BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan kedelai di Indonesia selalu mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya penggunaan kedelai sebagai bahan baku industri pangan. Produksi kedelai di Indonesia belum mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri, sehingga sampai saat ini sebagian besar kebutuhan kedelai dalam negeri masih dipenuhi dengan cara impor. Menurut badan pusat statistik (2013), kebutuhan kedelai dalam negeri pada tahun 2013 mencapai 2,5 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya dapat memenuhi kebutuhan kedelai sebanyak 847.016 ton. Penurunan produksi kedelai nasional diakibatkan penurunan luas lahan penanaman kedelai, rendahnya produktivitas kultivar kedelai di tingkat petani lokal yang hanya mencapai 13,78 ku/ha, sedangkan potensi produktivitas kultivar unggul dapat mencapai 20 - 30 ku/ha, serta
adanya persaingan harga antar
komoditi lokal dengan komoditi impor yang harganya lebih murah sehingga petani kurang berminat menanam kedelai. Dengan demikian diperlukan usaha peningkatan produksi kedelai nasional baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi. Upaya menanggulangi ketersediaan lahan tanam yang terbatas dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi lahan yakni dengan cara penanaman bergilir dengan komoditas padi di lahan sawah irigasi maupun tadah hujan. Pengembangan luas lahan dengan cara penanaman bergilir merupakan cara yang
1
paling baik ditinjau dari potensi produktivitas lahan, dan efisiensi usahatani. Menurut direktorat jendral tanaman pangan (2013), kementerian pertanian telah merencanakan perluasan areal tanam kedelai pada lahan sawah irigasi maupun tadah hujan seluas 118.250 ha di 12 propinsi dan 47 kabupaten. Penanaman bergilir kedelai dan padi di lahan sawah dapat menguntungkan ditinjau dari beberapa segi berikut: (1) usaha penganekaragaman tanaman, (2) pengendalian hama dan penyakit, serta (3) konservasi hara tanah. Penanaman satu komoditi tanaman pada suatu lahan sepanjang tahun seperti padi dapat menyebabkan menurunnya keanekaragaman produksi tanaman pangan. Hama dan penyakit dapat terus menyerang suatu wilayah pertanian sulit dikendalikan karena siklusnya tidak terputus. Selain kedua hal tersebut, menurut People dan Herridge (1991) budidaya tanaman sejenis secara terus menerus dan tenggang waktu tanam yang singkat dapat menyebabkan kandungan nutrien tanah seperti unsur N berkurang dan mempercepat penurunan kualitas tanah. Beberapa penelitian mengenai penanaman secara bergilir padi-kedelaipadi secara konsisten telah menunjukkan bahwa tanaman kedelai dapat menyesuaikan diri dan tumbuh baik pada kondisi lahan jenuh air, dan menunjukkan produksi yang lebih tinggi (Garside et al., 1992; Raka, 1993; Ghulamahdi, 2004). Keuntungan lain dari teknik budidaya jenuh air tanaman kedelai di lahan sawah yakni dapat memberikan pengaruh positif terhadap penanaman padi berikutnya, hal ini didasarkan pada hasil penelitian Chapman dan Myers dalam
2
Peoples and Herridge (1991) bahwa terjadi peningkatan produksi padi relatif mencapai 66% pada pola tanam padi-kedelai-padi dibandingkan padi-padi-padi. Diduga hal ini dapat terjadi karena adanya kemampuan kedelai bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium japonicum membentuk bintil akar untuk menambat nitrogen dari udara. Pada saat panen kedelai nitrogen hasil penambatan tidak sepenuhnya hilang dari tanah karena umumnya kedelai dipanen dengan memotong tanaman pada ketinggian 5-10 cm di atas permukaan tanah. Dengan demikian akar kedelai yang masih tersisa didalam tanah dapat menambah kandungan N tanah yang dapat digunakan oleh tanaman padi. Kemampuan
tanaman
kedelai
menambat
nitrogen
secara
alami
dipengaruhi oleh kesesuaian kultivar kedelai dengan Rhizobium. Selain itu, faktor lingkungan juga mempengaruhi proses penambatan nitrogen oleh Rhizobium seperti ketersediaan N dalam tanah, dan kadar air tanah (Peoples and Herridge, 1991). Dalam hasil suatu penelitian yang dilakukan oleh Ghulamahdi tahun 2006, menunjukkan bahwa sistem budidaya jenuh air pada kedelai dapat meningkatkan aktivitas nitrogenase, dan serapan unsur NPK. Teknik budidaya jenuh air kedelai dilakukan dengan cara mengalirkan air melalui saluran drainase disekeliling bedengan (guludan) tanaman kedelai. Tinggi muka air dipertahankan antara -5 hingga -15 cm dari permukaan guludan, sehingga tinggi muka air merupakan faktor penting dalam budidaya tanaman kedelai.
3
Dengan demikian, selain memperhatikan aspek pemupukan dan kultivar kedelai yang diperhatikan, pengaruh tinggi muka air tanah juga perlu dikaji lebih lanjut terhadap pembentukan bintil akar yang dapat meningkatkan aktivitas penambatan dan penyerapan nitrogen. Karena peningkatan kadar N dalam tanaman kedelai dapat meningkatkan produktivitas tanaman kedelai. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang diangkat pada penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pengaruh tinggi muka air tanah terhadap pertumbuhan dan pembentukan bintil akar kedelai (Glycine max (L.) Merril)? 2. Bagaimana pengaruh kultivar terhadap pertumbuhan dan pembentukan bintil akar kedelai (Glycine max (L.) Merril)? 3. Bagaimana
pengaruh
interaksi
kedua
faktor
perlakuan
terhadap
pertumbuhan dan pembentukan bintil akar kedelai (Glycine max (L.) Merril)? C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui tinggi muka air tanah yang paling optimal terhadap pertumbuhan dan pembentukan bintil akar kedelai (Glycine max (L.) Merril).
4
2. Mengetahui
pengaruh
kultivar
kedelai
dalam
pertumbuhan
dan
pembentukan bintil akar kedelai pada budidaya jenuh air. 3. Mengetahui
pengaruh interaksi
kedua
faktor perlakuan terhadap
pertumbuhan dan pembentukan bintil akar kedelai pada budidaya jenuh air. D. Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat kepada para petani dalam menentukan tinggi muka air tanah dan kultivar kedelai yang sesuai dalam budidaya jenuh air tanaman kedelai sehingga diperoleh produksi kedelai yang optimal, serta mampu memperluas areal tanam kedelai yang selama ini terbatas pada lahan yang tidak jenuh air. Selain itu juga dapat memberikan informasi kepada para peneliti sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya.
5