BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Model Pembelajaran ARIAS 1. Pengertian Model Pembelajaran ARIAS Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp (Sopah, 2001:456) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan pengalaman nyata para instruktur (Sopah, 2001:457). Namun demikian, pada model pembelajaran ini tidak ada evaluasi (assessment), padahal evaluasi merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Evaluasi yang dilaksanakan tidak hanya pada akhir kegiatan pembelajaran, tetapi perlu dilaksanakan selama proses kegiatan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar yang diperoleh siswa (Yanti, 2009:8). Evaluasi yang dilaksanakan selama proses pembelajaran menurut Saunders et al. seperti yang dikutip Beard dan Senior (Sopah, 2001:457) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat
8
9
pentingnya evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menambahkan komponen evaluasi pada model pembelajaran tersebut. Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan mengandung lima komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (relevansi); confidence (percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment (asessmen). Modifikasi juga dilakukan dengan penggantian nama confidence menjadi assurance, dan attention menjadi interest. Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance, karena kata assurance sinonim dengan kata self-confidence (Yanti, 2009:9). Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan mampu dan berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil. Demikian juga penggantian kata attention menjadi interest, karena pada kata interest (minat) sudah terkandung pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest tidak hanya sekedar menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan melainkan tetap memelihara minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna, maka urutannya pun dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction. Makna dari modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan rasa
10
bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement). Dengan mengambil huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS sebagai akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi ini disebut model pembelajaran ARIAS. 2. Komponen Model Pembelajaran ARIAS Seperti yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima komponen (assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction) yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi singkat masing-masing komponen dan beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk membangkitkan dan meningkatkannya kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Komponen pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance (percaya diri), yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil (Yanti, 2009:10). Menurut Bandura seperti dikutip oleh Gagne dan Driscoll (Sopah, 2001:458), seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia miliki. Sikap dimana seseorang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Sikap percaya, yakin atau harapan akan berhasil mendorong
11
individu bertingkah laku untuk mencapai suatu keberhasilan. Siswa yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus menerus (Yanti, 2009:11). Ketika siswa percaya bahwa sukses itu mungkin terjadi, siswa akan mencoba percaya dan jika siswa tidak yakin dapat sukses semudah apapun materi dan sepandai-pandainya siswa, tetap saja siswa akan gagal (Johnson, 2008:16) Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain. Beberapa cara (Sopah, 2001:459) yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri adalah: i) Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri. ii) Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat menjawab pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku). iii) Memberi
tugas
yang
sukar
tetapi
cukup
realistis
untuk
diselesaikan/sesuai dengan kemampuan siswa (misalnya memberi
12
tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap sesuai dengan urutan dan tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti dikutip Reigeluth dan Curtis dalam Gagne merupakan salah satu usaha menanamkan rasa percaya diri pada siswa. iv) Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam belajar dan melatih suatu keterampilan. b. Komponen kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang (Yanti, 2009:13). Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki arah tujuan, dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan dengan kehidupan akan mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman apa yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali. Beberapa cara
13
(Sopah, 2001:460) yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam pembelajaran adalah: i)
Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan memberikan harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong mereka untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.
ii) Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang. iii) Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan pengalaman nyata atau nilai-nilai yang dimiliki siswa. Bahasa yang jelas yaitu bahasa yang dimengerti oleh siswa. Pengalaman nyata atau pengalaman yang langsung dialami siswa dapat menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman selain memberi keasyikan bagi siswa, juga diperlukan secara esensial sebagai jembatan mengarah kepada titik tolak yang sama dalam melibatkan siswa secara mental, emosional, sosial dan fisik, sekaligus merupakan usaha melihat lingkup permasalahan yang sedang dibicarakan. iv) Menggunakan berbagai alternatif strategi dan media pembelajaran yang
cocok
untuk
pencapaian
tujuan.
Dengan
demikian
dimungkinkan menggunakan bermacam-macam strategi dan/atau media pembelajaran pada setiap kegiatan pembelajaran.
14
c. Komponen ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah yang berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Callahan (Sopah, 2001:460), sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian. Keller seperti dikutip Reigeluth (Sopah, 2001:460) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran, minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian
dalam
kegiatan
pembelajaran.
Herndon
(Sopah,
2001:460) menunjukkan bahwa adanya minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik sesuai dengan minat/perhatian
mereka.
Membangkitkan
dan
memelihara
minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan keingintahuan siswa yang
diperlukan
dalam
kegiatan
pembelajaran.
Minat/perhatian
merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi hasil belajar siswa. Beberapa cara (Sopah, 2001:460) yang dapat digunakan untuk membangkitkan dan menjaga minat/perhatian siswa antara lain adalah: i)
Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang lain/aneh yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran.
ii) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran, misalnya para siswa diajak diskusi untuk
15
memilih topik yang akan dibicarakan, mengajukan pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu dipecahkan. iii) Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser seperti dikutip Gagne dan Driscoll variasi dari serius ke humor, dari cepat ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar. iv) Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran, seperti demonstrasi dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs dapat dilakukan untuk menarik minat/perhatian siswa. d. Komponen keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment, yaitu yang berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan siswa. Bagi guru menurut Deale seperti dikutip Lefrancois evaluasi merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi berprestasi (Yanti, 2009:17). Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai. Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (Yanti, 2009:17). Evaluasi tidak hanya dilakukan
16
oleh guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau evaluasi diri. Evaluasi diri dilakukan oleh siswa terhadap diri mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal ini akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan kekurangan yang dimiliki diketahui oleh teman mereka sendiri. Menurut Soekamto (Yanti, 2009:17) evaluasi terhadap diri sendiri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan keberhasilannya. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Martin dan Briggs seperti dikutip Bohlin (Yanti, 2009:17) bahwa evaluasi diri secara luas sangat membantu dalam pengembangan belajar atas inisiatif sendiri. Dengan demikian, evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang ingin mereka capai. Oleh karena itu, untuk mempengaruhi hasil belajar siswa evaluasi perlu dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa cara (Sopah, 2001:462) yang dapat digunakan untuk melaksanakan evaluasi, antara lain adalah: i)
Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa.
ii) Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera menginformasikan hasil evaluasi kepada siswa. iii) Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri.
17
iv) Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman. e. Komponen kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu, maka siswa merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya (Sopah, 2001:462). Menurut Hilgard dan Bower (Sopah, 2001:462) reinforcement atau penguatan yang dapat memberikan rasa bangga dan puas pada siswa adalah penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Keller berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dari dalam diri individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik dimana individu merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik (Yanti, 2009:19). Seseorang merasa bangga dan puas atas apa yang sudah dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat verbal maupun nonverbal dari orang lain atau lingkungan. Memberikan penghargaan (reward) menurut Thorndike seperti dikutip oleh Gagne dan Briggs (Yanti, 2009:19) merupakan suatu penguatan (reinforcement) dalam kegiatan pembelajaran. Guru menghargai kedewasaan siswa dan
18
terkesan akan adanya penghargaan diri yang telah siswa tunjukkan (Johnson, 2008:27). Dengan demikian, memberikan penghargaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi hasil belajar siswa (Yanti, 2009:19). Untuk itu, rasa bangga dan puas perlu ditanamkan dan dijaga dalam diri siswa. Beberapa cara (Yanti, 2009:20) yang dapat dilakukan antara lain : i)
Memberi penguatan (reinforcement), penghargaan yang pantas baik secara verbal maupun non-verbal kepada siswa yang telah menampilkan keberhasilannya. Ucapan guru : "Bagus, kamu telah mengerjakannya dengan baik sekali!". Menganggukkan kepala sambil tersenyum sebagai tanda setuju atas jawaban siswa terhadap suatu pertanyaan, merupakan suatu bentuk penguatan bagi siswa yang telah berhasil melakukan suatu kegiatan. Ucapan yang tulus dan/atau senyuman guru yang simpatik menimbulkan rasa bangga pada siswa dan ini akan mendorongnya untuk melakukan kegiatan lebih baik lagi, dan memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya.
ii) Memberi
kesempatan
kepada
siswa
untuk
menerapkan
pengetahuan/keterampilan yang baru diperoleh dalam situasi nyata atau simulasi. iii) Memperlihatkan perhatian yang besar kepada siswa, sehingga mereka merasa dikenal dan dihargai oleh para guru.
19
iv) Memberi kesempatan kepada siswa untuk membantu teman mereka yang mengalami kesulitan/memerlukan bantuan.
3. Penggunaan Model Pembelajaran ARIAS Penggunaan model pembelajaran ARIAS perlu dilakukan sejak awal, sebelum guru melakukan kegiatan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran ini digunakan sejak guru merancang kegiatan pembelajaran dalam bentuk satuan pelajaran, misalnya satuan pelajaran sebagai pegangan (pedoman) guru kelas dan satuan pelajaran sebagai bahan/materi bagi siswa. Satuan pelajaran sebagai pegangan bagi guru disusun sedemikian rupa, sehingga satuan pelajaran tersebut sudah mengandung komponenkomponen ARIAS, artinya dalam satuan pelajaran itu sudah tergambarkan usaha/kegiatan yang akan dilakukan untuk menanamkan rasa percaya diri pada
siswa,
mengadakan
kegiatan
yang
relevan,
membangkitkan
minat/perhatian siswa, melakukan evaluasi dan menumbuhkan rasa dihargai/bangga pada siswa. Guru sudah merancang urutan semua kegiatan yang akan dilakukan, strategi atau metode pembelajaran yang akan digunakan, media pembelajaran apa yang akan dipakai, perlengkapan apa yang dibutuhkan, dan bagaimana cara penilaian akan dilaksanakan. Meskipun demikian pelaksanaan kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan situasi, kondisi dan lingkungan siswa. Demikian juga halnya dengan satuan pelajaran sebagai bahan/materi untuk siswa. Bahan/materi tersebut harus disusun berdasarkan model pembelajaran ARIAS. Bahasa, kosa kata, kalimat, gambar atau ilustrasi, pada bahan/materi dapat menumbuhkan rasa
20
percaya diri pada siswa, bahwa mereka mampu, dan apa yang dipelajari ada relevansi dengan kehidupan mereka. Bentuk, susunan dan isi bahan/materi dapat membangkitkan minat/perhatian siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengadakan evaluasi diri dan siswa merasa dihargai yang dapat menimbulkan rasa bangga pada mereka. Guru agar menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti, kata-kata yang jelas dan kalimat yang sederhana tidak berbelit-belit sehingga maksudnya dapat dengan mudah ditangkap dan dicerna siswa. Bahan/materi agar dilengkapi dengan gambar yang jelas dan menarik dalam jumlah yang cukup. Gambar dapat menimbulkan berbagai macam khayalan/fantasi dan dapat membantu siswa lebih mudah memahami bahan/materi yang sedang dipelajari. Menurut
McClelland
(Yanti,
2009:21)
siswa
dapat
membayangkan/mengkhayalkan apa saja, bahkan dapat membayangkan dirinya sebagai apa saja. Bahan/materi disusun sesuai urutan dan tahap kesukarannya perlu dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan keingintahuan dan memungkinkan siswa dapat mengadakan evaluasi sendiri.
B.
Pendekatan Kontekstual Pendekatan merupakan strategi dalam perencanaan suatu pembelajaran.
Pendekatan dapat dirancang dengan langkah-langkah, yakni: a) identifikasi kebutuhan pendidikan, 2) analisis kebutuhan untuk disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, 3) rancang metode dan materi sesuai materi pembelajaran, 4)
21
rumuskan pelaksanaan pembelajaran, 5) evaluasi untuk memperbaiki hal-hal yang dipandang perlu (Manru, 2005:8). Dirjen Dikdasmen (Manru, 2005:9) menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Menurut Blanchard (Mahyudin, 2007:13) ciri-ciri kontekstual adalah: (1) Menekankan pemecahan masalah, (2) Menyadari bahwa pengajaran dan pembelajaran berlangsung dalam berbagai konteks seperti rumah, masyarakat, ataupun di lingkungan kerja, (3) mengajari siswa memonitor dan mengarahkan pembelajarannya sendiri sehingga para siswa tersebut berkembang menjadi pembelajaran mandiri, (4) mengaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda, (5) mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman termasuk belajar bersama, (6) menerapkan penilaian autentik. Menurut Depdiknas (Yasa, 2008) untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakatbelajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapun tujuh komponen (Yasa, 2008) tersebut sebagai berikut:
22
a. Konstruktivisme (constructivism) Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.
b. Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual, karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan
(hiphotesis),
pengumpulan
data
(data
gathering),
penyimpulan
(conclusion).
c. Bertanya (Questioning) Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respons kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan
23
perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
d.
Masyarakat Belajar (Learning Community) Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari
hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari „sharing‟ antar teman, antar kelompok, dan antar yang mengetahui ke yang belum mengetahui. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran yang saling belajar.
e. Pemodelan (Modelling) Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
f. Refleksi (Reflection) Refleksi merupakan cara berpikir atau respons tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan pada masa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
24
g. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment) Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
C.
Kemampuan Koneksi Matematis Koneksi matematis berasal dari bahasa Inggris yakni mathematical
connection. Istilah ini dipopulerkan oleh NCTM 1989 (Fattah, 2010:20) dan dijadikan sebagai salah satu standar dalam proses pembelajaran matematika. Connection secara gramatikal berarti hubungan, sambungan, pertalian, sangkut paut. Maka mathematical connection dapat diartikan sebagai hubungan matematis. Sedangkan yang dimaksud dengan kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa dalam mengaitkan konsep-konsep matematis, baik antar konsep matematis itu sendiri maupun mengaitkan konsep matematis dengan bidang lainnya. Menurut Ruseffendi (Nurasyiah, 2010:23), salah satu pentingnya siswa diberikan latihan yang berkenaan dengan soal-soal koneksi adalah bahwa dalam matematika semua konsep berkaitan satu sama lain, seperti dalil dengan dalil, teori dengan teori dan antar cabang matematika. Begitu juga menurut Reys
25
(Suherman, 2004:120) menyatakan bahwa matematika merupakan telaahan pola dan hubungan, kemudian Nasir (Nurasyiah, 2010:23) menyatakan bahwa menurut Bruner tidak ada konsep atau operasi yang tidak terkoneksikan dengan konsep atau operasi lain dalam suatu sistem. Menurut NCTM (Fattah, 2010:20) tujuan koneksi matematis di sekolah adalah “…to help student broaden their prespective, to view mathematics as an integrated whole rather than as an isolated set of topics, and to a knowledge it relevance and usefulness both in and out of school”. Dari pernyataan ini, ada tiga tujuan diadakannya koneksi matematis dalam pembelajaran matematika di sekolah, yaitu untuk memperluas wawasan pengetahuan siswa, memandang matematika sebagai suatu keseluruhan yang terpadu bukan sebagai materi yang berdiri sendiri serta mengenal relevansi dan manfaat matematika baik di sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang diungkapkan dalam GBPP matematika, yaitu mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematis dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari disiplin ilmu yang lainnya. Tiga tujuan (Fattah, 2010:21) yang tercantum di atas dapat diuraikan menjadi: 1. Memperluas wawasan pengetahuan siswa Melalui koneksi matematis, siswa akan didorong untuk mengembangkan pengetahuannya sehingga tidak terfokus dalam satu topik saja. Pada saat satu topik dikaitkan dengan topik lain, maka akan muncul berbagai cabang di
26
dalamnya. Selain itu, topik dalam matematika juga dapat dikaitkan dengan disiplin ilmu yang lain dan dapat dikaitkan pula dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu, hal ini akan memperluas wawasan pengetahuan siswa. 2. Memandang matematika sebagai suatu keseluruhan yang terpadu bukan sebagai materi yang berdiri sendiri. Matematika yang dikenal saat ini, bukanlah sebuah ilmu yang berdiri sendiri. Matematika merupakan suatu cabang ilmu yang di dalamnya terdapat berbagai konsep yang diajarkan. Bahkan jika melihat dari sejarah, matematika ini muncul justru berawal dari permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan tersebut membentuk konsep yang berbedabeda, prosedur penyelesaiannya pun berbeda. Karena pengetahuan semakin ke sini itu semakin berkembang, maka dari permasalahan itulah muncul sebuah disiplin ilmu yang dinamakan dengan matematika. 3. Mengenal relevansi dan manfaat matematika baik di sekolah maupun di luar sekolah. Matematika yang identik dengan angka dan simbol-simbol, namun dibalik semua itu matematika mempunyai manfaat yang sangat banyak. Kaitannya dengan disiplin ilmu yang lain, matematika manjadi ilmu yang menjembataninya atau dapat dikatakan sebagai pembantu. Namun jangan sampai menjadikan konotasi negatif, walaupun sebagai pembantu ilmu yang lain. Hal ini tidak membuat posisi matematika itu rendah, akan tetapi justru disinilah peran matematika dalam ilmu pengetahuan itu sebagai “mother of science” atau induk dari ilmu pengetahuan. Selain itu matematika juga merupakan disiplin ilmu yang
27
aplikatif, artinya ada beberapa konsep yang diajarkan dalam matematika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Fattah (2010:23) berdasarkan tujuan koneksi matematis dan penjelasan sebelumnya, maka koneksi matematis itu dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Koneksi matematis internal Ruseffendi menyatakan bahwa tidak ada konsep yang tidak terkoneksi dengan konsep lain dalam satu sistem. Sehingga dalam matematika antara konsep yang satu dengan konsep yang lain terdapat hubungan yang erat. 2.Koneksi matematis eksternal Johanes mengemukakan bahwa matematika berperan sebagai ilmu pengetahuan pembantu yang ampuh bagi ilmu pengetahuan yang lain, terutama ilmu pengetahuan eksak. Namun bisa juga untuk ilmu yang lainnya, seperti dalam bidang musik, olah raga, kedokteran, teknik, pengetahuan sosial, politik, sejarah, industri, dan pertanian. Ini harus dipahami betul bahwa konteks pembantu di sini bukan berarti bahwa posisi matematika itu rendah, namun justru matematika itu sebagai pondasi atau pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Menurut Sumarmo (Nasir, 2008:25), koneksi matematis meliputi indikator sebagai berikut: a)
Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur, memahami hubungan antar topik matematis.
28
b)
Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan seharihari.
c)
Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama.
d)
Mencari koneksi satu prosedur ke prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen.
e)
Menggunakan koneksi antar topik matematis atau koneksi antar topik matematis dengan topik lain. Dalam menentukan keberhasilan seorang siswa, siswa telah mempunyai
koneksi matematis yang baik dan dapat dilakukan dengan cara membuat pemecahan masalah. Melalui pembelajaran ARIAS, siswa sangat dituntut untuk bisa menghubungkan satu konsep dengan konsep lain. Siswa akan membuat peta pikirannya yang berkaitan dengan konsep yang disampaikannya. Sedangkan melalui pemecahan masalah, siswa dikatakan mempunyai kemampuan koneksi matematis yang bagus jika dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan, yaitu berupa soal-soal yang berkaitan dengan koneksi matematis.
D.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan rumusan masalah yang telah diuraikan,
maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: “Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran ARIAS melalui pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional.