ASTANTO DAN TRUSTINAH: KACANG TANAH TOLERAN KEKERINGAN
Seleksi Genotipe Kacang Tanah Toleran Kekeringan pada Stadia Kecambah dan Reproduktif Astanto Kasno dan Trustinah Balai Penetian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Kendalpayak km 8, Kotak Pos 66 Malang, Jawa Timur ABSTRACT. Selection of Groundnut Genotypes Tolerance to Drought Stress at Seedling and Reproductive Stages. Tolerance variety to drought stress is a practical solution to overcome problem of water stresses. Research for drought stress at seedling stage used solution of PEG 6,000 at water potential -0,3 MPA or 3 bar was conducted at the Laboratory of Plant Breeding during year of 2006. Treatments were 200 genotypes, including 25 groundnut varieties, two water regimes (with and without PEG solution) replicated two times. Selected groundnut genotypes for drought stress at seedling stage, consisted of 40 genotypes, were continued in field evaluation trial, at Muneng Research Station during dry seasons of 2007. Treatments consisted of groundnut genotypes, two water regimes (optimal irrigation and water stress during reproductive stage). Randomized block design was used in this trial and replicated twice. Combined analysis of variance was applied to the data. Yields and stress tolerance indices (ITC) were used for selection criteria. Solution of PEG 6,000 with water potential of -0.3 MPA or 3 bar affected significantly on germination of groundnut seeds. Stress intensity ranged from 0.15-0.61, averaged of 0.40 was considered as heavy moderately stress. Seedling stressed induced by PEG solution significantly influenced germination, only a few seeds were able to germinate, followed by inhibition of root growth such as root length, root number and dry root weight. By using simultaneous selection for the ITC (stress tolerance index) based on root length, number of root, root weight, and dry weight of seedling, obtained a total indices ranged from 0.12-2.93 with mean of 1.03. A total of 40 groundnut genotypes were selected, including varieties of Badak, Biawak, Sima, dan Jerapah with the total indices above 1.61 or above boundary selection of 30%. The 40 selected groundnut genotypes tolerance at seedling stage, showed different responses to water stress at reproductive stage. Interaction between genotypes and treatments of water regime was not significant, suggesting that selection to water stress tolerance could be done during the reproductive stage. Using productivity and ITC as criteria 14 groundnut genotypes were selected, consisting of six genotypes which were tolerance and eight which were moderately tolerance to water stress at the reproductive stage. Five from six tolerant genotypes were also tolerant to the osmotic stress during the seedling stage, suggesting that selection based on water stress tolerance at seedling stage is effective on groundnut. Keywords: Groundnut, seedling, water stresses, seedling stage, reproductive stage ABSTRAK. Penanaman varietas toleran kekeringan merupakan salah satu cara dalam mengatasi masalah kekeringan. Toleransi kacang tanah terhadap cekaman air diteliti pada stadia kecambah dan stadia reproduktif. Penelitian pada stadia kecambah menggunakan larutan PEG 6.000 dengan tekanan osmotik -0,3 MPA atau 3 bar. Diseleksi 200 genotipe dan 25 varietas kacang tanah di laboratorium pemuliaan pada tahun 2006. Sebanyak 40 genotipe terpilih diteruskan seleksinya di lapang, yaitu di Muneng pada MK 2007. Percobaan lapang menggunakan rancangan acak kelompok, dua ulangan dan dua perlakuan pengairan (optimal dan tercekam kekeringan pada stadia reproduktif). Data dianalisis dengan sidik
50
ragam tergabung untuk dua perlakuan pengairan. Hasil polong dan indeks seleksi digunakan sebagai tolok ukur. Larutan PEG 6.000 dengan tekanan osmotik -0,3 MPA berpengaruh nyata terhadap seluruh karakter kecambah yang diamati. Intensitas cekaman osmotik berkisar antara 0,15-0,61, dengan rata-rata 0,40 atau tergolong berat. Cekaman osmotik terjadi sejak berkecambah, biji yang berkecambah dan menghasilkan kecambah normal lebih sedikit dan diikuti oleh terhambatnya pertumbuhan karakter akar, seperti panjang akar, jumlah akar dan bobot kering akar. Dengan seleksi secara serentak untuk STI (Stress tolerance index) dari panjang akar, jumlah akar, bobot akar, dan bobot kering kecambah, diperoleh total indeks antara 0,12-2,93 dengan rata-rata 1,03, dan dengan batas seleksi 30% dan indeks total di atas 1,61 terpilih 40 genotipe, termasuk varietas Badak, Biawak, Sima dan Jerapah. Seleksi lapang pada stadia reproduktif untuk 40 genotipe hasil seleksi stadia kecambah, menunjukkan tanggap yang berbeda, terutama untuk hasil dan komponen hasil kacang tanah. Interaksi genotipe dan perlakuan pengairan yang tidak nyata menyarankan bahwa penilaian toleransi genotipe terhadap cekaman air pada stadia generatif dapat menggunakan hasil diperlakuan cekaman air pada stadia reprodukrif, diikuti dengan indeks toleransinya. Terpilih 14 genotipe kacang tanah, enam genotipe tergolong toleran dan delapan genotipe agak toleran terhadap kekeringan pada stadia reproduktif. Lima dari enam genotipe toleran kekeringan pada stadia reproduktif juga toleran cekaman osmotik pada stadia kecambah. Dengan demikian seleksi toleransi terhadap kekeringan pada stadia kecambah dinilai efektif. Kata kunci: Kacang tanah, kecambah, cekaman air
eriode kritis tanaman kacang tanah terhadap cekaman kekeringan adalah pada stadia kecambah dan stadia reproduktif (Boote et al, 1982). Menurut Levit (1980), terdapat tiga mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan air, yaitu (a) penghindaran (avoidance), (b) toleran, dan (c) lolos (escape). Tanaman memiliki kemampuan untuk mengatur status air jaringan agar tetap hidup dan berproduksi pada kondisi potensial air jaringan tanaman rendah. Keuntungan tanaman yang toleran terhadap kekeringan adalah: (a) mempertahankan perpanjangan sel, (b) mempertahankan terbukanya stomata (c) mempertahankan laju fotosintesis, dan (d) bertahan hidup pada kondisi dehidrasi (Turner 1986). Tanaman dapat lolos dari cekaman kekeringan karena memiliki kemampuan untuk melengkapi siklus hidupnya sebelum legas tanah mencapai batas kritis, dan tanaman berumur genjah biasanya memiliki mekanisme ini. Tanaman kekurangan air (lack of water) dapat digolongkan ke dalam tanaman yang memiliki mekanisme penghindaran.
P
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009
Genotipe toleran kekeringan didefinisikan sebagai genotipe yang tetap produktif pada kadar air tanah tertentu dengan menggunakan mekanisme kekeringan yang dimilikinya (Quizenberry 1982; Bray 1997). Umur genjah merupakan salah satu mekanisme tanaman untuk lolos dari cekaman kekeringan pada stadia reproduktif (escape mecanism), terutama bila cekaman kekeringan terjadi pada akhir musim kemarau. Toleransi terhadap kekeringan merupakan salah satu komponen stabilitas hasil yang penting bagi tanaman kacang tanah. Evaluasi terhadap varietas dan galur kacang tanah terhadap cekaman air pada stadia kecambah dapat didekati dengan dua cara, yaitu: (a) benih dikecambahkan pada media tanah dengan potensial air yang rendah, dan (b) benih dikecambahkan dalam cawan petri dengan larutan osmotikum seperti NaCl, mannitol, dan polyethylene glycol (PEG) (Somer et al. 1983; Parmar dan Moore 1968). PEG adalah polimer yang diproduksi dalam berbagai berat molekul, untuk memodifikasi potensial osmotik suatu larutan hara (hidroponik). PEG 6.000 memiliki bobot melekul yang besar sehingga tidak dapat diserap oleh benih dalam proses perkecambahan. Riyadi (2005) menyarankan bahwa evaluasi cepat untuk toleransi kacang tanah terhadap cekaman air pada stadia perkecambahan di laboratorium dapat dilakukan dengan menggunakan larutan PEG 6.000 pada tekanan 3 bar atau –0.3 MPA. Cekaman kekeringan di lapang banyak mempengaruhi hasil polong kacang tanah dengan kehilangan hasil berkisar antara 3-95% (Kasno et al. 1995). Ragam kehilangan hasil yang besar akibat cekaman kekeringan menunjukkan adanya toleransi genotipe kacang tanah terhadap cekaman kekeringan. Rosielle dan Hamblin (1981) menggunakan indeks hasil relatif pada dua lingkungan, yaitu pada kondisi normal dan tercekam kekeringan untuk memilih tanaman toleran kekeringan. Fernandez (1993) mengusulkan penggunaan nilai rata-rata geometrik untuk mendapatkan nilai indeks toleransi terhadap cekaman guna mengatasi nilai ekstrim dari penggunaan nilai rata-rata hitung. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan genotipe kacang tanah yang toleran kekeringan pada stadia kecambah di laboratorium dan stadia reproduktif di lapang.
BAHAN DAN METODE Seleksi genotipe kacang tanah terhadap cekaman air pada stadia kecambah menggunakan larutan PEG 6.000 dengan tekanan osmotik -3 MPA atau 3 bar, dan genotipe terpilih diseleksi di lapang pada stadia reproduktif.
Peneltian Laboratorium Bahan yang diseleksi pada stadia kecambah terdiri atas 200 genotipe dan 25 varietas kacang tanah. Penelitian dilakukan di laboratorium pemuliaan Balitkabi pada tahun 2006, menggunakan rancangan acak lengkap, dua ulangan dan dua perlakuan. Perlakuan I adalah tanpa larutan PEG dan perlakuan II adalah dengan larutan mengandung PEG 6.000 pada tekanan osmotik –0,3 MPA atau 3 bar. Varietas Singa dan Jerapah digunakan sebagai pembanding toleran kekeringan yang masing-masing mewakili kacang tanah tipe valensia dan spanish. Pengecambahan benih menggunakan cara yang disarankan oleh Ketring (1991) dalam Riyadi (2005). Sebanyak 25 biji genotipe kacang tanah yang telah disterilisasi dikecambahkan dalam kotak plastik transparan dengan panjang 25 cm, lebar 15 cm, dan tinggi 13 cm. Kotak plastik yang telah dialas kain tile dan diisi larutan PEG 6.000 dengan tekanan osmotik –0,3 MPA, sebagai tekanan osmotik optimum hasil penelitian Riyadi (2005). Selanjutnya dikecambahkan dalam suhu 250C, dan jika terjadi pengurangan air akibat diserap oleh biji kacang tanah dalam perkecambahan ditambahkan aquades. Hal yang sama dilakukan untuk perlakuan pembanding yang hanya menggunakan aquades. Volume cairan dipertahankan konstan selama proses perkecambahan. Pengamatan karakter kecambah meliputi panjang hipokotil, panjang epikotil, jumlah daun, bobot akar, panjang akar, bobot kecambah, daya kecambah, kekuatan berkecambah, dan toleransi kecambah terhadap cekaman potensial air. Daya kercambah dan kekuatan berkecambah dihitung mengikuti cara yang dikemukakan oleh Mugnisyah dan Nakamura (1984). Potensial air PEG 6.000 dihitung dengan persamaan: s = -(1,18 x 10-2)C -(1,18 x 10-4)C2 + (2,67 x 10-4)CT - 8,39 x 10-7)C2T; s, C dan T masing-masing adalah potensial air, konsentrasi PEG dalam g/kg H2O, suhu dalam oC (Michel dan Kaufmann 1973 dalam Riyadi 2005). Toleransi genotipe kacang tanah terhadap cekaman kekeringan pada stadia kecambah dihitung dengan rumus: (Yp)(Ys) STI = (Yp)2 STI, Yp, Ys dan Yp 2 masing-masing adalah indeks toleransi terhadap cekaman osmotik, penampilan karakter tanpa cekaman, penampilan karakter dengan cekaman, dan penampilan karakter tanpa cekaman rata-rata semua genotipe. Genotipe terbaik dipilih secara serentak menggunakan indeks (Smith-Hazel dalam Singh and Chaudhary 1979) atas STI semua karakter kecambah yang diamati. 51
ASTANTO DAN TRUSTINAH: KACANG TANAH TOLERAN KEKERINGAN
Genotipe yang toleran cekaman osmotik pada stadia kecambah diteruskan seleksinya di lapang dengan tingkat cekaman kekeringan tertentu.
Pengamatan meliputi tinggi tanaman (masingmasing pada umur 27, 47, 80, dan 100 HST untuk tipe valensia, dan umur 27, 47, 70, dan 100 HST untuk tipe spanish); jumlah cabang, jumlah polong isi, jumlah polong total, berat polong, dan bobot biji pada saat panen. Indeks toleransi terhadap kekeringan dihitung mengukuti cara yang dikembangkan oleh Fernandez (1993). Hasil polong dan indeks toleransi cekaman (ITC) digunakan sebagai tolok ukur dalam seleksi. Data dianalisis dengan metode ragam tergabung dua lingkungan (pengairan optimal dan tercekam tekekeringan). Untuk mengetahui tingkat kekeringan dan kurva pF, dilakukan pengambilan contoh tanah dengan ring sample sebanyak 15 contoh. pengamatan kadar air tanah setiap minggu mulai minggu ke-4 sampai minggu ke-12 dengan menggunakan teknik gravimetri.
Penelitian Lapang Penelitian lapang dilakukan pada MK 2007 di KP Muneng, jenis tanah Alfisol, terletak pada ketinggian 10 m dpl dengan tipe iklim D3. Rancangan yang digunakan adalah acak kelompok dengan dua ulangan dan dua perlakuan. Perlakuan adalah 40 genotipe kacang tanah hasil seleksi pada stadia kecambah dan dua perlakuan pengairan, yaitu: P1= pengairan optimal, dimulai dari saat tanam hingga masak dengan interval 15 hari atau disesuaikan dengan kondisi tanah di lapang, dan P2= lingkungan tercekam kekeringan pada stadia reproduktif (4 x pengairan, dimulai saat tanam sampai fase berbunga dengan interval 15 hari, dan setelah stadia berbunga tanaman tidak diairi lagi. Tanah diolah sampai gembur, bersih dari gulma dan dibuat petakan/bedengan dengan lebar 4 m. Kacang tanah ditanam dalam tiga barisan sepanjang 4 m (petak tiga baris sepanjang 4 m) dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm, satu biji/lubang. Tanaman dipupuk dengan 50 kg urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl/ha, diberikan seluruhnya pada saat tanam secara larikan. Pengendalian gulma dilakukan pada umur 15 dan 30 HST. dan diusahakan selama masa pertumbuhan bebas dari gulma. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara intensif, sejak awal pertumbuhan hingga menjelang panen agar pertumbuhan tanaman optimal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Respon Genotipe terhadap Cekaman Osmotik pada Stadia Kecambah Genotipe, perlakuan (tanpa dan dengan larutan PEG), dan interaksinya nyata untuk semua karakter kecambah yang diamati (Tabel 1). Interaksi genotipe dan perlakuan cekaman osmotikum yang nyata mengisyaratkan adanya genotipe kacang tanah yang beradaptasi khusus
Tabel 1. Hasil analisis ragam, nilai tengah lingkungan dan indeks cekaman kekeringan perkecambahan kacang tanah menggunakan osmotikum PEG 6.000. Malang 2006.a) Analisis ragam
Nilai tengah sifat
Karakter yang diamati
L
G
GxL
Tanpa PEG
0,3 MPa PEG 6.000
Kecambah > 2 cm pada 3 HST (%) Kecambah normal pada 5 HST (%) Kecambah normal pada 8 HST (%) Keserempakan berkecambah (%) Daya berkecambah (%) Panjang akar (cm) Panjang hipokotil (cm) Panjang epikotil (cm) Jumlah akar Jumlah daun Bobot kering tanaman (g) Bobot kering akar 9 HST (g)
** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
88,4 81,2 92,4 92,4 86,8 5.16 2.42 5.43 31.56 9.19 1.99 0.21 Kondisi normal
50,8 31,2 51,6 51,6 41,4 4,1 2,0 2,1 16,9 5,8 1,69 0,14 Kondisi tercekam PEG -0,3 MPa
Intensitas cekaman PEG 6.000
Rata-rata intensitas cekaman (stress intensity/SI) a)
L, G, GL masing-masing adalah lingkungan perlakuan pengairan, G = genotipe, GL interaksinya; dan ** nyata pada peluang 1%.
52
0,43 0,61 0,36 0,56 0,52 0,21 0,17 0,61 0,46 0,37 0,15 0,30 0,30
0,40
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009
Tabel 2. Kisaran, rata-rata, dan koefisien keragaman fenotipik (KKF) perkecambahan kacang tanah pada tekanan osmotik 0,3 MPa PEG 6000. Malang 2006. Karakter kecambah
Kecambah > 2 cm pada 3 HST (%) Kecambah normal pada 5 HST (%) Kecambah normal pada 8 HST (%) Keserempakan berkecambah (%) Daya berkecambah (%) Panjang akar (cm) Panjang hipokotil (cm) Panjang epikotil (cm) Jumlah akar Jumlah daun Bobot kering tanaman (g) Bobot kering akar 9 HST (g)
Kisaran
Ratarata
KKF (%)
10,0-100,0 10,0-100,0 0,00-100,0 0,00-100,0 0,00-100,0 1,0-7,16 0,50-3,74 0,50-6,47 6,7-52 4-8 0,30-2,01 0,03-0,26
50,8 31,2 51,6 51,6 41,4 3,6 1,9 2,2 16,7 5,7 1,6 0,12
60,6 81,3 63,9 51,4 57,2 37,2 29,8 51,5 43,9 36,7 41,7 51,4
KKF = Koefisien keragaman fenotifik
terhadap cekaman osmotik, tanpa cekaman, dan beradaptasi luas dengan atau tanpa cekaman osmotik pada stadia kecambah. Cekaman osmotikum dari larutan PEG 6.000 dengan kepekatan -0,3 MPA atau 3 bar berkisar antara 0,36-0,61 atau tergolong sedang hingga agak berat. Intensitas cekaman osmotik tersebut menghambat proses perkecambahan kacang tanah yang mulai terlihat pada umur tiga hari, yang terlihat dari sedikitnya jumlah biji dengan panjang kecambah lebih dari 2 cm (51%). Pada umur 5 hari, hanya 31,2% yang menunjukkan kecambah normal dan perakaran mulai berkembang dengan tumbuhnya akar-akar lateral, kotiledon mulai terbuka, dan epikotil mulai berkembang. Hingga hari ke-8 sampai hari ke-10, jumlah biji rata-rata yang dapat berkecambah normal hanya 52%. Akar menjadi lebih pendek dan jumlah akar lateral sedikit, sehingga bobot kering akar lebih rendah, hipokotil dan epikotil lebih pendek, dan jumlah daun lebih sedikit (Tabel 1). Genotipe yang diuji menunjukkan tanggap beragam untuk semua karakter kecambah, seperti: daya tumbuh, keserempakan berkecambah, panjang akar, bobot kering akar, jumlah akar, panjang hipokotil, panjang epikotil, dan kecambah normal dengan koefisien keragaman fenotipik (KKF) 30-81% (Tabel 2). Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa penilaian tanggap genotipe terhadap cekaman osmotikum perlu didasarkan pada semua karakter karena genotipe, perlakuan cekaman osmotikum dan interaksinya nyata untuk semua karakter kecambah. Penilaian tanggap genotipe secara serentak untuk semua karakter yang diamati perlu dilakukan. Pemilihan genotipe toleran pada cekaman osmotik tiga bar dilakukan secara serentak menggunakan indeks
seleksi Smith-hazel dalam Singh dan Chaudhary (1979). Seleksi secara serentak untuk indeks toleransi terhadap cekaman (ITC atau stress tolerance index/STI) dari panjang akar, jumlah akar, bobot akar, dan bobot tanaman diperoleh total indeks 0,12-2,93 dengan ratarata 1,03. Terpilih 40 genotipe yang tergolong toleran dengan total indeks di atas 1,61 atau di atas batas seleksi 30%, termasuk varietas Badak, Singa, Biawak, dan Sima. Tiga genotipe yaitu MLG 7754, MLG 7726, dan varietas Sima memiliki panjang akar, bobot akar, panjang hipokotil, panjang epikotil, dan jumlah daun di atas batas seleksi (Tabel 3). Proses perkecambahan dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih yang kemudian akan diikuti oleh kegiatan sel dan enzim-enzim untuk menguraikan cadangan makanan pada biji untuk pertumbuhan kecambah. Banyak zat yang dapat menghambat perkecambahan, di antaranya larutan dengan tingkat osmotik tinggi dan bahan-bahan yang dapat mengganggu lintasan metabolisme. Perkecambahan kacang tanah dengan menggunakan larutan PEG 6.000 pada tekanan 3 bar atau -0.3 MPA memberikan intensitas cekaman 0,15-0,61 dengan rata-rata 0,40 yang berarti cekaman osmotik tergolong sedang atau agak berat. PEG 6.000 memiliki bobot melekul yang besar sehingga tidak dapat diserap oleh benih dalam proses perkecambahan. Dengan terganggunya proses penyerapan air akan mengganggu proses perkecambahan selanjutnya (Sadjad et al. 1999; Prusinski and Khan 1990; Branccini et al. 1996; Bewley and Black 1985; Maguire 1962). Xiping et al. (1999) melaporkan bahwa simulasi dengan larutan PEG 6.000 dan metode penyiapan lahan untuk proses perkecambahan benih gandum menunjukkan potensial air yang kritis di sekitar media tumbuh aktif benih dari perpanjangan axis, perkecambahan, perpanjangan plumula, dan kemunculan kecambah. Laju perkecambahan menurun sejalan dengan berkurangnya potensial air, dan penurunan tersebut akan lebih tajam bila tidak dilakukan substitusi larutan PEG 6.000 (Elena and Sheila 2003). Seleksi Genotipe Toleran Kekeringan pada Stadia Reproduktif Perlakuan pengairan (L) memberikan pengaruh pada karakter yang diamati, kecuali jumlah cabang, jumlah daun, umur berbunga, rendemen hasil, dan ukuran biji. Genotipe (G) memberikan respon yang berbeda untuk semua karakter terhadap perlakuan pengairan, dan interaksi genotipe dan pengairan (GL) tidak nyata untuk semua karakter yang diamati (Tabel 4). Interaksi GL yang tidak nyata mungkin merupakan indikasi adanya
53
ASTANTO DAN TRUSTINAH: KACANG TANAH TOLERAN KEKERINGAN
Tabel 3. Panjang akar, panjang hipokotil, panjang epikotil, jumlah akar, jumlah daun, bobot tanaman, bobot akar, indeks toleransi cekaman (STI), dan total indeks pada perkecambahan beberpa genotipe kacang tanah pada tekanan osmotikum- 0,3 MPA PEG 6000. Malang 2006. Panjang (cm) No
Jumlah
Bobot (g)
Indeks tolerasi cekaman (ITC)
Akar
Hipokotil
Epikotil
Akar
Daun
Tan
Akar
7754 ICG-4601 BADAK 7730 7726 7706 7622 7627 SIMA 7559 7516 GB-13 7518 87846 7794 7531 88257 7774 Zebra Singa
6,61 8,35 5,92 4,6 7,54 5,61 5,58 3,42 7,75 3,67 3,96 5,67 3,85 5,9 7,1 4,7 6,29 4,9 7,3 5,66
2,53 2,45 2,48 2,26 2,31 2,32 2,74 2,66 2,7 2,54 2,23 2,17 2,24 2,3 2,3 2,91 2,04 1,75 2,37 2,21
4,46 2,55 3,41 2,78 3,69 2,68 3,76 2,76 4,27 3,74 3,88 2,72 2,8 2,66 2,82 3,23 3,24 1,67 2,99 1,97
26,9 27,0 22,8 20,4 28,0 21,1 19,2 29,2 25,6 25,3 34,8 31,7 30,1 29,2 25,5 29,7 25,0 15,8 24,8 19,0
8 6,8 4,8 8 8 8 6,66 6,4 8 7,2 7,2 5,6 6,4 8 7,2 7,2 7,0 7,0 7,6 4,66
2,03 1,75 1,73 2,18 1,81 2,09 1,80 2,23 1,75 1,73 1,82 2,57 1,91 1,89 1,87 1,97 1,56 1,98 2,12 1,09
0,24 0,16 0,14 0,20 0,22 0,16 0,19 0,17 0,16 0,16 0,19 0,20 0,17 0,22 0,16 0,19 0,16 0,20 0,18 0,08
2,80 3,09 2,48 2,24 1,90 1,93 1,47 0,58 2,08 1,24 0,77 1,26 0,75 1,45 2,21 0,85 2,06 1,75 1,69 2,02
1,93 1,15 1,37 1,20 1,25 1,25 1,47 2,18 0,92 1,59 1,91 1,41 1,91 1,20 0,59 1,69 0,66 0,80 0,81 0,41
1,50 1,05 0,76 1,41 1,41 0,70 1,22 1,19 0,97 1,05 1,07 1,56 0,9 1,58 0,73 0,83 0,77 1,19 0,96 0,42
Rata-rata Batas seleksi 30%
4,1 5,67
2,04 2,18
2,1 3,43
16,9 24,7
5,8
1,69 2,21
0,14 0,19
0,91 1,50
0,71 1,29
0,78 1,35
120 193 201 112 109 93 61 63 218 40 9 194 10 155 126 19 159 122 224 219
hubungan antara genotipe yang toleran cekaman osmotik -0.3 MPA pada stadia kecambah dengan toleransi cekaman kekeringan pada stadia reproduktif. Interaksi GL yang tidak nyata juga menyarankan bahwa pemilihan genotipe toleran cekaman kekeringan dapat dilakukan dengan menggunakan rata-rata produktivitas pada lingkungan dengan cekaman kekeringan pada sradia reproduktif (P2). Pada lingkungan kekeringan (P2), tanaman kacang tanah lebih pendek, jumlah daun dan jumlah polong isi lebih sedikit, jumlah polong hampa lebih banyak, ukuran biji lebih kecil, intensitas serangan penyakit karat lebih tinggi, bobot polong dan rendemen lebih rendah (Tabel 4). Nilai intensitas cekaman berkisar antara 0-1. Semakin besar nilai intensitas cekaman semakin besar tingkat cekaman yang terjadi. Tingkat cekaman kekeringan pada periode pertumbuhan generatif rata-rata 0,35, tergolong berat. Selama periode tersebut, kadar air tanah turun sejak minggu ke-4 hingga minggu ke-12, dari 22,9% (pF = 3,70) menjadi 9,8% (pF =5,03) (Gambar 1). Nilai pF 2,5-4,2% adalah kondisi lengas tanah pada kapasitas lapang dan titik layu permanen. Berarti tanaman kacang tanah tercekam kekeringan selama fase generatif dan selama periode tersebut tidak ada tambahan air dari
54
Indeks Smith-Hazel
Genotipe Panjang Jumlah akar akar (1) (2)
Berat Berat akar tanaman (30 (4)
Indeks 1,2,3,4
Indeks 1,2,3
0,93 1,13 0,95 1,43 1,20 1,41 1,19 1,68 1,10 1,11 1,41 2,48 1,14 1,09 1,65 1,16 0,89 1,22 1,53 0,86
2,93 2,54 2,33 2,14 1,98 1,94 1,87 1,86 1,83 1,82 1,77 1,75 1,74 1,71 1,67 1,65 1,63 1,59 1,54 1,42
1,70 1,76 1,42 1,32 1,14 1,11 0,92 0,46 1,19 0,77 0,53 0,81 0,50 0,90 1,24 0,54 1,17 1,01 0,97 1,12
1,09 1,60
1,03 1,61
0,54 0,88
Tabel 4. Hasil analisis ragam dan rata-rata, beberapa karakter kuantitatif kacang tanah. Di P1 (normal) dan P2 (kekeringan) Muneng, MK 2007. Analisis ragam
Rata-rata
Sifat yang diamati L Skor bercak daun Skor karat Tinggi tan 27 HST (cm) Tinggi tan 47 HST (cm) Tinggi tan 80 HST (cm) Tinggi tan 100 HST (cm) Jumlah cabang 27 HST Jumlah cabang 47 HST Jumlah cabang 80 HST Jumlah cabang 100 HST Jumlah daun 27 HST Jumlah polong isi Jumlah polong muda Berat polong/5 tan (g) Berat biji/5 tan (g) Rendemen biji (%) Umur bunga (HST) Bobot 100 biji (g) Hasil (t/ha)
** * * ** tn tn tn tn tn * tn ** ** tn @ tn *
G
** ** ** ** @ ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** **
LG
P2
P1
tn tn tn tn tn tn tn @ tn tn tn tn tn tn tn tn tn
3 7 9,5 20,1 24,5 30,0 4 5 5 5 99 8 4 39,1 26,4 66,9 28,9 33,7 1,02
2 6 10,6 21,7 36,8 43,2 4 5 5 5 85 11 5 53,5 37,4 70,23 28,88 36,2 1,56
L, G, LG, masing-masing adalah lingkungan pengairan, genotipe dan interkasinya; P2= perlakuan pengairan suboptimal (stadia reproduktif tercekam kekeringan; P1 = pengairan optimal dan @ masing-masing nyata pada batas peluang1, 5, dan 10% *, **,
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009
suboptimal (Khandakar 1992). Rosielle dan Hamblin (1981) menyarankan penggunaan produktivitas ratarata hasil dari kedua lingkungan tersebut (MP/main productivity) dan toleransi tanaman (Tol) yakni selisih hasil di lingkungan optimal dengan hasil di lingkungan tercekam (Yp-Ys) sebagai kriteria seleksi. Fiasher dan Maurer (1978) menyarankan penggunaan indeks kepekaan terhadap cekaman lingkungan: SI=1- Ys / Yp Ys dan Yp masing-masing adalah hasil rata-rata semua genotipe di lingkungan tercekam dan optimal.
%
hujan, sehingga lingkungan dinilai sesuai untuk memilih genotipe toleran kekeringan. Dengan intensitas cekaman kekeringan tersebut, hasil kacang tanah di lingkungan tercekam kekeringan pada stadia reproduktif (P2) berkisar antara 0,61-1,81 t/ha, rata-rata 1,02 t/ha, dengan penurunan hasil 31%. Dengan batas seleksi 30%, terpilih 14 genotipe kacang tanah yang memberikan hasil di atas batas seleksi 1,31 t/ha pada kondisi tercekam kekeringan (Tabel 5). Enam genotipe di antaranya tergolong toleran kekeringan dan delapan genotipe agak toleran. Enam genotipe kacang tanah toleran kekeringan tergolong kacang tanah tipe valencia (biji>3/polong), yakni: Badak, MLG 7588, SIMA, MLG 7774, Singa, dan Zebra, lima di antaranya teridentifikasi toleran kekeringan pada stadia perkecambahan (Tabel 5). Untuk tipe spanish (biji 2/ polong), varietas Jerapah menunjukkan peringkat hasil tertinggi pada kondisi kering, diikuti oleh MLG 7622 dan Bison (Tabel 5). Karakter penting genotipe kacang tanah toleran kekeringan disajikan pada Tabel 6. Varietas Jerapah diidentifikasi toleran kekeringan pada stadia kecambah dan stadia reproduktif, dan hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Riyadi (2005). Kacang tanah tipe valencia yang terpilih toleran kekeringan lebih banyak daripada tipe spanish, dan peringkat hasil kacang tanah tipe spanish juga di bawah tipe valencia. Hal itu menunjukkan bahwa kacang tanah tipe valencia lebih toleran terhadap cekaman kekeringan dibandingkan dengan tipe spanish. Beberapa cara telah dilakukan untuk mendapatkan genotipe unggul pada lingkungan optimal dan
30 25 20 15 10 Kering
5
Normal 0 4
5
6
7
8
9
10
11
12
Minggu Gambar 1. Kadar air tanah pada minggu ke-4 hingga minggu ke-12. Muneng, MK 2007.
Tabel 5. Hasil, indeks toleransi cekaman (ITC) dan kehilangan hasil 40 genotipe kacang tanah, Muneng, MK 2007. Hasil (t/ha) Aksesi
ITC Kekeringan Normal
Tabel 6. Genotipe kacang tanah dan karakter kuantitatif penting Muneng, MK 2007.
Rata-rata
MLG 7588 MLG 7622 Badak Sima Zebra Singa Jerapah ICG 3510 GB-13 MLG 7531 Bison ICGV 87182 ICGV 91278 MLG 7518
1,47 1,24 1,81 1,47 1,34 1,35 1,26 1,37 1,11 1,00 1,22 1,10 1,05 1,08
2,24 2,14 2,24 2,72 2,16 2,02 2,00 1,82 2,01 2,02 1,63 1,58 1,64 1,55
1,86 1,69 2,03 2,10 1,75 1,69 1,63 1,60 1,56 1,51 1,43 1,34 1,35 1,32
2,08 1,68 2,57 2,53 1,83 1,73 1,59 1,58 1,41 1,28 1,26 1,10 1,09 1,06
Rata-rata Batas seleksi
1,02 1,31
1,58 2,06
1,30 1,65
1,06 1,67
T= toleran, AT = agak toleran
Keterangan
T T T T T T AT AT AT AT AT AT AT AT
Genotipe
Jumlah Umur polong/ Rendemen berbunga tanaman (%) (HST)
Umur panen (HST)
Bobot 100 biji (g)
MLG 7588 MLG 7622 Badak Sima Zebra Singa Jerapah ICG 3510 GB-13 MLG 7531 Bison ICGV 87182 ICGV 91278 MLG 7518
9 10 10 9 11 10 10 9 9 6 7 9 10 7
69,0 62,5 65,0 65,0 67,0 64,5 72,5 67,0 65,5 66,5 72,0 59,5 65,0 72,5
28 29 28 28 28 29 28 28 30 28 29 29 30 29
99 78 86 89 90 73 85 89 87 93 92 69 86 75
28,4 35,2 29,1 27,6 28,8 39,6 40,3 33,1 34,6 32,2 30,2 39,8 28,6 32,3
Rata-rata
83
66,9
29
77
33,7
55
ASTANTO DAN TRUSTINAH: KACANG TANAH TOLERAN KEKERINGAN
Menurut Fernandez (1993), penggunaan Tol, MP, dan SSI sebagai kriteria seleksi tidak berhasil membedakan genotipe dari kelompok hasil tinggi dan toleran dengan kelompok lainnya (hasil tinggi tidak toleran, hasil rendah tetapi toleran, dan hasil rendah tidak toleran). Oleh karena itu, Fernandez (1993) mengajukan indeks toleransi terhadap cekaman (stress tolerance index/STI) sebagai kriteria seleksi untuk mengidentifikasi genotipe yang unggul baik di lingkungan optimal maupun di lingkungan suboptimal. STI dihitung dengan menggunakan rata-rata geometrik agar terhindar dari nilai ekstrim yang sering timbul dari perhitungan berdasar nilai rata-rata. Nilai STI berkorelasi positif dengan hasil kacang tanah pada kondisi normal atau tercekam maupun hasil rata-rata dari kedua lingkungan tersebut. Kasno et al. (1997) menyarankan menggunakan MP dan STI sebagai parameter seleksi varietas unggul kacang tanah dan kacang hijau dalam memilih genotipe unggul di lingkungan optimal sekaligus unggul pada lingkungan naungan sedang. Kuol dan Janssens (2003) yang melakukan evaluasi hasil pada tanaman Sesame, menggunakan nisbah hasil pada lingkungan tercekam kekeringan (Ys) terhadap hasil pada lingkungan beririgasi (Yi). Ys/Yi memiliki heritabilitas sedang, namun Ys berkorelasi negatif dengan cekaman kekeringan (r = -0,54) dan memiliki nilai duga heritabilitas 0,72. Angka ini menunjukkan peluang yang baik bagi perbaikan karakter tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Seleksi secara serentak dengan indeks Smith-Hazel untuk indeks toleransi kekeringan (STI) panjang akar, jumlah akar, bobot akar, dan bobot kecambah menggunakan larutan PEG 6.000 dengan tekanan osmotik -0,3 MPA atau 3 bar efektif dalam memilih genotipe kacang tanah toleran kekeringan pada stadia kecambah, sekaligus toleran kekeringan stadia reproduktif dengan intensitas cekaman agak berat. 2. Terdapat indikasi bahwa kacang tanah tipe valencia secara alamiah memiliki toleransi yang lebih terhadap kekeringan dari tipe spanish. 3. Genotipe kacang tanah tipe valencia MLG 7754 dan MLG 7726, serta tipe spanish MLG 7622 dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi varietas toleran kekeringan, tetua sumber gen toleransi kekeringan, atau sebagai populasi dasar dalam membentuk varietas turunan esensial. 4. Kacang tanah tipe valencia (varietas Badak, Zebra, Sima, dan Singa) dan tipe spanish (Jerapah dan Bison) tergolong toleran kekeringan.
56
DAFTAR PUSTAKA Boote, K.J., J.R. Stansel, A.M. Stuber, and J.F. Stone. 1982. Irrigation, water use, and water relations. In Pattee, H.E. and C.T. Toung (Eds.). Peanut Sci. and Techn. American Groundnut Res. and Education Socieaty, Inc. Yoakum, Texas, USA. p.164-205. Bewley, J.D. and M. Black. 1994. Physiology of development and germination. New York : Plenum Press. p. 147-197. Braccini, A.L., H.A. Ruiz, M.C.L. Braccini, and M.S. Rewas. 1996. Germinação e vigor de sementes de soja sob estresse hídrico induzidos por soluções de cloreto de sódio, manitol e polietileno glicol. Revwasta Brasileira de Sementes, 18, 1016. Bray, E.A. 1997. Plant reponse to water deficit. Trend in Plant Sci: 2(2):48-54. Fernandez. G.C.J. 1993. Effective selection criteria for assessing plant stress tolerance. In Kuo, C. G. (ed.). Adaptation of Food Crop to Temperature and Water Stresse. Proc. of Ann. Inter. Symp. Taiwan, 13-18 August 1992. AVRDC. p. 257-270. Fischer, R.A. and R. Mauer. 1978. Drought-resistance in spring wheat cultivars. 1. Grain yield responses. J. Agr. Res. 29:897917. Elena, M.A.D. and Z.P. Sheila. 2003. Germination of Senna occidentalis Link: seed at different osmotic potential levels . Braz.arch.biol.technol. Vol.46. Kasno, A., N. Nugrahaeni, and Trustinah. 1995. Screening of groundnut genotypes for drought tolerance. In on-farm research for groundnut and Pigeonpea production technique in Indonesia. RILET, Malang. p.73-78. Kasno, A., N. Nugrahaeni, J. Purnomo, Trustinah, R. Suhendy, dan M. Anwari. 1997. Parameter seleksi galur unggul kacang tanah dan kacang hijau pada cara tanam tunggal dan tumpangsari dengan jagung. Edisi Khusus Balitkabi No.91997. p.237-252 Khandakar, A.L. 1992. Breeding for environmental stress tolerance (drought, waterlogging, salinity, short-days and low temperature). In Proceedings of the IJO/BJRI Training Course on Specialized Techniques in Jute and Kenaf Breeding. p. 207-221. Kuol, B., J.J. Marc, Janssens, and A. Abdalla. 2003. Breeding for drought tolerance in sesame (Sesamum indicum). Deutscher Tropentang, October 8010, 2003. Gottingen. Levit, J. 1980. Response of plant to environments stress, II. Water radiation, salt, and other stress. Acad. Press, New York. 6007p. Maguire, J.D. 1962. Speed of germination-aid in selection and evaluation for seedling emergence and vigor. Crop Sci. 2:176177. Mugnisyah, W.Q. and S. Nakamura 1984. Vigor of soybean seed produced from different nitrogen and phosphorus fertilizer application. Seed Sci. & Tech.12:475-485. Parmar, M.T. and R.P. Moore. 1968. Carbowax 6000, mannitol and sodium chloride for simulating drought conditions in germination studies of corn (Zea mays L.) of strong and weak vigor. Agron. J. 60:192-195. Prusinski, J. and A.A. Khan. 1990. Relationship of ethylene production to stress alleviation in seeds of lettuce cultivars. J. Amer. Soc. of Horticulture Sci. 115:294-298. Riyadi, M. 2005. Kajian kuantitatif sebagai kriteria seleksi toleransi kacang tanah terhadap cekaman kekeringan. Ringkasan disertasi Program Pascasarjana Unibraw.
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009
Rosielle, A.A. and J. Hamblin. 1981. Theoritical aspects of selection for yield in stress and non stress environment. Crop Sci. 21:943-946. Sadjad, S., E. Muniarti, and Ilyas. 1999. Parameter pengujian vigor benih dari komparatif ke simulatif. Grasindo bekerja sama dengan Sang Hyang Seri, Jakarta. 185 p. Singh, R.K. and B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical methods in quantitative genetic analyswas. Kalyani Publishers, New Delhi. 301 p. Somers, D.A., S.E.Ullrich, and M.f.Ramsay. 1983. Sunflower germination under stimulated drought stress. Agron. J. 75:570572.
Turner, N.C. 1986. Crop water deficits. A. decadr of Progress. Adv. In Agron. 34:1-30. Xiping, Deng, Shan Lun, and I. Shinobu. 1999. Effect of water stress on ther seedling establishment of spring wheat. Proceeding of 99 International Conference on Agriculture Enginering, Beijing, China, December 1999. Quizenberry, J.E. 1982. Breeding for drought reswastance and plant water use efficiency. In Chwastiansen. M.N., and C.F. Lewwas. (Eds). Breeding Plant for Less Favorable Environments. John Wiley & Sons, New York. p. 193-212.
57