PENGARUH INFLASI TERHADAP PEREKONOMIAN DI KOTAMADYA DAN KABUPATEN BANDUNG BERDASARKAN PERSEPSI PRODUSEN DAN KONSUMEN Wien Dyahrini & Ibnu Rachman (Fakultas Bisnis dan Manajemen - Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama)
ABSTRACT In determining the economic conditions, inflation needs to get serious attention from the government, especially the monetary authority responsible for controlling inflation. Based on producer and consumer inflation perceptions influence economic decisions. Inflation in Bandung municipality and district in general are caused by rising fuel prices, increase salaries of civil servants and private employees, the high demand itself and the increase in demand due to religious holidays. The tendency of the increasing prices of goods will also be very much influenced by the availability of supply and distribution of goods. This should be a concern to be dealt with by the government of Bandung municipality and district in maintaining a smooth supply of goods. The results obtained can be concluded that inflation can be considered adaptive, have a dominant contribution in giving effect to the economy. Keywords: Inflation, Perception, Producers, Consumers. 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi berperan penting dalam menentukan kondisi perekonomian, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai kalangan khususnya otoritas moneter yang bertanggung jawab mengendalikan inflasi. Inflasi mempengaruhi keputusan-keputusan ekonomi seperti penetapan harga dan upah, konsumsi dan investasi. Melalui keputusan –keputusan tersebut, inflasi secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perekonomian. Bila masyarakat mempersepsikan inflasi yang tinggi maka akan berpengaruh terhadap perekonomian secara keseluruhan. Oleh karena itu perlu diketahui seberapa besar pengaruh inflasi tersebut terhadap tingkat perekonomian yang terjadi di kotamadya dan kabupaten Bandung. Selanjutnya inflasi tidak dapat diamati secara langsung. Salah satu cara untuk mengetahui inflasi adalah melalui survey, yakni dengan menanyakan secara langsung kepada responden mengenai pengaruh inflasi tersebut. Analisis penelitian hasil survey inflasi dari berbagai negara yang melakukan survey pengaruh inflasi mengungkapkan bahwa direct quantitative survey merupakan pengukuran inflasi yang lebih baik dari pada survey kualitatif.
Berdasarkan hal tersebut, survey terhadap berbagai kelompok masyarakat seperti pelaku bisnis, rumah tangga dan pelaku pasar finansial lebih sering dilakukan untuk melihat pengaruh inflasi terhadap perekonomian khususnya di Kotamadya dan Kabupaten Bandung. Memperhatikan latar belakang di atas, maka penelitian ini mengambil judul “ Pengaruh Inflasi terhadap Perekonomian di Kotamadya dan Kabupaten Bandung Berdasarkan Persepsi Produsen dan Konsumen”. 1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk : a. Mengetahui besarnya pengaruh inflasi yang terjadi di Kotamadya dan Kabupaten Bandung berdasarkan persepsi produsen dan konsumen. b. Mengetahui komponen-komponen pembentuk inflasi menurut kelompok masyarakat produsen dan konsumen di Kotamadya dan Kabupaten Bandung. 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi informasi kepada para pemegang kebijakan yaitu pemerintah daerah setempat, instansi terkait dan otoritas moneter. Diharapkan juga akan bermanfaat untuk dapat diketahui oleh masyarakat luas khususnya di Kotamadya dan Kabupaten Bandung. 1.4 Ruang Lingkup Studi Penelitian mengenai pengaruh inflasi terhadap perekonomian di kotamadya dan kabupaten Bandung ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder dan data primer yang ada di Kotamadya dan Kabupaten Bandung. Kerangka waktu yang digunakan dalam melihat pengaruh inflasi yang di survey meliputi jangka waktu semester I dan semester II tahun 2009. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Inflasi Inflasi merupakan kenaikan harga-harga umum secara berkelanjutan, yang merupakan salah satu variabel ekonomi makro yang penting, karena dapat mempengaruhi kesejahteraan penduduk suatu negara. Inflasi yang tinggi mengimplikasikan penurunan daya beli sehinggga kemampuan masyarakat untuk menikmati barang dan jasa semakin berkurang, dengan kata lain kemakmuran berkurang. Sehubungan dengan itu, para pembuat kebijakan di negara –negara seluruh dunia berusaha untuk sebisa mungkin mengendalikan inflasi. Menurut Dornbusch-Fisher (2001), dampak inflasi terhadap perekonomian antara lain yaitu semakin tingginya biaya memegang uang kartal sehingga permintaan uang kartal akan berkurang, perubahan nilai riel dari aktiva yang ditetapkan dalam bentuk nominal, terjadinya redistribusi kekayaan yang besar
antar sektor yang ada seperti dari sektor perusahaan ke sektor rumah tangga meningkatnya kemiskinan, dan meningkatkan nilai riel pembayaran pajak. Selain itu menurut Makiv (1999), inflasi menyebabkan beberapa biaya sosial dalam perekonomian baik inflasi yang diharapkan maupun inflasi yang tidak diharapkan yaitu: penurunan jumlah uang yang dipegang sehinggga menimbulkan shoeleather cost dari inflasi, mendorong perusahaan lebih sering mengubah harga, dimana akan menambah biaya yang harus dikeluarkan perusahaan, menimbulkan distorsi dalam pajak yang dibebankan, menimbulkan ketidaknyamanan hidup dengan seringnya terjadi perubahan harga, terjadinya redistribusi kekayaan antar individu, dan menimbulkan ketidakpastian bagi kreditor dan debitor. Terdapat banyak penjelasan mengenai sebab-sebab inflasi dan terdapat banyak pula alternatif model untuk menjelaskan proses inflasi. Pada umumnya disepakati bahwa dalam jangka panjang inflasi merupakan fenomena moneter. Namun demikian, dalam horizon yang relevan dengan kebijakan moneter, inflasi dapat pula disebabkan oleh variabel-variabel lain. Kejutan-kejutan terhadap variabelvariabel nominal domestik, seperti upah, atau harga-harga impor dapat meningkatkan biaya produksi dan dengan demikian juga meningkatkan inflasi. Selain itu, pergerakan nilai tukar dapat mempengaruhi inflasi melalui harga impor dan melalui pengaruhnya terhadap ekspektasi dan perilaku penetapan harga (price –setting behaviour) oleh para pelaku ekonomi. Selain itu inflasi mempengaruhi keputusan-keputusan ekonomi seperti penentuan harga dan upah, dapat mempengaruhi keputusan konsumsi dan investasi. Melalui keputusan tersebut inflasi dapat secara langsung berpengaruh, jika para pelaku ekonomi mempercayainya. 2.2 Definisi Persepsi Banyak ahli yang mencoba membuat definisi dari ‘persepsi’. Beberapa di antaranya adalah: (Bimo Walgito, 2006) menyatakan Persepsi merupakan proses yang terjadi di dalam diri individu yang dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh individu sehingga individu dapat mengenali dirinya sendiri dan keadaan di sekitarnya. Sedangkan menurut (Gibson, 2004), menyatakan Persepsi merupakan suatu roses pengenalan maupun proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Menurut (Lindzey & Aronson), Persepsi juga mencakup konteks kehidupan sosial, sehingga dikenallah persepsi sosial. Persepsi sosial merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang yang bertujuan untuk mengetahui, menginterpretasi, dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi, baik mengenai sifatnya, kualitasnya, ataupun keadaan lain yang ada dalam diri orang yang dipersepsi sehingga terbentuk gambaran mengenai orang lain sebagai objek persepsi tersebut (Lindzey & Aronson).
2.3 Perilaku Produsen Perusahaan atau produsen selaku pelaku ekonomi haruslah selalu mengedepankan kepentingan konsumen (dalam hal ini masyarakat). Untuk menciptakan perilaku yang sehat tersebut, maka perusahaan selaku produsen haruslah menanamkan halhal berikut : 1. Memberikan keuntungan pada semua pihak yang terkait dengan perusahaan. 2. Memberi sumbangan sosial dalam bentuk CSR (Corporate Social Responsisibility) atau ComDev (Community Development). 3. Menumbuhkan rasa saling percaya dengan para pihak yang terkait dengan perusahaan. 4. Menghormati aturan main proses produksi dan distribusi. 5. Mempunyai sikap hormat terhadap lingkungan terutama lingkungan alam di sekeliling perusahaan. 6. Menghindari praktik-praktik yang tidak etis. 2.4. Perilaku Konsumen Menurut Vincent Gasperz, ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi dan ekspektasi konsumen, yaitu : 1. Kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap suatu produk berbanding lurus 2. dengan persepsi dan ekspektasinya. 3. Pengalaman masa lalu terhadap produk yang sama atau produk lain yang berfungsi sama. 4. Pengalaman dari teman yang pernah mengkonsumsi suatu produk sebelum anda. 5. Komunikasi iklan dan pemasaran yang dibuat oleh produsen untuk merubah persepsi dan ekspektasi anda. Konsumen biasanya menginginkan produk kualitas yang dimiliki oleh suatu produk. Pengeluaran konsumen untuk proses konsumsi suatu produk dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : • Selera atau keinginan konsumen terhadap suatu produk. • Tingkat pendapatan yang diterima oleh konsumen. • Kebiasaan dan gaya hidup konsumen itu sendiri. • Lingkungan tempat tinggal dimana konsumen itu berada. • Proses distribusi suatu produk kepada konsumen. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Model Empiris Untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di kotamadya dan kabupaten Bandung, ini menggunakan model kurva Phillips yang diperkaya dengan ekspektasi ( expectation augmented Phillip curve) sebagai berikut:
1
=α+ Σ
Dimana : i
= inflasi pada periode t
Xi = vektor variabel-variabel yang mempengaruhi inflasi periode t, = error term Model diatas mengasumsi ekspektasi inflasi adaptif (backward-looking), yakni bahwa agen ekonomi mengekpektasi kan inflasi berdasarkan informasi inflasi di masa lalu. Variabel lag inflasi + Σ adaptif atau berwawasan ke belakang ( backward –looking). Terdapat beberapa pertimbangan penggunaan ekspektasi inflasi adaptif: 1. Ketidaktersediaan data survey time series mengenai ekspektasi inflasi yang bersifat berwawasan ke depan (forward –looking). 2. Beberapa penelitian menemukan bahwa ekspektasi adaptif memiliki kecocokan (fit) yang lebih baik dari pada ekspektasi forward –looking. 3.2. Penentuan sampel Dalam survey ini responden dibagi dalam dua kelompok yaitu: (1). Pelaku bisnis /pengusaha (2). Kalangan non bisnis (PNS, pegawai swasta, Polri & TNI, dan lainnya / Rumah tangga) Penentuan anggota sampel (sampling) dalam tiap-tiap kelompok dilakukan dengan menggunakan metode non-probabilitas sistematis dan convenience dengan jumlah responden sebanyak 61 orang . Dalam hal ini, responden yang dipilih adalah responden ke-n yang tersedia berdasarkan kerangka sampling yang dipersiapkan, memenuhi kriteria yang diinginkan dan bersedia melengkapi kuesioner.
3.3 Tehnik Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS untuk memudahkan dalam analisis. Adapun analisis akan digunakan dengan metode statistik deskriptif. Angka inflasi secara umum dihitung sebagai rata-rata inflasi dari tiaptiap kelompok sampel daerah survey. IV. PENGARUH INFLASI TERHADAP PEREKONOMIAN DI KOTAMADYA DAN KABUPATEN BANDUNG 4.1 Komponen Pembentuk Inflasi 4.1.1 Kelompok Rumah Tangga Produksi ( Produsen dan Pengecer)
Untuk melihat pengaruh inflasi berdasarkan persepsi produsen terhadap perekonomian wilayah Kotamadya dan Kabupaten Bandung dilakukan survei terhadap responden di kedua wilayah tersebut. Beberapa determinan yang secara implisit dan eksplisit mempengaruhi terlihat dari informasi –informasi indikator ekonomi berikut: a. Komposisi pendapatan per bulan responden Rumah Tangga Produksi atau Produsen berpenghasilan antara : Tabel 4.1 Penghasilan Setiap Bulan Produsen Penghasilan tiap bulan Frequency Percent (Rp) (%) < Rp.3 juta 10 16,1 Rp. 3 juta – 5 juta 11 16,6 Rp.5 juta – 7 juta 23 33,5 ≥Rp. 7 juta 17 32,8 Total 61 100 Sumber : Hasil Survey Diolah Dari tabel 4.1 terlihat bahwa penghasilan responden Produsen sebagian besar berada di level Rp. 5 juta sampai dengan Rp. 7 juta per bulannya (33,5%), dan lebih besar atau sama dengan Rp.7 juta (32,8%) menyatakan indikator yang diduga memotivasi produsen dalam meningkatkan harga salah satunya adalah kenaikan pendapatan. Produsen secara rasional akan meningkatkan harga untuk tujuan mempertahankan atau bahkan meningkatkan pendapatan riil. Kenaikan harga input dan kenaikan biaya –biaya produksi dan distribusi yang tidak dimbangi dengan kenaikan harga jual output berpotensi mereduksi pendapatan produsen. Tabel 4.2 Kenaikan Harga Barang Menurut Kelompok Pendapatan Produsen Penghasilan tiap Frequency Percent (%) bulan (Rp) < Rp.3 juta 15 24,59 Rp. 3 juta – 5 juta 22 36,06 Rp.5 juta – 7 juta 20 32,78 ≥Rp. 7 juta 4 6,67 Total 61 100 Sumber : Hasil Survey Diolah Dari tabel 4.2 terlihat bahwa sebagian besar produsen menyatakan ada kenaikan harga barang. Kelompok responden yang paling dominan menyatakan adanya kenaikan harga adalah produsen yang berpendapatan antara Rp.3 juta sampai Rp.5 juta (36,06%), dan dari antara Rp. 5 juta sampai Rp. 7 juta per bulannya sebesar (32,78%). Oleh karena itu terlihat bahwa kenaikan harga terjadi pada hampir semua barang dan jasa yang dikonsumsi oleh kelompok produsen yang berpendapatan antara Rp.3 juta sampai Rp. 5 juta /bulan, dan 5 juta sampai 7 juta menduduki
persentase terbesar. Untuk hal tersebut apabila dilihat dari pengaruh inflasi terhadap perekonomian dalam kenaikan harga dan biaya produksi bagi para produsen masih bisa dijangkau karena berkisar di angka dibawah 10 %. Hal ini menunjukkan secara keseluruhan pengaruh inflasi terhadap perekonomian di kotamadya dan kabupaten Bandung masih menunjukkan hal yang wajar. 4.2 Kelompok Rumah Tangga Konsumsi /Konsumen Survei pengaruh inflasi terhadap konsumen rumah tangga di kotamadya dan kabupaten Bandung ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam menunjukkan informasi lain atau pembanding tentang kemungkinan perubahan harga dan indikator-indikator ekonomi yang diduga menjadi determinan inflasi sebagai berikut: Komposisi pendapatan per bulan responden Rumah Tangga Konsumen dengan berbagai tingkat penghasilan yang diperoleh antara kurang dari Rp. 2,99 juta sampai dengan lebih dari Rp. 5 juta keatas dinyatakan oleh tabel 4.3 dibawah : Tabel 4.3 Penghasilan Setiap Bulan Konsumen Penghasilan tiap bulan Frequency Percent (Rp) (%) < Rp.2,99 juta 11 18,03 Rp. 3 juta – 3,99 juta 26 42,62 Rp.4 juta – 4,99 juta 10 16,39 ≥Rp. 5 juta 14 22,96 Total 61 100,0 Sumber : Hasil Survey Diolah Dari tabel 4.3 terlihat bahwa sebagian besar responden menyatakan ada kenaikan harga barang. Kelompok responden yang paling dominan menyatakan adanya kenaikan harga adalah konsumen yang berpendapatan antara 3juta sampai 3,99 juta dan dari ≥Rp. 5 juta juta per bulannya menominasi sebesar 65,58%. Oleh karena itu terlihat bahwa kenaikan harga terjadi pada hampir semua barang dan jasa yang dikonsumsi oleh kelompok konsumen yang berpendapatan antara Rp.3 juta sampai Rp. 2,99 juta /bulan (42,62%) dan diatas 5 juta (22,96%) menduduki persentase terbesar. Untuk hal tersebut apabila dilihat dari pengaruh inflasi terhadap perekonomian dalam kenaikan harga dan biaya produksi bagi para produsen masih bisa dijangkau karena berkisar di angka dibawah 10 %. Dengan demikian secara keseluruhan pengaruh inflasi terhadap perekonomian di kotamadya dan kabupaten Bandung masih menunjukkan hal yang wajar. Sedangkan untuk komposisi kenaikan harga barang –barang menurut kelompok pendapatan mulai dari kurang dari Rp. 2,99 sampai dengan Rp. 5 juta keatas dinyatakan oleh tabel 4.4 dibawah ini :
Tabel 4.4 Kenaikan Harga Barang Menurut Kelompok Pendapatan Penghasilan tiap bulan Frequency Percent (Rp) (%) < Rp.2,99 juta 5 8,19 Rp. 3 juta – 3,99 juta 12 19,67 Rp.4 juta – 4,99 juta 20 32,78 ≥Rp. 5 juta 24 39,36 Total 61 100 Sumber : Hasil Survey Diolah Berdasarkan tabel 4.4, persepsi historis rumah tangga konsumen terhadap kenaikan harga merupakan salah satu indikator yang di survei. Dari tabel tersebut terlihat bahwa 39,36 % responden dari kelompok penghasilan diatas Rp.5 juta menyatakan ada pengaruh kenaikan harga. Selanjutnya 32,78% responden dari kelompok penghasilan Rp. 4 juta sampai Rp. 4,99 juta juga menyatakan ada pengaruh kenaikan harga terhadap perekonomian. Kenyataan ini memberikan indikasi bahwa berdasarkan persepsi konsumen terdapat pengaruh dari inflasi terhadap perekonomian, walaupun pengaruh tersebut masih dirasakan wajar. Dengan mengamati informasi pola kenaikan dan tingkat kewajaran kenaikan harga barang dan jasa tersebut masih berkisar antara 5% keatas, dan masih dibawah angka 10%, sehingga dengan demikian dampak pengaruh inflasi terhadap perekonomian di kotamadya dan kabupaten Bandung berdasarkan persepsi konsumen masih bisa dikatakan wajar. 1.5 Faktor Penyebab Naiknya Harga Setelah dilakukan pengidentifikasian faktor-faktor yang menyebabkan naiknya harga –harga barang yang terjadi selama periode Semester I dan Semester II tahun 2009 berdasarkan pada persepsi produsen dan konsumen adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Faktor-Faktor Penyebab Kenaikan Harga di Kotamadya dan Kabupaten Bandung menurut Persepsi Produsen (dalam %) Penyebab Kenaikan Harga 1 2 3 4 Kenaikan harga BBM 62,5 2,5 Kenaikan gaji PNS 22,5 27,0 15,0 Meningkatnya kebutuhan 22,0 12,5 10,0 13,0 Kenaikan pendapatan rumah 5,0 3,5 tangga Hari Raya Besar Agama 32,0 18,0 Kelangkaan produksi barang dan 8,0 10,0 5,8 5,5 jasa Tahun ajaran baru anak sekolah 5,5 7,2 8,5 Menurunnya nilai tukar Rp/US $ 7,5 10 16,0 12,0 Biaya Distribusi 12,5 10,0
Biaya pemasaran Kenaikan biaya operasi Penimbunan Tingkat Bunga Total Sumber: Hasil Survey Diolah
100
100
100
5,9 7,1 13,0 10,0 100
Berdasarkan pada tabel 4.5 diatas dapat dilihat kenaikan harga BBM (62,5 %) dan (58,82%) menurut persepsi responden yaitu produsen dan konsumen menyatakan bahwa menjadi faktor yang signifikan dalam membentuk kenaikan harga, dan kemampuan daya beli PNS yaitu sebesar (22,5%) juga memberikan kontribusi yang signifikan dalam kenaikan harga. Selanjutnya tingginya demand pada hari-hari besar agama yaitu ( idul fitri, natal dan tahun baru) yaitu sebesar (32 %) juga berpotensi dalam menaikkan harga barang-barang, dan disamping itu juga lebih disebabkan kenaikan permintaan itu sendiri yaitu sebesar (22%) tidak dapat dipungkiri dalam mendorong naiknya harga-harga barang pada umumnya. Dari beberapa faktor –faktor yang telah disebutkan di atas kiranya harus dipertimbangkan oleh pemerintah Kotamadya dan kabupaten Bandung dalam menjalankan kebijakan-kebijakan di bidang perekonomian, agar supaya pengendalian tingkat inflasi dapat terjaga dengan baik dan wajar. Selain hal yang telah disebutkan diatas kiranya faktor yang tidak kalah pentingnya yaitu pengawasan terhadap kelangkaan barang-barang yang disebabkan tindakan penimbunan barang ( 13 %) juga harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah kota Bandung, dan juga perlunya menjaga kestabilan kenaikan biaya operasi dan biaya distribusi barang-barang (7,10 %) . Dengan demikian berdasarkan indikator –indikator yang menjadi penyebab kenaikan harga barangbarang tersebut hendaknya memperoleh perhatian serius dalam pelaksanaanya bagi para pelaksana dan pengambil keputusan. Tabel 4.6 Faktor-Faktor Penyebab Kenaikan Harga di Kotamadya dan Kabupaten Bandung menurut Persepsi Konsumen (dalam %) Penyebab Kenaikan Harga 1 2 3 4 Kenaikan harga BBM 58,82 29,41 17,66 10,0 Kenaikan gaji PNS 8,82 2,9 15,0 Meningkatnya kebutuhan 8,82 11,76 11,7 13,0 Kenaikan pendapatan rumah 2,94 3,5 tangga Hari Raya Besar Agama 14,71 29,0 5,9 Kelangkaan produksi barang dan 2,94 2,94 5,8 5,5 jasa Tahun ajaran baru anak sekolah 11,76 2,94 2,9 8,5 Menurunnya nilai tukar Rp/US $ 8,82 11,7 12,0 Biaya Distribusi 5,8 10,0
Biaya pemasaran Kenaikan biaya operasi Penimbunan Tingkat Bunga Total Sumber: Hasil Survey Diolah
2,9 7,1 13,0 100
100
100
100
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan pada hasil kajian diatas dapat disampaikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Inflasi di kota dan kabupaten Bandung pada umumnya banyak disebabkan oleh kenaikan harga BBM, kenaikan gaji PNS dan pegawai swasta , tingginya permintaan itu sendiri dan kenaikan permintaan karena hari besar keagamaan. Dari hasil yang diperoleh berdasarkan persepsi produsen dan konsumen dapat disimpulkan inflasi dapat dianggap adaptif , memiliki kontribusi yang dominan dalam memberikan pengaruh terhadap perekonomian di kotamadya dan kabupaten Bandung . b. Ada perbedaan yang mencolok antara inflasi dari persepsi rumah tangga produksi (produsen) dan rumah tangga konsumsi ( konsumen) dalam menyikapi terjadinya inflasi tersebut. Untuk produsen cenderung kepada kenaikan biaya produksi karena naiknya BBM, sedangkan disisi konsumen lebih kepada adanya peningkatan daya beli karena naiknya gaji PNS dan karyawan swasta. c. Untuk hal yang lebih umum yaitu naikknya tingkat kebutuhan masyarakat dan tingginya permintaan pada hari-hari besar keagamaan juga memberikan pengaruh. d. Kecenderungan makin meningkatnya harga barang-barang juga akan sangat banyak dipengaruhi oleh ketersediaan pasokan dan distribusi barang. Hal ini harus menjadi perhatian untuk bisa dibereskan oleh pemerintah kota dan kabupaten Bandung dalam menjaga kelancaran pasokan barang-barang. e. Dengan demikian dapat dikatakan inflasi berpengaruh terhadap perekonomian di kotamadya dan kabupaten Bandung.
5.2. Saran-Saran a. Upaya mengerem kenaikan harga barang harus diupayakan sedemikian rupa karena akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat kota dan kabupaten Bandung. Menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah untuk kepala daerah (pemkot)dan (kabupaten) dan kerjasama yang baik antar institusi di lingkungannya (departemen Perdagangan, departemen Perindustrian, departemen Pertanian, dan Pertamina) harus selalu terjaga kelancarannya. b. Masalah sosialisasi dari kebijakan –kebijakan pemerintah menstimulasi kenaikan harga merupakan hal penting karena akan menentukan persepsi
pengetahuan ( knowledge) dari produsen dan konsumen terhadap pengaruh Inflasi bagi perekonomian di kotamadya dan kabupaten Bandung. REFERENSI Bandung Bedanews ,(2009), “Tingkat Inflasi Di Jawa Barat Cukup Tinggi”. Berita Resmi Statistik Propinsi Jawa Barat,( 2009), “ Perkembangan Indeks Harga Konsumen /Inflasi Pada Gabungan Tujuh Kota di Jawa Barat”. Cooper, Donald R. and Pamela S.Schindler, 2006. Bussines Research Methods 9th edition. McGraw.Hill International Edition. Cooper, Carlton Kenneth, 2000. Effective Competency Modeling & Reporting A Step- by Step Qide for Improving Individual & Organizational Performance 1th edition, AMACOM, New York. Dornbush, R.,S.Fischer and R.Starrtz , 2001. Macroeconomics. McGraw-Hill Co., 8 th edition . Domac, I. (2004), “ Explaining and Forecasting Inflation in Turkey”, Policy Research Working Paper 3287, The World Bank. Enders, W. (2004), Applied Econometric Time Series” , 2 nd Edition , John Wiley & Sons, Inc. Erni Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah 2008. Pengantar Manajemen ,Kencana Prenada Media Jakarta. Greene, W.H.(2000), “ Econometric Analysis” , 4 th Edition , Upper Saddle River, Prentice – Hall. Gujarati, Damodar N., 2003. Basic Econometrics , fourth edition McGraw-Hill, New York. Gomes, Faustino Cardoso,2003. Manajemen Sumber Daya Manusia . Cetakan ke Enam, Andi Offset Yogyakarta. Mankiw N.G, (2000), Macroeconomic Theory, 4 th Edition, Worth Publishers Inc. KBI Bandung dan ISEI Cabang Bandung (2005), “Laporan Akhir Pengaruh Ekspektasi Inflasi dan Faktor –faktor Pembentuk Inflasi di Jawa Barat”. KBI Bandung, (2009),” Kajian Ekonomi Regional Propinsi Jawa Barat Triwulan IV-2009.”