1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman kacangkacangan yang menduduki urutan kedua setelah kedelai (Marzuki, 2007), berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi tinggi dan peluang pasar dalam negeri cukup besar. Tanaman kacang tanah dapat digunakan langsung untuk pangan dalam bentuk sayur, saus, digoreng atau direbus, sebagai bahan baku industri seperti keju, sabun dan minyak, serta brangkasannya untuk pakan ternak dan pupuk. Kebutuhan kacang tanah di Indonesia mencapai 50.000 – 150.000 ton biji kering dan 150.000 – 450.000 ton polong segar tiap tahun. Kebutuhan komoditas ini belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri sehingga perlu impor sebesar 90.000 – 150.000 ton polong segar tiap tahun. Menurut Gaybita (1996, dalam Kasno, 2007) Indonesia termasuk importir kacang tanah terbesar di dunia terutama berasal dari Vietnam, Cina, dan India. Hasil kacang tanah di Indonesia dapat mencapai 3,664 t ha-1 biji kering (Lana, 2007), dan hasil ini masih dapat ditingkatkan. Potensi hasil varietas unggul dapat mencapai 2,6 t ha-1 biji kering. Nugrahaeni dan Kasno (1992) menyatakan bahwa hasil kacang tanah baru mencapai 1,45 t ha-1 biji kering, masih lebih rendah dibanding dengan potensi hasil varietas unggul.
1
2 Sumarno dkk., (1989) menyatakan bahwa 66 % kacang tanah di Indonesia ditanam di lahan kering dengan rentang hasil antara 0,5 hingga 1,5 t ha-1 biji kering. Durma (2008) melaporkan bahwa hasil kacang tanah di Desa Ped Nusa Penida baik varietas lokal maupun varietas kelinci dalam tumpangsari dengan jagung memperlihatkan hasil (berat biji kering panen) tertinggi 2,10 t ha-1. Hasil kacang tanah di lahan kering masih jauh lebih rendah dibanding dengan hasil kacang tanah di lahan basah yang beririgasi baik dapat mencapai 4,5 t ha--1 (Balitkabi, 1999). Rendahnya hasil kacang tanah di lahan kering karena sebagian besar lahan kering mempunyai tingkat kesuburan rendah dan sumber air terbatas, hanya tergantung pada curah hujan yang distribusinya tidak dapat diatur sesuai kebutuhan tanaman. Cekaman kekeringan tanaman di lahan kering terjadi pada fase-fase pertumbuhan akibat jumlah curah hujan rendah dan distribusi tidak merata (Soepandie, 1996). Adisarwanto dkk., (1993) menyatakan bahwa stadia kritis tanaman kacang tanah adalah stadia perkecambahan, pembungaan, pembentukan polong dan pengisian biji. Jika pada stadia tersebut kekurangan air akan mempengaruhi hasil akhir. Munip dkk., (1999) menyatakan bahwa kekurangan air selama fase pertumbuhan kacang tanah pada stadia pembentukan hingga pengisian polong dapat menyebabkan penurunan hasil yang cukup besar. Lahan kering berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif mengingat sebarannya sangat luas di Indonesia. Menurut Minardi (2009) Indonesia memiliki lahan kering sekitar 148 juta ha (78%) dan lahan basah seluas 40,20 juta ha (22%) dari 188,20 juta ha total luas daratan. Propinsi Bali
3 memiliki lahan kering seluas 218.119 ha, merupakan 38,73% dari luas Propinsi Bali tersebar di sembilan Kabupaten (Anonim, 1995) di antaranya adalah Kabupaten Klungkung. Lahan kering di Kabupaten Klungkung seluas 27.512 ha didominasi Kecamatan Nusa Penida dengan luas 20.284 ha (Anonim, 1991). Kecamatan Nusa Penida mempunyai iklim kering dengan curah hujan rata-rata 1.360,4 mm tahun-1 dan hari hujan rata-rata 65,4 hari tahun-1 (Lampiran 5). Hasil tanaman kacang tanah ditentukan oleh ketersediaan unsur hara baik unsur hara makro seperti C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S maupun unsur hara mikro seperti Fe, Zn, Co, Mn, Mo, Bo, dan Cl. Salah satu strategi mengatasi masalah rendahnya hasil tanaman di lahan kering adalah dengan pemberian pupuk hayati mikoriza dan pupuk organik kascing. Setiadi (2000) menyatakan bahwa mikroorganisme seperti Mikoriza Vesikuler Arbuskular (MVA) bersimbiosis dengan akar tanaman mampu meningkatkan daya serap akar tanaman terhadap air dan unsur hara terutama P, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan,
serangan
patogen
akar
serta
dapat
menghasilkan
hormon
pertumbuhan seperti sitokinin sehingga dapat membantu pertumbuhan tanaman pada kondisi lahan kering. Tanaman yang mengandung mikoriza lebih tahan kekeringan dibandingkan tanaman tanpa mikoriza (Setiadi, 2000), disebabkan hyfa mikoriza masih mampu menyerap air pada pori-pori tanah saat akar tanaman sudah mengalami kesulitan. Penyebaran hyfa mikoriza dalam tanah tersebar luas panjangnya sampai + 80 mm melebihi daerah absorbsi rambut-rambut akar yang panjangnya 1-2 mm saja, sehingga dapat mengambil air relatif lebih banyak.
4 Penggunaan pupuk kascing tidak hanya menambah ketersediaan unsur hara bagi tanaman, tetapi juga menciptakan kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kacang tanah dengan memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, seperti memperbaiki aerasi tanah, mempermudah penetrasi akar dan memperbaiki kapasitas tanah menahan air. Kascing mengandung 0,35% N-total, 65 ppm P-tersedia, 279,3 me kg-1 Ca-tersedia, 492 me kg-1 Mg-tersedia dan 5,17% C-organik (Nurhayati Hakim dkk., 1986); 1,7 % N- total, 71 ppm Ptersedia, 181 me kg-1 K- tersedia, 292 me kg-1 Ca, 409 me kg-1 Mg dan 300 me kg-1 Na (Darmayani, 1993); 1,99 % N- total, 74,67 ppm P- tersedia, 183,3 me kg-1 K- tersedia (Kartini, 1997). Kascing merupakan salah satu bahan organik yang diambil dari kotoran cacing tanah yang memakan sampah organik terutama berasal dari tumbuh-tumbuhan dan kotoran hewan. Nielson (1965 dalam Mansell dkk., 1980) telah mengidentifikasi senyawa indol dari beberapa kotoran cacing tanah. Adanya kandungan hormon auksin dalam kascing karena bahan dasar dari pembuatan kascing adalah dari bahan hijauan tanaman dan dari kotoran sapi yang makan rumput. Hormon auksin banyak terdapat pada bagian-bagian tanaman yang tumbuh aktif seperti ujung batang, akar, embrio yang sedang berkembang dan lain-lain. Hormon ini banyak peranannya dalam mengatur pertumbuhan tanaman (Leopold dan Kriedemann, 1985). Mikoriza dan kascing berinteraksi dalam menyediakan unsur hara kepada tanaman, kascing mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro, sedangkan mikoriza memperluas morfologi akar tanaman inang dalam menyerap air dan unsur-unsur hara tanah. Mikoriza pada dosis 100 kg ha-1 dapat
5 meningkatkan hasil biji kering dan hasil polong segar ha-1 tanaman kacang tanah sebesar 30,68% dan 36,73% (Triwahyuningsih, 2000). Penggunaan mikoriza dan kascing dapat meningkatkan hasil kacang tanah. Informasi tentang penggunaan mikoriza dan kascing pada tanaman kacang tanah di lahan kering belum banyak tersedia. Lahan kering di Nusa Penida berpotensi untuk dikembangkan tanaman kacang tanah. Berdasarkan hal di atas maka perlu dilakukan penelitian pengaruh dosis mikoriza dan kascing terhadap pertumbuhan dan hasil kacang tanah.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat interaksi antara dosis mikoriza dengan dosis pupuk kascing terhadap sifat fisik tanah, sifat kimia tanah, pertumbuhan dan hasil kacang tanah ? 2. Berapakah dosis optimum mikoriza dan kascing untuk memperoleh hasil kacang tanah yang maksimal ?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui interaksi dosis mikoriza dengan kascing terhadap sifat fisik tanah, sifat kimia tanah, pertumbuhan dan hasil kacang tanah. 2. Untuk memperoleh dosis optimum mikoriza dan kascing terhadap hasil maksimal kacang tanah.
6 1.4 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan mikoriza dan kascing untuk pertumbuhan tanaman kacang tanah. 2. Hasil penelitian diharapkan mampu menjawab peningkatan produksi tanaman kacang tanah di lahan kering. 3. Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pemanfaatan mikoriza dan kascing untuk pemupukan tanaman kacang tanah di lahan kering.