertimbangkan sifat dari bahan dasar kain, yaitu benang yang biasa disimpan dengan digulung. 3.
dilipat (rentan, karena lipatannya akan meninggalkan bekas berupa
perbedaan warna dan lipatan) koleksi-koleksi tersebut kemudian disimpan dalam lemari atau rak.
27
3.
Ruang workshop (1 ruang)
Gbr 18 : ruang workshop dan penjualan cinderamata Sumber : dokumentasi pribadi (2007)
4.
Auditorium (1 ruang) Kegiatan yang biasa dilakukan adalah diskusi dan seminar yang
dilaksanakan untuk menunjang pameran dengan kapasitas pengunjung 100 orang. Peserta yang datang tidak dibatasi pada kalangan tertentu, tetapi dibuka untuk umum. Penyelenggaraan kegiatan di auditorium setiap tahunnya berkisar antara 2 – 3 kali. 5.
Perpustakaan Perpustakan dibuka pada waktu ruang pamer museum buka. Pada
kenyataan dilapangan pengunjung perpustakaan sangat sedikit. Koleksi museum sudah relative representatif, namun masih dapat ditingkatkan lagi. Letak perpustakaan di dalam kompleks museum berada di daerah belakang berdekatan dengan kantor pengelola. Hal ini mengakibatkan perpustakaan tampak kurang mengundang sebagai fasilitas yang turut mendukung akses data untuk masyarakat umum. 6.
Kantor Terdiri dari sebuah ruang yang di tata dengan partisi-partisi untuk
membentuk ruang bagi tiap divisi. Di ruang ini juga terdapat ruang tamu. 7.
Toko cinderamata Toko cinderamata dibuat menyatu dengan ruang pelatihan.
Beberapa barang dijual merupakan hasil pelatihan.
28
8.
Mushola
Gbr 19 (kiri)
: bangunan penunjang dan pengelola (berderet dari depan ke belakang kemudian ke atas : dapur, toilet, perpustakaan, kantor, auditorium, ruang penyimpanan koleksi) Gbr 20 (kanan) : mushola di antara taman tekstil Sumber : dokumentasi pribadi (2007)
5.
Pengkatagorian koleksi Jumlah total koleksi kain di museum ini adalah 1716 buah, 50%
diantaranya berupa kain batik, 50% lainnya adalah tenun songket, tenun ikat, tenun lungsi, tenun pakan, aplikasi., dan tapestry. Setiap pameran tetap memamerkan kurang-lebih 100 koleksi kain. Koleksi-koleksi di museum ini diklasifikasikan menjadi 1.
batik, terdiri atas batik pedalaman dan batik pesisir
2.
tenun, terdiri atas tenun songket, ikat ganda, ikat lungsi, ikat pakan
3.
campuran, terdiri atas jumputan, aplikasi, anyam, tapestry
4.
peralatan, yaitu alat tenun bukan mesin (atbm)
5.
tekstil kontemporer dan busana. Klasifikasi ini merupakan klasifikasi baru yang sekarang sedang dihimpun
6.
6.
bahan baku dan bahan pewarna alami tekstil berupa tanaman.
Sistem penyajian koleksi Penyajian koleksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
29
1.
digantung
2.
dihampar
3.
dikenakan pada mannequin
4.
dikaitkan pada panel/papan pajang
pertimbangan pemilihan cara penyajian dilihat dari 1.
umur
2.
bahan
3.
kondisi spesifik
Beberapa tips untuk cara penyajian yang baik adalah : 1.
meminimalisir sentuhan dari luar, dapat dilakukan dengan cara memajang koleksi di dalam kotak kaca, memberi pembatas dengan jarak tertentu dari tempat penyajian koleksi.
2.
kontrol pencahayaan. Lampu optik merupakan lampu terbaik yang dapat digunakan sebagai alat pencahayaan koleksi dengan intensitas cahaya ideal 30 lux-maksimal 50 lux. Bila koleksi disajikan di dalam kotak atau dilapisi dengan kaca, maka kaca filter baik untuk digunakan karena sifatnya yang mampu cahaya menyebar.
3.
kontrol penghawaan. Suhu udara yang dianjurkan adalah 24o – 26o C dengan kelembaban 60 – 70%. Pengontrolan penghawaan dilakukan 2 -3 kali sehari oleh bagian koleksi dan perawatan. Alat pengontrol penghawaan disebut termohidrograf, diletakkan di setiap ruang pamer.
Sistem keamanan dalam ruang pamer juga harus ditunjang dengan 1.
CCTV
2.
alarm system
3.
loker pengunjung
4.
pembatas
5.
larangan untuk memotret (flash yang memberikan intensitas cahaya cukup tinggi dapat berakibat buruk bagi kondisi koleksi)
Pemilihan cara penyajian dan sistematika dalam penyajian yang tepat dan baik membantu pengunjung untuk memahami koleksi.
30
6.
Manajemen pameran Kegiatan pameran setiap harinya berlangsung sesuai dengan
peraturan pemerintah daerah DKI Jakarta, yaitu pukul 9.00 – 15.00 WIB setiap selasa, rabu, kamis, dan minggu; pukul 9.00 – 14.30 WIB pada hari jumat; pukul 9.00 – 12.30 WIB pada hari minggu; dan libur atau tutup setiap hari senin. Setiap tahunnya pameran permanen berlangsung selama 8 bulan – dengan pertukaran jenis koleksi setiap 4 bulan sedangkan pameran temporer dilaksanakan beberapa kali dalam 4 bulan sisanya.
Pertimbangan
utama
rentang
waktu
pameran
adalah
berdasarkan banyaknya debu yang relatif sudah mencapai ambang akumulasi maksimal sesuai dengan kondisi tapak (berada di daerah tropis, berbatasan langsung dengan jalan Tanah Abang yang selalu ramai terutama dalam hal ini oleh kendaraan bermotor).
7.
Pencahayaan dan penghawaan Pada ruang pamer satu digunakan pencahayaan dan penghawaan
buatan. Meskipun terdapat jendela-jendela dengan ukuran relatif besar, namun jendela tersebut ditutup. Untuk ruang pamer dua yang berisi alat tenun, digunakan pencahayaan
alami
dengan
bantuan
pencahayaan
buatan
dan
penghawaan alami. Penghawaan alami pada ruang pamer dua yang berisi alat tenun dengan material kayu ini cukup riskan, karena kelembaban yang tinggi di daerah Tanah Abang, Jakarta kurang menjamin kelestarian material kayu dari meisn tenun tersebut. Terlebih lagi, pada beberapa mesin tenun tersebut masih terdapat serat-serat menjuntai yang mempu merepresentasikan cara menenun.
II.5.3 Museum Tekstil Washington 1.
Deskripsi Museum Tekstil Washington didirikan oleh George Hewitt Myers
pada tahun 1925 dengan koleksi awal 275 selimut kecil (rug) dan 60 buah
31
benda tekstil lain. Koleksi museum ini berasal dari berbagai macam negara, sebagian besar berasal dari Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Pengunjung museum semakin bertambah , mulai dari ratusan orang pertahun pada masa awal berdirinya, hingga 25.000-35.000 pengunjung pertahun sekarang. Museum Tekstil Washington didedikasikan untuk perkembangan pemahaman tentang pencapaian kreatif manusia dalam bidang seni tekstil. Museum Tekstil Washington menjalankan perannya sebagai pusat penelitian,
konservasi,
interpretasi,
dan
pameran
tekstil
dengan
memfokuskan pada bidang artistik, teknik, dan makna kultural dari koleksikoleksinya. Misi ini diwujudkan dengan pengembangan dan perawatan koleksi-koleksinya, pencatatan ulang dan penyediaan koleksi pustaka, penelitian, pameran, publikasi, dan program-program pendidikan. Museum ini diselenggarakan dalam dua bangunan bersejarah di kawasan Kalorama, Washington. Pengunjung memasuki museum melalui bangunan rumah tinggal milik pendiri museum ini, Myers, yang didesain oleh John Russell Pope pada tahun 1913. Tahun 1925 ruang pamer (galeri) museum ditempatkan di sebelah rumah kediamannya.
2.
Lokasi Museum Tekstil Washington terletak di
2320 S Street, NW
Washington, DC 20008-4088. Terletak di kawasan perumahan dan diplomatik, dekat dengan kawasan bersejarah Kalorama, Washington, sederet dengan Kantor Kedutaan dan dua jalan primer Massachuset Avenue dan Connectticut Avenue.
Gbr 20 : peta lokasi Museum Tekstil Washington Sumber : www.textilemuseum.org
32
3.
Kegiatan dan program ruang Kegiatan-kegiatan yang ada di museum ini adalah :
1.
Kegiatan pameran
2.
Kegiatan kuratorial Selain melakukan tugas preservasi, konservasi, preparasi, dan
registrasi, bagian kuratorial museum ini juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan yang terbuka untuk umum (anggota maupun non-anggota) berupa
Konservasi
dan
Konsultasi
Kuratorial
Hemisfer
Timur
(Conservation and Eastern Hemisphere Curatorial Consultation) . 3.
Kegiatan pendidikan Kegiatan
pendidikan
yang
diadakan
bertujuan
mengajak
pengunjung untuk mengetahui lebih jauh ragam dan keunikan seni tekstil, bagaimana tekstil dibuat, dan mengapa tekstil menjadi penting. Beberapa bentuk kegiatan pendidikan yang dilaksanakan sepanjang tahun antara lain adalah tur, kuliah, workshop, seminar, demonstrasi, Rug and Textile Appreciation Mornings yang biasanya dilaksanakan pada hari sabtu pukul 10.30 pagi, dan pemutaran film. Beberapa
kegiatan
pendidikan
yang
diselenggarakan
diperuntukkan bagi kelompok yang spesifik, seperti Program untuk Anak dan
Keluarga (Programs For Children and Families) berupa festival
berjudul Celebration of Textile berupa demonstrasi membuat wool mulai dari menguliti domba hingga menyiapkan wool untuk ditenun yang dipimpin oleh seniman tekstil. Program untuk Murid dan Pendidik (Programs for Students and Educators) dengan jumlah murid 40 orang, tingkat 1 hingga 12. Berupa tur dalam galeri untuk mengetahui tekstil lebih jauh, tur arsitektural di kawasan Kalorama, Washington, dan melihat pameran desain tekstil dengan tujuan para murid dapat menyelidiki keberadaan motif, penempatan desain, teknik, dan konstruksi yang mencerminkan gaya hidup, tradisi, dan sejarah suatu tekstil sehubungan dengan
keberadaannya
sebagai
hasil
budaya
suatu
kelompok
masyarakat. Kegiatan pendidikan lainnya adalah akses informasi dari
33
literatur cetak. 4.
Kegiatan operasional
5.
Kegiatan penunjang Sebagian besar program yang diselenggarakan oleh museum ini
difungsikan pula untuk menunjang keberlangsungan museum secara operasional. Selain diadakannya malam penggalangan dana, dan penjualan
cinderamata,
program-program
pendidikan
yang
diselenggarakan juga di alokasikan sebagai kegiatan yang mampu menunjang keberlangsungan museum. Berdasarkan kegiatan-kegiatan tersebut, maka ruang-ruang yang ada dalam museum ini antara lain : 1.
Ruang pamer Ruang pamer yang ada mengakomodasi pameran tetap dengan
nama ruang The Textile Learning Center's Activity Gallery. Sebuah ruang yang dibuat untuk mengedukasi pengunjung dengan memberi informasi mengenai cara pembuatan tekstil dan latar belakang (sosial-budaya bahkan ekonomi) yang mempengaruhi karakter tekstil. Pengunjung diperbolehkan untuk melihat, menyentuh, dan melakukan kegiatan membuat
tekstil.
Koleksi-koleksi
tersebut
merepresentasikan
mengenai teknik, struktur, dan proses bagaimana sebuah tekstil dibuat. 2.
Ruang kuratorial
3.
Kantor
4.
Perpustakaan Koleksi perpustakaan museum ini antara lain, monograf, pamflet,
katalog, slide dan video yang berisi tentang sejarah tekstil, selimut kecil (rug) dan kostum, juga tentang seni serat kontemporer, struktur tkstil, dan konservasi tekstil. Perpustakaan di museum ini terbuka untuk umum, melayani mahasiswa, kolektor, seniman, pengerajin, murid sekolah dasar hingga SMU, setiap hari Rabu hingga Jumat
pukul 10 pagi hingga 2
siang dan pada hari Sabtu pukul 10 pagi hingga 4 sore. 5.
Auditorium
6.
Toko museum (retail)
34
4.
Sistem penyajian koleksi Hingga kini, museum ini lebih banyak menampilkan koleksi non-
Barat dengan kisaran jumlah lebih dari 17.000 koleksi yang dibuat pada rentang waktu sekitar 500 tahun dimulai sejak tahun 3000 SM. Diantaranya berupa selimut kecil (rug), busana, dan alas perabot. Setiap koleksi dilengkapi dengan informasi kegunaan, asal negara, gaya, dan periode atau tahun digunakan. Beberapa koleksi yang ada, seperti selimut atau kain panjang, dipajang dengan digantung dengan menggunakan sistem menggantung tertentu. Penyimpanan, perawatan, dan pemajangan koleksi di museum ini memperhatikan karakter-karakter dasar tekstil yang rentan terhadap kondisi-kondisi lingkungan seperti cahaya (UV), suhu udara,
kelembaban,
debu
dan
kotoran,
serangga, maupun
cara
memajangnya. Beberapa tips menyimpan dan memajang dari Museum Tekstil Washington, yaitu : koleksi tekstil seperti tapestri, selimut, dan karpet dapat dipajang dengan digantung. Koleksi tekstil yang berukuran lebih besar seperti batik kemungkinan tidak akan cukup kuat untuk dipajang dengan digantung. Karenanya, batik dapat dipajangkan pada alas pajang kayu berbentuk persegi panjang (strainer), kemudian dijahit dengan tekanan dan posisi jahitan tertentu. Bingkai pajang tersebut dapat ditambah dengan lapisan pendukung solid dibelakang tekstil yang telah disematkan pada alas pajang. Alas pajang dapat pula didukung dengan bingkai dan pelapis kaca. Untuk koleksi tekstil yang berukuran kecil, dan diinginkan disimpan dengan disematkan dan dibingkai digunakan matboard karena dapat menyerap air yang muncul dari kelembaban udara dengan mudah. Koleksi perlu disimpan dalam pelapis kaca apabila lokasi penyimpanan akan terkena cahaya alami, debu, dan asap. Jenis kaca yang disarankan adalah Plexiglass dengan standar ukuran 4 x 8 kaki (sekitar 1,2 x 2,4 m). Apabila aspek 3 dimensi dari tekstil sangat penting, maka disarankan untuk memajang tekstil dengan digantung.
35
5.
Pencahayaan dan penghawaan Museum ini menggunakan pencahayaan dan penghawan buatan
supaya suhu udara, kelembapan, dan intensitas cahaya yang mengenai koleksi seluruhnya dapat dikontrol dan diatur.
II.6
KESIMPULAN STUDI BANDING Berdasarkan
data-data,
wawancara,
dan
pengamatan
yang
dilakukan, kesimpulan dari masing-masing studi banding di atas adalah sebagai berikut : Museum Ulen
Museum Tekstil,
Museum Tekstil
Sentalu, Yogyakarta
Jakarta
Washington
Tipologi museum berdasarkan : 1. materi koleksi
Museum sejarah
Museum sejarah
Museum seni dan sejarah
2. arsitektur
museum baru yang
museum dalam bentuk
juga mengajak
rumah tinggal yang
museum dalam bentuk
pengunjung untuk
memiliki riwayat dan
rumah tinggal dan
melihat nilai lama dari
nilai historis tersendiri
museum baru.
Historis
lokasinya,
3. cara penyajian
historis
historis
4. kawasan
kota
kota
5. orientasi
terbuka (umum)
umum.
umum
Jauh dari pusat kota,
Dekat dengan pusat
Berada di kawasan
mengacu pada konsep
aktivitas kota, dekat
bersejarah, diplomatik,
kepercayaan.
dengan daerah
dan perumahan.
perdagangan tekstil
Memiliki akses dari
(Pasar Tanah Abang)
jalan primer.
-
pengunjung Lokasi
Pemintakatan Lahan
Kelompok fasilitas
Kelompok fasilitas
dan Sirkulasi
berada pada satu
berupa massa-massa
36
-
kawasan yang
terpisah.
dibatasi tembok dan pepohonan dengan massa yang terpisah satu sama lain dihubungkan dengan selasar dan taman hingga membentuk pengalaman ruang.
Setiap zona
Setiap zona
dihubungkan dengan
dihubungkan dengan
jalur sirkulasi utama
selasar
Setiap perpindahan
Setiap zona memiliki
zona diawali dengan
perantara innercourt
foyer.
Zona privat dan
Akses pengunjung dan
restauran memiliki
pengelola sama
akses khusus karena waktu dan orientasi pengguna yang sering berbeda.
Kegiatan
Fasilitas operasional
Fasilitas operasional
berada dekat dengan
mampu menjangkau
fasilitas-fasilitas yang
fasilitas-fasilitas yang
lain.
lain.
Pameran, operasional
pameran, kuratorial,
Pameran,
penunjang
pendidikan (workshop
kuratorial(kegiatan
(penyewaan kawasan
batik). operasional,
kuratorial juga
museum untuk
penunjang
menyelenggarakan
pernikahan, penjualan
(penyewaan
kegiatan pendidikan
barang cinderamata,
auditorium,
untuk publik),
(kegiatan kuratorial
penyewaan kawasan
pendidikan (seminar,
dselenggarakan di
museum untuk
demonstrasi,
37
kantor terpisah)
pemotretan, penjualan
workshop, tur.
benda cinderamata)
Kegiatan pendidikan juga sebagai kegiatan penunjang) operasional, penunjang (penjualan benda cinceramata, seminar, dan lain-lain)
Program ruang
Ruang pamer tetap
Ruang pamer tetap
Ruang pamer tetap
dan temporer ruang workshop batik perpustakaan
perpustakaan
kuratorial
kuratorial
kantor staff kawasan
kantor pengelola dan
kantor
pemilik yayasan dan
yayasan investor
museum
Ruang pamer
retail
retail
toko museum
restauran.
auditorium.
auditorium
Berjumlah 5 ruang,
Memiliki 2 ruang
sejumlah
pamer
-
pengkatagorian koleksi
4 ruang pamer
Ruang pamer 1
berbentuk persegi. 1
berbentuk kamar
ruang pamer
dengan hall
berbentuk koridor.
penghubung (double loaded). Ruang pamer 2 berbentuk persegi panjang dengan sekatsekat horizontal.
Pengkatagorian
Berdasarkan subjek
Berdasarkan wujud
koleksi
cerita
koleksi
Sistem penyajian
Koleksi yang ada tidak
Koleksi kain disusun
koleksi
disusun lebih spesifik
berdasarkan asal
lagi berdasarkan
daerah
runutan waktu ataupun
38
-
-
wujud koleksi.
Manajemen pameran
Objek berupa foto,
Objek berupa alat
tulisan dan gambar
tenun dipajang
dipajang dengan
dengan diletakkan di
bingkai dan berlapis
atas lantai ruang
kaca.
pamer.
Objek berwujud benda
Objek berupa benda
tekstil dipajang dalam
tekstil (kain dan
lemari kaca.
busana) dipajang
Objek berwujud alat
dengan dilapisi kaca
bermainan dipajang
atau digantung dan
dengan diletakkan di
diletakkan dalam
atas meja.
etalase kaca.
Koleksi yang ada terus
Untuk koleksi alat
dipamerkan sepanjang
tenun dipamerkan
tahun. Relatif tidak
menerus sepanjang
mengalami
tahun. Untuk koleksi
perubahan.
kain dan busana,
-
dipamerkan bergantian dengan rentang waktu satu jenis koleksi 3 bulan. Pada akhir tahun diselenggarakan pameran temporer yang memuat koleksi pribadi museum maupun kolektor. Pencahayaan dan
Beberapa ruang
Ruang pamer 1 (kain
penghawaan
pamer menggunakan
dan busana)
pencahayaan alami
menggunakan
dengan intensitas
pencahayaan. Ruang
cahaya kecil dibantu
pamer 2 (alat tenun)
dengan pencahayaan
menggunakan
buatan dari cahaya
pencahayaan alami.
berwarna kuning. Menggunakan
Ruang pamer 1
39
-
penghawaan buatan
menggunakan penghawaan buatan. Ruang pamer 2 menggunakan penghawaan alami.
Jumlah pengunjung
Kurang lebih 40 orang
Kurang lebih 20 orang
setiap harinya
setiap harinya
Kurang lebih 90 orang setiap harinya
Tabel 1 : kesimpulan masing-masing studi banding
Beberapa hal yang didapat berdasarkan kesimpulan masing-masing studi banding tersebut adalah : 1.
Lokasi museum dapat ditentukan berdasarkan kebutuhan museum itu sendiri. Pada museum yang lebih berorientasi publik, akan memudahkan bila museum berada di daerah yang mudah dijangkau dan dekat dengan pusat aktifitas kota. Selain itu keberadaan museum di dekat pusat kegiatan kota memudahkan akan
sosialisasi
atau
publikasi
kepada
masyarakat
akan
keberadaan museum itu sendiri nantinya. 2.
Pengetahuan
mengenai
karakter
dan
dimensi
tekstil
akan
membantu untuk menentukan cara menyimpan dan memajang tekstil. 3.
Bentuk
penyajian
koleksi
yang
tepat
akan
memudahkan
penyampaian informasi dalam koleksi-koleksi yang ada kepada pengunjung. 4.
Penentuan katagori koleksi, alur dan jenis pameran, serta sistem penyajian koleksi dapat membantu dalam menentukan bentuk ruang pamer dan hubungan antar-ruang pamer.
5.
Kegiatan penunjang, pendidikan, kuratorial, operasional dan pemeran dapat saling beririsan dan memiliki hubungan saling menunjang satu sama lain.
6.
Penghawaan dan pencahayaan ditentukan berdasarkan karakter lokasi. Untuk Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembaban
40
tinggi dan sinar matahari yang ada sepanjang tahun, perlu pengolahan yang lebih pada bentuk arsitekturnya bila ingin menggunakan pencahayaan alami. Sedangkan untuk penghawaan akan lebih baik menggunakan penghawaan buatan dikarenakan kelembaban yang tinggi di Indonesia dan kerentanan tinggi benda tekstil terhadap kelembaban. 7.
Kebanyakan museum menggunakan bangunan lama yang tidak diorientasikan sebagai museum sebelumnya. Hal ini menyebabkan ketersediaan ruang yang kurang mengakomodir kebutuhankebutuhan museum itu sendiri akan keamanan dalam pemindahan koleksi, penyimpanan koleksi, serta kebutuhan akan perluasan.
8.
Kebanyakan museum di Indonesia masih kurang representatif dalam perannya sebagai fasilitas publik. Akses ke perpustakaan yang jauh dan letaknya yang tersembunyi, dan kurangnya fasilitas maupun kegiatan yang mampu menunjang adanya kegiatan publik seperti ruang terbuka, restauran, dan lain-lain.
9.
Adanya citra yang berkembang bahwa museum merupakan tempat yang tua, sepi, dan tidak menghibur serta tidak menarik.
II.7
KEBUTUHAN RUANG Berdasarkan
studi
banding
dan
studi
literatur,
didapatkan
kebutuhan dan kriteria ruang sebagai berikut : Kegiatan
Ruang
Menerima
Fasilitas Penerima
pengunjung
1.
Persyaratan Teknis Merupakan tempat
lobi
Pengunjung
pertama yang akan di
mengorientasikan
datangi pengunjung
kegiatan
sebagai ruang penerima
Atraksi
sehingga harus memiliki penampakan yang menarik perhatian dan pengolahan
41
bentuk yang mengundang
2.
Dekat dengan ruang
loket
pamer dan lobi Mempunyai akses langsung dengan ruang pamer Mengakomodasi antri Ketiga jenis ruang pamer
melihat pameran,
Fasilitas pameran
berapresiasi terhadap
1. ruang pamer dalam :
harus memiliki
koleksi pameran
galeri temporer, galeri
kesinambungan dan
permanen
terhubung satu sama lain. Ada kemungkinan penambahan koleksi museum, sehingga ruang pamer harus memiliki layout yang fleksibel dan terakomodasi dengan perluasan Terlindungi dari pengerusakan, pencurian, kebakaran, kelembaban, kekeringan, cahaya matahari langsung dan debu Setiap peragaan harus mendapat sistem pencahayaan yang baik Peragaan koleksi dapat dilihat tanpa kesulitan, karenanya perlu pemilihan yang tepat dan penataan yang ruang yang jelas, dengan keragaman, bentuk, dan urutan ruangruang yang sesuai.
Melihat dan mengenali
2. ruang pamer luar :
42
Dapat digunakan untuk
bahan alami tekstil
taman tekstil
penciptaan suasana
(macam-macam
kontemplatif dan alami
tanaman penghasil zat
juga sebagai area
warna alami tekstil,
perluasan bagi fungsi lain,
tanaman penghasil
terutama ruang pelatihan
bahan perawatan tekstil, dll). Pelatihan atau demonstrasi pembuatan tekstil Penyimpanan,
Fasilitas kuratorial dan
pendataan, perawatan,
konservasi
Dekat dan dapat dengan mudah menjangkau ruang
dan pemeliharaan
pamer Bagian bengkel perawatan
koleksi
dan pemeliharaan harus terlindung dari pengerusakan, pencurian, kebakaran, kelembaban, kekeringan, cahaya matahari langsung dan debu Dilengkapi dengan sarana sirkulasi yang meminimalisir guncangan seperti ram atau lift Fasilitas pendidikan Akses koleksi referensi
1. perpustakaan
view baik namun
dan informasi dalam
membutuhkan suasana
bentuk media cetak dan
privat
media audio-visual
2. pusat internet
dekat dengan pusat keramaian atau akses utama publik orientasi kegiatan ke dalam dekat dengan pusat keramaian atau akses utama publik menggunakan
]
43
penghawaan buatan
Praktek membuat tekstil,
3. ruang pelatihan
seperti menenun,
Memungkinkan menjadi ruang kontemplasi Memungkinkan perluasan
membatik, tapestri, dan lain-lain
antar-ruang kelas memiliki kemungkinan perluasan ke ruang luar dekat dengan taman tekstil
Seminar, fashion show,
4. ruang serba guna
Layout fleksibel Memiliki area perluasan
pelatihan, dan lain-lain
Dekat dengan ruang pelatihan Memiliki akses khusus – terpisah dengan fasilitas pameran Sebaiknya tidak memiliki akses langsung akses utama publik Dekat dengan ruang
5. amphiteater
pelatihan, ruang serba guna, dan taman tekstil Dapat dijadikan area perluasan kegiatan pelatihan dan perluasan ruang serba guna. Pengelolaan dan
Ruang operasional
Lama aktifitas dan
manajemen museum
pengguna fungsi terpisah
secara keseluruhan
dengan fungsi-fungsi lain sehingga membutuhkan akses khusus membutuhkan tempat yang memiliki privasi tinggi namun dapat menjangkau fungsi-fungsi lainnya
44
Kegiatan penunjang
Fasilitas penunjang,
memiliki akses khusus
keberlangsungan
meliputi :
terhubung langsung
museum seperti :
1. retail media
1. jual-beli cinderamata
2. kantin dan kafe
dengan piazza merupakan fasilitas yang
2. jual-beli makanan dan
mengakomodasi
minuman
kepentingan publik sebagai
3. jual-beli media
kegiatan penetratif
Fasilitas servis Istirahat, penyediaan
Pantri atau ruang istirahat
makanan dan minuman
pegawai
Dekat dengan ruang operasional atau ruang
ringan untuk staff
kontrol kegiatan museum Tidak mudah dijangkau
pengelola
secara visual oleh pengunjung
Pengontrolan
Ruang mekanikal-
pencahayaan dan
elektrikal/AHU/Chiller
Dekat dengan ruang pegawai Tidak mudah dijangkau
penghawaan di ruang pamer dan auditorium
secara visual oleh pengunjung
Toilet dan janitor
Mendapatkan pencahayaan matahari langsung Mudah dijangkau Tidak mengundang secara visual
Penjagaan keamanan
Fasilitas Keamanan
museum
Pos satpam
Mudah menjangkau fungsifungsi lain dalam kompleks museum Dekat dengan lobi Terhubung dengan ruang pengontrolan CCTV
Ruang kontrol CCTV dan
45
Mudah menjangkau fungsi
sistem alarm
lain dalam kompleks museum Terhubung dengan pos satpam
Penitipan kendaraan
Parkir
Dekat dengan lobi atau area masuk
Tabel 2 : kebutuhan ruang
46