H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
Kejahatan Bisnis (Perspektif Hukum Pidana dan Kriminologi) Oleh : H. Muhamad Rakhmat Abstrak
Kejahatan bisnis atau “white collar crime” sebenarnya sudah lama ada. Namun hal ini menjadi kejahatan baru di Negara kita (Indonesia). Sehingga kejahatan ini merupkan masalah baru bagi hukum kita. Ia senantiasa menjadi kejahatan sempurna (the perpect crime) karena sulitnya untuk menangkap dan menanggulangi kejahatan ini. Permasalahan yang paling pundamental adalah apakah hukum pidana kita sudah efektif dalam memperhatikan kejahatan bisnis ini. Di sisi lain apakah kriminologi kita sejak era lomborso dapat menjawab sebab-sebab dari kejahatan bisnis atau “white collar crime” inilah yang merupakan bahasan dalam tulisan kecil ini. Dalam tulisan ini penulis tetap menawarkan perspektif hukum pidana dalam melihat kejahatan bisnis dari segi sanksi atau hukumannya, sebab hanya dengan pidanalah pelaku kejahatan bisnis akan jera. Namun yang terjadi adalah hukum pidana kita sudah tua, renta, ia tidak mampu untuk berjalan dalam era sekarang ini, apa yang harus kita lakukan demi terciptanya kepastian hukum sebagaimana yang telah diwariskan oleh Hans Kelsen kepada hukum.penulis di sini menawarkan perubahan atau dekonstruksi terhadap hukum pidana, sampai ia dapat menjawab permasalahan yang tengah terjadi. Kemudian pada Kriminolgi kita perlu dikembangkan, apa yang oleh aliran hukum postmodernis disebut sebagai Kriminologi sayap kiri atau kriminologi kritis. A. Pendahuluan Kejahatan Bisnis, merupakan kejahatan yang sifatnya masih baru. Pada tahun 50-60 an kejahatan bidang bisnis ini belum dikenal, baru sekarang inilah Kejahatan Bisnis mulai marak di bicarakan, baik oleh orang-orang hukum maupun oleh orang-orang kriminolog. Berbarengan dengan munculnya istilah kejahatan bisnis ini, muncul pula istilah economic crime
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
25
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
adalah kejahatan ekonomi (crime against economy) atau istilah financial abuse yang memiliki pengertian sangat luas termasuk bukan saja aktivitas ilegal yang merugikan sistem keuangan (financial system), akan tetapi juga aktivitas-aktivitas lainnya yang bertujuan mengelakan dari kewajiban mengelakan dari kewajiban pembayaran pajak (tax evasion), atau istilah financial abuse yang dalam pengertian sempit dapat diartikan sebagai setiap non-violent crime. Yang pada umumnya mengakibatkan kerugian keuangan (financial loss) yang menggunakan atau melalui lembaga keuangan termasuk pula di dalamnya kejahatan tersebut adalah aktivitas-aktivitas ilegal seperti money laundering dan tax evasion. Atau istilah corporate crime1 Apapun namanya atau istilahnya dari kejahatan di atas, adalah tetap Kejahatan Bisnis (businnes crimes). Analisis sejumlah pakar terhadap istilahistilah di atas, sampai kepada kesimpulan bahwa kejahatan tersebut tidak mudah terlihat dengan mata telanjang. Ia merupakan kejahatan yang hyperr. Istilah kejahatan tersebut, di kalangan ahli hukum dikenal sebagai white collar crime. Adalah kejahatan kerah putih atau kejahatan priyayi2. kejahatan
1
2
International Monetary Fund, Financial System abuse, Finacial Crime & money Laundering-Bacground Paper. February 12-2001. (http:/www.imf.org). Maksudnya kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat dan yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaan atau jabatan mereka. Istilah white collar crime ini dipergunakan oleh Sutherland. Lihat dalam W.A. Bonger. Pengantar Tentang Kriminologi. PT.Pembangunan: Jakarta, 1995. hlm 30-32. kemudian di Indonesia lebih dipopulerkan oleh J.E.Sahetapy.
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
26
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
inilah yang dinamakan oleh Jean Baudrilld3 sebagai The perfect crime. Atau kejahatan sempurna, kejahatan ini merupkan sebuah kejahatan yang menyembunyikan dirinya secara halus, ia tidak mudah untuk diketahui dan sukar untuk dapat dibuktikan. Sehingga sampai pada kesimpulan kejahatan seperti ini sulit untuk dicari siapa pelaku dan cara menanggulanginya. Gilbert4, menyebut kejahatan white collar crime ini. Adalah kejahatan yang sulit untuk dicarikan apa penyebab tindakan yang demikian itu, namun sangat sederhana motif mereka adalah bukan semata-mata motif ekonomi atau keuntungan, karena sebagian dari mereka tidak melakukan perbutan itu. Kejahatan bisnis menurut Romli Atmasasmita5 secara yuridis kejahatan ini mengandung dua makna, pertama makna pada aspek hukum pidana, dan kedua makna pada aspek hukum perdata. Pada aspek hukum perdata, kejahatan bisnis ini bermakna ia lebih mementingkan perdamaian diantara para pihak sehingga sifat regulasi lebih mengemuka. Sedangkan makna pada aspek hukum pidana lebih mementingkan melindungi kepentingan umum atau masyarakat luas dan negara, sehingga sifat memaksa lebih mengemuka dibanding sifat regulasi. Aspek hukum pidana lebih Kejahatan Korporasi. PT.Eresco: Bandung, 1994. lihat pula; Andrianus Meliala. Menyingkapi Kejahatan Kerah Putih. PT. Sinar Harapan: Jakarta, 1994. 3 Jean Baudrillard. The Perfect Crime. Verso: London 1996 4 Gilbert Geis & Robert F Meire. White Collar crime. The Free Press A. Division of Macmilan Publisher: London, 1963. 5 Romli Atmasasmita. Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis.Prenada Media: Jakarta, 2003. hlm 24.
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
27
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
mendahulukan kepentingan negara terhadap pelaku kejhatan bisnis agar dapat segera di pidana, yang tujuannya adalah untuk melindungi korban kejahatannya. Sementara pada aspek hukum perdata, tujuannya adalah untuk mencapai dan memelihara keseimbangan (harmonisasi) antara kepentingan para pihak, tujuan pada aspek memaksa (hukum pidana) adalah untuk mencapai membuat jera salah satu pihak yang telah menimbulkan kerugian atau kerusakan. Pada intinya Romli Atmasasmita dalam memberikan makna terhadap kejahatan bisnis ini adalah, beliau memasukan konsep hukum pidana dengan sifat memaksanya ke dalam lingkup hukum perdata yang dapat diartikan sebagai penerima (acknowledgement) sifat memaksa ke dalam konteks hubungan keperdataan. Maka jelas makna yang tersirat di sini adalah adanya kriminalisasi perbuatan perdata yang berujung kepada perbuatan pidana. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan dan aktivitas ekonomi, bentukbentuk kejahatan Bisnis ini beranekaragam bentuknya. Seperti penggelapan pajak, pembobolan bank melalui komputer atau automatic teller machine, penyalahgunaan ijin perdagangan. Tentunya kegitan-kegiatan seperti berada pada ranah kegiatan hukum perdata atau hukum bisnis. Karena di dalamnya ada kegiatan kejahatan, maka ujungnya adalah menjadi perbuatan pidana. Jelaslah pengertian yang dikemukakan oleh Romli tersebut, bahwa kejahatan
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
28
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
bisnis mencakupi dua aspek yaitu hukum perdata dengan hukum pidana. ketertinggalan hukum dalam mengimbangi kemajuan pembangunan di bidang ekonomi sudah menempatkan para korban kejahatan korporasi atau kejahatan bisnis pada kondisi ketidakadilan yang paling tinggi. Sebaliknya pelaku kejahatan bisnis atau perilaku korporasi dengan leluasa menikmati hasil-hasil kejahatannya
yang tidak terjangkau oleh hukum. Marshall B.
Clinard Mengatakan dalam menanggapi hal ini, Pada tingkat kejahatankejahatan korporasi (corporate Crime) sangat sulit untuk mengungkap, melakukan, investigasi karena kejahatan ini sangat komplek, rumit penuh dengan intrik (extreme complexity and intricacy)6 Dari sekelumit peristiwa yang terjadi, yang tentunya berhubungan dengan kejahatan bisnis. Maka timbullah permasalahan dari tema sentral ini. Apakah
selama
ini
hukum
pidana
sudah
memperhatikan
tentang
perkembangan kejahatan bisnis ini, atau seberapa jauh perhatian dari hukum pidana dan kriminologi tentang kejahatan bisnis ini.
B. Pembahasan 1. Kejahatan Bisnis Dalam Perspektif Hukum Pidana
6
Marshall B. Clinard & Peter C. Yeager. Corporate Crime. The Free Press Macmillan Publishing Co.Inc New York, 1980. hlm 6.
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
29
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
Suatu upaya penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sanksi (hukum) pidana merupakan cara yang paling tua. Setua peradaban manusia itu sendiri. Sampai saat inipun hukum pidana masih digunakan dan diandalkan sebagai salah satu sarana politik kriminal. Hampir semua produk perundang-undangan mencantumkan sub-sub tentang ketentuan pidana7. sehingga hukum (tertulis) terkesan sebagai untuk menakut-nakuti dan mengancam bermcam-macam kejahatan yang mungkin timbul di berbagai bidang.. Sejalan dengan perkembangan imu pengetahuan dan teknologi (iptek) ternyata juga telah memberi banyak kemudahan bagi para pelaku ekonomi dalam menjalankan usahanya. Dari perspektif hukum pidana muncul masalah apakah norma-norma hukum pidana yang berlaku mampu untuk mengikuti perkembangan Iptek, termasuk pemanfaatan Iptek dalam melakukan kejahatan korporasi misalnya. Persoalan ini muncul karena pelakunya lolos dari tuduhan serta tidak dipidana. Bukan karena kejahatan ini rumit untuk ditangkap, akan tetapi karena hukumnya yang tidak mampu untuk menjangkau kejahatan seperti ini. Bayangkan saja Sistem hukum pidana kita 7
Barda Nawawi Arief. Batas-Batas Kemampuan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Kejahatan. Makalah Pada Seminar Nasional “Pendekatan Non Penal dalam Pennaggulangan Kejahatan” FH-UNDIP. Di Hotel Graha Santika: Semrang. 2 September 1996. hlm 1. Lihat Pula Dalam; Beberapa Apek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum Pidana. PT.Citra Aditya Bakti: Bandung, 1998. hlm 39.
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
30
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
yang sudah 65 tahun itu adalah merupakan warisan kolonialisme belanda, semuanya menitikberatkan pada tindak pidana yang konvensional. Maka kejahatan bisnis yang sifatnya masih baru, ada keterbatasan hukum pidana tersendiri dalam menanggulanginya. Kita dapat melihat walaupun penggunaan sanksi pidana yang sudah tua tersebut, dan selalu dicantumkan dalam setiap peraturan perundangundangan. Namun dalam konteks praktis kita sudah bisa menyaksikan bahwa peran hukum pidana tersebut tidak selamanya berhasil dan dipandang sebagai satu-satunya instrumen hukum yang dapat memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Bahkan dari penggunaan hukum pidana sering juga menimbulkan masalah yang baru atau konflik sosial yang berkepanjangan. Di sini memperlihatkan bahwa hukum pidana mempunyai keterbatasan, seperti yang telah dijelaskan tersebut di atas. Sehingga dari perspektif (sudut pandang) hukum pidana, kejahatan bisnis menimbulkan masalah yang sangat besar apakah hukum pidana kita (Indonesia) telah mampu mengantisipasi munculnya kejahatan bisnis tersebut, yang sangat beraneka ragam. Dengan kata lain apakah Undangundang pidana kita mampu menjerat pelaku tindak pidana tersebut. Lain lagi masalahnya dengan hukum acara pidana, memang perhatian terhadap korban mulai dikedepankan sejak berlakunya kitab undang-Undang Hukum acara
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
31
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
Pidana (UU No 8 Tahun 1981). Namun dalam praktiknya ketentuan seperti ini masih harus diuji dalam praktik peradilan kita. Misalnya dalam kasuskasus konsumen yang biasanya menyangkut kebiasaan yang sangat luas bagi masyarakat konsumen, perhatian dari aparat penegak hukum bagi konsumen masih dirasakan kurang. Coba kita perhatikan pada promosi dasn iklan yang secara spesifik memuat janji untuk menjual barang dalam jumlah tertentu atau secara spesifik memuat janji untuk menjual barang dengan cara tertentu merupakan suatu penawaran promosi dan iklan. Di inggris iklan ini bukanlah suatu penawaran, melainkan suatu undangan untuk berunding dalam kaitannya dengan jual beli barang dan jasa. Bayangkan berapa banyak konsumen yang menjadi korban dari kegiatan iklan dan promosi ini. Perspektif
hukum
pidana,
pada
masalah
kejahatan
bisnis
mengandung du makna pertama sebagai ultimum remedium. Akan tetapi pada persfektif ini, telah dijelaskan di atas, pidana itu tidak mampu untuk menyelesaikan masalah, ia malah memperuwet masalah. Kedua merupakan primum remedium. Karena perspektif primium remedium akan berlaku jika8. Korbannya sangat besar, terdakwaanya recedivist, dan kerugianya tak dapat dipulihkan. Maka sejalan dengan pendapat itu, masalah kejahatan bisnis dapat dibenarkan jika perspektif hukum pidana yang bersifat ultimum
8
Romli Atmasasmita. Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis.Op cit: 50.
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
32
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
remedium ini tetap digunakan. Karena kejahatan ini merupkan kejahatan yang sifatnya khusus dan memerlukan cara yang luar biasa untuk mencegah dan mengatasinya. Dalam hal ini penggunaan hukum pidana sebagai sarana yang bersifat primium remedium bukan suatu kemustahilan karena konteks dan situasinya. Jadi penggunan pidana bukanlah yang terakhir, akan tetapi digunakan di depan, karena bagaimanapun juga masalah kejahatan bisnis ini tidak dapat diselesaikan dengan hukum administrasi atau hukum perdata. Namun demikian penggunaan sarana hukum pidana sedemikian rupa juga harus dipertimbangkan dari sudut kemanfatan terbesar. Seperti Jeremy Bentham mengatakan, The Great Hapines of The Great Numbers. Kebahagian terbesar adalah untuk orang banyak. Jika pidana digunakan untuk kebahagian orang banyak (masyarakat) yang terkena atau sebagai korban kejatan bisnis maka pidana di sini diperbolehkan sebagai cara yang pertama dalam menanggulanginya, walaupun pada dasarnya ia bersifat paling akhir. Artinya tetap persfektif hukum pidana ini mengedepankan aspek pidana (hukuman) yang utama bagi pelaku kejahatan bisnis, namun harus juga diperhatikan dari adanya keterpaduan (intergralitas) antara politik kriminal dengan politik sosial, kemudian dalam penggunaan pidana ini perlu juga diperhatikan adanya keterpaduan antara upaya penangulangan kejahatan
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
33
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
dengan penal dan non-penal9 .Akan tetapi yang menjadi kendala adalah, bagaimana keadaannya antara kondisi hukum pidana kita yang sudah tua dan renta, yang tak mampu lagi melayani masyarakat luas, dengan penggunaan pidana dalam masalah bisnis. Tentunya masalah ini sangatlah disayangkan dalam kondisi yang sedemikian parah, hukum pidana sebagai bagian dari kebijakan integral termasuk di dalamnya sistem penegakan hukum, belum dapat sampai saat ini untuk diupayakan secara maksimal. Mulai dari KUHP yang sangat tua, dari pemerintahan kolonialisme belanda yang tidak mampu untuk mengikuti perkembangnan jaman, sampai kepada KUHAP yang kurang dalam memperhatikan masalah korban kejahatan. Apa yang harus dilakukan dari masalah ini, jika pidana tetap kita jadikan alat yang pertama untuk menanggulangi masalah bisnis ini. Dengan memperhatikan hal-hal sebagaimana dikemukakan di atas nampak jelas bahwa kebutuhan perundang-undangan baru yang mengatur mengenai kejatan bisnis ini secara holistik sudah tidak dapat ditunda-tunda lagi. Karena demi efektifnya penegakan hukum, demi mencapai kepastian hukum seperti yang diamanatkan oleh kaum positivistis, yang telah diwariskan Hasn Kelsen kepada hukum, adalah perlu undang-undang yang tegas untuk mengatasinya. 9
Barda Nawawi Arief. Kebijakan Kriminal (Criminal Policy). Bahan Penataran Kriminologi Fakultas Hukum UNPAR: Bandung, Tanggal 9-13 September 1991. lihat juga; Bunga Rampai Kebijkan Hukum Pidana. PT.Citra Aditya Bakti: Bandung, 2002. hlm 4.
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
34
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
Jadi Undang-undang masalah kejahatan bisnis ini perlu dibentuk secara holistik tidak terpisah. Dia harus bersifat integral, mudah untuk ditafsirkan secara kenyataannya, tidak mudah kaku, ia harus senantiasa untuk mengikuti perkembangan bisnis. Jadi perspektif hukum pidana yang lebih mengedepankan pidana (hukuman) sebagai upaya awal bagi kejahatan bisnis ini, perlu adanya pembaharuan hukum pidana secara integral. Dalam hal ini sejak kemerdekaan Indonesia R.Iwa Kusuma10 sudah mengatakan: “Kitab Undangundang Hukum Pidana jang masih berlaku sekarang ini berasal dari djaman penjajah belanda. Didalamnja masih terdapat anasir-anasir jang sama sekali tidak sesuai dengan keadaan sekarang ini. Dari pendapat tersebut, jelas seiring dengan perkembangan dunia bisnis yang semakin jahat sehingga kejahatannya semakin hyper maka diperlukanlah perubahan terhadap Undang-undang pidana kita.
2. Perhatian Kriminologi Terhadap Kejahatan Bisnis. Sulit untuk mengatakan Kriminologi itu sudah eksis dalam dunianya yang sehari-harinya mencari sebab-sebab dari kejahatan, apa itu kejahatan,
10
Moh Kesno. Pkok-Pokok Permasalahan Hukum Kita. Dalam Artidjo Alkotsar dan M. Sholeh Amin. Pembangunan Hukum Dalam Perspektif Hukum Nasional. LBH: Yogyakarta & Eajawali: Jakarta, 1986. hlm 106.
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
35
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
bagaimana motif untuk melakukan kejahatan itu, inilah bagian dari pekerjaan kriminologi. Akan tetapi konsep-konsep Kriminologi sekarang ini masih menggunakan konsepnya Kriminologi Konvensional, misalnya seorang Jahat hanya karena ia berambut keriting, ia berbadan besar, beringas. Akan tetapi banyak kejahatan di luar ciri-ciri seperti itu. Mungkin hal ini biasa dijadikan alasan, bahwa Kriminologi telah lupa padahal dirinya sudah lama memperhatikan Kejahatan yang sifatnya White Collar Crime ini, sejak era Sutherland11 Kejahatan kerah putih, yang dilakukan biasanya oleh orangorang konglomerat, sudah banyak diperhatikan. Akan tetapi pengajaran kriminologi kita (di Indonesia) khususnya di fakultas hukum, itu hanya sebatas dan berhenti pada kriminologi kontemporer, ia tidak memasuki ranah kriminologi kritis. Sehingga pada era sekarang ini, yang lagi marakmaraknya kejahatan bisnis dipertanyakan bagaimana perhatian kriminologi terhadap kejahatan bisnis ini. Konsep Kriminologi Konvensional eranya Lomborso, sudah sangat jelas tidak bisa lagi kita pakai untuk menganalisis masalah kejahatan Bisnis atau white collar crime, ini. Pada intinya Lomborsso mengemukakan bahwa 11
Setengah abad yang sudah lewat Edwin H. Sutherland (1883-1850) telah mencoba membuat suatu gambaran bahwa kejahatan korporasi (white collar Crime) sebagai..”Any person of higher socio-economic status who commits a legal violation in the course of his or her accupation. Dan 30 tahun sebelumnya Kriminologi Henderson telah mengedepankan istilah penjahat terpelajar (educated Criminal).
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
36
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
bakat jahat itu diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, pada pertengahan abad ke 19, maka segeralah pendapat ini sangat populer di daratan eropa bahkan juga sampai ke benua Amerika12. dalam konsepnya ia telah mengetengahkan apa yang disebut dengan Born criminal, bakat jahat sejak lahir. Bahwa penjahat sejak dilahirkan merupakan tife khusus, dengan klasifikasi khusus. Ketidak puasan terhadap teori Lomborso, kemudian melahirkan apa yang disebut dengan teori Labbeling, yang telah dikemukakan oleh Howard Becker, ia mengatakan bahwa kejahatan merupakan suatu proses dalam proses dengan kehidupan sosial. Maka dari proses tersebut, dimunculkannya adanya label kejahatan. Dari mulai teori differential association, teori anomi, sampai ke teori labeling. Semua teori itu tidak mampu untuk melihat kejahatan bisnis atau white collar crime. Kriminologi seperti ini disebut oleh Taylor adalah sebagai kriminologi orthodoks, yang tidak mampu untuk menjelaskan mengapa orang melakukan perbuatan jahat, Kriminologi seperti ini hanya sebatas pada kejahatan tradisional atau kepada kejahatan jalanan12 Dari sedikit uraian di atas dapat saya simpulkan, bahwa perhatian kriminologi terhadap kejahatan bisnis atau white collar crime. Belum 12
Romli Atmasasmita. Hak Asasi Manusia Dan Penegakan Hukum. Bina Cipta: Bandung, 1997. 36. 12 Mardjono Reksodiputra. Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Pidato Pengukuhan. Fakultas Hukum Universitas Indonesia: Jakarta, 1993. hlm 3.
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
37
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
sepenuhnya mendapatkan perhatian yang cukup serius. Sejak abad 20 ada yang disebut dengan kriminologi kritis atau kriminologi sayap kiri, ia senantiasa mendobrak cara-cara kriminologi tradisional. Akan tetapi kurang mendapatkan tempat dalam dunia hukum kita, mungkin karena nuansa kriminologi ini lebih kepada nuansa non-positivistik karena ia berada pada ranah teori kritis (critical race theory). Sementara, hukum masih mengandalkan metode yang positivistik tersebut. Mardjono Reksodiputra, menyebut kriminologi sayap kiri ini atau kriminologi kritis dengan sebutan kriminologi non konvensional. Pada dasarnya kriminologi kritis ini mengkritik praktek-praktek dari kriminologi tradisional, bahwa menurutnya, angka kriminalitas yang tidak dilaporkan dan tidak tercatat cukup besar (the dark number of crime), dan disamping kejahatan jalanan itu masih ada kejahatan korporasi (corporate crime) dan kejahatan kerah putih atau white collar crime.yang jarang diketahui atau jarang dilaporkan. Pada dasarnya kriminologi baru ini mengencam bahwa statistik kriminal yang tidak mampu memberikan data akurat dan menjelaskan kejahatan secara faktual. Intinya perhatian kriminologi terhadap kejahatan kerah putih ini atau kejahatan bisnis pada umumnya, harus mendapatkan tempat dalam Kriminologi. Tentunya dengan menggunakan analisis yang non-tradisional,
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
38
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
semestinya kriminologi baru, atau kriminologi kritis perlu mendapatkan tempat bagi analisis terhadap kejahatan bisnis ini. Karena seperti halnya teori positivistik dalam hukum, ia tidak mampu untuk melihat kejahatan yang sesungguhnya. Ia hanya bekerja
pada ranah kejahatan jalanan. Perlu
ditekankan di sini, Kriminologi Kritis
harus sesegera mungkin untuk
memperhatikan kejahatan ini, khususnya dalam pengajaran kriminologi fakultas hukum.
C. Penutup & Kesimpulan Sebagai uraian akhir dari tulisan ini, penulis memberikan dua kesimpulan sekaligus saran. 1.
Perspektif Hukum pidana tetap lebih mengedepankan
hukum
pidana itu sebagai obat terakhir ultimum remedium, akan tetapi melihat praktek bisnis yang menjadi korbannya semakin banyak, maka
hukum
pidana
perlu
dikedepankan,
sebagai
upaya
penanggulangan kejahatan ini. Yang menjadi persoalannya adalah KUHP kita, masih menggunakan KUHP yang lama, sehingga ini menyulitkan penegak hukum untuk menjerat pelaku bisnis. Maka dari itu saran dari penulis adalah, Perlu adanya perubahan KUHP yang lebih berkarakter nasional (Indonesia). Sebab KUHP ini masih
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
39
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
menggunakan cara-cara yang lama, dalam perkembangannya ia tidak mampu untuk melihat Kejahatan whitte collar crime. 2. Kriminologi kita, dan pengajarannya di Fakultas hukum, itu masih terbatas dan berhenti pada Kriminologi kontemporer, ia sulit untuk memasuki kriminologi sayap kiri atau kriminologi kritis. Sehingga Kriminologi konvensional sejak eranya Lomborso, tidak dapat menjawab perkembangan kejahatan bisnis ini. Saran penulis adalah,
perlunya
dikembangkan
kriminologi
kritis
dalam
pengajaran fakultas hukum. Sebab pada kriminologi tradisional, ia hanya mampu untuk melihat kejahatan jalanan saja. Sementara kejahatan kerah putih sulit untuk dilihat.
DAFTAR PUSTAKA Andrianus Meliala. Menyingkapi Kejahatan Kerah Putih. PT. Sinar Harapan: Jakarta, 1994. Artidjo Alkotsar dan M. Sholeh Amin. Pembangunan Hukum Dalam Perspektif Hukum Nasional. LBH: Yogyakarta & Eajawali: Jakarta, 1986. Barda Nawawi Arief. Batas-Batas Kemampuan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Kejahatan. Makalah Pada Seminar Nasional “Pendekatan Non Penal dalam Pennaggulangan Kejahatan” FHUNDIP. Di Hotel Graha Santika: Semrang. 2 September 1996. ----------------------------.Beberapa Apek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum Pidana. PT.Citra Aditya Bakti: Bandung, 1998. hlm 39.
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
40
H. Muhamad Rakhmat : Kejahatan Bisnis.......
-----------------------------. Kebijakan Kriminal (Criminal Policy). Bahan Penataran Kriminologi Fakultas Hukum UNPAR: Bandung, Tanggal 9-13 September 1991 -----------------------------. Bunga Rampai Kebijkan Hukum Pidana. PT.Citra Aditya Bakti: Bandung, 2002. Gilbert Geis & Robert F Meire. White Collar crime. The Free Press A. Division of Macmilan Publisher: London, 1963. International Monetary Fund, Financial System abuse, Finacial Crime & money Laundering-Bacground Paper. February 12-2001. (http:/www.imf.org). Jean Baudrillard. The Perfect Crime. Verso: London 1996 J.E.Sahetapy. Kejahatan Korporasi. PT.Eresco: Bandung, 1994. Marshall B. Clinard & Peter C. Yeager. Corporate Crime. The Free Press Macmillan Publishing Co.Inc New York, 1980. Mardjono Reksodiputra. Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Pidato Pengukuhan. Fakultas Hukum Universitas Indonesia: Jakarta, 1993. Moh Kesno. Pokok-Pokok Permasalahan Hukum Kita. Dalam Artidjo Alkotsar dan M. Sholeh Amin. Pembangunan Hukum Dalam Perspektif Hukum Nasional. LBH: Yogyakarta & Eajawali: Jakarta, 1986. Romli Atmasasmita. Hak Asasi Manusia Dan Penegakan Hukum. Bina Cipta: Bandung, 1997. -------------------------.Pengantar Media: Jakarta, 2003.
Hukum
Kejahatan
Bisnis.Prenada
W.A. Bonger. Pengantar Tentang Kriminologi. PT.Pembangunan: Jakarta, 1995.
Al-Akhbar : Vol.7 No.3 April 2014
41