BAB I PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG Desa Wukirsari adalah salah satu desa di Kecamatan Imogiri,
Kabupaten Bantul,
Yogyakarta. Desa ini terletak 17 km di sebelah
selatan pusat kota Kota Yogyakarta dengan luas wilayah kira-kira 15 kilometer persegi. Desa dengan 16 dusun dan 91 RT ini memiliki banyak
W
potensi pariwisata yang belum dieksplorasi lebih lanjut. Selama ini, desa
KD
ini lebih dikenal sebagai desa ’Batik’ karena adanya pusat-pusat kerajinan batik dibeberapa dusun yang ada di desa itu. Hal ini patut disayangkan karena desa yang luas ini sebenarnya masih mempunyai potensi wisata
U
yang lain yang dapat dikembangkan, yaitu potensi ekowisata.
IK
Di desa ini terdapat potensi-potensi alam yang di dukung oleh seni budayanya yang dapat dikembangkan untuk tujuan wisata alam seperti
IL
yang telah dilakukan di daerah-daerah wisata lainnya di Indonesia.
M
Sebagai contoh adalah keberhasilan pengembangan peluang wisata di Kampung Talun, Bali sudah memanfaatkan peninggalan budaya dan potensi alamnya karena kebudayaan dan alam merupakan dua hal yang dapat mengusik rasa keingintahuan manusia. Jadi keberhasilan Talun antara lain terletak pada memanfaatkan dan mendorong rasa ingin tahu seseorang untuk mengadakan perjalanan (Pendit, 1994). Yogyakarta, sama seperti Talun, adalah satu wilayah di Indonesia yang kaya akan seni budaya dan keindahan alam pedesaannya. Yogyakarta juga merupakan salah satu Propinsi yang menjadi tujuan
1
kunjungan wisata ke Indonesia selain Bali. Kota ini terkenal dengan keberadaan keratonnya dan berbagai kegiatan kebudayaan di seputar keraton termasuk peninggalan purbakala di daerah sekitarnya yang berupa candi-candi. Tetapi sejalan dengan perkembangan pariwisata di tanah air, ada desakan dari berbagai pihak yang prihatin dengan pengaruh industri pariwisata. Mereka menginginkan agar pemerintah daerah merubah kebijakan pembangunan di bidang pariwisata yang selama ini dianggap dengan wisata
W
hanya berorientasi pada jumlah kunjungan wisatawan
masalnya (mass tourism). Hal ini dinilai telah mengancam kelestarian
KD
baik lingkungan fisik maupun budaya.
Harus diakui bahwa pariwisata merupakan salah satu kegiatan yang
U
sangat dibutuhkan oleh hampir semua manusia. Terutama mereka yang menghuni kota terutama kota-kota besar di berbagai belahan dunia. Secara
IK
ekonomi, tidak murah untuk suatu perjalanan wisata, namun kejenuhan
IL
yang dialami biasanya membuat sebagian dari masyarakat menyisihkan
M
dana khusus untuk berwisata atau berekreasi guna mengembalikan energi mereka setelah sibuk beraktivitas. Tingginya minat manusia akan kegiatan berwisata menyebabkan perkembangan pariwisata dunia meningkat saat ini. Tetapi hal ini memang harus diimbangi dengan pelestarian lingkungan dan kebudayaan sehingga manusia tidak merusak ekosistemnya sendiri. Berdasarkan Pengarahan Dirjen PHPA di Bandar Lampung 1991, bidang kepariwisataan dan rekreasi dunia akan meningkat pesat pada masa yang akan datang. Hal ini sebagai akibat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk dan semakin berkembangnya kota-kota besar di seluruh
2
dunia. Jumlah wisatawan tahun 2004 seperti yang dijelaskan pada tabel 1.1
menunjukkan pencapaian yang luar biasa dalam hal jumlah
wisatawan. Jadi hal ini harus diantisipasi oleh daerah dalam mengembangkan industri pariwisatanya. Tabel 1.1: Jumlah wisatawan Peringkat pariwisata dunia tahun 2004 Jumlah Wisatawan (Juta) Tiongkok 41,8 Italia 37,1 Britania Raya 27,7 Hong Kong 21,8 Meksiko 20,6 Jerman 20,1 (Sumber: World Tourism Organization (WTO), 2005) Pengembangan
KD
W
Urutan Pariwisata
pariwisata
daerah,
dalam
hal
ini
dapat
U
memfokuskan diri pada penggalian potensi daerahnya masing-masing.
IK
Saat ini ada kecenderungan untuk mengembangkan ekowisata di daerahdaerah karena dipandang menguntungkan baik dari segi pelestarian alam
IL
maupun social, ekonomi dan budaya. Hal ini masuk akal karena Indonesia
M
diakui dunia sebagai negara megabiodiversitas walaupun belum masuk 10 peringkat kepariwisataan dunia. Hal ini pantas disayangkan karena Indonesia merupakan negara yang kaya akan pemandangan alam yang indah, serta flora dan faunanya yang beragam kehidupan. Jadi hal itu dapat dimanfaatkan untuk bidang pariwisata dengan strategi-strategi tertentu. Semakin ramainya Daerah Istimewa Yogyakarta dengan warga pendatang membuat jogja hampir kehilangan ciri khas tradisionalnya sehingga, diketahui bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang
3
berkunjung ke Jogja semakin berkurang. Namun menurut Widi Utaminingsih (Ketua Yayasan Widya Budaya Yogyakarta), potensi desa wisata di daerah itu bisa menjadi unggulan dalam pengembangan pariwisata, sehingga bisa menjadi alternatif kunjungan wisatawan di wilayah provinsi DIY. "Desa wisata di daerah ini memiliki ciri khas serta kelebihan yang tidak dimiliki daerah lain," tutur ketua yayasan yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan budaya dan pariwisata
W
berbasis potensi lokal itu (inilah.com). Hal ini sangat memprihatinkan sehingga muncullah ide untuk
KD
mengembangkan desa-desa yang potensial itu sebagai desa wisata. Beberapa desa wisata di Yogyakarta yang telah dikembangkan selama ini
U
antara lain Desa wisata Gabungan di Tempel Sleman, Garongan dan Kelor Turi Sleman yang memiliki kebun salak, kawasan pemancingan,
IK
perikanan dan kawasan untuk jogging, desa wisata yang memiliki
IL
keunikan lain yaitu misalnya kerajinan ATBM, anyaman gedebog pisang,
M
lidi dan pantai Cemplon yaitu didesa wisata Gamplong Moyudan Sleman sedangkan desa wisata yang memiliki keunikan lain seperti gardu pandang, sarang burung Blekok dan Kuntul, pelatihan pertanian, pemancingan dan kawasan jogging adalah desa wisata Ketingan Mlati Sleman. Desa-desa wisata di DIY memiliki keunikan seperti telah dijelaskan diatas, namun bukan hanya itu yang dimiliki berbagai desa wisata di DIY. Terdapat juga di beberapa desa misalnya desa wisata Sambi Pakem Sleman, Srowolan Turi Sleman, Trumpon Tempel Sleman, Tanjung
4
Donokerto Sleman, Tunggul Arum Turgo Lereng merapi, Krebet Sendang Sari Bantul, Kebon Agung Imogiri Bantul, adanya kebun anggur, fedlok, wisata ziarah,
hiking, pemandangan alam, konsrvasi hutan,
trekking, kerajinan kayu batik, bunga kering, wisata air, kanoing, Gua Cerme, pembuatan gula merah dan Makam Raja-raja. Pemerintah mulai menaruh perhatian pada pengembangan desa wisata di DIY. Hal ini terlihat dari dana pengembangan desa wisata yang
W
pada tahun-tahun sebelumnya sebesar 60 juta per tahun, tahun 2010 ini meningkat menjadi 100 juta per tahun / per satu desa wisata
KD
(Bataviase.co.id).
Berawal dari kondisi keprihatinan tersebut dan harapan untuk
U
membuat kegiatan pariwisata yang lebih sehat dan bermanfaat untuk penduduk Yogyakarta dan wisatawan tamu, Maka pemerintah berusaha
IK
menangani potensi wisata DIY yang bisa dikembangkan dengan
IL
menyediakan dana bantuan bagi desa-desa yang berpotensi untuk
M
mengembangkan wisata di desanya seperti yang telah dijelaskan. Sebagai hasilnya sampai saat ini desa wisata di Yogyakarta hampir tidak dapat dihitung. Namun wisata desa yang dilakukan selama ini masih merupakan wisata massal yang di khawatirkan akan mengakibatkan hilangnya sifat alami dari desa wisata. Permasalahan yang sering timbul adalah bahwa pembangunan wisata desa tidak disesuaikan dengan kapasitas kawasan tersebut sehingga terjadi kerusakan lingkungan karena jumlah wisatawan kadang melebihi kapasitas kawasan yang ada. Sangat minimnya
5
pengetahuan wisatawan tentang pentingnya menjaga kelestarian kawasan wisata juga menjadi keprihatinan tersendiri. Oleh sebab itu banyak dilakukan usaha penelitian yang bertujuan untuk mengubah salah satu desa wisata menjadi desa ekowisata (Ecotourism) dengan wawasan lingkungan yang benar. Ekowisata memang merupakan salah satu trend wisata yang berkembang saat ini. Ekowisata menurut The International Ecotourism Society (Fandeli 2002)
W
adalah “suatu bentuk perjalanan wisata ke daerah yang masih alami yang di lakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan
KD
kesejahteraan penduduk setempat”. Salah satu tujuan utama ekowisata adalah untuk konservasi lingkungan, sehingga para wisatawan sebenarnya
U
juga konservasionis. Artinya ekowisata perlu disosialisasikan kepada masyarakat luas, terutama mereka yang akan berekowisata, agar tujuan
IK
ekowisata itu sendiri tercapai. Tujuan sosialisasi ekowisata juga untuk apresiasi
masyarakat
terhadap
eksistensi
kawasan
IL
meningkatkan
M
konservasi. Hal ini akan menyadarkan masyarakat bahwa penyelamatan lingkungan/ konservasi bukan hanya tugas konsevasionis, namun itu juga merupakan tanggung jawab semua anggota masyarakat. Dalam pengembangan ekowisata desa, salah satu permasalahan yang sering dialami adalah adanya pro kontra didalam masyarakat. Sebagian masyarakat sependapat dengan konsep ekowisata yang biasanya di tawarkan yaitu untuk penyelamatan dan pelestarian serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun sebagian masyarakat lagi yang kontra dengan ekowisata dan sudah merasa puas dengan pendapatan yang
6
diperoleh dari wisata yang selama ini telah di jalankan. Untuk itu sangat penting bagi pengelola ekowisata pada suatu kawasan untuk bekerja sama dengan masyarakat setempat dalam mencapai tujuan ekowisata. Desa Wukirsari, dalam hal ini, merupakan desa yang sudah diberi label sebagai desa wisata. Hal ini dapat dilihat dengan adanya ’tugu’ yang terletak di dusun Karangkulon dengan tulisan yang menerangkan bahwa desa tersebut adalah desa wisata dengan berbagai jenis wisata yang ada.
W
Hal ini paling tidak menunjukkan keinginan desa tersebut menjadi desa wisata. Tetapi dalam kenyataannya tampaknya potesi yang ada belum
KD
tergali secara baik dan maksimal. Sehingga mengeksplorasi lebih jauh potensi wisata desa ini akan berguna untuk pengembangan pariwasatanya
U
di masa yang akan datang.
Berdasarkan perbandingan dengan desa-desa wisata yang telah tampaknya
IK
berkembang
desa
Wukirsari
ini
akan
cocok
untuk
IL
pengembangan ekowisata. Desa ini memiliki banyak potensi yang belum
M
tersentuh pasar dan ekowisata merupakan peluang terbaik untuk menjual potensi-potensi alamnya selain potensi seni dan budaya, sosial ekonomi dan SDM yang di miliki desa desa ini. Dengan ekowisata, potensi yang ada tetap dapat dijual tanpa harus mengalami kerusakan. Artinya potensi yang ada dapat dijaga tetapi tetap menarik orang untuk datang. Potensi – potensi jika dikembangkan dengan baik juga akan mendatangkan penghasilan bagi masyarakat setempat.
7
B.
RUMUSAN MASALAH Saat ini pengelolaan wisata di desa Wukirsari yang berlabel ’desa
wisata’ tidak seperti yang diharapkan dari sudat pandang ekowisata yaitu wisata dengan tujuan
mengkonservasi lingkungan dan melestarikan
kesejahteraan penduduk setempat.
C.
TUJUAN PENELITIAN
W
Dengan mengacu pada konsep ekowisata desa yang diharapkan, yaitu dapat mengkonservasi lingkungan dan menyejahterakan rakyat,
KD
maka perlu diketahui terlebih dahulu potensi ekowisata yang ada di desa Wukirsari dan mengidentifikasi peluang dan permasalahannya supaya
U
dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang keadaan desa dan strategi
MANFAAT PENELITIAN
IL
D.
IK
pengembangannya sebagai desa ekowisata yang menjajikan.
M
1. Memperoleh informasi tentang potensi yang ada di desa Wukirsari untuk dapat dikembangkan lebih baik kedepan dengan konsep
ekowisata yang ada.
2. Mengetahui peluang dan permasalahan yang ada, sehingga dalam pengelolaan ekowisata desa ini oleh pengelola dapat dikendalikan. 3. Wisatawan mendapatkan referensi untuk memperoleh pengalaman baru yang menarik dan bermakna dari wisata alam, seni dan budaya, religius, dan pengobatan tradisional. 4. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
8
M
IL
IK
U
KD
W
5. Untuk kepentingan pengembangan kepariwisataan nasional
9