PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang Tanah merupakan tanaman polong – polongan kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Tanaman ini sebetulnya bukanlah tanaman asli Indonesia, melainkan tanaman yang berasal dari benua Amerika, tepatnya di daerah Brazil (Amerika Selatan)(Tim Bina Karya Tani, 2009). Berdasarkan luas pertanaman, kacang tanah menempati urutan keempat setelah padi, jagung, dan kedelai. Dewasa ini pertanaman kacang tanah sudah tersebar hampir diseluruh pelosok dunia dengan total luas panen sekitar 21 juta ha dan produktivitas rata – rata 1,10 ton/ha polong kering. Di kawasan Asia, Indonesia menempati urutan ketiga terbesar menurut luas arealnya (650.000 ha) setelah India (9,0 juta ha) dan Cina (2,2 juta ha). Selain itu, Indonesiapun dikenal sebagai negara ketujuh terbesar penghasil kacang tanah di dunia setelah India, Cina, Nigeria, Senegal, USA, dan Brazil (Adisarwanto , 2007). Produktivitas kacang tanah di negara-negara tropis, seperti Indonesia, India dan negara di Afrika pada umumnya hampir sama, antara 0,7 ton /ha hingga 1,3 ton/ha. Produksi kacang tanah rata-rata daerah Indonesia hanya sekitar 1,1 ton/ha (Kasno, 2005) . Menurut Kasno dkk. ( 2000) pada situasi krisis ekonomi, maka nilai impor kacang tanah menjadi sangat tinggi. Tantangan utama dalam peningkatan ketahanan pangan adalah menciutnya lahan subur karena beralih fungsi ke penggunaan non pertanian atau produksi non pangan
serta
melandainya
peningkatan
produktivitas
tanaman
terutama
Universitas Sumatera Utara
disebabkan cekaman lingkungan dan menurunnya kualitas lahan akibat pengusahaan intensif di masa lampau, Oleh karena itu, perlu dicari sumber pertumbuhan alternatif yang prospektif untuk produksi pangan ini agar tujuan peningkatan ketahanan pangan nasional dapat tercapai (Jumberi dan Trip Alihamsyah, 2008). Peningkatan produksi secara intensif dilakukan pada daerah sentra produksi dan secara ektensif dilakukan di daerah pengembangan, lahan pasang surut memiliki potensi untuk pengembangan kacang tanah, meskipun berhadapan dengan masalah biofisik dan sosial ekonomi Pengembangan pertanian lahan pasang surut merupakan langkah strategis dalam menjawab tantangan peningkatan produksi pertanian yang makin kompleks. Dengan pengelolaan iptek yang benar, lahan pasang surut memiliki prospek besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif terutama dalam rangka pelestarian swasembada pangan, diversifikasi produksi, peningkatan pendapatan dan lapangan kerja, serta pengembangan agribisnis dan wilayah (Abdurachman dan Ananto, 2000 dalam Suriadikarta dan Mas Teddy, 2007) Lahan pasang surut terbentang luas sepanjang pantai timur Sumatera, Kalimantan dan Papua Barat. Kontribusi kacang tanah pada produksi nasional dari lahan pengembangan terutama dari lahan masam dan lahan pasang surut masih kurang dari 5% (Saragih dan Raihan, 1996). Tanaman ini tergolong tanaman yang tidak tahan genangan air (Sutarto, 1988). Oleh karena itu penanaman kacang tanah dilahan pasang surut terutama diarahkan pada lahan –lahan yang jauh dari
Universitas Sumatera Utara
pengaruh air pasang surut (Saragih, 1990). Berdasarkan pasang surutnya air, lahan pasang surut dibagi kedalam empat tipe , yakni A, B, C dan D. Lahan Tipe A umumnya terletak didekat pantai atau sungai besar dan menempati 10 – 20% dari total lahan pasang surut. Lahan Tipe B hanya terluapi air pada saat pasang besar. Pada lahan Tipe C tidak pernah terluapi air walaupun pada saat pasang besar dan air tanah <50 cm dan lahan tipe D tidak pernah terluapi air pasang dan air tanah >50cm dari permukaan tanah (Saragih dan Raihan, 1996) Kesuburan tanah pada lahan yang dipengaruhi air pasang surut antara lain : kemasaman tanah rendah , miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg dan kandungan bahan organik rendah, kejenuhan Al tinggi membuat pupuk tidak efektif (pH berpengaruh terhadap ketersediaan nutrisi) dan tingkat salinitas tanah yang tinggi akibat intrusi air laut. Tanaman kacang tanah membutuhkan unsur Ca yang banyak terutama untuk pembentukan polong. Menurut Adisarwanto, (2007) kalsium diperlukan oleh ginofor untuk membentuk polong kacang tanah agar lebih bernas sehingga bentuk biji menjadi lebih utuh dan berisi penuh. Bakteri Rihzobium telah diketahui mampu menyediakan hara N bagi tanaman dengan cara memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada didalam bintil akar dari mitra legumnya ( Rao, 2007). Menurut Susanto ( 2006)\, rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu memfiksasi 100 – 300 kg N/ha dalam satu musim dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Rhizobium
Universitas Sumatera Utara
mampu mencukupi 80% kebutuhan Nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10% - 25%. Namun pada lahan yang baru pertama kali ditanami kacang – kacangan termasuk kacang tanah, umumnya tidak menghasilkan polong sempurna tanpa diberi inokulasi Rhizobium (Marzuki, 2007). Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran bahan – bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab dan aerob atau anaerob. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah (Isroi, 2008) Kompos adalah sumber bahan organik yang mengandung unsur hara yang siap diserap akar tanaman. Kompos juga mengandung hara-hara mineral esensial bagi tanaman ( Nuraini, 2009). Menurut Isroi (2008) jerami yang dihasilkan dari sisa-sisa panen sebaiknya jangan dibakar, tetapi diolah menjadi kompos dan dikembalikan lagi dalam tanah. Kompos jerami ini secara bertahap dapat menambah kandungan bahan organik tanah dan lambat laun akan mengembalikan kesuburan tanah. Mengingat pentingnya upaya peningkatan produksi kacang tanah untuk peningkatan ketahanan pangan nasional, serta potensi lahan pasang surut untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian produktif dengan berbagai perlakuan,
Universitas Sumatera Utara
maka penulis melakukan penelitian tentang Respons Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah Terhadap Pemberian Kompos Jerami Padi , Rhizobium Pupuk Ca (Kalsium) Pada Lahan Pasang Surut di Desa Selotong Kabupaten Langkat. Perumusan Masalah 1. Produktivitas kacang tanah secara umum masih rendah pada lahan yang dipengaruhi pasang surut air laut, faktor-faktor yang membatasi pertumbuhan kacang tanah antara lain adalah miskin kandungan hara makro terutama hara N, P, K, Ca, dan Mg dan kemasaman tanah rendah yang membuat pupuk tidak efektif dan adanya pengaruh salinitas pada intrusi air laut. Untuk mengatasi masalah tersebut diadakan penambahan bahan organik dan pemupukan untuk menekan atau mengurangi salinitas yang disebabkan oleh instrusi air laut. 2. Belum ada tersedianya data rinci tentang respons tanaman kacang tanah yang ditanam pada daerah lahan pasang surut yang dipengaruhi air laut. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
respons pertumbuhan dan
produksi kacang tanah terhadap pemberian kompos jerami padi , rhizobium, pupuk Ca (Kalsium)
pada lahan pasang surut di Desa Selotong Kabupaten
Langkat
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis penelitian 1. Pemberian kompos jerami padi pada lahan pasang surut dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kacang tanah. 2. Pemberian rhizobium
pada lahan pasang surut dapat
meningkatkan
pertumbuhan dan produksi kacang tanah. 3. Pemberian Pupuk Ca (Kalsium) dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kacang tanah pada lahan pasang surut. 4. Interaksi antara pemberian kompos jerami padi, rhizobium dan pupuk Ca (Kalsium) dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kacang tanah di lahan pasang surut. Kegunaan Penelitian Diharapkan dapat sebagai bahan informasi bagi masyarakat luas, khususnya petani dan peminat kacang tanah.
Universitas Sumatera Utara