PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG SAYURAN ORGANIK THE INFLUENCE OF EDUCATION ON PUBLIC PERCEPTION ABOUT ORGANIC VEGETABLE Tintin Ratnasari1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Hj. Enok Sumarsih2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] D. Yadi Heryadi3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang sayuran organik, mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap persepsi masyarakat tentang sayuran organik. Penelitian ini menggunakan metode survey yang berlokasi di Kelurahan Tawangsari Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya dengan teknik pengambilan responden secara Stratified Random Sampling terhadap 69 orang responden ibu rumah tangga. Untuk mengetahui tingkat persepsi digunakan analisis nilai tertimbang serta untuk pengaruh tingkat pendidikan terhadap persepsi masyarakat tentang sayuran organik digunakan uji statistik Kruskal Wallis . Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang sayuran organik termasuk kedalam kategori tinggi, artinya masyarakat memberikan respon positif terhadap sayuran organik baik itu dari atribut kesehatan, kualitas, harga, ramah lingkungan dan food safety, tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi masyarakat tentang sayuran organik. Kata kunci: Tingkat Pendidikan, Persepsi, Sayuran Organik, Kruskal Wallis.
ABSTRACT The purposes of this study are: (1) to know the public perception on organic vegetables, (2) to know the influence of education level on public perception about organic vegetables. The survey method used location in Kelurahan Tawangsari Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya. The 69 responder was surveyed by using Stratified Random Sampling. To find the level of perception was used weighted values and to the affects education level on public perception about organic vegetables was tasted by Kruskal-Wallis. The results showed that: (1) Public perception to organic vegetables is included in a high category, means that the community show a positive response to organic vegetables on the health attribute, quality, price, environmental friendliness and food safety (2) The level of education significant affects people's perceptions on organic vegetables. Key Words: Education, Perception, Vegetable Organic, Kruskal Wallis. I.
PENDAHULUAN
Gaya hidup sehat atau kembali ke alam (Back to nature) telah menjadi tren baru masyarakat. Ini dikarenakan masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan kimia tidak alami seperti pupuk kimia, pestisida sintesis serta hormon pertumbuhan dalam produksi pertanian, ternyata dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Umumnya residu pestisida pada produk pertanian sangat tinggi, karena masih banyak petani yang sering menyemprotkan pestisida pada saat panen bahkan sampai tiga hari menjelang panen. Itu dilakukan untuk menghindari gagal panen karena serangan hama dan penyakit. Bagi manusia, senyawa kimia tersebut berpotensi menurunkan kecerdasan, menggangu kerja saraf, menganggu metabolisme tubuh, menimbulkan radikal bebas, menyebabkan kanker, meningkatkan risiko keguguran pada ibu hamil dan dalam dosis tinggi menyebabkan kematian (Melly Manuhutu dan Bernard T. Wahyu, 2005). Mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh pertanian anorganik tersebut, maka muncullah suatu sistem pertanian yang lebih ramah lingkungan tanpa menggunakan pupuk buatan dan pestisida, aman untuk dikonsumsi, tetapi mengandung nutrisi yang cukup serta masih dapat memenuhi kebutuhan pangan yang kini dikenal dengan sistem pertanian organik. Data perkembangan lahan pertanian organik di Indonesia memang tidak
terdokumentasi dengan baik. Menurut laporan Aliansi Organik Indonesia, luas lahan pertanian organik yang bersertifikasi pada tahun 2005 masih kurang dari 40.000 ha. Namun, pada tahun 2007, luas lahan tersebut sudah mencapai 50.130 ha, meningkat sekitar 25 persen. Lahan tersebut dikelola oleh sekitar 5.050 petani (Surono 2007, dalam Sabastian Saragih 2008). Bisnis produk pangan organik terus mengalami perkembangan pesat, seperti halnya Asia. Sebagai bukti bahwa Asia mengikuti perkembangan tersebut maka pangsa pasar pangan organik di Asia Pasifik dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 1. Besarnya Pangsa Pasar Pangan Organik di Asia Pasifik Negara Nilai (US$) Persentasi (persen) Jepang 250 Juta 53,2 Australia
165 Juta
35,1
Selandia baru
36 Juta
7,7
Lainnya (Asia) 19 Juta 4,0 Sumber : Husnain dan Haris Syahbuddin (2005) Pangan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia merupakan salah satu topik yang selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan paradigma masyarakat. Sebagai bentuk perubahan wacana untuk mendapatkan produk makanan yang mereka inginkan sesuai dengan standar kesehatan dan gaya hidup yang diinginkan. Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin berkembang menuntut pasar untuk terus menerus memperbaiki kualitas produk pertanian yang dihasilkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta pemahaman masyarakat dan gaya hidupnya tersebut. Sayuran organik merupakan komoditas hortikultura yang banyak diminati untuk dikembangkan pada pertanian organik saat ini. Keistimewaan dari sayuran organik adalah mengandung antioksidan 10-50 persen di atas sayuran nonorganik. Kandungan nitrat dalam sayuran dan buah organik diketahui 25 persen lebih rendah dari yang nonorganik. Hal tersebut membuat sayuran organik layak untuk dikonsumsi dan menyehatkan (Isdiayanti, 2007). Persepsi masyarakat terhadap sayuran organik kecenderungan memiliki karakteristik yang unik dan biasanya sangat dipengaruhi oleh pendidikan masyarakat tersebut. Persepsi yang sering di tunjukan dalam sosial masyarakat biasanya terjadi
dari hasil informasi yang didapat dari dunia pendidikan sekolah maupun media informasi. Perkembangan usahatani organik ini tidaklah tanpa hambatan atau kendala. Kendala dan hambatan yang ditemui di lapangan yaitu: 1) masih adanya perbedaan persepsi terhadap pertumbuhan budidaya organik, 2) kurangnya apresiasi terhadap komoditas organik, 3) banyaknya klaim organik tanpa adanya kejelasan. Hal-hal tersebut menyebabkan persepsi masyarakat terhadap konsumsi produk organik cenderung rendah (Lidya Ariesusanty, 2009). Persepsi merupakan proses aktif penggunaan pikiran sehingga menimbulkan tanggapan terhadap suatu rangsang. Persepsi yang terbentuk dalam diri masyarakat akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap sayuran organik sebagai makanan yang sehat. Persepsi masyarakat Kota Tasikmalaya terhadap peran produk sayur organik dapat menjadi salah satu faktor penghambat atau pendorong penyebaran sayuran organik yang merupakan usaha petani yang sedang berkembang. Untuk itu, perlu dikaji tentang persepsi masyarakat terhadap sayuran organik dilihat dari perbedaan tingkat pendidikannya. II. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Metode survey merupakan penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh faktafakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah (Moh. Nazir, 2011). Penentuan wilayah penelitian ditetapkan secara purposif yaitu di Kelurahan Tawangsari, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya. Adapun alasan pemilihan masyarakat Kelurahan Tawangsari secara purposif sebagai objek karena kelurahan Tawangsari bebatasan dengan pusat perdagangan Kota Tasikmalaya. Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Stratified Random Sampling atau pengambilan sampel secara acak pada objek yang terstratifikasi.
Stratifikasi dikategorikan berdasarkan pada pemeringkatan tingkat
pendidikan yang dipenuhi masyarakat, strata satu yaitu masyarakat dengan pendidikan Sekolah Dasar, sedangkan Strata dua masyarakat dengan pendidikan Menengah dan strata tiga yaitu masyarakat yang memiliki pendidikan Tinggi .
Responden yang diambil adalah ibu rumah tangga (mewakili Kepala keluarga/KK). Diasumsikan bahwa ibu rumah tangga adalah penentu masalah konsumsi dalam rumah tangga. Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah terdiri dari data primer dan data sekunder. Data Primer, diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner sebagai panduan kepada responden di daerah penelitian. Data Sekunder, diperoleh dari data dari pemerintahan desa daerah penelitian, serta berbagai sumber pustaka lain seperti buku, artikel, internet, serta jurnal penelitian yang berkaitan dengan tema penelitian ini. B. Kerangka Analisis Analisis dalam penelitian ini yang pertama dianalisis dengan menggunakan nilai tertimbang. Djoni (2008), data dianalisis dengan tabulasi silang dan diukur dengan analisis nilai tertimbang (NT), nilai tertimbang merupakan persentasi nilai yang yang berasal dari pengukuran-pengukuran indikator atau variabel, dengan menggunakan rumus sebagai berikut : NT =
Nilai rata-rata responden
X 100 %
(nilai ideal) maksimal Dilanjutkan dengan uji statistik non parametrik dengan Uji Kruskal-Wallis dengan rumus (Sidney Siegel, 1992):
Keterangan: k = Banyaknya sampel ni = Banyak kasus sampel ke i N = Jumlah total sampe III.
PEMBAHASAN
A. Identitas Responden
Responden pada penelitian ini adalah ibu rumah tangga (mewakili Kepala keluarga/KK) di Kelurahan Tawangsari Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya.
Variabel yang digunakan dalam mengidentifikasi responden adalah umur dan tingkat pendidikan. 1.
Umur Responden
Umur merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas kerja seseorang dan sangat menentukan seseorang dalam beraktivitas dan berusaha, cara berfikir dalam mengambil keputusan, serta kelincahan seseorang dalam bekerja. Umur berpengaruh langsung terhadap respon masyarkat tentang inovasi baru. Masyarakat usia muda relatif lebih baik responnya dibandingkan dengan masyarakat yang berusia lanjut, begitu juga dalam menerima inovasi baru biasanya masyarakat berusia muda lebih optimis dan responsif. Menurut Said Rusli (1984) bahwa pada usia produktif pada aktivitas kerja berkisar antara 14 sampai 64 tahun. Keadaan umur seseorang termasuk masyarakat tentunya akan mempengaruhi tingkat keterbukaan terhadap inovasi dimana masyarakat yang lebih muda menunjukkan lebih besar responnya dibandingkan dengan masyarakat yang lebih tua umurnya. 2. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pembangunan pertanian. Kualitas sumber daya manusia biasa dilihat dari pendidikan formal yang pernah diikutinya. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula kualitas dan kreativitas sumber daya manusianya. Responden dengan pendidikan yang lebih tinggi akan bertindak lebih dinamis dalam bekerja dari responden yang memiliki pendidikan yang lebih rendah. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang tinggi akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan suatu negara dalam bertahan pada arus globalisasi saat ini agar tidak tertinggal dengan negara lain yang semakin terus berkembang. B. Persepsi Masyarakat tentang Sayuran Organik Atribut yang digunakan untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang sayuran organik adalah kesehatan, kualitas, harga, ramah lingkungan dan food safety, maka untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang sayuran organik dalam penelitian ini tersaji dalam Tabel 13. Tabel 13. Persepsi Masyarakat berdasarkan Tingkat Pendidikan No Atribut Sayuran Organik
Skor Maks
Skor RataKategori rata
Pend. Dasar
Nilai Tertimbang Pend. Pend. Menengah Tinggi
1Kesehatan 2Kualitas 3Harga 4Ramah Lingkungan 5Food Safety Persepsi Masyarakat
12 11 9 12 6
11,5 9,32 6,61 10,86 5,03
Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi
95,83 84,73 73,44 90,50 83,83
97,92 91,64 85,55 89,66 95,16
96,00 91,27 83,66 93,58 91,16
50
43,32 Tinggi
85,66
91,97
91,13
Sumber : Data Primer Diolah, 2013.
Berdasarkan Tabel 13 dapat dijelaskan bahwa persepsi masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan kategori baik. Di lihat dari atribut kesehatan berdasarkan nilai tertimbang tingkat pendidikan dasar memperoleh nilai sebesar 95,83 persen, pendidikan menengah memperoleh nilai 97,92 persen dan pendidikan tinggi sebesar 96,00 persen, hal ini menunjukkan bahwa penilaian masyarakat terhadap atribut kesehatan dari sayuran organik baik pendidikan dasar, menengah dan tinggi ternyata menunjukkan hal yang sama yaitu memahami terhadap manfaat kesehatan dari sayuran organik yang bersih dari bahan kimia misalnya tidak mengandung pupuk kimia, pestisida, serta hormon pertumbuhan. Masyarakat juga setuju bahwa sayuran organik menyehatkan dibandingkan dengan sayuran nonorganik dan masyarakat setuju mengkonsumsi sayuran organik dapat meningkatkan anti oksidan dan meningkatkan daya tahan tubuh serta masyarakat juga memahami bahwa sayuran organik merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih oleh masyarakat, karena selain mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk membantu metabolisme tubuh juga terbebas dari bahan kimia yang dapat merusak organ-organ dalam tubuh kita. Sejalan dengan pendapat Ahmad Rifai (2008) pada awalnya, masyarakat mengkonsumsi sayuran tanpa melihat apakah sayuran mengandung bahan kimia berbahaya atau tidak. Namun, seiring berkembangnya informasi sayuran organik, konsumsi sebagian masyarakat beralih dari sayuran nonorganik menjadi sayuran organik. Sebagian masyarakat mempercayai bahwa sayuran organik lebih aman untuk dikonsumsi karena kandungan bahan alami tanpa kimia dalam pembudidayaannya. Data nilai atribut kesehatan dari tingkat pendidikan dasar memiliki nilai paling rendah, hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memang mempengaruhi persepsi dalam masyarakat seperti dalam memandang mengenai persepsi masyarakat terhadap kesehatan sayuran organik ini. Kualitas dari atribut sayuran organik pada tingkat pendidikan dasar
memperoleh nilai tertimbang sebesar 84,73 persen, pendidikan menengah memperoleh nilai tertimbang sebesar 91,64 persen dan tingkat pendidikan tinggi sebesar 91,27 persen. Data menunjukkan persepsi masyarakat terhadap kualitas tergolong kategori tinggi. Data juga menunjukan bahwa masyarakat setuju sayuran organik lebih tahan lama dalam penyimpanannya dibandingkan dengan sayuran nonorganik, begitupun mengenai penampilan dari penampilan sayuran organik yang kurang bagus dibandingkan dengan sayuran nonorganik masyarakat mengetahuinya dan mengenai nutrisi dari sayuran organik lebih tinggi dibandingkan sayuran nonorganik serta citra rasa dari sayuran organik lebih alami masyarakat setuju dengan pernyataan tersebut. Namun dari angka yang diperoleh responden tingkat pendidikan dasar memperoleh nilai paling rendah lagi, hal ini di duga responden dari kalangan pendidikan dasar memang memiliki keterbatasan akses terhadap sumber-sumber informasi mengenai sayuran organik dibanding kalangan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, secara keaktifan dalam kegiatan kemasyarakatan terkait penyuluhan maupun kegiatan lainnya menurut pernyataan dari ke RTan setempat menyatakan bahwa tingkat pendidikan dasar kurang respon terhadap penyelenggaraan kegiatan-kegiatan baik yang datangnya dari intansi pemerintah maupun yang di selenggarakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada. Harga dari atribut sayuran organik pada tingkat pendidikan dasar memperoleh nilai tertimbang sebesar 73,44 persen, pendidikan menengah memperoleh nilai tertimbang sebesar 85,55 persen dan tingkat pendidikan tinggi sebesar 83,66 persen. Pendapat responden terhadap atribut Harga dalam sayuran organik tergolong kategori sedang. Di lihat dari pemahaman responden mengenai harga sayuran organik yang ditawarkan sesuai dengan kualitas yang diperoleh responden cukup memahami serta dilihat dari rata-rata jawaban responden mengenai harga sayuran organik lebih mahal dibandingkan sayuran anorganik masyarakat memahami bahwa sayuran organik lebih mahal, pada pernyataan harga tinggi sehingga hanya dibeli oleh kelas tertentu sebagian responden terlihat memahami dan sebagian dari responden pendidikan dasar ragu-ragu. Hal ini diduga masyarakat hanya mengetahui informasi yang bersifat umum dari sayuran organik, karena responden belum menjadikan sayuran organik sebagai konsumsi sehari-hari. Dari data menunjukkan sebagian besar bahwa tingkat pendidikan baik dasar
menengah maupun tingkat pendidikan tinggi cukup memahami terhadap kondisi harga. Sesuai dengan hasil observasi dari tempat penjualan produk organik misalnya saja di swalayan-swalayan besar yang berada di Kota Tasikmalaya menunjukkan bahwa harga dari produk sayuran organik yang sejenis misalnya satu kilogram wortel organik seharga 18000 rupiah lebih mahal dibandingkan satu kilogram wortel nonorganik dengan harga 13000 rupiah. Tingginya harga sayuran organik juga diungkapkan oleh Nurayla Arnas Nasution (2009) yang menyatakan bahwa harga sayuran organik mahal, kondisi tersebut terjadi karena tingginya faktor risiko dalam produksi (usaha tani) yang dihadapi oleh petani dengan tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia, sehingga menyebabkan harga sayuran organik mahal. Selain itu, dari tingginya risiko produksi juga dipengaruhi oleh ketersediaan sayuran organik tersebut di penjual masih terbatas. Nilai tertimbang dari atribut harga yang di teliti oleh penulis menunjukkan pendidikan dasar memperoleh nilai tertimbang yang paling rendah lagi di bandingkan tingkat pendidikan menengah dan tingkat pendidikan tinggi, hal ini menunjukkan bahwa memang tinggat pendidikan mempengaruhi terhadap penilaian atribut harga. Ramah lingkungan dari atribut sayuran organik pada tingkat pendidikan dasar memperoleh nilai tertimbang sebesar 90,50 persen, pendidikan menengah memperoleh nilai tertimbang sebesar 89,66 persen dan tingkat pendidikan tinggi sebesar 93,58 persen. Dari data penelitian menunjukkan bahwa pemahaman responden terhadap sayuran organik pada atribut ramah lingkungan menunjukkan kategori baik. Persepsi responden mengenai ramah lingkungan dilihat dari pernyataan mengenai metode dari sistem pertanian organik baik bagi kelestarian lingkungan, mengenai hal ini responden sepakat dengan hal tersebut begitupun mengenai metode pertanian organik yang bisa menciptakan dunia yang aman bagi kehidupan generasi mendatang masnyarakat responden menyetujui pernytaan trsebut dan mengenai kelestarian lingkungan yang ditanami dengan metode pertanian organik terbebas dari bahan kimia masyarakat memahaminya. Dalam hal ini tingkat pendidikan tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu jauh, kemungkinan masyarakat sudah lebih memahami terhadap pentingnya melestarikan lingkungan baik itu dari informasi penyuluhan maupun mediasi lainnya. Penilaian masyarakat terhadap atribut ramah lingkungan yang cukup tinggi
menunjukkan masyarakat semakin peduli dan menyadari akan pentingnnya suatu lingkungan yang lestari dan menunjang terhadap ketersediaan makanan khususnya sayuran organik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sayuran organik. Kesadaran masyarakat terhadap ramah lingkungan diungkapkan pula oleh Dimitri dan Greene (2002) diketahui bahwa peningkatan minat konsumen terhadap pangan dan produk pertanian organik ini dipicu oleh meningkatnya kesadaran konsumen akan gaya hidup sehat dan kepedulian terhadap lingkungan. Food Safety dalam atribut sayuran organik pada tingkat pendidikan dasar memperoleh nilai tertimbang sebesar 83,83 persen, pendidikan menengah memperoleh nilai tertimbang sebesar 91,97 persen dan tingkat pendidikan tinggi sebesar 91,13 persen termasuk ke dalam kategori tinggi. Pandangan masyarakat mengenai pemahaman sayuran organik yang telah berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagian besar dari masyarakat responden memahaminya begitupun pemahaman mengenai sayuran organik adalah sayuran yang aman dikonsumsi karena terbebas dari residu kimia responden setuju dengan hal tersebut. Di lihat dari data responden pendidikan dasar menempati urutan paling rendah. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dasar memiliki tingkat pemahaman mengenai keamanan pangan (food safety) yang lebih rendah dibandingkan dengan pemahaman masayarakat yang berpendidikan menengah dan masyarakat berpendidikan tinggi. Permasalahan mengenai keamanan pangan merupakan bahasan yang lebih bersifat kajian kebijakan pemerintah dan kajian dunia penelitian, mengenai hal ini penulis menganggap bahwa dengan nilai atribut 83,83 persen pada tingkat pendidikan dasar telah menunjukkan bahwa masyarakat mampu memahami kondisi tentang keamanan pangan. Tingkat pemahaman yang di tunjukan oleh responden tingkat pendidikan menengah dan pendidikan tinggi menunjukkan nilai atribut yang lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan dasar, dari data tersebut menunjukkan adanya pengaruh tingkat pendidikan terhadap atribut food safety. Nilai atribut food safety dari tingkat pendidikan menengah dan tinggi yang lebih besar dibandingkan tingkat pendidikan dasar juga dianggap wajar karena penguasaan media elektronik yang dianggap lebih baik dibandingakan responden pendidikan dasar. Sehingga permasalahan mengenai respon terhadap atribut keamanan pangan menunjukkan kondisi yang positif hal ini dikarenakan
permasalahan mengenai keamanan pangan sebenarnya lebih pada kajian pemerintah untuk menjaga aktivitas hulu dan hilir dari perjalanan produk sayuran organik maupun konvensional untuk konsumsi makanan masyarakat. Dari data nilai tertimbang menujukkan adanya perbedaan yang nyata antara tingkat pendidikan dasar dengan tingkat pendidikan menengah begitupun ada perbedaan yang nyata antara tingkat pendidikan dasar dengan pendidikan tinggi, akan tetapi tidak ada perbedaan yang nyata antara tingkat pendidikan menengah dengan tingkat pendidikan tinggi hal ini sesuai dengan hasil analisis uji lanjutan Mann Whitney pada Tabel 14 berikut. Tabel 14. Hasil Analisis Uji Lanjutan antara Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi dengan Uji Mann Whitney Persepsi Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Pendidikan
200.000 353.000 -.107 .915
Berdasarkan Tabel 14 hasil pengujian menunjukan nilai Mann-Whitney sebesar 200,000 dengan probabilitas sebesar 0,915. Nilai probabilitas ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan nilai alpha yaitu sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara pendidikan menengah dengan pendidikan tinggi dalam hal persepsi tentang sayuran organik (terima H0). Hal ini dikarenakan masyarakat pendidikan menengah dan pendidikan tinggi memiliki kepekaan dalam penerimaan inovasi teknologi baru. Menurut informasi dari keRTan setempat masyarakat pendidikan menengah cenderung lebih aktif dalam kegiatan kemasyarakatan seperti mengikuti kegiatan pelatihan, penyuluhan,pengajian, kader PKK dan lainnya sehingga informasi baru seperti informasi tentang sayuran organik didapatkan dari mobilisasinya tersebut. Sedangkan masyarakat pendidikan tinggi cenderung kurang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, namun untuk mendapatkan informasi baru di duga karena lebih aktif dalam mencari informasi tersebut di dalam media elektronik misalnya media elektronik berbasis internet maupun mencari informasi di perpustakaan umum atau di toko buku besar di swalayan seperti di Gramedia. C. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Persepsi Masyarakat
Pengaruh tingkat pendidikan terhadap persepsi masyarakat tentang sayuran organik dapat diketahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan dengan metode uji Kruskal-Wallis. Uji Kruskal Wallis ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh tingkat pendidikan terhadap persepsi masyarakat tentang sayuran organik (Ho: Tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap persepsi masyarakat tentang sayuran organik, sedangkan H1: Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap persepsi masyarakat tentang sayuran organik). Hasil analisis statistik dengan menggunakan SPSS versi 19 memberikan hasil seperti tersaji pada Tabel 15, sebagai berikut: Tabel 15. Hasil Analisis Kruskal Wallis Chi-Square
Jumlah 10,288
Df
2
Asymp. Sig.
,006
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Pendidikan Sumber: Data sekunder yang diolah (2013). Hasil pengujian menunjukkan nilai Chi square sebesar 10,288 dengan probabilitas sebesar 0,006 pada derajat bebas sama dengan dua. Nilai probabilitas ini lebih kecil apabila dibandingkan dengan nilai alpha yaitu sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi masyarakat tentang sayuran organik. Pendidikan masyarakat sangat mempengaruhi tindakan dalam kesehariannya, seperti halnya dalam menerima perkembangan dunia teknlogi maupun perubahan-perubahan dari sebuah budaya yang baru, dalam sistem tertentu tingkat pendidikan menunjukkan perbedaan-perbedaan persepsi yang dapat diukur secara statistik. Pembangunan bidang pendidikan merupakan pilar untuk membentuk modal manusia (human capital) dalam pembangunan pertanian maupun pembangunan ekonomi yang tidak lain merupakan investasi dalam jangka panjang. Tercapainya tujuan pembangunan bidang pendidikan pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas penduduk, Dimana pertumbuhan produktivitas penduduk tersebut merupakan motor penggerak (engine of growth) pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan penduduk itu sendiri. Melalui investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diperlihatkan oleh meningkatnya pengetahuan dan keterampilan yang akan mendorong cara pandang maupun produktivitas kerja seorang dan pada akhirnya seseorang yang memiliki cara pandang yang baik serta memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik. Nilai pengujian Chi square pada pengujian tingkat pendidikan diatas berpengaruh terhadap persepsi masyarakat karena pendidikan merupakan komponen yang sangat penting pada pondasi dasar cara pandang seseorang terhadap perkembangan suatu paket inovasi teknologi seperti pada perkembangan sayuran organik maupun dalam menghadapi perubahan sosial di dalam masyarakat dan tingkat pendidikan juga sangat penting dalam pembangunan suatu bangsa. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengukuran yang dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:. 1) Masyarakat memberikan persepsi positif terhadap sayuran organik baik itu dari atribut kesehatan, kualitas, ramah lingkungan dan food safety dan hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai rata-rata responden dan nilai tertimbang yang diperoleh dari persepsi masyarakat termasuk ke dalam kategori tinggi. 2) Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap persepsi masyarakat tentang sayuran organik. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan maka disarankan : 1) Persepsi masyarakat terhadap sayuran organik yang cukup tinggi sebaiknya ditunjang dengan ketersedian informasi yang cukup lengkap dari para pelaku pertanian organik maupun di intansi pendidikan setempat sehingga masyarakat yang membutuhkan informasi tertentu tidak kesulitan mencari sumber informasi yang akurat tentang informasi-informasi terkini. 2) Masyarakat dari tingkat pendidikan tinggi seharusnya lebih proaktif berbarengan dengan masyarakkat tingkat pendidikan menengah dalam kegiatan kemasyarakatan sehingga bisa menunjang setiap informasi terkait inovasi
teknologi misalnya pada sayuran organik. 3) Untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap Perilaku masyarakat tentang sayuran organik. V. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Rifai, Didi Muwardi, dan Juwita R. 2008. Perilaku Konsumen Sayuran Organik di Kota Pekanbaru. Jurnal Industri dan Perkotaan Volume XII Nomor 1786 22/Agustus 2008.
Dimitri C, C Greene. 2002. Recent Growth Patterns in the US Organic Foods Market. http://www.ers.usda.gav/publications/aib777.pdf. (Diakses pada 03 September 2013). Djoni. 2008. Metodologi Penelitian sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Siliwangi. Tasikmalaya. Husnain dan Haris Syahbuddin. 2005. Mungkinkah Pertanian Organik di Indonesia: Peluang dan Tantangan. http://www.ifoam.org. Edisi Vol.4/XVII/2005. (Diakses pada 30 April 2013) Isdiayanti. 2007. Analisis Usahatani Sayuran Organik di Perusahaan Matahari Farm. Institut Pertanian Bogor. Lidya Ariesusanty. 2009. Pertanian Organik Menghijaukan Indonesia dan Dunia. http://Redaksi Hijauku.com (Diakses pada 25 Mei 2013) Melly Manuhutu dan Bernard T. Wahyu . 2005. Bertanam Sayuran Organik bersama Melly Manuhutu. Agro Media Pustaka. Jakarta. Moh. Nazir. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor. Nurayla Arnas Nasution. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Rumah Tangga Terhadap Sayuran Organik di Kota Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sabastian Saragih. 2008. Pertanian Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. Said Rusli. 1984. Pengantar Ilmu Kependudukan. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial ( LP3ES). Jakarta Sidney Siegel. 1992. Statistik Non Parametrik. Gramedia Utama. Jakarta.