BAB II A. Kajian Pustaka 1. Model Pembelajaran Pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama untuk keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Schunk (2012) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan perubahan yang bertahan lama dalam perilaku, atau dalam kapasitas berperilaku dengan cara tertentu, yang dihasilkan dari praktik atau bentuk pengalaman lainnya. Schunk menjabarkan kriteria dalam pembelajaran yaitu : pembelajaran melibatkan perubahan, pembelajaran bertahan lama seiring dengan waktu, pembelajaran terjadi melalui pengalaman. Putra (2013:15) mengumpulkan definisi tentang pembelajaran dari beberapa ahli, yaitu : a.
Menurut Slavin, pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman.
b.
Crow dan Crow mendefinisikan pembelajaran adalah pemerolehan tabiat, pengetahuan, dan sikap.
c.
Menurut Corey, pembelajaran adalah suatu proses yang menunjukan bahwa lingkungan seseorang sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus.
d.
Menurut Dr.Oemar Hamalik, pembelajaran ialah suatu kombinasi yang tersusun dari unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan. Dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut Dewey dalam Majid (2013) mendefinisikan model
pembelajaran sebagai “a plan or pattern that we can use to design face to face teaching in the classroom or tutorial setting and to shape instructional material” (suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan untuk merancang tatap muka dikelas, atau pembelajaran tambahan di luar kelas dan untuk menajamkan materi pengajaran). Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi dengan tujuan, sintak, dan pengelolaaannya.
8
9 Mengacu pada Kurikulum 2013 yang menggunakan pendekatan saintifik dimana siswa sebagai pusat pembelajaran (Student Center Learning), maka beberapa model yang cocok untuk pembelajaran adalah model IBL dan PBL a.
IBL ( Inquiry Based Learning) 1)
Pengertian IBL
Menurut Sanjaya (2006), model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Adapun ciri utama inkuiri yaitu inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan, seluruh aktivitas siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, tujuan dari inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis. Siswa IBL tidak hanya siswa aktif. Konstruksi pengetahuan utama adalah bagian dari pemikiran siswa. Didalam metode, siswa yang meminta dan pertanyaan penyulingan, perencanaan dan merancang bagaimana menjawab ideide mereka, berbagi ide, membuat data dan merancang dan melakukan pekerjaan eksperimental. semua ini kegiatan proses mental dan melibatkan peserta didik untuk menjadi pembelajar aktif (Unver & Yurumezoglu, 2014). 2) Peran guru dan siswa dalam IBL Peran guru dalam inkuiri adalah membantu siswa untuk meneliti, bukan melakukan penelitian untuk siswa. Siswa diminta untuk menyusun kembali pertanyaan mereka agar mereka bisa melanjutkan upaya untuk mengumpulkan data dan menghubungkan dengan situasi permasalahan. Fokus guru adalah menjaga penelitian untuk tetap diarahkan pada proses penyelidikan itu sendiri (Joyce,Weil dan Calhoun, 2011). 3) Sintak IBL Joyce,Weil dan Calhoun (2011) menyatakan bahwa sintak pembelajaran inkuiri terdiri dari lima fase utama. Fase-fase tersebut merujuk pada tahapan praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dalam inkuiri seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.1.
10 Tabel 2.1. Sintaks untuk IBL. Fase Fase 1
Perilaku Guru
Konfrontasi masalah Menyajikan situasi permasalahan dan kepada siswa menjelaskan prosedur penelitian pada siswa Menyusun hipotesis Memberikan kesempatan kepada siswa menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan Pengumpulan data – Memberikan kesempatan kepada siswa Experimentasi untuk menentukan langkah-langkah yang dilakukan sesuai dengan hipotesis dan membimbing siswa dalam percobaan Mengolah, Memberi kesempatan kepada setiap menformulasi suatu kelompok untuk menyajikan hasil pernyataan atau pengamatan/percobaan dan mengkonfirmasi penjelasan dengan teori Analisis proses Meminta siswa menganalisis pola inkuiri yang penyelidikan dan refleksi pembelajaran dilakukan Sumber : Joyce, Weil dan Calhoun (2011)
Fase 2
Fase 3
Fase 4
Fase 5
4) Kelebihan dan kekurangan IBL Beberapa kelebihan dari model inkuiri dalam pembelajaran adalah siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan karena terlibat langsung dalam proses penemuan, belajar melalui inkuiri dapat memperpanjang proses ingatan dan dapat memahami konsep-konsep sains, pengajaran terpusat pada siswa sehingga dapat membentuk dan mengembangkan konsep diri siswa (Putra, 2013). Kelemahan Inkuiri menurut Sanjaya (2006), sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan
siswa,
memerlukan
waktu
yang
relatif
lama
dalam
mengimplementasikannya, dan sulit dalam merencanakan pembelajaran. b. PBL (Problem Based Learning) 1) Pengertian PBL PBL
(Problem
Based
Learning)
adalah
serangkaian
aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat ciri utama dalam PBL yaitu PBL merupakan rangkaian
aktivitas
pembelajaran,aktivitas
pembelajaran
diarahkan
untuk
11 menyelesaikan masalah, dan pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara ilmiah (Sanjaya, 2006). Menurut Arends (2008), esensi PBL menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa yang dapat berfungsi sebagai landasan untuk investigasi dan penyelidikan siswa. PBL dirancang untuk membantu
siswa
mengembangkan
keterampilan
berpikir,
keterampilan
menyelesaikan masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa dan menjadi pelajar yang mandiri. De Graaf dan Kolmos (2003) menyebutkan prinsip-prinsip teoritis dalam PBL, yaitu : a) Pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan pendidikan dimana masalahnya adalah titik awal dari proses pembelajaran. Masalah didasarkan pada masalah kehidupan nyata yang telah dipilih dan diedit untuk memenuhi tujuan dan kriteria pendidikan. b) Guru mendefinisikan masalah dan siswa menggunakan ini sebagai titik awal (self-directed learning). c) Pengalaman belajar merupakan bagian implisit dari proses arahan pembelajaran
peserta,
di
mana
siswa
membangun
dari
pengalamannya sendiri. d) Aktivitas pembelajaran merupakan bagian tengah dari proses PBL, kegiatan yang melibatkan penelitian, pengambilan keputusan dan laporan. e) Pembelajaran antar-disiplin berkaitan dengan masalah orientasi dan siswa diarahkan ke proses. f) Latihan contoh, siswa harus mendapatkan pemahaman yang lebih kompleks yang dipilih masalah. Namun, para siswa harus memperoleh kemampuan untuk mentransfer pengetahuan, teori, dan metode dari sebelumnya ke pengetahuan baru. g) Pembelajaran berbasis group adalah prinsip terakhir,dimana sebagian besar proses pembelajaran terjadi dalam kelompok.
12 2) Sintak PBL Arends (2008) menjabarkan sintak pembelajaran PBL terdiri dari lima fase utama. Fase-fase tersebut merujuk pada tahapan praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dalam PBL. Berikut langkah-langkah PBL yang disajikan dalam Tabel 2.2 : Tabel 2.2. Sintaks untuk PBL Fase Fase 1
Fase 2
Fase 3
Fase 4
Fase 5
Perilaku Guru Memberikan orientasi Guru membahas tujuan pelajaran, masalah kepada siswa menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah. Mengorganisasikan siswa Guru membatu siswa mendefinisikan untuk meneliti dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya. Membantu investigasi Guru mendorong siswa untuk mandiri darn kelompok mendapatkan informasi yang tepat,melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi. Mengembangkan dan Guru membantu siswa merencanakan mempresentasikan artefak dan menyiapkan seperti laporan, dan exhibit dokumentasi, dan model, dan membantu siswa untuk menyampaikan kepada orang lain. Menganalisis dan Guru membantu siswa dalam mengevaluasi proses merefleksi terhadap investigasinya mengatasi masalah dan proses yang digunakan. Sumber : Arends (2008)
3) Keunggulan dan Kekurangan PBL Sebagai
suatu
model
pembelajaran, PBL memiliki
keunggulan
diantaranya adalah teknik yang tepat untuk meningkatkan aktivitas siswa, membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, mengembangkan siswa berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru yang diharapkan dapat diaplikasikan ke dunia nyata (Sanjaya,2006). Namun selain berbagai kelebihan tersebut, model PBL juga memiliki kekurangan seperti yang dijabarkan oleh Putra (2013) yaitu tujuan dari metode
13 tersebut tidak dapat tercapai jika terdapat siswa yang tidak aktif, membutuhkan banyak waktu, dan tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan metode ini. c.
Persamaan dan perbedaan model IBL dan PBL Inquiry Based Learning dan Problem Based Learning sering dikatakan
sebagai model pembelajaran yang hampir mirip karena kedua model pembelajaran ini memunculkan suatu permasalahan dalam pembelajaran. Siswa diharapkan mampu membentuk pengetahuannya sendiri melalui serangkaian penyelidikan yang disusun secara sistematis oleh siswa secara mandiri berdasarkan permasalahan yang ada. Walaupun dikatakan sangat mirip PBL dan IBL memiliki perbedaan yang mendasar seperti pada tahapan-tahapannya yang disajikan dalam Tabel 2.3. Tabel 2.3. Perbedaan Sintak PBL dan IBL Fase Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
Fase 5
IBL Konfrontasi masalah kepada siswa Menyusun hipotesis
PBL Memberikan orientasi masalah kepada siswa Mengorganisasikan siswa untuk meneliti Pengumpulan data – Membantu investigasi mandiri darn Experimentasi kelompok Mengolah, menformulasi Mengembangkan dan suatu pernyataan atau mempresentasikan artefak dan exhibit penjelasan Analisis proses inkuiri Menganalisis dan mengevaluasi proses yang dilakukan mengatasi masalah
Untuk lebih lengkapnya Unver dan Arabacioglu (2011) mengemukakan pendapatnya tentang perbedaan PBL dan IBL yang ditunjukan dalam Tabel 2.4 :
14 Tabel 2.4. Perbedaan IBL dan PBL. Aspek Tujuan fisiologis Sejarah
Kerangka Utama Perintis Prinsip Utama
Prinsip Kegunaan
Jenis instruksi Elemen kunci
Peran guru Prosedur Instruksi
Hasil
Peran siswa
IBL PBL Berfokus pada pertanyaan Berfokus pada masalah berdasarkan pengalaman penyakit yang terstruktur. nyata. Penyelidikan Penyelidikan Sains, Instruksi laboratorium Mendapat pengetahuan dari pengalaman langsung dengan menggunakan pertanyaan deduktif.
Sekolah medis Memaksimalkan pembelajaran dengan penyelidikan, penjelasan dan resolusi dengan memakai masalah nyata dan bermakna Pendekatan pembelajaran Hasil terbaik dan belajar yang baik untuk segala sifat untuk solusi masalah manusia Sedikit instruksi langsung Sedikit instruksi langsung Eksplorasi, aplikasi.
penemuan, Mengidentifikasi masalah,mengaktifkan pengetahuan sebelumya,mengkode spesifikasi,elaborasi model.
Pemimpin, pelatih, model, dan fasilitator. Mengarahkan datangnya pertanyaan. Menafsirkan, menjelaskan, merancang hipotesis, menyusun cara pengerjaan tugasnya sendiri, berdiskusi dalam menemukan jawaban.
Hasil yang Pemahaman konseptual spesifik tentang prinsip ilmu pengetahuan. Pemahaman terhadap sifat penyelidikan ilmiah dan paham akan aplikasi ilmu pengetahuan untuk isu sosial, pribadi, kreativitas, kecerdasan.
Lebih sebagai fasilitator dan pelatih daripada pemimpin. Menentukan ada masalah, menciptakan pertanyaan yang tepat dari masalah, mengidentifikasi informasi data dan tujuan pembelajaran, menciptakan rencana kerja, mengarahkan datangnya pertanyaan, Memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah yang bagus, mengarahkan diri sendiri, keterampilan belajar seumur hidup, bekerjasama dengan baik.
Sumber : Unver & Arabacioglu (2011)
15 2. Teori Belajar a.
Teori Belajar Jerome S. Bruner Konsep dari teori belajar dari Bruner dalam Suyono dan Hariyanto
(2011), adalah belajar dengan menemukan (discovery learning), siswa mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir anak. Guru harus memberikan keleluasan kepada siswa untuk menjadi pemecah masalah (problem solver) yang berbasis penemuan. Siswa diarahkan mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa mereka sendiri untuk menjadi pembelajar yang mandiri. Peran guru untuk menjamin agar kegiatan belajar menimbulkan rasa ingin tahu siswa, meminimalkan resiko gagal belajar, dan agar belajar relevan dengan kebutuhan siswa. Hal yang sama juga dijabarkan oleh Arends (2008), bahwa discovery learning yang diusung oleh Bruner membantu siswa untuk memahami struktur atau ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personel discovery (penemuan
pribadi). Tujuan pendidikan bukan hanya untuk
memperbesar dasar pengetahuan siswa, tetapi juga untuk menciptakan berbagai kemungkinan untuk invention (penciptaan) dan discovery (penemuan). Seperti yang dikutip dari Suyono dan Hariyanto (2011), teori yang lain dari Bruner adalah teori pembelajaran konsep, dimana dimaksudkan sebagai kategori mental yang membantu mengklasifikasi objek, kejadian atau ide-ide pada setiap objek, setiap kejadian, setiap gagasan yang membentuk seperangkat himpunan dengan ciri-ciri umum yang relevan. Jadi, pembelajaran konsep adalah strategi yang memprasyaratkan seorang pembelajar untuk membandingkan dan mengontraskan kelompok atau kategori yang mengandung ciri-ciri konsep yang relevan dengan kelompok atau kategori yang tidak mengandung ciri-ciri konsep yang relevan. b. Teori Belajar Ausubel Teori belajar bermakna dari Ausubel dalam Suyono dan Hariyanto (2011), teori ini memiliki kemiripan pandangan tentang sifat hierarkis dari pengetahuan dengan teori Bruner. Perbedaannya adalah Bruner lebih menekankan
16 kepada proses penemuan, sedangkan Ausubel lebih berfokus kepada metode pembelajaran verbal dalam berbicara, membaca, dan menulis. Ausubel juga berpendapat bahwa pembelajaran berdasarkan hafalan (rote learning) tidak banyak membantu siswa di dalam memperoleh pengetahuan, pembelajaran oleh guru harus sedemikian rupa sehingga membangun pemahaman dalam struktur kognitifnya, pembelajaran haruslah bermakna (meaningful learning) bagi siswa untuk menyelesaikan masalah kehidupannya. Sedangkan Dahar (2011), menjabarkan dimensi pertama dalam teori belajar Ausubel berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Dalam tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna (Dahar, 2011). c.
Teori Belajar Piaget Menurut Piaget, anak-anak memiliki sifat keingintahuan dan terus
berusaha memahami dunia sekitarnya. Keingintahuan ini memotivasi mereka untuk mengonstruksikan secara aktif representasi di benaknya tentang lingkungan yang mereka alami. Pelajar dengan umur berapa pun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengonstruksikan pengetahuannya sendiri (Arends, 2008). Originalitas pekerjaan Piaget seperti yang dikutip oleh Dahar (2011) mencakup hal-hal berikut : 1) Pertanyan epistemologi harus dijawab secara ilmiah daripada secara spekulasi filosofi. 2) Metode ilmiah yang paling baik untuk menjawab pertanyaan ini adalah dengan mempelajari perkembangan pengetahuan dalam anak.
17 3) Merumuskan konstruktivisme sebagai suatu hipotesis. 4) Menemukan metode tentang pengumpulan data. Semua ini merupakan contoh yang kreatif dalam sains. Dalam perkembangan intelektual, ada tiga aspek yang diteliti oleh Piaget, yaitu : 1) Struktur Ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental, dan perkembangan berpikir anak-anak. 2) Isi Pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah yang dihadapinya. 3) Fungsi Cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan-kemajuan intelektual. Perkembangan intelektual di dasari pada fungsi organisasi dan fungsi adaptasi. Menurut Piaget dalam Dahar (2011), setiap individu mengalami tingkattingkat perkembangan intelektual sebagai berikut : 1) Sensori-motori
(0-2 tahun)
2) Pra-operasional
(2-7 tahun)
3) Operasional konkret
(7-11 tahun)
4) Operasi formal
(>11 tahun)
d. Teori Belajar Konstruktivisme 1) Teori belajar konstruktivisme individu Jean Piaget Piaget dalam Cahyo (2013), berpendapat bahwa di sepanjang hayat, manusia melalui satu urutan yang terdiri dari empat tingkat. Bayi memperoleh ilmu pengetahuan berdasarkan pengalaman sensori penglihatan, pendengaran, sentuhan, rasa, dan bau. Anak-anak prasekolah berkembang di peringkat memperoleh ilmu pengethuan tentang dunia melalui persepsi mereka terhadap pengalaman
sendiri
di
dunia.
Anak-anak
yang
lebih
dewasa
mulai
mengaplikasikan peraturan logis untuk memahami bagaimana dunia berfungsi. Sedangkan remaja dan dewasa berkembang ke peringkat dimana mereka bisa mengaplikasikan logis pada situasi sebenarnya.
18 Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kotak-kotak yang memiliki makna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-msing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar menurut Piaget, sebenarnya telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan adaptasi. 2) Teori belajar konstruktivisme sosial Vygotsky Menurut Vygotsky dalam Arends (2008), perkembangan intelek seseorang individu dapat muncul ketika individu tersebut menghadapi pengalaman baru dan membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi diskrepansi yang ditimbulkan oleh pengalaman ini. Dalam usaha menemukan pemahaman ini, individu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya dan mengkonstruksikan makna baru. Perbedaan antara Piaget dengan Vygotsky adalah bila Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui anak terlepas dari konteks sosial atau kulturalnya, Vygotsky menekankan pada aspek sosial belajar. Menurut Vygotsky, pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda : tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Tingkat perkembangan potensial didefinisikan sebagai tingkat yang dapat dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain. Vygotsky menganggap bahwa lingkungan sosial sangat penting bagi pembelajaran dan berpikir. Interaksi sosial dapat mengubah atau mentransformasi pengalaman belajar. Aktivitas sosial adalah fenomena yang membantu menjelaskan perubahan dalam pikiran sadar dan membentuk teori psikologis yang menyatukan perilaku dan pikiran. Poin-poin utama teori Vygotsky dalam Cahyo (2013) : 1) Pembelajaran sosial (social learning). Siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap.
19 2) ZPD (zone of proximal development). Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannnya. Bantuan yang dimaksud agar si anak mampu untuk mengerjakan tugas atau soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si anak. 3) Masa magang kognitif (cognitive apprenticeship). Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai. 4) Pembelajaran termediasi (mediated learning). Vygotsky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit dan realistis, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa. Vygotsky dalam Schunk (2012), mengemukakan bahwa interaksi seseorang dengan lingkungan dapat membantu pembelajaran. Pengalaman yang dibawa seseorang ke dalam sebuah situasi pembelajaran dapat sangat mempengaruhi hasil belajar. 3. Kemampuan Matematik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan atau kebolehan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan pengertian matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dengan penyelesaian masalah mengenai bilangan. Dari kedua pengertian tersebut, kemampuan matematik adalah kecakapan, kesanggupan menghitung dengan menggunakan angka atau kecakapan menyelesaikan masalah mengenai bilangan dengan menggunakan prosedur operasional. Kemampuan matematik merupakan kemampuan standar tentang angka dan kemampuan melakukan perhitungan yang juga merupakan bagian dari aktivitas matematika.
20 Menurut Thurstone dalam Suryabrata (2006) faktor internal pada tingkah laku siswa terdiri dari tujuh faktor ingatan (kemampuan memori atau mengingat), faktor verbal (kecakapan menggunakan bahasa atau verbal), faktor bilangan (kemampuan matematik atau berhitung), faktor kelancaran kata (kecakapan menggunakan kata-kata yang sukar ucapannya), faktor penalaran (kemampuan berpikir logis), faktor persepsi (kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat), dan faktor ruang (kemampuan mengadakan orientasi ruang). Tiga kategori kemampuan matematik (matemathical abillity) menurut Claire M.A. Haworth, Y.Kovas, Stephen A. Petrill, dan Robert P. (2007), yaitu : a.
Understanding Number, kemampuan tentang angka dan proses aljabar untuk digunakan ketika menyelesaikan permasalahan hitungan.
b.
Non-numerical
Processes,
kemampuan
dalam
memahami
proses
matematika yang bukan angka dan memahami konsep-konsep seperti perputaran atau pencerminan simetris dan operasi spasial lainnya. c.
Computation and Knowledge, kemampuan untuk melakukan perhitungan sederhana menggunakan metode kertas-pensil dan mengingat kembali fakta matematika dan istilah-istilahnya. Dari ketiga kategori kemampuan matematik diatas, maka yang sesuai
untuk pembelajaran kimia di SMA yang terkait dengan hitungan adalah Understanding Number, yang berupa pengoperasian angka-angka untuk menyelesaikan masalah hitungan, dan juga Computation and Knowledge, yaitu perhitungan sederhana menggunakan metode kertas-pensil. Sedangkan Nonnumerical processes akan berperan dalam kemampuan pandang ruang. Pada penelitian ini sesuai jika kemampuan matematik dihubungkan dengan model IBL dan PBL. Kemampuan matematik disini maksudnya adalah kemampuan internal siswa yang berkaitan dengan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, perbandingan, dan persamaan. Diharapkan siswa yang kemampuan matematiknya tinggi dapat memperoleh prestasi yang lebih baik setelah mengikuti proses pembelajaran. Pada penelitian ini kemampuan matematik dapat diterapkan dalam menghitung perubahan entalpi, menentukan persamaan termokimia, membaca diagram energi, mengukur perubahan entalpi
21 dengan hukum Hess, dan menentukan energi ikatan dari suatu reaksi, kemampuan mengukur data yang banyak menggunakan rumus matematik. 4. Prestasi Belajar Pembelajaran dalam menyukseskan implementasi Kurikulum 2013 merupakan keseluruhan proses belajar, pembentukan kompetensi, dan karakter peserta didik yang direncanakan. Implementasi Kurikulum 2013 dalam pembentukan kompetensi dan karakter dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan berhasil apabila setidaknya 80% siswa terlibat secaca aktif dalam proses pembelajaran. Dari segi hasil, proses pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada siswa setidaknya 80% (Mulyasa, 2013). Untuk dapat mengimplementasikan Kurikulum 2013 maka penilaian hasil belajar pada siswa perlu dilakukan agar dapat mengetahui sejauh mana siswa memahami dan mengimplementasikan materi. Sudjana (2005) berpendapat bahwa, penilaian prestasi belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Seperti yang telah dituliskan dalam Permendikbud Nomor 104 bahwa pedoman penilalian berdasarkan kurikulum 2013 menggunakan acuan kriteria yang merupakan penilaian kemajuan peserta didik dibandingkan dengan kriteria capaian kompetensi yang ditetapkan. Acuan kriteria menggunakan modus untuk sikap, rerata untuk pengetahuan, dan capaian optimum untuk keterampilan. Sementara itu lingkup penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup kompetensi sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang dijabarkan sebagai berikut : a. Sasaran penilaian hasil belajar oleh Pendidik pada ranah sikap spiritual dan sikap sosial mengacu pada KI-1 dan
KI-2 pada Silabus Kurikulum 2013.
Penilaian sikap yang dinilai dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.5.
22 Tabel 2.5 Cakupan Penilaian Sikap. Penilaian sikap spiritual
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianut
Penilaian sikap sosial
1. 2. 3. 4.
Disiplin Tanggung Jawab Kerjasama Percaya Diri
Nilai ketuntasan kompetensi sikap dituangkan dalam bentuk predikat, yakni Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K). Ketuntasan Belajar untuk sikap (KD pada KI-1 dan KI-2) ditetapkan dengan predikat Baik (B). b. Penilaian pada ranah pengetahuan didasarkan pada taksonomi Bloom. Sasaran penilaian hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 2.6 sebagai berikut : Tabel 2.6. Sasaran Penilaian Hasil Belajar Pada Aspek Pengetahuan Jenjang pengetahuan Mengingat:
Memahami:
Menerapkan:
Menganalisis:
Penjelasan Mengemukakan kembali apa yang sudah dipelajari dari guru, buku, sumber lainnya sebagaimana aslinya, tanpa melakukan perubahan Sudah ada proses pengolahan dari bentuk aslinya tetapi arti dari kata, istilah, tulisan, grafik, tabel, gambar, foto tidak berubah Menggunakan informasi, konsep, prosedur, prinsip, hukum, teori yang sudah dipelajari untuk sesuatu yang baru/belum dipelajari Menggunakan keterampilan yang telah dipelajarinya terhadap suatu informasi yang belum diketahuinya dalam mengelompokan informasi, menentukan keterhubungan antara satu kelompok/ informasi dengan kelompok/ informasi lainnya, antara fakta dengan konsep, antara argumentasi dengan kesimpulan, benang merah pemikiran antara satu karya dengan karya lainnya
23 c. Ranah Psikomotor Keterampilan Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik pada keterampilan ditampilkan dalam Tabel 2.7 sebagai berikut : Tabel 2.7 Penilaiain Ranah Keterampilan Kemampuan Belajar
Deskripsi
Mengamati
Mengamati suatu objek/membaca suatu tulisan/mendengar suatu penjelasan, catatan yang dibuat tentang yang diamati.
Menanya
Jenis, kualitas, dan jumlah pertanyaan yang diajukan peserta didik (pertanyaan faktual, konseptual, prosedural, dan hipotetik)
Mengumpulkan informasi/mencoba
Jumlah dan kualitas sumber yang dikaji/digunakan, kelengkapan informasi, validitas informasi yang dikumpulkan, dan instrumen/alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Menalar/mengasosiasi
Mengembangkan interpretasi, argumentasi dan kesimpulan mengenai keterkaitan informasi dari dua fakta/konsep, interpretasi argumentasi dan kesimpulan mengenai keterkaitan lebih dari dua fakta/konsep/teori, mensintesis dan argumentasi serta kesimpulan keterkaitan antarberbagai jenis fakta/konsep/teori/ pendapat; mengembangkan interpretasi, struktur baru, argumentasi, dan kesimpulan yang menunjukkan hubungan fakta/ konsep/teori dari dua sumber atau lebih yang tidak bertentangan; mengembangkan interpretasi, struktur baru, argumentasi dan kesimpulan dari konsep/teori/pendapat yang berbeda dari berbagai jenis sumber.
Mengomunikasikan
Menyajikan hasil kajian (dari mengamati sampai menalar) dalam bentuk tulisan, grafis, media elektronik, multi media dan lain-lain.
Nilai ketuntasan kompetensi pengetahuan dan keterampilan dituangkan dalam bentuk angka dan huruf, yakni 4,00 – 1,00 untuk angka yang ekuivalen dengan huruf A sampai dengan D dengan rincian yang dipaparkan dalam Tabel 2.8. sebagai berikut :
24 Tabel 2.8. Nilai Ketuntasan Belajar Rentang nilai
Predikat
3,85 – 4,00 3,51 – 3,84 3,18 – 3,50 2,85 – 3,17 2,51 – 2,84 2,18 – 2,50 1,85 – 2,17 1,51 – 1,84 1,18 – 1,50 1,00 – 1,17
A AB+ B BC+ C CD+ D
Ketuntasan Belajar untuk pengetahuan ditetapkan dengan skor rerata 2,67 untuk keterampilan ditetapkan dengan capaian optimum 2,67. 5. Materi Termokimia Termokimia merupakan materi kimia yang diberikan kepada siswa kelas XI semester ganjil sesuai silabus kimia kurikulum 2013. a.
Sistem dan Lingkungan Tumbuhan hijau menyerap cahaya matahari dan mengubah zat-zat pada
daun menjadi karbohidrat melalui fotosintesis. Karbohidrat merupakan sumber energi bagi makhluk hidup. Peristiwa ini merupakan salah satu contoh hukum kekekalan energi yaitu energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, energi dapat diubah dari suatu bentuk energi menjadi bentuk yang lain. Terjadinya perpindahan energi pada sistem dan lingkungan disajikkan pada Gambar 2.1.
(A)
(B)
Gambar 2.1 (A) Perpindahan energi dari sistem ke lingkungan (B) Perpindahan energi dari sistem ke lingkungan
25 Pada Gambar 2.1(A), bahan bakar bereaksi dengan gas oksigen di udara dan menimbulkan panas di sekelilingnya. Pada proses ini terjadi perpindahan energi dari sistem ke lingkungan. Pada Gambar 2.1(B), daun yang berklorofil berfungsi sebagai sistem akan menyerap sinar matahari dan CO2 dari lingkungan, karbon dioksida bereaksi dengan air membentuk karbohidrat dan gas oksigen dalam proses fotosintesis. Pada proses ini terjadi perpindahan energi dari lingkungan ke sistem. Berdasarkan ini maka sistem adalah segala sesuatu yang dipelajari perubahan energinya, sedangkan lingkungan adalah segala yang berada di sekeliling sistem. Dalam ilmu kimia, sistem adalah sejumlah zat yang bereaksi, sedangkan lingkungan adalah segala sesuatu di luar zat-zat tersebut misalnya tabung reaksi. b. Perubahan Entalpi Energi yang terkandung di dalam suatu sistem atau zat disebut entalpi (H). Entalpi merupakan sifat ekstensif dari materi maka bergantung pada jumlah mol zat. Entalpi suatu sistem tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah perubahan entalpi yang menyertai perubahan zat, karena itu kita dapat menentukan entalpi yang dilepaskan atau diserap pada saat terjadi reaksi. Perubahan energi pada suatu reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap disebut perubahan entalpi. Perubahan entalpi dinyatakan dengan lambang ∆H, dengan satuan Joule dan kilo Joule. Berdasarkan perubahan entalpi, dikenal dua macam reaksi yaitu reaksi eksoterm dan reaksi endoterm. 1) Reaksi eksoterm Panas dihasilkan dari zat-zat bereaksi yang merupakan sistem kemudian dilepaskan ke lingkungan. Reaksi ini termasuk reaksi eksoterm. Pada reaksi eksoterm energi panas atau kalor berpindah dari sistem ke lingkungan. Entalpi sistem sebelum reaksi lebih besar daripada sesudah reaksi atau Hpereaksi > Hhasil reaksi Perubahan entalpi sistem menjadi lebih kecil dari 0 atau ∆H = –. Penulisan persamaan termokimianya yaitu: CaCO3(s) + H2O(l) → Ca(OH)2(aq) + CO2(g)
∆H = –97,37 kJ
26 2) Reaksi Endoterm Reaksi endoterm kebalikan dari reaksi eksoterm. Pada reaksi endoterm sistem menyerap panas dari lingkungan. Entalpi sistem sesudah reaksi lebih besar daripada sebelum reaksi: Hpereaksi < Hhasil reaksi. Perubahan entalpi sistem menjadi lebih besar dari 0 atau ∆H = +. Untuk mengubah CaCO3(s) menjadi batu gamping (CaO) dan gas CO2 diperlukan energi panas. Persamaan termokimianya: CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)
∆H = +178,3 kJ
Reaksi endoterm ada juga yang berlangsung spontan, sistem dengan sendirinya menyerap kalor dari lingkungan. Pada proses ini akan terjadi penurunan suhu lingkungan, jadi kalau kita pegang wadah sistem akan terasa dingin. Secara umum, perubahan entalpi dalam reaksi kimia dapat diungkapkan dalam bentuk diagram reaksi berikut. A + B → C + kalor (reaksi eksoterm) C + kalor → A + B (reaksi endoterm)
. Gambar 2.2. Reaksi Eksoterm dan Endoterm Pada Gambar 2.2, tanda panah menunjukkan arah reaksi. Pada reaksi eksoterm, selisih entalpi berharga negatif sebab entalpi hasil reaksi (C) lebih rendah daripada entalpi pereaksi (A+B). Adapun pada reaksi endoterm, perubahan entalpi berharga positif sebab entalpi produk (A+B) lebih besar daripada entalpi pereaksi (C). (Kalsum,dkk., 2009) 3) Persamaan Termokimia Bukan hanya tata nama yang memiliki peraturan, penulisan perubahan entalpi reaksi juga dibuat aturannya, yaitu:
27 a) Tuliskan persamaan reaksi lengkap dengan koefisien dan fasanya, kemudian tuliskan ΔH di ruas kanan (hasil reaksi). b) Untuk reaksi eksoterm, nilai ΔH negatif, sebaliknya untuk reaksi endoterm, nilai ΔH positif. Pada persamaan termokimia harus dilibatkan fasa zat-zat yang bereaksi sebab perubahan entalpi bergantung pada fasa zat. Selain aturan tersebut, ada beberapa aturan tambahan, yaitu: a) Jika persamaan termokimia dikalikan dengan faktor tertentu, nilai ΔH juga harus dikalikan dengan faktor tersebut. b) Jika persamaan kimia arahnya dibalikkan, nilai Δ H akan berubah tanda. c. Penentuan ΔH secara empirik Penentuan perubahan entalpi suatu reaksi dapat dilakukan secara empirik maupun secara semiempirik. Secara empirik, artinya melakukan pengukuran secara langsung di laboratorium, sedangkan semiempirik adalah menggunakan data termodinamika. Perubahan entalpi reaksi dapat ditentukan melalui pengukuran secara langsung di laboratorium berdasarkan perubahan suhu reaksi karena suhu merupakan ukuran panas (kalor). Jika reaksi dilakukan pada tekanan tetap maka kalor yang terlibat dalam reaksi dinamakan perubahan entalpi reaksi (ΔH reaksi). 1) Pengukuran Kalor Untuk menghitung kalor yang diserap oleh air, berdasarkan persamaan: q = m c ∆T Keterangan: m = massa air (dalam gram) c = kalor jenis zat, yaitu jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu satu gram zat sebesar 1°C ∆T = perubahan suhu Metode lain menentukan kalor adalah didasarkan pada hukum kekekalan energi yang menyatakan bahwa energi semesta tetap. Artinya, kalor yang dilepaskan oleh zat X sama dengan kalor yang diterima oleh zat Y.
28 Pada proses pencampuran antara air panas dan air dingin, kalor yang dilepaskan oleh air panas diserap oleh air dingin hingga suhu campuran menjadi sama. Secara matematika dirumuskan sebagai berikut.
q air panas = q air dingin
Jadi, pertukaran kalor di antara zat-zat yang berantaraksi, energi totalnya sama dengan nol. 2)
q air panas + q air dingin = 0 Pengukuran Tetapan Kalorimeter
Kalorimeter adalah alat untuk mengukur kalor. Kalorimeter ini terdiri atas bejana yang dilengkapi dengan pengaduk dan termometer. Untuk mengukur kalor reaksi dalam kalorimeter, perlu diketahui terlebih dahulu kalor yang dipertukarkan dengan kalorimeter sebab pada saat terjadi reaksi, sejumlah kalor dipertukarkan antara sistem reaksi dan lingkungan (kalorimeter dan media reaksi). Besarnya kalor yang diserap atau dilepaskan oleh kalorimeter dihitung dengan persamaan: qkalorimeter = Ck. Δ T dengan Ck adalah kapasitas kalor kalorimeter. Dalam reaksi eksoterm, kalor yang dilepaskan oleh sistem reaksi akan diserap oleh lingkungan (kalorimeter dan media reaksi). Jumlah kalor yang diserap oleh lingkungan dapat dihitung berdasarkan hukum kekekalan energi. Secara matematika dirumuskan sebagai berikut. qreaksi + qlarutan + qkalorimeter = 0 a.
Penentuan ΔH secara Semiempirik Penentuan ΔH suatu reaksi, selain dapat diukur secara langsung di
laboratorium juga dapat ditentukan berdasarkan data perubahan entalpi standar suatu zat. 1)
Perubahan Entalpi Standar (ΔH )
Harga perubahan entalpi ditentukan oleh keadaan awal dan keadaan akhir sehingga perlu menetapkan kondisi pada saat entalpi diukur karena harga entalpi bergantung pada keadaan. Para ahli kimia telah menetapkan perubahan entalpi pada keadaan standar adalah kalor yang diukur pada tekanan tetap 1 atm dan suhu 298K. Perubahan entalpi standar dilambangkan dengan ΔH°. Satuan entalpi menurut Sistem Internasional (SI) adalah joule (disingkat J). Perubahan entalpi standar untuk satu mol zat dinamakan ΔH° molar. Satuan untuk ΔH° molar adalah J mol–1. Jenis perubahan entalpi standar bergantung pada macam reaksi sehingga
29 dikenal perubahan entalpi pembentukan standar ( ΔHf° ), perubahan entalpi penguraian standar (ΔHd ° ), dan perubahan entalpi pembakaran standar ( ΔHc ° ). a) Perubahan Entalpi Pembentukan Standar Perubahan entalpi pembentukan standar ( ΔHf ° ) adalah kalor yang terlibat dalam reaksi pembentukan satu mol senyawa dari unsur-unsurnya, diukur pada keadaan standar. Contohnya, pembentukan satu mol air dari unsur-unsurnya. ΔH°= –286 kJ mol–1
H2(g) + 1/2 O2(g) → H2O(l)
Berdasarkan perjanjian, ΔH° untuk unsur-unsur stabil adalah 0 kJ mol–1. Keadaan stabil untuk karbon adalah grafit ( ΔHf ° Cgrafit = 0 kJ), keadaan stabil untuk gas diatom sama dengan nol ( ΔHf ° O2, H2, N2, Cl2 = 0 kJ). b) Perubahan Entalpi Penguraian Standar Reaksi penguraian merupakan kebalikan dari reaksi pembentukan, yaitu penguraian
senyawa
menjadi
unsur-unsurnya.
Harga
perubahan
entalpi
penguraian standar suatu zat sama besar dengan perubahan entalpi pembentukan standar, tetapi berlawanan tanda. Contoh: Pembentukan standar satu mol CO2 dari unsur-unsurnya: C(s) + O2(g) → CO2(g)
ΔHf ° = –393,5 kJ mol–1
Penguraian standar satu mol CO2(g) menjadi unsur-unsurnya: CO2(g) → C(s) + O2(g)
ΔHd ° = +393,5 kJ mol–1
Pada dasarnya, semua jenis perubahan entalpi standar dapat dinyatakan ke dalam satu istilah, yaitu perubahan entalpi reaksi( ΔH°reaksi ) sebab semua perubahan tersebut dapat digolongkan sebagai reaksi kimia. c) Perubahan entalpi pembakaran standar (ΔHc °) Perubahan entalpi pembakaran standar ( Standard entalphy of Combustion) adalah perubahan entalpi yang terjadi pada pembakaran 1 mol suatu zat secara sempurna. Pembakaran merupakan reaksi suatu zat dengan oksigen, contohnya : C(s) + O2(g) → CO2(g) H2(g) + ½ O2(g) → H2O(g) S(s) + O2(g) → SO2(g) N2(s) + O2(g) → 2NO(g)
30 2) Hukum Hess Berdasarkan hasil pengukuran dan sifat-sifat entalpi, Hess menyatakan bahwa entalpi hanya bergantung pada keadaan awal dan akhir reaksi maka perubahan entalpi tidak bergantung pada jalannya reaksi (proses). Reaksi keseluruhan dapat ditulis dalam satu tahap reaksi dan perubahan entalpi pembentukan standarnya dinyatakan oleh Δ H°1. Persamaan termokimianya: C(s) + O2(g) → CO2(g)
Δ H°1= –394 kJ
Reaksi ini dapat dikembangkan menjadi 2 tahap reaksi dengan perubahan entalpi standar adalah Δ H°2 dan Δ H°3: C(s) + 1/2 O2(g) → CO(g)
Δ H°2 = –111 kJ
CO(g) + 1/2 O2(g) → CO2(g)
Δ H°3 = –283 kJ
Reaksi total: C(g) + O2(g) → CO2(g)
Δ H°2+ Δ H°3 = –394 kJ
Pembentukan asam sulfat dapat dilakukan melalui 4 tahap reaksi: S(s) + O2(g) → SO2(g)
Δ H°1= –296,8 kJ
SO2(g) + 1/2 O2(g) → SO3(g)
Δ H°2= –395,7 kJ
H2(g) + 1/2 O2(g) → H2O( l)
Δ H°3= –285,8 kJ
SO3(g) + H2O( l) → H2SO4( l)
Δ H°4= +164,3 kJ
S(s) + 2O2(g) + H2(g) → H2SO4( l)
Δ H° = –814,0 Kj
3) Penentuan ΔHo Reaksi dari Data ΔH f Salah satu data perubahan entalpi yang penting adalah perubahan entalpi pembentukan standar, ΔH°f . Dengan memanfaatkan data ΔH°f ,maka dapat menghitung ΔH° reaksi-reaksi kimia. ΔH tidak bergantung pada jalannya reaksi, tetapi hanya ditentukan oleh ΔH pereaksi dan ΔH hasil reaksi. Oleh karena itu, ΔH° reaksi dapat dihitung dari selisih ΔH°f zat-zat yang bereaksi. Secara matematika dirumuskan sebagai berikut: ΔH°reaksi= ΣΔH°f (produk) – ΣΔH°f (pereaksi) dengan Σ menyatakan jumlah macam zat yang terlibat dalam reaksi. 4) Penentuan ΔH Reaksi dari Data Energi Ikatan Kekuatan ikatan antara atom-atom dalam molekul dapat diketahui dari energinya. Semakin besar energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan, semakin kuat ikatan tersebut.
31 a) Energi Ikatan Rata-Rata Pada molekul diatom, energi ikatan disebut juga energi disosiasi, dilambangkan dengan D (dissociation). Energi ikatan didefinisikan sebagai jumlah energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan 1 mol suatu molekul dalam wujud gas. Contoh: H2(g) → 2 H(g)
DH–H = 436 kJ mol–1
Pada molekul beratom banyak, energi untuk memutuskan semua ikatan dalam molekul berwujud gas menjadi atom-atom netral berwujud gas dinamakan energi atomisasi. Besarnya energi atomisasi sama dengan jumlah semua energi ikatan dalam molekul. Ikatan yang diputuskan berasal dari molekul yang sama dan juga atom yang sama, tetapi karena lingkungan kimianya tidak sama, besarnya energi yang diperlukan menjadi berbeda. Ikatan yang diputuskan dari atom-atom yang sama dan nilai energi ikatan tidak berbeda jauh maka nilai energi ikatan dirataratakan sehingga disebut energi ikatan rata-rata. Harga energi ikatan rata-rata ditunjukan dalam Tabel 2.9. Tabel 2.9. Energi ikatan rata-rata (kJ/mol) Jenis Ikatan Tunggal
Rangkap Dua
Rangkap tiga
Atom-atom yang berikatan H C N O S F Cl Br I H 432 C 413 346 N 386 305 167 O 459 358 201 142 S 363 272 – – 226 F 465 485 283 190 284 155 Cl 428 327 313 218 255 249 240 Br 362 285 – 201 217 249 216 190 – I 295 213 – 201 278 208 175 149 C 602 N 615 418 O 799 607 494 532 S C 835 N 887 942
b) Menggunakan Data Energi Ikatan Nilai energi ikatan rata-rata dapat digunakan untuk menghitung perubahan entalpi suatu reaksi. Menurut Dalton, reaksi kimia tiada lain berupa penataan ulang atom-
32 atom. Artinya, dalam reaksi kimia terjadi pemutusan ikatan (pada pereaksi) dan pembentukan kembali ikatan (pada hasil reaksi). Untuk memutuskan ikatan diperlukan energi. Sebaliknya, untuk membentuk ikatan dilepaskan energi. Selisih energi pemutusan dan pembentukan ikatan menyatakan perubahan entalpi reaksi tersebut, yang dirumuskan sebagai berikut. ΔHreaksi =ΣD(pemutusan ikatan) – ΣD(pembentukan ikatan) Dengan Σ menyatakan jumlah ikatan yang terlibat, D menyatakan energi ikatan rata-rata per mol ikatan. b. Kalor Pembakaran Bensin, minyak tanah, solar, dan LPG merupakan bahan bakar yang banyak digunakan, sebab dari proses pembakarannya menghasikan energi yang cukup besar. Selain bahan bakar dari minyak bumi telah dipikirkan pula bahan bakar alternatif sebab minyak bumi termasuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Bahan bakar alternatif misalnya alkohol dan gas hidrogen. Alkohol sudah banyak digunakan sebagai bahan bakar kendaraan. Kalor pembakaran adalah kalor yang dibebaskan apabila 1 mol bahan bakar terbakar dengan sempurna dalam oksigen berlebihan. Contoh: CH4(g) + 2 O2(g) → CO2(g) + 2 H2O(l)
∆H = -889 kJ
C3H8(g) + 5 O2(g) → 3 CO2(g) + 4 H2O(l)
∆H = -1364 kJ
Selain energi panas, pembakaran ada juga yang menghasilkan energi bunyi dan energi cahaya, seperti kembang api dan petasan. Haga kalor pembakaran beberapa bahan bakar disajikan dalam Tabel 2.11. Tabel 2.10. Harga Kalor Pembakaran Beberapa Bahan Bakar Bahan Bakar Metana Propana Metanol Etanol Bensin Minyak Tanah
Kalor Pembakaran kJ/mol 889 2217 725 1364 5464 8072 Setiabudi dan Sunarya (2009)
33 B. Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini,antara lain : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Nyonita (2014) dengan judul “Studi Komparasi Hasil Belajar Biologi dengan Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Based Learning (IBL) dan Problem Based Learning (PBL) pada Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014”. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pembelajaran model pembelajaran PBL lebih baik daripada IBL. Pada PBL, siswa memperoleh pengetahuannya yang didasarkan pada masalah
untuk
dijadikan
topik
pembelajaran
sehingga
timbul
rasa
keingintahuan siswa untuk memperoleh pengetahuan baru. Termokimia dapat menjadi materi yang didasarkan pada masalah, maka dimungkinkan akan memberikan dampak yang sama pada penelitian ini. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Akbar (2011) dengan judul “Pengaruh pembelajaran kimia dengan metode GI dan TAI terhadap prestasi belajar ditinjau dari kemampuan matematik siswa materi pokok termokimia kelas XI semester gasal SMA N 1 Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012”. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada materi termokimia terdapat pengaruh kemampuan matematik siswa tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar. Siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi memiliki prestasi belajar yang tinggi bila dibandingkan dengan kemampuan matematik rendah. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pembanding. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Farhan dan Retnawati (2014) dengan judul “Keefektifan PBL dan IBL ditinjau dari prestasi belajar,kemampuan representasi matematis, dan motivasi belajar”. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa PBL lebih efektif dibandingkan dengan IBL jika ditinjau dari representasi matematis dan prestasi belajar. Pada PBL, siswa dituntut menggunakan berbagai sumber pengetahuan dan informasi. Dengan melihat kondisi tersebut, maka penelitian Farhan dan Retnawati dapat dijadikan sebagai pembanding.
34 C. Kerangka Berpikir Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan diatas, dibuatlah pemikiran yang merangkaikan teori-teori tersebut sekaligus dapat menghasilkan jawaban sementara dari permasalahan yang dikemukakan. Adapun kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perbedaan model pembelajaran IBL (Inquiry Based Leaning) dan PBL (Problem Based Learning) terhadap prestasi belajar siswa. Bruner menyatakan bahwa belajar adalah dengan menemukan (discovery learning), siswa diberikan arahan oleh guru untuk menjadi pemecah masalah (problem solver) yang berbasis penemuan secara mandiri. Jadi pengetahuan yang diperoleh melalui pencarian aktif akan dapat bertahan lama dalam ingatan siswa, mudah diaplikasikan pada situasi baru, dan akan meningkatkan motivasi serta penalaran siswa dalam menyelesaikan masalah. Penerapan teori ini erat kaitannya dengan model pembelajaran IBL, dimana siswa diajak untuk menemukan pemahaman konsep tentang termokimia secara mandiri yang menekankan pada proses penemuannya. Sedangkan pada PBL, hanya menekankan pada pemecahan masalah. Salah satu materi pembelajaran kimia kelas XI adalah materi termokimia yang memiliki beberapa karakteristik, diantaranya merupakan salah satu materi kimia yang bersifat pemahaman konsep dengan baik, banyak menggunakan aplikasi matematis dan dapat diamati melalui percobaan. Selain itu, untuk mempelajari termokimia harus mempelajari terlebih dahulu mengenai konsep persamaan reaksi kimia dan stoikiometri sehingga diperlukan mengaitkan materi yang sudah dipelajari terlebih dahulu sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Dalam hal ini, teori belajar Ausubel menjabarkan 2 tingkatan dalam belajar bermakna yaitu pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Dalam tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya.
35 Pembelajaran termokimia juga memiliki daya keingintahuan untuk memotivasi siswa agar mengonstruksikan secara aktif karena dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Pelajar dengan umur berapa pun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengonstruksikan pengetahuannya sendiri. Menurut Piaget, pelajar pada umur lebih dari 11 tahun dapat berpikir secara abstrak dan logis sehingga pemikiran mereka lebih idealistik. Pada PBL dan IBL siswa dituntut secara aktif dalam mendapatkan konsep sendiri karena kedua model ini sama-sama berdasar pada orientasi masalah yang ditujukan sehingga keingintahuan siswa lebih besar. Akan tetapi, pada IBL terdapat perumusan hipotesis yang merupakan ciri dari metode ilmiah sedangkan pada PBL fokus kajian hanya identifikasi masalah sehingga siswa dituntut untuk memilah pertanyaan yang akan menjadi fokus pengamatan atau pembahasan. Dengan demikian diharapkan siswa akan lebih mudah memahami dan mengingat konsep-konsep yang akan dipelajari dan akan mendapatkan prestasi yang lebih baik untuk membangun pengetahuannya. Pembelajaran yang digunakan pada model PBL dan IBL ini bersifat konstruktivisme individu dan sosial. Jean Piaget dalam teori konstruktivisme individu menyatakan bahwa manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya yang memiliki pandangan makna berbeda dari masing-masing individu. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan struktur pengetahuan dalam otak manusia sehingga dapat dikatakan bahwa setiap manusia memiliki cara untuk membangun pengetahuannya sendiri. Sedangkan Vygotsky menekankan interaksi sosial dengan orang lain akan memacu pengkonstruksian ide-ide dan perkembangan intelektual, pada PBL dan IBL diperlukan interaksi sosial yang kuat di dalam kelompok sehingga siswa yang berpengetahuan rendah akan dibantu oleh siswa yang memiliki kemampuan tinggi dalam masa magang untuk mencapai ZPD dibantu dengan scaffolding yang lebih banyak sehingga dapat diaplikasikan. Sehingga pada uraian diatas, berdasarkan teori pembelajaran yang mendukung, karakter materi dan model maka model IBL dirasa lebih cocok dari pada model PBL pada materi termokimia.
36 2. Perbedaan kemampuan matematik tinggi dan rendah siswa terhadap prestasi belajar siswa Penguasaan materi termokimia terkait dengan penyelesaian soal-soalnya membutuhkan keterampilan siswa dalam menghitung secara matematik. Kemampuan matematik siswa adalah kecakapan, kesanggupan menghitung dengan menggunakan angka atau kecakapan menyelesaikan masalah mengenai bilangan dengan menggunakan prosedur operasional. Kemampuan matematik disini berkaitan dengan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perbandingan. Menurut Piaget pada perkembangan kognitif anak, anak memiliki pengetahuan pada umur tertentu. Pada umur tertentu itulah, anak memilki kemampuan matematik yang merupakan faktor internalnya. Sehingga tidak semua anak memiliki kemampuan matematik yang tinggi. Kemampuan matematik sudah melekat pada diri siswa sehingga dapat dicari hubungannya dengan prestasi belajar siswa. Siswa yang memiliki kemampuan ini maka akan dapat berpikir secara matematis sehingga diharapkan siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi akan mendapat prestasi belajar tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan matematik rendah akan mendapat prestasi belajar yang rendah juga. 3. Interaksi antara model pembelajaran IBL (Inquiry Based Learning) dan PBL (Problem Based
Learning) dengan kemampuan matematik siswa terhadap
prestasi belajar siswa Karakter materi mendapatkan perhatian yang sangat besar, karena dengan mengkaji bagaimana sifat materi, tingkat kesulitan dalam proses pemahamannya, dan juga karakter yang dimiliki siswa sangat menentukan model pembelajaran yang dapat diaplikasikan. Oleh karena itu diperlukan model yang mampu mengarahkan siswa pada pembelajaran yang aktif diantaranya model IBL dan PBL. Pada model IBL, menekankan pada proses menemukan (metode ilmiahnya), tidak harus menyelesaikan masalahnya. Pada IBL juga terdapat perumusan hipotesis yang merupakan ciri dari metode ilmiah. Sementara pada model PBL, menekankan pada permasalahan dan fokus kajian hanya pada identifikasi
37 masalah. Sehingga siswa dituntut untuk memilah pertanyaan yang akan menjadi fokus pengamatan atau pembahasan kemudian ditarik kesimpulan yang dibuat mengarah pada jawaban pertanyaan. Penguasaan materi termokimia terkait dengan penyelesaian soal-soalnya membutuhkan keterampilan siswa dalam menghitung secara matematik. Pada uraian diatas, jika dilihat karakteristik model IBL dan PBL maka model IBL lebih cocok pada siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi sedangkan model PBL lebih cocok pada siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah karena pada materi termokimia terdapat banyak varian soal yang menuntut siswa untuk lebih mengembangkan jawaban sehingga diperlukan konsep yang kuat agar siswa dapat mengerjakan berbagai tipe soal yaitu dengan menggunakan model IBL yang membiasakan siswa pada proses penemuannya. Sedangkan model PBL hanya terfokus pada penyelesaian suatu masalah sehingga siswa cenderung terbiasa dengan tipe soal yang diberikan oleh guru maupun buku. Dapat disimpulkan bahwa pada materi termokimia siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi menggunakan model IBL lebih baik dibandingkan dengan siswa kemampuan matematik rendah menggunakan model PBL. Dengan demikian diduga ada interaksi antara model pembelajaran IBL dan PBL dengan kemampuan matematik siswa terhadap prestasi belajar siswa.
D. Hipotesis Berdasarkan kerangka pikiran dan rumusan masalah yang diajukan, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut : 1.
Terdapat perbedaan prestasi belajar siswa menggunakan model Inquiry Based Learning (IBL) dan model Problem Based Learning (PBL).
2.
Terdapat perbedaan prestasi belajar pada siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi dan kemampuan matematik rendah.
3.
Ada interaksi antara model pembelajaran Inquiry Based Learning (IBL) dan Problem Based
Learning (PBL) dengan kemampuan matematik siswa
terhadap prestasi belajar siswa.