1
BAB I PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PENGARUH MEDIA TERHADAP TINGKAT KEJAHATAN DI KOTAMADYA JOGJAKARTA DAN UPAYA REGULASI HUKU M PIDANA UNTUK MENGENDALIKANNYA
A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman selalu diikuti oleh berbagai macam efek sampingnya, baik itu yang positif maupun yang negatif. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari adanya kemajuan zaman dan peradab an itu sendiri, mengingat hal itu merupakan satu kesatuan. Kemajuan zaman dan peradaban beriringan dengan kemajuan teknologi, yang pada prinsipnya diharapkan dapat menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi umat manusia. Tetapi ternyata tidak semua manusia dapat menyikapi kemajuan teknologi tersebut dengan bijak demi kebahagiaan dan kesejahteraan manusia lainnya. Pada kenyataannya teknologi tanpa kebijakan hanya akan membawa kehancuran bagi umat manusia itu sendiri Begitu pula halnya yang terjadi dengan media massa di Indonesia ini, baik cetak maupun elektronik. Media massa adalah salah satu bentuk dari sarana dan tatacara dalam berkomunikasi yan g dibutuhkan setiap individu dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mendasar manusia untuk berkomunikasi sebagai ciri manusia sebagai makhluk sosial.
2
Media massa atau dapat juga disebut sebagai komunikasi massa adalah merujuk pada keseluruhan ins titusinya yang merupakan pembawa pesan, koran, majalah, stasiun pemancar, yang mampu menyampaikan pesa n kejutaan orang nyaris serentak 1. Maka semua bentuk cara dan alat pembawa pesan yang dapat menyampaikan kabar kepada semua penikmat berita yang berjumlah banyak dalam waktu hampir serentak dapat dikatakan sebagai media massa. Selain hal tersebut diatas, komunikasi massa atau media massa mempunyai beberapa karakteristik yaitu ; pertama komunikasi massa adalah sifatnya satu arah. Memang ada televisi maupun radio yang mengadakan dialog interaktif yang melibatkan khalayak secara langsung. Namun itu hanya untuk keperluan terbatas. Kedua, selalu ada proses seleksi. Misal, setiap media memilih khalayaknya 2. Ketiga, karena media mampu menjangkau khalayak secara luas, jumlah media yang diperlukan sebena rnya tidak terlalu banyak sehingga kompetisinya selalu berlangsung ketat. Keempat, untuk meraih khalayak sebanyak mungkin, harus berusaha membidik sasaran tertentu. Kelima, komunikasi dilakukan oleh institusi sosial yang harus peka terhadap kondisi lingkungannya 3.
1
. William R Rivers, Jay W Jensen, Theodore Peterson, Media Massa dan Masyarakat Modern, Kencana, edisi kedua, 2003, hlm 18. 2 . Ibid, hlm 19. 3 . Ibid, hlm 20.
3
Media massa secara teoritis memiliki fungsi sebagai saluran informasi, saluran pendidikan dan saluran hiburan, namum kenyataannya media massa memberi efek lain diluar fungsinya itu. Efek media m assa tidak saja mempengaruhi sikap seseorang namun pula dapat mempengaruhi perilaku, bahkan pada tataran yang lebih jauh efek media massa dapat mempengaruhi sistem-sistem sosial maupun sistem budaya masyarakat. Bila sebelum era reformasi berlangsung media massa seakan-akan terbelenggu kebebasannya oleh rezim penguasa saat itu maka 10 tahun terakhir adalah saat yang sangat tepat untuk melepaskan belenggu itu. Media massa ditanah air sering kali mempublikasikan berita -berita yang terkait dengan kasus-kasus kriminalitas yang terkini lengkap dengan kronologis peristiwa dan alat serta cara yang digunakan si pelaku untuk melakukan perbuatannya.
Seringkali
berita
tersebut
terlalu
berlebihan
dalam
pemuatannya sehingga menimbulkan efek yang tidak perlu bagi or ang yang mengkonsumsi berita tersebut. Berdalih dengan berlindung dibalik kebebasan berkomunikasi yang dijamin oleh UUD 1945 pasal 28 F yang berbunyi “ setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkun gan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan seg ala jenis saluran yang tersedia “4. Tanpa
4
. Lihat UUD 1945 pasal 28F yang berbunyi : “ setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
4
mengingkari fungsi dan maanfaat media massa dalam kehidupan masyarakat, disadari adanya sejumlah efek sosial negatif yang ditimbulkan oleh media massa. Karena itu media massa dianggap ikut bertanggung jawab atas terjadinya pergeseran nilai -nilai dan perilaku di tengah masyarakat seperti menurunnya tingkat selera budaya, meningkatnya k ejahatan, rusaknya moral dan menurunnya kreativitas yang bermutu.
Masyarakat sendiri adalah memang sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah alamiah, saling berinteraksi . Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui ap a warga-warganya dapat saling berinteraksi. 5 Tetapi tidak semua kesatuan manusia yang bergaul atau berinteraksi itu merupakan masyarakat, karena suatu masyarakat harus mempunyai suatu ikatan lain yang khusus. 6 Yaitu pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam batas kesatuan itu. Lagipula, pola itu harus bersifat mantap dan kontinyu; dengan perkataan lain, pola khas itu sudah harus menjadi adat istiadat yang khas. 7
Efek negatif yang ditimbulkan oleh media massa terutama dalam hal delinkuensi dan kejahatan bersumber dari besarnya kemungkinan atau potensi pada tiap anggota masyarakat untuk meniru apa -apa yang disaksikan ataupun mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. “ 5 . Koentjaraningrat, PENGANTAR ILMU ANTROPOLOGI ,Rineka Cipta,Jakarta, hal 144. 6 . Ibid. 7 . Ibid,hal 145.
5
diperoleh dari media massa. Pengenaan (exposure) terhadap isi media massa memungkinkan khalayak untuk mengetahui sesuatu isi media massa, kemudian dipengaruhi oleh isi media tersebut. Bersamaan dengan itu memang terbentang pula harapan agar khalayak meniru hal -hal yang baik dari apa yang ditampilkan media massa. Tetapi kita tidak dapat menutup mata terhada p pengaruh buruk yang juga dibawa oleh suatu media.
Hampir setiap hari umumnya masyarakat dihadapkan pada berita dan pembicaraan yang menyangkut perilaku kejahatan seperti pembunuhan, perampokan, perkosaan dan bentuk -bentuk yang lain. Akibat logis d ari keadaan tersebut bahwa segala sesuatu yang digambarkan serta disajikan kepada masyarakat luas dapat membantu dan mengembangkan kemampuan menentukan sikap pada individu -individu di tengah masyarakat dalam menentukan pilihan mengenai apa yang patut ditem puhnya untuk kehidupan sosial mereka.
Pemberitaan masalah kejahatan melalui media massa mempunyai aspek positif dan negatif. Pengaruh media massa yang bersifat halus dan tersebar (long term impact) terhadap perilaku seolah -olah kurang dirasakan pengaruhnya, padahal justru menyangkut masyarakat secara keseluruhan. Hasil dari berbagai penelitian menyatakan bahwa efek langsung komunikasi
6
massa pada sikap dan perilaku khalayaknya, kecil sekali, atau belum terjangkau oleh teknik-teknik pengukuran yang digunakan sekarang. 8
Selain dampak buruk dari media massa sep erti yang telah disebutkan diatas, diakui maupun tidak media massa juga mempunyai efek positif juga bagi perkembangan masyarakat. Melalui informasi yang diberikan oleh media massa dengan berbagai macam jenisnya masyarakat dapat mengetahui perkembangan terkini yang terjadi tidak hanya dilingkunga n sekitarnya tetapi bahkan dunia. Media massa tidak mengenal keterbatasan yang didasarkan pada wilayah suatu daerah atau batas-batas geografi, negara maupun antariksa sekalipun. Sehingga bagi masyarakat yang selalu mengikuti perkembangan terkini yang terjadi pada dunia dan alam semesta, kehadiran media massa sangatlah memberikan dampak yang positif.
Media massa memberikan banyak hal yang dapat dis erap oleh setiap anggota masyarakat antara lain ikut membentuk perilaku anggota masyarakat tersebut. Proses ini sebenarnya sudah dimulai pada permulaan kehidupan seseorang adalah keluarga, sekolah tempat kerja lingkungan sosial dan media massa. Keluarga adalah sumber pertama, karena dari keluargalah, sejak masa kanak-kanak hingga remaja seseorang mendapatkan nilai -nilai dan normanorma dalam hidupnya. Keadaan-keadaan tersebut dianggap penting dan
8
“MEDIA MASSA DAN PROSES SOSIALISASI”, sosiologi online SMAN 3 Cimahi ,terdapat dalam http: // www.google.com. Diakses pada Senin 2 Februari 2009.
7
bersifat menentukan bagi perkembangan fisik, mental dan bagi penyesuaian sosial (social adjustment ) si anak dan si remaja 9. Walaupun sering kali nilai nilai dan norma yang telah didapatkan dalam keluarga tergeser oleh nilai, norma dan kebudayaan yang dibawa oleh media massa sebagai agen sosialisasi. Misal, pada seorang anak kecil yang berasal dari keluarga biasa, harmonis dan berkecukupan secara materi, tetapi seringkali mendapatkan berita tentang kekerasan seksual terhadap wanita dari koran -koran kriminal dan tayangan dari televisi yang dapat dengan mudah didapatka n, bisa saja si anak tersebut memiliki keinginan untuk meniru perbuatan tersebut. Sedangkan dari internal keluarganya sendiri si anak tidak mendapatkan hal itu, sekaligus tidak mendapatkan bimbingan dan pengarahan yang memadai dari orang tua serta keluarganya. Lama-lama keinginan tersebut dipendam dan menjadi suatu obsesi tersembunyi, jika pada suatu saat memiliki kesempatan maka si anak bukan tidak mungkin akan meniru apa yang sering kali dilihat dan dibacanya itu. Atau si anak akan menderita deviasi seksu al10 adalah penyimpangan seksual dalam bentuk masturbasi, homoseksualitas sasiriasis, impotensi, pelacuran, incest, pedophilia, bestiality, perkosaan, sadism dan necophilia.
9
. Stephen Hurwitz, Kriminologi, Bina Aksara, 1986, hlm 103. . Mudzakir, Peranan Psikologi Dalam Penerapan Hukum Pidana , dalam skripsi untuk menyelesaikan kuliah S1 jurusan Hukum di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1983, hlm 26. 10
8
Banyak kasus yang terjadi ditengah -tengah masyarakat kita yang ditenggarai dipengaruhi oleh keberadaan media massa sebagai alat komunikasi sekaligus pembawa pesan yang efektif. Seperti kasus yang terjadi dalam kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap Nyonya Diah yang dilakukan Agus Nasser sebagai suaminya ditahun 1989 11. Dalam sidang pada 2 Desember 1989, Agus mengakui memutilasi karena terinspirasi peristiwa penemuan mayat terpotong 13 di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, yang tak terungkap. Menurut pengakuannya dalam sidang di PN Jakarta Pusat (Kompas, 4 Desember 1989) “ Ketika mula i panik mau dikemanakan mayat itu, tiba-tiba saya teringat berita di koran tentang mayat terpotong 13 yang ditemukan di Jalan Jenderal Sudirman. Lalu terlintas pikiran, kalau mayat itu saya potong-potong, tentu polisi sulit melacak. “ . Lain lagi dengan yang terjadi di Bandung, seorang bocah bernama Reza Ikhsan Fadillah, berumur 9 tahun, meninggal dunia setelah di “smack” tiga orang temannya
12
disekolahnya setelah ketiga temannya sering menonton acara “smack down” dalam acara yang ditayangkan salah satu stasi un televisi swasta, yang kemudian dipraktekannya disekolah terhadap si korban.
Media massa sebagai agen sosialisasi dapat membawa suatu kebudayaan yang relatif baru masuk kedalam suatu tatanan didalam masyarakat yang telah 11
. “Media Bisa Menginspirasi Kejahatan Mutilasi Terban yak di Tahun 2008”, Pengaruh Media Massa, terdapat dalam http //www.google.com, diakses pada Minggu 29 Maret 2009. 12 . “ Acara Smack Down Memakan Korban”, terdapat dalam http //www.pikiran -rakyat.com, diakses pada Minggu 29 Maret 2009.
9
ada. Banyak akibat yang dapat timbul dari masuknya suatu kebudayaan baru kedalam masyarakat yang sebelumnya telah memiliki kebudayaan dan adat tersendiri. Tanpa diimbangi kedewasaan dan intelegensi maka suatu masyarakat dapat dengan mudah terpengaruh oleh kebudayaan yang dibawa oleh media massa yang bersangkutan. Yang sesungguhnya tidak cocok atau belum saatnya diterapkan dalam suatu tatanan sos ial masyarakat tertentu sehingga berakibat pada timbulnya kemungkinan -kemungkinan yang akan terjadi bila terjadi pertemuan antara kebudayaan , 13 yaitu :
Kebudayaan bertemu pada perbatasan pendampingan , dalam proses pertemuan atau proses komunikasi antara dua kebudayaan yang berbeda, terdapat suatu kesadaran tentang norma tingkah laku masing masing yang berbeda itu. Artinya, norma tingkah laku y ang berbeda itu tidak dianggap sebagai musuh atau lawan, melainkan dapat hidup berdampingan, dan masing-masing mempunyai hak untuk menentukan cara hidupnya sendiri-sendiri.
Peleburan antara
kedua kebudayaan, peleburan antara kedua
kebudayaan ini dapat memb entuk kebudayaan baru, yang nilai -nilai dan norma-normanya yang berlaku relative lebih seragam.
Pertentangan kebudayaan, jika suatu kebudayaan pindah ke tempat kebudayaan lain hidup, dengan membawa cara -cara, norma-norma,
13
. Abdulsyani DRS,Sosiologi Kriminalitas, Remadja Karya CV,1987, hlm 83.
10
dan
nilai-nilai
menimbulkan
yang
berlawanan,
k ejadian
pertentangan -pertentangan
demikian
antara
dapat
kebudayaan
pendatang dan kebudayaan yang didatangi.
Kemungkinan yang terakhir ini dapat menyebabkan terjadinya konflik kebudayaan yang merupakan ciri dasar penyimpangan dan kejahata n. Konflik kebudayaan (cultural conflict) adalah suatu keadaan kurangnya kestabilan dan keharmonisan dalam kehidupan individu di masyarakat, yang disebabkan oleh masuknya norma-norma tingkah laku dari luar kalangan sendiri, sehingga menimbulkan berbagai pertentangan 14. Penyimpangan yang terjadi ini juga sulit untuk diselesaikan karena pada dasarnya prinsip keduanya telah bertentangan sejak awal dan saling berebut pengaruh antara satu dan lainnya. Sampai ada salah satu kebudayaan yang kalah dan kehilangan pen garuhnya, sehingga kebudayaan yang lain berperan lebih dominan.
Berbagai macam cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur dan membatasi media massa dengan segala implikasinya. Melalui lembaga legislatifnya pemerintah mengeluarkan beberapa
undang-undang yang
mengatur media massa. Seperti UU no : 40/1999 tentang pers, UU no : 32/2002 tentang penyiaran, UU no : 36/1999 tentang telekomunikasi, dan UU no : 33/2009 tentang perfilman.
14
. Ibid, hlm 81.
11
Meskipun demikian tetap saja ada beberapa kasus penyalahgu naan media massa yang dilakukan oleh oknum -oknum dengan mengandalkan kelemahan media massa sebagai alatnya. Seperti yang diungkapkan oleh Drs. Abdulsyani bahwa bacaan-bacaan yang buruk, porno, k riminal merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbuln ya kriminalitas 15. Karena bacaan-bacaan yang demikian lebih menarik untuk dibaca dan lebih besar pengaruhnya daripada bacaan -bacaan yang berisikan pengetahuan umum dan berita sosial kemasyarakatan lainnya. Menurut Stephen Hurwitz 16, memang pengaruh bacaan demikian dapat berbahaya, sekalipun sekaligus Hurwitz mengatakan bisa sebaliknya. Dikatakan demikian karena bacaan yang buruk itu bisa sampai pada batas tertentu dapat diimbangi, artinya keburukan d apat membelokkan kecenderungan k riminal dengan jalan memberi kan kepuasan kepada fantasi, sehingga dapat ditemukan pemecahan bagi si pembaca itu sendiri. Terutama terhadap bacaan yang menyajikan pornografi. Sedangkan menurut Louis Ie Maire 17, bacaan pornografi, terutama dalam bentuk -bentuk cerita bergambar yang mudah didapat umum, merupakan sumber yang berbahaya,
khususnya
bagi
orang -orang
yang
punya
predisposition
(pembawaan) melakukan kejahatan seks. Yang dapat juga disebabkan oleh trauma pelecehan seks massa kecil si pelaku.
15
. Ibid, hlm 50. . Ibid. 17 . Ibid, hlm 51. 16
12
Hal diatas hanyalah satu contoh dari puncak gunung es fenomena kejahatan yang dipengaruhi oleh media massa sebagai fak tor pemicunya. Fenomena-fenomena ini sering kali terjadi ditengah masyarakat Indonesia dewasa ini dan terus-menerus terjadi. Dari uraian diatas d apat kita lihat bahwa kemajuan zaman dan perkembangan media massa dewasa ini memiliki hubungan dengan tingkat kejahatan yang terjadi menurut pandangan masyarakat umum. Apakah kemerdekaan pers dan kebebasan berkomunikasi yang dijamin keberadaannya oleh konstitusi negara ini melalui UUD 1945 mempunyai dampak terhadap tingkat kejahatan menurut masyarakat. Hal ini mendorong penulis untuk diangkat dalam penelitian dengan judul “ PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PENGARUH MEDIA D ENGAN TINGKAT KEJAHATAN DI KOTAMADYA JOGJAKARTA DAN UPAYA
REGULAS I
HUKUM
PIDANA
UNTUK
MENGENDALIKANNYA”. Karena persepsi masyarakat adalah merupakan representasi apa yang dipikirkan dan dipahami oleh masyarakat terhadap pengaruh pemberitaan di media massa dengan tingkat kejahatan khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sehingga di massa yang akan datang diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pihak -pihak terkait dalam memperbaiki asas manfaat media massa. Pandangan masyarakat menjadi bagian penting dalam perubahan kebijakan -kebijakan dalam pengaturan media massa.
13
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangat diperlukan dalam mempermudah penulis dalam membahas masalah yang diteliti. Dengan melihat latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pandangan masyarakat mengenai pengaruh media terhadap tingkat kejahatan ? 2. Jenis-jenis tayangan dalam media elektronik apa sajakah yang menurut persepsi masyarakat berpengaruh terhadap tingkat kejahatan ? 3. Bagaimana regulasi hukum pidana yang i deal menurut persepsi masyarakat untuk menekan kriminalitas yang t erjadi akibat publikasi media ?
C. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas agar penelitian mempunyai arah yang pasti serta hasil yang diperoleh dari penelitian sesuai yang diharapkan. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagi berikut :
1. Untuk mengetahui sejauh mana pandangan masyarakat mengenai pengaruh media terhadap tingkat kejahatan.
14
2. Untuk mengetahui berbagai bentuk tayangan media yang berpengaruh terhadap tingkat kejahatan menurut persepsi masyarakat. 3. Untuk mengetahui bagaimana regulasi hukum pidana yang ideal untuk menekan kriminalitas yang terjadi akibat publikasi media. D. Tinjauan Pustaka Hak setiap warga negara dalam berkomunikasi diakui da n dijamin oleh negara melalui konstitusinya sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan sepenuhnya. Dengan catatan hak tersebut dilakukan tanpa merugikan atau mencederai pihak lain. Bilamana hak tersebut dalam penerapannya ternyata menimbulkan kerugian terhada p pihak lain maka dapat menimbulkan suatu kekacauan didalam kehidupan be rmasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam melaksanakan haknya, setiap orang juga berkewajiban untuk memperhatikan hak yang sama yang dimiliki oleh orang lain. Termasuk dalam hal berkomuniksasi. Berbicara masalah komunikasi sendiri, kita tidak dapat hanya menekankan pada media cetak dalam bentuk koran, majalah ataupun tabloid saja melainkan juga berbagai macam media elektronik seperti televisi, radio maupun internet. Tidak dapat disang kal mungkin dimasa yang akan datang akan muncul sebuah bentuk media baru. Setiap manusia pada hakekatnya sangat membutuhkan komunikasi, hal ini dikarenakan manusia memiliki sifat untuk saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Jika tidak menggunakan komunikasi antar sesamanya, maka manusia itu akan terisolasi dari dunia luar yang semakin canggih dan
15
modern. Kebutuhan untuk komunikasi ini didasarkan pada dua hal yaitu kebutuhan untuk melangsungkan hidup dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Di Indonesia sendiri telah ada beberapa peraturan perundang -undangan yang mengatur media massa sesuai dengan bentuk -bentuknya. Seperti yang tertuang dalam undang-undang tentang UU no : 40 tahun 1999 tentang pers pasal 5 angka 1 yang berbunyi “ pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma -norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. “18. Pasal tersebut dapat berarti bahwa setiap pihak yang mempunyai hak sebagai lemb aga pers nasional dalam menerbitkan beritanya tidak diperbolehkan melanggar norma norma tiap agama yang hidup dan berkembang didalam negara ataupun nilainilai kesusilaan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia ini. Selain itu lembaga pers nasional juga h arus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah ( presumption of innocent ). Di Indonesia ini kebebasan pers sangatlah dihargai dan dihormati, sebagai tuntutan aspirasi dari masyarakat sendiri dengan adanya amandemen terhadap UUD 1945 sebagai dasar dan pe doman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Republik Indonesia ini. Undang-undang no : 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi pasal 21 yang berbunyi “ penyelenggara telekomunikasi dilarang 18
. Undang-undang no : 40 tahun 1999 tentang pers pasal 5 angka 1.
melakukan kegiatan
16
usaha
penyelenggaraan
telekomunikasi
yang
bertentangan
denga n
kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, serta ketertiban umum. ”19 Yang dapat diartikan secara bebas adalah setiap penyelenggara telekomunikasi tidak diperkenankan untuk melanggar kepentingan umum, kesusilaan, ke amanan serta ketertiban umum. Atau dengan kata lain kebebasan yang dewasa dan bertanggung jawab. Agar segala bentuk media telekomunikasi tidak disalah gunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk mencederai dan merugikan pihak lain. Hal yang sedikit banyak sam a maknanya diatur juga dalam undang undang no : 32 tahun 2002 tentang penyiaran pasal 3 yang berbunyi “ penyiaraan diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh intregrasi nasional, terbinanya watak dan jatidiri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia . “20 Berarti juga bahwa segala jenis penyiaraan di Indonesia wajib mengandung hal positif yang dapat turut serta membangun mental masyarakat Indonesia menuju keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tanpa memecah belah kerukunan yang ada didalam masyarakat sehingga berperan dalam mencerdaskan seluruh masyarakat Indonesia dan menunjang pembangunan penyiaran itu sendiri .
19 20
. Undang-undang no : 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi pasal 21. . Undang-undang no : 32 tahun 2002 tentang penyiaraan pasal 4.
17
Sedangkan pasal 36 masih dalam undang-undang yang sama angka (5 ) berbunyi “isi siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan atau bohong. Mempertontonkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang dan mempertentangkan suku agama ras dan antar golongan.” Dan angka (6) berbunyi “ isi siaraan dilarang memperolok, merendahkan, melecehkan dan atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia atau merusak hubungan internasional.” 21 Undang-undang no : 33 tahun 2009 tentang film pasal 3 menyebutkan bahwa perfilman di Indonesia h arus diarahkan kepada ; terbinanya akhlak mulia, terwujudnya kecerdasan kehidupan bangsa, terpeliharanya kesatuan dan
kesatuan
bangsa,
meningkatkan
harkat
dan
martabat
bangsa,
berkembangnya dan lestarinya nilai budaya bangsa, dikenalnya budaya bangsa oleh dunia internasional, meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan berkembangnya film berbasisi budaya yang hidup dan berkelanjutan. 22 Meskipun telah diatur dalam beberapa peraturan perundang -undangan seperti diatas, tetap saja banyak penyalahgunaan media massa dan efeknya di tengah-tengah masyarakat kita beserta akibat negatif yang ditimbulkannya. Karena undang-undang hanyalah buatan ma nusia semata yang tentu saja jauh dari kata sempurna. Hukum dan segala peraturan perundang -undangannya
21 22
. Ibid, pasal 36 angka (5) dan (6). . Undang-undang no : 33 tahun 2009 pasal 3.
18
sebagai produk manusia selalu tertinggal dari peristiwanya, karena itu selalu ada perubahan dan perbaikan disana -sini sesuai dengan kemajuan zaman. Itulah proses yang harus dilewati untuk menuju masyarakat yang teratur, aman, adil dan sejahtera, sesuai dengan tujuan dari para pendiri bangsa ini ketika memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari belenggu penjajah. Media massa sebagai alat komunikasi massa da pat juga digunakan sebagai agen sosialisasi mempunyai kemungkinan dan pros es bagaimana terjadinya percontohan
terhadap apa yang disaksikan maupun diperoleh para
penikmatnya dapat dipelajari melalui beberapa teori : 1. Teori peniruan atau imitasi , adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indera sebagai penerima rangsang dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari rangsang dengan kemampuan aksi untuk melakukan gerakan motorik. Proses ini melibatkan kemampuan kognisi tahap tinggi karena tidak hanya melibatkan bahasa namun juga pemahaman terhadap pemikiran orang lain 23. Misalnya imitasi seorang anak laki-laki untuk menjadi seorang atlet gulat gaya bebas setelah si anak menonton acara world wrestling federation (WWF) Smack Down di salah satu stasiun televisi swasta. Setelah si anak
23
. Teori imitasi, terdapat dalam http // www.wikipedia.com,wikipedia bahasa Indonesia , ensiklopedi bebas, diakses pada 21 Februari 2009.
19
menonton acara tersebut tanpa panduan orang dewasa yang dapat memberikan pengertian secara rasional, maka si anak akan menerapkannya terhadap orang-orang disekitarnya terutama teman sepermainannya. Karena yang diimitasi salah dan tanpa panduan dari orang yang lebih dewasa secara rasional maka si anak akan menelan mentah-mentah apa yang telah ditontonnya tersebut. 2. Teori identifikasi diri, yaitu berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun secara batiniah 24. Misalnya, identifikasi seorang anak laki -laki untuk menjadi sama dengan ayahnya. Proses identifikasi ini mula mula terjadi secara tidak sadar kemudian berlangsung secara irrasionil atau tidak diperhitungak an secara rasional. Perbedaan antara imitasi dan identifikasi diri terletak pada tingkat hubungan antara peniru dengan panutannya. Bila pada imitasi tingkat hubungan
antara
peniru
dan
panut annya
adalah
sebatas
memperhatikan saja. Sedangkan pada identifikasi diri hu bungan antara peniru dan panutannya cukup dekat bahkan saling mengenal antara satu dengan yang lain. 3. Teori social learning atau pembelajaran sosial, yaitu menekankan bahwa kondisi lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori 24
. Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, edisi revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hal 63.
20
ini yaitu sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku individu -individu lain yang menjadi model. Teori belajar sosial ini menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang berkembang melalui proses pengamatan, dimana orang belajar melalui observasi atau pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama pemimpin atau orang yang dianggap memiliki nilai lebih dari orang lainnya. Istilah yang terkenal dalam teori belajar so sial adalah modeling atau peniruan 25. Persepsi sendiri dapat didefinisikan sebagai proses yang digunakan untuk menginterprestasikan data sensoris. Data sensoris sampai pada penikmat media massa melalui lima indera dalam tubuh manusia normal , yaitu indera pendengaran, indera penciuman, indera penglihatan, indera perasa, dan indera peraba. Ada dua jenis pengaruh dalam persepsi yaitu 26 pengaruh struktural dan pengaruh fungsional. Pengaruh st ruktural pada persepsi berasal dari aspek-aspek fisik rangsangan yang terpapar pada penikmat media massa. Pemberitaan media massa, baik ataupun buruk, akan tersampaikan kepada masyarakat penikmat media massa sebagai sebuah pesan yang diterima oleh otak. Pesan inilah yang kemudian menjadi persepsi. P engaruh fungsional
25
. Verdi’s Journal, Social Learning Theory, terdapat dalam http // www.google.com, diakses pada 21 Februari 2009. 26 . Heriyanto, Menakar Persepsi Masyarakat Tentang Korupsi di Kepolisian, terdapat dalam http // www.google.com, diakses pada 21 Februari 2009.
21
merupakan faktor-faktor psikologis yang mempengaruh i persepsi, dan karena itu
membawa
pula
subyektivitas
kedalam
proses
penilaian.
Bagaimana persepsi terbentuk tidaklah dalam waktu yan g singkat. Melainkan dalam waktu yang relatif lama, tergantung pada tingkat kedewasaan dan intelegensi
masyarakat sebagai obyek penikmat
media
massa. Terbangun dalam proses persinggungan antara media massa dan masyarakat sebagai penikmat media massa dala m kehidupan sehari-hari. Bila suatu individu dalam masyarakat lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menikmati kabar yang tertuang dalam media massa , maka waktu untuk membentuk persepsi tersebut semakin singkat. Sejalan dengan hal tersebut adalah jika individu sebagai obyek dari media massa tersebut tidak di karuniai dengan tingkat kedewasaan dalam berpikir kritis dan intelegensi yang memadai pula maka persepsi yang terbentuk akan memakan waktu yang relatif singkat. Bukan hanya frekuensi atau waktu yang di habiskan penikmat media massa yang mempunyai efek lebih besar, tetapi ternyata isi dari media massa yang bersangkutan lebih berperan 27 dalam membentuk persepsi masyarakat. Media massa memiliki beberapa efek yang secara garis besar dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu; pertama efek media yang terencana 28 yaitu efek media massa yang dapat direncanakan bisa terjadi dalam waktu
27 28
. Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, edisi revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hlm 274. . Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, cetakan pertama, Kencana, Jakarta, 2006, hlm 317.
22
yang pendek atau waktu yang cepat, tetapi juga bisa terjadi dalam waktu yang lama. Efek media massa yang dapat direncanakan da n terjadi dalam waktu yang cepat yaitu seperti propoganda, respon individu, kampanye media, news learning, pembingkaian berita dan agenda seting. Sedangkan efek media yang terjadi dalam waktu yang lama seperti terjadi dalam penyebaran gagasan gagasan difusi inovasi terhadap hal-hal baru di masyarakat. Sebuah difusi inovasi yang baik di masyarakat akan dengan mudah mendapat penerimaan masyarakat, karena itu dalam waktu yang lama, media dapat menyebarkan difusi inovasi kepada seluruh lapisan masyarakat . Yang kedua adalah efek media yang tidak terencana 29, yang dapat berlangsung dalam dua tipologi. Yaitu terjadi dalam waktu yang cepat dan terjadi dalam waktu yang lama. Yang terjadi dalam waktu yang cepat merupakan tindakan reaksional terhadap pemberitaan
yang tiba-tiba
mengagetkan masyarakat. Pemberitaan macam ini tanpa disadari media akan menimbulkan reaksi individu yang merasa dirugikan, akan reaksi kelompok yang merasa dicemarkan, bahkan bisa memicu tindakan -tindakan kekerasan. Sedangkan yang terjadi dalam waktu yang lama
seperti halnya dalam
pemberitaan media massa tentang kekerasan dan kriminal seperti Derap Hukum, Tikam, Patroli dan sebagainya. Sekilas dalam waktu pendek tak bermasalah, orang yang menonton acara itu tidak langsung melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum yang dilihatnya di televisi atau media 29
. Ibid, hlm 318.
23
massa lain. Namun dalam waktu yang lama, tanpa disadarinya, acara -acara macam itu akan menciptakan “jalan keluar’ yang tak dikehendaki oleh dirinya sendiri, apabila ia mengalami masalah yang s ama dengan apa yang dilihatnya di televisi. Jadi efek media ini telah menciptakan “peta analog” mengenai jalan keluar dari masalah yang akan dihadapi di waktu yang akan datang. Jadi dalam waktu yang lama sama efek -efek media massa ini sulit dikendalikan oleh media itu sendiri, atau bahkan tak terkendali sama sekali. Namun efek itu telah merusak kontrol sosial, sistem -sistem sosial, sistem budaya, pandangan hidup dan konsep realitas orang, sampai dengan
gagasan -gagasan
menciptakan budaya-budaya baru yang merusak peradaban umat manusia. Media massa sebagai agen of change dapat membawa perubahan sosial kedalam suatu tatanan kehidupan dimasyarakat tertentu. Perubahan sosial adalah 30 proses sosial yang dialami oleh semua anggota masarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem -sistem sosial, dimana semua tingkat kehidupan masyarakat secara sukarela atau dipengaruhi oleh unsur -unsur eksternal meninggalkan pola -pola kehidupan, budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial terjadi ketika ada ketersedi aan anggota masyarakat untuk meninggalkan unsur -unsur budaya dan sistem sosial lama dan beralih menggunakan unsur-unsur budaya dan sistem sosial yang baru. Unsur -unsur budaya dan sistem sosial yang baru ini dapat dibawa oleh media massa sebagai agen of change, terlepas dari baik ataupun buruk pengaruh yang 30
. Ibid, hlm 91.
24
dibawanya, dari suatu masyarakat dengan berbagai macam peradabannya kepada suatu masyarakat lain yang sebelumnya tidak mengenalnya. Karena media massa tidak mengenal segala keterbatasan jarak, tempat dan geografi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Waktu yang diperlukan oleh media untuk menyampaikan isinya relatif singkat sekaligus dapat menjangkau khalayak ramai dalam waktu nyaris serentak, sebagai suatu kelebihan media massa dibandingkan alat kom unikasi lainnya. Media massa selain sebagai agent of change ternyata juga berwajah ganda karena disisi lainnya media massa memiliki peran sebagai agen perusak yang miskin nilai edukasi dan kemanusiaan serta pemicu masalah -masalah sosial di masyarakat saat ini dengan cara menjadi corong provokasi hal -hal materelialistis, hedonisme, seks, konsumerisme, kekerasan, sekulerisme dan lain sebagainya. Beberapa contoh isi media massa yang dapat menimbulkan akibat dari perannya sebagai agen perusak adal ah; yang berkaitan dengan mistisme dan tahayul baik berupa pemberitaan di media cetak maupun tayangan berita dan sinetron di media elektronik. Kebutuhan masyarakat terhadap hiburan semacam ini adalah sebuah petualangan batin masyarakat untuk menjawab rasa ingin t ahu mereka terhadap dunia lain, dunia mistik yang tak terjawab itu 31. Dengan kata lain keinginan mengetahui dunia lain sebagai sifat petualangan manusia, atau sebuah tantangan lain, menjadi pendorong utama masyarakat menyukai tayangan mistik. Akibat dari ta yangan 31
. Ibid, hlm 327.
25
ini bagi masyarakat adalah dapat mempengaruhi perilaku masyarakat dengan perilaku-perilaku buruk yang ada dalam tayangan tersebut. Berupa pemujaan berlebihan kepada patung
atau benda yang dianggap memiliki kekuatan
magis. Lebih jauh lagi bila terny ata diikuti dengan sikap ingin memiliki benda tersebut, apalagi dengan cara melakukan perusakan atau penghancuran seperti yang diatur dalam pasal 406 KUHP 32 atau bahkan pencurian atas barang milik orang lain seperti yang diatur dalam pasal 362 KUHP 33. Selanjutnya adalah media massa yang berisi pornomedia 34 yaitu meliputi pornografi, pornoteks, pornosuara dan pornoaksi. Atau realitas porno yang diciptakan oleh media yang dimuat dimedia cetak maupun elektronik sebagai kecenderungan
media
massa
dalam
pemb eritaannya
yang
biasanya
menggunakan figur wanita sebagai objeknya sehingga dapat menimbulkan dampak negatif terutama terhadap wanita. Karena media massa yang berisik an hal-hal tersebut diatas memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap penikmat media yang bersangkutan untuk meniru apa yang dilihat, didengar, dibaca maupun dirasakan dari media. Lalu diterapkan kepada kehidupannya tan pa diimbangi realita penyaluran hasrat yang benar, sehingga dapat berakibat 32
. Mulyatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, pasal 406 angka (1) “ barangsiapa dengan sengaja dan melawan hokum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, di ancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda pa ling banyak tiga ratus rupiah. “ 33 . Ibid, pasal 362 “ barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimilik i secara melawan hokum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.” 34 . Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, cetakan pertama, Kencana, Jakarta, 2006, hlm 332.
26
berupa perbuatan pidana pelecehan seksual, pencabu lan maupun perkosaan seperti yang diatur dalam pasal 285 -297 KUHP 35. Berikutnya adalah pembunuhan karakter 36 yang dilakukan oleh media massa, berupa mengadili seseorang melalui pemberitaan media massa. Modus pemberitaan macam ini adalah media memberit akan seseorang telah melakukan kejahatan tanpa melakukan konfirmasi dan bersifat tendensius untuk memojokkan orang itu. Mengadili seseorang melalui media massa adalah bentuk kekerasan terhadap orang lain, karena yang berhak menyatakan orang itu bersalah adalah pengadilan. Seringkali pemberitaan semacam ini lepas dari kendali media massa karena media merasa telah melakukan prinsipprinsip jurnalisme, namun kadang pula karena kualitas wartawan dan reportasi yang tidak memadai dan memenuhi persyaratan jurnalis me, maka berkibat buruk bagi semua pihak. Implikasinya adalah kasus pencemaran nama baik yang diatur dalam pasal 310 KUHP 37. Untuk mengetahui efek -efek yang dibawa oleh media massa perlu dilihat dari teori efek komunikasi massa 38, beberapa teori efek komunikasi massa adalah;
35
. Mulyatno, op. cit, pasal 285-297. . Burhan Bungin, op. cit, hlm 347. 37 . Mulyatno, op. cit, pasal 310 ayat (1) “ Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu di ketahui umum, diancam, karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.” 38 . Burhan Bungin, op. cit, hlm 275. 36
27
1. Teori stimulus-respon, pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu. Dengan demikian, seseorang dapat menjelaskan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audience. Prinsip stimulusrespon ini merupakan dasar dari teori jarum hipodermik, teori klasik mengenai proses terjadinya efek media massa yang sangat berpengaruh. Teori ini memandang bahwa sebuah pemberitaan media massa diibaratkan sebagai ob at yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah audience, yang kemudian audience akan bereaksi seperti yang diharapkan. Dalam masyarakat massa, dimana prinsip stimulus -respon mengasumsikan bahwa pesan informasi dipersiapkan oleh media dan didistribusikan secara sistematis dan dalam skala yang luas. 2. Teori agenda setting, adalah jika media massa memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting . Jadi apa yang dianggap penting oleh media penting juga bagi masyarakat. Oleh karena, apabila media massa memberi perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan isu yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. 3. Teori dependensi efek komunikasi massa, yang pada dasarnya merupakan suatu pendekatan strukt ur sosial yang berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu masyarakat modern (atau masyarakat massa), dimana media massa dapat dianggap sebagai sistem informasi
28
yang memiliki peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan dan konflik pada tataran masya rakat, kelompok atau individu dalam aktifitas sosial. Pemikiran terpenting dalam teori ini adalah bahwa dalam masyarakat modern, audience menjadi tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan tentang dan orientasi kepada, apa yang t erjadi dalam masyarakatnya. 4. Teori spiral of silence, atau teori kebisuan berkaitan dengan pertanyaan mengenai bagaimana terbentuknya pendapat umum. Yang menjelaskan bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut terletak dalam suatu proses saling mempengaruhi anta ra komunikasi massa, komunikasi antar pribadi, dan persepsi individu atas pendapatnya sendiri dalam hubungannya dengan pendapat orang lain dalam masyarakat. Dalam kondisi tertentu, media massa tampak membentuk persepsi
mengenai
pendapat
yang
dominan
dan
ka renanya
mempengaruhi pendapat individu melalui cara -cara yang dijelaskan oleh teori ini. 5. Uses and gratification atau penggunaan media untuk mendapatkan pemenuhan
atas
kebutuhan
seseorang
bertujuan
untuk
menggambarkan proses penerimaan dalam komunikasi mass a dan menjelaskan penggunaan media oleh individu atau agregasi individu. Beberapa teori diatas memiliki peran masing -masing terhadap pengaruh media massa terhadap tingkat kejahatan yang dilakukan oleh para penikmat
29
media massa yang bersangkutan. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa selain teori-teori tersebut diatas masih banyak variabel yang dapat mempengaruhi efek media massa terhadap perilaku menyimpang masyarakat seba gai penikmat media massa. Banyaknya faktor yang dapat menyebabkan adanya suatu tindak pidana kejahatan dilarang dalam undang -undang yang berlaku memberikan wewenang kepada negara untuk mengaturnya. Konsep bahwa tindak pidana adalah melanggar kepentingan negara sebagai representasi kepentingan publik, umumnya menjadi dasar kewen angan negara untuk menentukan, membuat peraturan, menuntut dan menghukum seseorang yang melanggar peraturan 39. Adanya alasan mengapa suatu perbuatan tertentu dilarang dalam hukum pidana adalah bila masalah kriminalisasi dan dekriminalisasi atas suatu perbuatan haruslah sesuai dengan politik kriminil yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu sejauh mana perbuatan tersebut bertentangan atau tidak bertentangan dengan nilai -nilai fundamental yang berlaku dalam masyarakat dan oleh masyarakat dianggap patut atau ti dak patut dihukum dalam rangka menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat 40. Menurut Barda Nawawi 41, proses kriminalisasi harus memperhatikan berbagai aspek pertimbangan sebagai berikut :
39
. Teguh Prasetyo, Abdul Hadi Barkatullah, Politik Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, 2005, hlm
40
. Ibid, hlm 41. . Ibid, hlm 50.
26. 41
30
1. Penggunaan
hukum
pidana
harus
memperhatikan
tujuan
pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila. 2. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (materiil dan atau spiritual) atas warga masyarakat. 3. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya dan hasil (cost and benefit principles ) juga social cost atau biaya sosial. 4. Penggunaan hukum pidana harus pula memperh atikan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan -badan penegak hukum, yaitu jangan sampai ada kelampauan beban tugas ( overbelasting). Dari pertimbangan tersebut diatas maka alasan kriminalisasi pada umumnya meliputi 42 : 1. Adanya korban. 2. Kriminalisasi bukan semata-mata ditujukan untuk pembalasan. 3. Harus berdasarkan asas ratio principles. 4. Adanya kesepakatan sosial (publikl support). Proses depenalisasi atau dekriminilisasi dan kriminalisasi mempunyai peranan penting untuk mengisi pembaruan hukum pidan a, tetapi perlu juga 42
. Ibid, hlm 51.
31
diperhatikan jangan sampai
terjadi
overcriminalization
karena akan
menambah beban bagi petugas peradilan pidana yang pada gilirannya dapat mengurangi kepercayaan atau kehandalan sistem pidana itu sendiri 43 Selain itu menurut Soerjono Soekanto 44 masalah pokok dari penegakan hukum
sebenarnya
terletak
pada
faktor -faktor
yang
mungkin
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut : 1. Faktor hukumnya sendiri. 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak -pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusi a di dalam pergaulan hidup. Sedangkan menurut Satjipto Rahardjo 45 penegakkan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan -keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan -keinginan hukum disini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam 43
. Ibid, hlm 47. . Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, 2007, hlm 8. 45 . Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakkan Hukum, Sinar Baru, Bandung, hlm 24. 44
32
peraturan-peraturan hukum. Perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana penegakkan hukum itu dijalankan. Selain masalah penegakkan hukum se perti yang diutarakan diatas, perlu dilihat dari ilmu kriminologi mengapa seorang pelaku kriminal melakukan tindakan kriminalnya, agar kedepan dapat dibuat suatu peraturan perundangan yang dapat menekan aspek -aspek penyebab kejahatan dari segi pelaku. Menurut Cesare Lombroso 46 adalah bahwa penjahat mewakili suatu tipe keanehan atau keganjilan fisik, yang berbeda dengan non -kriminal. Lombroso mengklaim bahwa para penjahat mewakili suatu bentuk kemerosotan yang termanifestasikan dalam karakter fisik yang meref leksikan suatu bentuk awal dari
evolusi.
Sedangkan
menurut
Sigmund
Freud 47
penemu
dari
Ipsychoanalysis, berpendapat bahwa kriminalitas mungkin hasil dari “ an overactive consience” yang menghasilkan perasaan bersalah yang berlebih. Freud menyebutkan bahwa m ereka yang mengalami perasaan bersalah yang tak tertahankan akan melakukan kejahatan dengan tujuan agar ditangkap dan dihukum. Begitu mereka dihukum perasaan bersalah mereka akan mereda. Lain lagi pendapat dari Emile Durkheim 48 yang berkata bahwa jika masyarakat stabil, bagian-bagiannya beroperasi secara lancar, susunan susunan sosial berfungsi. Namun, jika bagian -bagian komponennya tertata 46
. Topo Santoso, Eva Achjani Zulva, Kriminologi, Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm 37. . Ibid, hlm 51. 48 . Ibid, hlm 58. 47
33
dalam suatu keadaan yang membahayakan keteraturan atau ketertiban sosial, susunan masyarakat tersebut disebut dysfunctional (tidak berfungsi). Baginya penjelasan tentang perbuatan manusia (dan terutama perbuatan salah manusia) tidak terletak pada diri si individu, tetapi terletak pada kelompok dan organisasi sosial. Durkheim memperkenalkan istilah ini dengan anomie atau hancurnya keteraturan sosial sebagai akibat dari hilangnya patokan -patokan dan nilai-nilai. Bila beberapa teori diatas mengkaji mengapa seseorang melanggar norma-norma, hal sebaliknya justru diungkapkan dalam teori kontrol sosial 49 dimana teori ini lebih tertarik kepada mengapa sebagian orang taat pada norma. Para penganut teori ini menerima bahwa pencurian bisa dilakukan oleh siapa saja, bahwa kenakalan juga bisa dilakukan siapa saja, bahwa penyalahgunaan obat-obatan bisa dilakukan siapa saja. Pertanya annya justru, mengapa orang menaati norma ditengah banyaknya cobaan , bujukan dan tekanan melakukan pelanggaran norma. Jawabannya adalah bahwa anak -anak muda dan orang dewasa mengikuti hukum sebagai respon atas kekuatan kekuatan pengontrol tertentu dalam ke hidupan mereka. Mereka menjadi kriminal ketika kekuatan-kekuatan yang mengontrol tersebut lemah atau hilang.
49
. Ibid, hlm 87.
34
Menurut Stephen Hurwitz 50 ada beberapa faktor yang mempengaruhi kriminalitas : 1. Faktor sosiologis umum, bahwa ada hubungan timbal -balik antara faktor-faktor umum sosial polotik -ekonomi dan bangunan kebudayaan dengan jumlah kejahatan dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan kecil maupun besar. 2. Faktor ekonomi dan sistem ekonomi, bahwa ada hubungan langsung antara keadaan-keadaan ekonomi dan krim inalitas, terutama mengenai kejahatan terhadap hak milik dan pencurian. 3. Faktor mental dan agama, kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti-krimogenis bila dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap secara menyeluruh. Norma -norma etis yang secara teratur diajarkan dalam bimbingan agama dan khusus bersambung
pada
keyakinan
keagamaan
yang
sungguh,
membangunkan secara khusus dorongan -dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan-kecenderungan kriminil. 4. Faktor bacaan, koran dan film, memilik pengaruh crimogenis yang lebih langsung terhadap gambaran suatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu teknis tertentu kemudian dapat dipraktekan oleh si pembaca. 50
. Stephen Hurwitz, Kriminologi, Bina Aksara, Jakarta, Cetakan Kedua, 1986, hlm 86.
35
Beberapa teori-teori diatas dapat memberikan gambaran mengapa penegakkan hukum harus juga dilihat dari segi kriminologi, karena tidak dapat dipungkiri bahwa faktor dari diri pelaku memiliki peran yang besar dalam menentukan arah perbuatannya. Sehingga diharapkan dapat lebih berperan dalam menekan angka krimin alitas. E. Definisi Operasional 1. Persepsi Persepsi dalam karya penulis ini adalah pandangan masyarakat terhadap pengaruh media massa terhadap tingkat
kejahatan yang terjadi di
sekelilingnya. Yang dapat diakibatkan oleh pengaruh dari tayangan -tayangan media baik cetak maupun elekronik. Media massa menyiarkan beritanya yang kemudian dibaca, didengar, dilihat dan kemudian dirasakan oleh masyarakat sebagai penikmat media kemudian masyarakat tersebut menafsirkan apa yang didapatnya tadi sesuai dengan pengalam an dan imajinasinya masing-masing untuk menciptakan sebuah gambaran yang bermakna tentang dunia dan apa yang tengah terjadi untuk kemudian menentukan sikap dalam mengarahkan perilakunya. 2. Masyarakat Masyarakat sendiri dalam karya penulis ini adalah masyarakat yang berdomisili baik permanen maupun sementara di beberapa kelurahan di satu (1) kecamatan terpilih di Kotamadya Jogjakarta Propinsi Daerah Istimewa
36
Yogyakarta yang sangat bervariasi dan heterogen. Baik dari sisi asal usul etnis dan daerah serta tingkat pendidikan. Masyarakat yang dijadi kan obyek penelitian berjumlah 50 (lima puluh) orang. Yang diharapkan dapat mewakili dan memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang dirasakan mayoritas masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta , khususnya Kotamadya Jogjakarta mengenai pengaruh media terha dap kriminalitas yang disebabkan oleh media massa. 3. Media Massa Media massa dalam karya penulis adalah media massa dalam bentuk media elektronik. Berupa media televisi dan media internet. Karen a dua media ini dianggap sebagai media massa modern, yang merangsang lebih banyak indera manusia. 4. Tingkat Kejahatan Terdiri atas dua kata yaitu tingkat dan kejahatan. Tingkat adalah susunan yang berlapis-lapis atau tinggi rendah martabat, pangkat , derajat, taraf, kelas dan golongan. 51 Sedangkan kejahatan adalah perbuatan yang jahat, sifat yang jahat, perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan menurut hukum yang tertulis. 52 Dalam karya penulis ini tingkat kejahatan adalah tingkatan yang berlapis -lapis atau memiliki hierarki yang jelas atas sebuah tindak kriminal yang dinilai telah melanggar peraturan 51
. Kamus Besar Bahasa Indonesia, terdapat dalam http //www.google.co.id, diakses pada Minggu 22 Maret 2009. 52 . Ibid.
37
tertulis yang berlaku atau hukum posi tif. Media massa dianggap memiliki kontribusi atas terjadinya kejahatan yan g berlangsung ditengah -tengah masyarakat saat ini, tinggal diteliti lebih jauh sebesar apa pengaruh media terhadap tingkat kejahatan tersebut. F. Metode Penelitian Didalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan Metode Penelitian sebagai berikut : a. Obyek a.1.Pandangan masyarakat mengenai pengaruh media massa terhadap tingkat kejahatan. a.2.Jenis-jenis tayangan media elektronik apa yang ternyata paling berpengaruh terhadap tingkat kejahatan menurut persepsi masyarakat. a.3.Regulasi hukum pidana yan g ideal untuk menekan kriminalitas yang terjadi akibat publikasi media.
Agar dapat digunakan untuk
pencegahan kejahatan di massa yang akan datang. b. Subyek Penelitian Subyek penelitian penulis dalam skripsi ini adalah masyarakat yang berdomisili baik permanen maupun sementara di beberapa kelurahan di satu (1) kecamatan Mergangsan sebagai kecamatan yang dipilih oleh penulis di Kotamadya Jogjakarta Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan
Mergangsan dipilih karena letaknya yang strategis, bera da ditengah kota, memiliki beberapa sekolah dari sekolah dasar samapi perguruan tinggi.
38
Banyaknya sekolah dan perguruan tinggi menyebabkan perkembangan masyarakat dan media massanya dapat digolongkan sebagai yang maju. Hal ini dapat tergambar dengan, sebag ai contoh banyaknya warung internet sebagai penunjang akan kebutuhan akan media massa. b.1. Populasi Populasi adalah ruang lingkup atau besaran karakteristik dari seluruh obyek yang diteliti. Populasi dalam penelitian adalah masyarakat yang berdomisili baik permanen maupun sementara di beberapa kelurahan di satu (1) kecamatan
Mergangsan untuk
dijadikan sampel di Kotamadya Jogjakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. b.2. Sampel Sample yang digunakan diambil dengan cara acak. Sampel adalah besaran karakteristik tertentu dari sebagian populasi yang memiliki karakteristik sama dengan populasi. Samp el penelitian ini adalah lima puluh (50) masyarakat yang berdomisili baik permanen maupun sementara dengan tingkat pendidikan bervariasi mulai dari (SD) atau sederajat sebanyak 8 % atau sebanyak 4 responden, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau sederajat sebesar 6 % atau 3 responden, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau yang setaraf sebesar 38 % atau 19 responden, Diploma III sebesar 8 % atau
39
sebanyak 4 responden dan tingkat sarjana baik Strata I, maupun Strata II sebesar 40 % atau sebanyak 20 responden. b.Sumber Data Sumber data penelitian terdiri dari : i. Data primer, yakni data yang diperoleh peneliti secara langsung dari subjek penelitian berupa hasil angket (kuisioner). ii. Data sekunder, yakni data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui studi kepustakaan dan dokumen. c. Teknik Pengumpulan Data Data primer dalam penelitian kali ini diperoleh penulis melalui metode pengumpulan data menggunakan kuisioner. Kuisioner adalah memberikan pertanyaan mengenai masalah yang di teliti dengan daftar pertanyaan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah yang di teliti. Alternatif jawaban tersebut merupakan suatu pertanyaan atau penilaian. Kuisioner diserahkan langsung kepada responden dan diberikan langsung setelah diisi lengkap kepada peneliti. Sedangkan data sekunder diperoleh peneliti melalui :
Studi kepustakaan, yakni dengan menelusuri dan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
40
d. Pendekatan yang Digunakan Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan :
Pendekatan sosiologis, yaitu pendekatan dari sudut pandang persepsi masyarakat.
e. Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh kemudian disajikan secara deskriptif kemudian dianalisis secara kuantitatif , dengan langkah -langkah sebagai berikut :
Editing yaitu meneliti data yang diperoleh dilapangan untuk mengetahui
atau
menjamin
apakah
sudah
dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan dan membetulkan apakah ada data yang keliru dan menambah bila ada data yang kurang.
Coding adalah mengkatagorisasikan data dengan memberikan kode atau symbol untuk dapat ditabula sikan.
Tabulasi adalah kegiatan untuk memindahkan data dari daftar pertanyaan kedalam bentuk table.
Analisis data adalah kegiatan menguraikan, membahas, menafsirkan temuan-temuan penelitian dilapangan dengan perspektif atau sudut pandang tertentu baik yang disajikan dalam bentuk table -tabel. Kegiatan
analisis
ini
merupakan
proses
untuk
merumuskan
kesimpulan atau generalisasi dari pertanyaan penelitian yang diajukan.
41
Analisis data menggunakan software SPSS untuk membantu pengolahan, perhitungan dan analisis data secara statistik.