BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri menurut BPS (Badan Pusat Statistik) adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan adalah sebuah cabang industri yang mengolah bahan baku untuk ditingkatkan nilai tambahnya, dengan bantuan teknologi, untuk menghasilkan barang kebutuhan manusia (Heizer et al, 2005). Terdapat beberapa kriteria jenis industri menurut Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu: 1) Industri Besar adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih. 2) Industri Sedang adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja antara 20 sampai 99 orang. 3) Industri Kecil adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang. 4) Industri Mikro adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja antara 1 sampai 4 orang. Industri Kecil dan Mikro (IKM) sebagai bagian dari industri pengolahan merupakan industri yang menciptakan dan menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Visi pembangunan Industri Nasional sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional adalah Indonesia menjadi Negara Industri Tangguh pada tahun 2025. Sebagai negara industri maju baru, sektor industri Indonesia harus mampu memenuhi beberapa kriteria dasar antara lain: 1) Memiliki peranan dan kontribusi tinggi bagi perekonomian Nasional, 2) IKM memiliki kemampuan yang seimbang dengan Industri Besar, 3) Memiliki struktur industri yang kuat (Pohon Industri lengkap dan dalam), 4) Teknologi maju telah menjadi ujung tombak pengembangan dan penciptaan pasar, 5) Telah memiliki jasa 1
industri yang tangguh yang menjadi penunjang daya saing internasional industri, dan 6) Telah memiliki daya saing yang mampu menghadapi liberalisasi penuh dengan negaranegara APEC (Kemenperin, 2013). Menurut Hill (2000: 155), dalam perkembangannya, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi di Indonesia mulai tergeser oleh peranan sektor industri manufaktur yang mengalami perkembangan pesat. Adanya pergeseran peranan sektor pertanian oleh sektor industri menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi dari perekonomian yang berbasis agraris menjadi perekomian yang berbasis industri. Pembangunan industri merupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan industri harus mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan ekonomi, budaya maupun sosial politik. Penentuan tujuan pembangunan sektor industri, bukan hanya ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan di sektor industri saja, tetapi sekaligus juga harus mampu turut mengatasi permasalahan nasional seperti pengangguran dan pegentasan kemiskinan. Sektor industri memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Pada Tabel 1.1 ditunjukkan bahwa selama periode 2011–2013 kontribusi industri pengolahan terhadap pembentukan PDB berdasarkan harga yang berlaku berkisar 28,05 persen hingga 23,94 persen (BPS, 2013). Laju pertumbuhan industri pengolahan dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia dari tahun ke tahun selalu menjadi yang tertinggi dibandingkan sektor–sektor lainnya walaupun terjadi penurunan pada tahun 2012–2013. Namun, peranan sektor industri pengolahan dalam pembentukan PDB tetap menjadi yang tertinggi seiring pertumbuhan sektor–sektor perekonomian lainnya. 2
Tabel 1.1 Distribusi Persentase PDB atas dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Di Indonesia Tahun 2011 – 2013 No
Lapangan Usaha
2011
1.
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, hotel, dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Jasa – Jasa ProdukDomestik Bruto Sumber: Diolah dari BPS Sumatera Utara (2013)
2012
2013
15,29
14,70
15,80
11,16 24,80 0,76 10,25 13,69 6,56 7,24 10,24 100,00
11,85 24,33 0,77 10,16 13,80 6,62 7,21 10,56 100,00
12,34 23,94 0,79 11,14 14,89 7,54 8,32 11,22 100,00
Pada Tabel 1.2 jumlah IKM (Industri Kecil Mikro) pada industri pengolahan di Indonesia di tahun 2013 menurut BPS (2013) memiliki jumlah yang lebih tinggi, sebesar 3.418.366 unit jika dibandingkan dengan Industri Besar dan Sedang (IBS), yaitu sebesar 23.257 unit di seluruh Indonesia. Penyerapan tenaga kerja IKM pada tahun 2013 menyerap sebesar 68,16 persen tenaga kerja dan untuk IBS menyerap sebesar 31,84 persen tenaga kerja di Indonesia. Tabel 1.2 Kontribusi Industri Besar Sedang (IBS) dan Industri Kecil dan Mikro (IKM) pada Industri Pengolahan Indonesia Tahun 2013 Banyaknya Unit Usaha Jenis Industri (Unit) (%) Industri Besar dan Sedang 23.257 0,76 Industri Kecil dan Mikro 3.418.366 99,24 Jumlah Sektor Industri 3.441.623 100,00 Sumber: Diolah BPS Sumatera Utara (2013)
Jumlah Tenaga Kerja (orang ) 4.764.789 9.734.111 14.498.900
(%) 31,84 68,16 100
IKM (Industri Kecil dan Mikro) merupakan usaha rumah tangga yang sebagaian besar tempat usaha dimana masih bercampur dengan tempat tinggal dan menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Pembangunan atau pengembanan industri mikro dan 3
kecil diharapkan dapat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang. Pertumbuhan IKM juga berkontribusi banyak terhadap pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) di Indonesia. IKM memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan IBS (Industri Besar Sedang). Pada Tabel 1.3 berdasarkan data BPS (2013) kontribusi IKM pada pembentukan PDB di Indonesia ialah sebesar 58,08 persen pada tahun 2013. Untuk IBS kontribusinya lebih .kecil sebesar 40,92 persen di tahun yang sama. Tabel 1.3 Kontribusi Industri Kecil dan Mikro (IKM) dan Industri Besar Sedang (IBS) pada PDB (Produk Domestik Bruto) Tahun 2011 – 2013 Tahun Industri Industri Kecil dan Mikro (IKM) Industri Besar dan Sedang (IBS) Jumlah
2011 (%) 58,67 41,33 100,00
f2012 (%) 57,24 42,76 100,00
2013 (%) 58,08 40,92 100,00
Sumber: Diolah dari Kementrian Koperasi dan UKM (2013) Pertumbuhan IMK untuk eksport pada saat ini masih memiliki kontribusi yang kecil jika dibandingkan dengan IBS. Pada Tabel 1.4, periode tahun 2011–2013 untuk IKM kontribusinya berkisar antara 14,46 persen sampai dengan 15,35 persen. Nilai tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan IBS. Pada rentang periode 2011–2013, IBS memiliki pertumbuhan eksport sebesar 80,11 persen sampai dengan 85,94 persen.
4
Tabel 1.4 Kontribusi Industri Mikro dan Kecil (IMK) dan Industri Besar Sedang (IBS) pada Export Tahun 2011 – 2013 Tahun Industri
2011 2012 (%) (%) Industri Mikro dan Kecil (IMK) 19,89 16,44 Industri Besar dan Sedang (IBS) 80,11 83,56 Jumlah 100,00 100,00 Sumber: Diolah dari Kementrian Koperasi dan UKM (2013) IKM
memiliki
beberapa
keunggulan
dalam
2013 (%) 14,06 85,94 100,00
pelaksanaan
usahanya.
Keunggulannya yaitu memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan usaha besar. Hal ini dikarenakan IKM dinilai lebih efisien, modal usahanya tidak terlalu besar, serta tenaga kerja yang diserap lebih banyak (Manggara, 2004). Sehingga, dengan meningkatnya jumlah unit usaha dan penyerapan tenaga kerjanya, IKM diharapkan mampu memberi kontribusi besar dalam perekonomian. Penelitian ini mengambil wilayah penelitian IKM (Industri Kecil dan Mikro) di Provinsi Sumatera Utara. Alasan memilih Provinsi Sumatera Utara sebagai daerah penelitian diantaranya adalah; Pertama, menurut data resmi statistik BPS (2013) Pulau Sumatera penyumbang terbesar PDB Nasional (Produk Domestik Bruto) kedua sebesar 23,83 persen setelah pulau jawa sebesar 57,78 persen. Berdasarkan perbandingan provinsi-provinsi di Indonesia, Sumatera Utara termasuk kedalam lima provinsi terbesar penyumbang PDB Nasional (BPS, 2013). Urutannya di Pulau Jawa adalah DKI Jakarta (16,76 persen), Jawa Timur (14,89 persen), dan Jawa Barat (13,91 persen). Kemudian untuk Pulau Sumatera urutannya adalah Riau (7,08 persen) dan Sumatera Utara (5,20 persen). Kedua, Sumatera Utara salah satu provinsi yang memiliki potensi IKM terbesar di Pulau Sumatera.
5
Pada Tabel 1.5 Provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat kedua (79.369) terbesar unit IKM setelah Provinsi Lampung (94.957). Penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara telah menyerap tenaga kerja sebesar 339.233 lebih unggul dibandingkan Provinsi Lampung sebesar 256.995. Tabel 1.5 Jumlah Unit Usaha dan Jumlah Tenaga Kerja Pada Industri Mikro dan Kecil di Pulau Sumatera Tahun 2013 Banyak Unit Usaha
Jumlah Tenaga Kerja
(unit)
(%)
(orang)
(%)
Aceh
62.225
2,09
140.179
1,50
Sumatera Utara
82.888
2,66
125.656
3,63
Sumatera Barat
56.149
1,88
150.429
1,61
Riau
12.383
0,42
37.381
0,40
Jambi
20.001
0,67
57.941
0,62
Sumatera Selatan
59.626
2,00
237.370
2,54
Bengkulu
9.427
0,32
31.774
0,34
Lampung
94.957
3,19
256.995
2,75
Bangka Belitung
6.327
0,21
22.429
0,24
Kepulauan Riau
15.585
0,52
48.595
0,52
Provinsi Lainnya
2.563.002
86,03
8.022.907
85,85
Total Sumatera Utara
2.979.071
100,00
9.345.262
100,00
Total Indonesia
3.001.998
100,00
13.710.000
100,000
Provisi
Sumber: Diolah dari BPS Sumatera Utara (2013)
6
Dalam Tabel 1.6 kontribusi paling besar dalam PDRB Provinsi Sumatera Utara adalah pada sektor industri pengolahan. Tabel 1.6 Distribusi Persentase PDRB Atas Dsar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 – 2013 No.
Lapangan Usaha
2011
2012
2013
1.
Pertanian
24,94
24,47
23,98
2.
Pertambangan dan Penggalian
1,23
1,27
1,32
3.
Industri Pengolahan
25,27
25,68
25,74
4.
Listrik, Gas dan Air Minum
1,29
1,17
1,19
5.
Bangunan
5,48
5,70
4,86
6.
Perdagangan, Hotel dan Restoran
18,48
18,69
18,92
7.
Angkutan dan Komunikasi
7,83
8,44
9,00
8.
Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
5,99
6,09
6,37
9.
Jasa – Jasa
9,54
9,42
9,70
100,00
100,00
100,00
PDRB Sumatera Utara
Sumber: Diolah dari BPS Provinsi Sumatera Utara (2013) Pembangunan sektor industri pengolahan hampir selalu mendapat prioritas utama dalam rencana pembangunan negara-negara sedang berkembang (NSB), hal ini karena sektor industri manufaktur dianggap sebagai sektor pemimpin (the leading sector) yang mendorong perkembangan sektor lainnya, seperti sektor jasa dan pertanian. Pengalaman pertumbuhan ekonomi jangka panjang di negara industri dan negara sedang berkembang menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan secara umum tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor pertanian (Lincoln, 1991). Berdasarkan 7
kenyataan ini tidak mengherankan jika peranan sektor industri pengolahan semakin penting dalam berkembangnya perekonomian suatu negara termasuk juga Indonesia. Pada Tabel 1.7 ditampilkan bahwa industri pengolahan pada IKM di Provinsi Sumatera Utara menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang paling tinggi sebesar 76.857 tenaga kerja. Tabel 1.7 Banyaknya Industri Mikro dan Kecil di Sumatera Utara Menurut KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) dan kelompok Banyaknya Pekerja Tahun 2013 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Pertambangan dan Penggalian Industri pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi Perdagangan besar dan Eceran Penyediaan Akomodasi dan Makanan Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi Perantara Keuangan Real Estate, persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan kegiatan sosial Jasa Kemasyarakatan, hiburan dan lainnya Jasa Perorangan yang melayani rumah tangga Jumlah Sumber: Diolah BPS Sumatera Utara (2013) Pembangunan
kabupaten
dan
kota
akan
Jumlah Tenaga Kerja 3.322 76.857 604 7.652 500.489 168.331 99.361 2.554 40.654 17.751 11.019 82.814 34.231 1.045.158
memberikan
kontribusi
pada
pembangunan Provinsi dan juga akan memberikan kontribusi pada pembangunan nasional (Kuncoro, 2012). Salah satu ciri hal yang paling mencolok dari aktivitas ekonomi secara geografis adalah adanya konsentrasi yang menyebabkan ketimpangan (Fujita et al, 1991). Penjelasan klasik mengenai konsentrasi aktifitas ekonomi secara spasial biasanya merujuk pada dua macam eksternalitas ekonomi yaitu, penghematan lokalisasi dan penghematan urbanisasi yang biasa disebut agglomeration economies 8
(Henderson, 1988). Menurut Aiginger dan Hansberg (2006), konsentrasi dapat didefinisikan sebagai regional share yang menunjukkan distribusi lokasional dari suatu industri. Proses industrialisasi secara geografis merupakan proses yang selektif dimana perkembangan industri yang cepat dan pemicu transformasi struktural tidak terjadi secara merata di semua daerah dalam suatu negara yang menyebabkan munculnya konsentrasi spasial. Konsentrasi kegiatan industri secara spasial ditandai dengan sistem spasial berdasarkan akumulasi modal dan tenaga kerja dalam aglomerasi perkotaan. Fujita et al (1991) menyatakan bahwa konsentrasi spasial merupakan pengelompokan setiap industri dan aktivitas ekonomi secara spasial. Industri tersebut berlokasi pada suatu wilayah tertentu. Konsentrasi spasial menunjukkan share suatu wilayah dan distribusi lokasi dari suatu industri. Apabila suatu distribusi spasial suatu industri tidak merata, dan ada wilayah yang mendominasi berlokasinya industri, maka menunjukkan bahwa industri terkonsentrasi secara spasial di wilayah tersebut Menurut Kuncoro (2012: 143-167), proses kluster (clustering) merupakan sebuah ciri yang menonjol dari industri–industri manufaktur baik industri Besar dan Sedang (IBS) maupun Industri Kecil dan Mikro (IKM). Kluster didefinisikan sebagai konsentrasi geografis dari subsektor–subsektor manufaktur yang sama, Industri mikro dan kecil merupakan fenomena pedesaan bukan perkotaan. Mayoritas industri mikro dan kecil terdiri dari industri pedesaan yang melayani pasar lokal. Pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara harus terus meningkatkan dan mengoptimalkan segala keunggulan dan potensi industri mereka dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Peran pemerintah sangat penting dalam penentuan kebijakan
9
industri di Sumatera Utara yang nantinya akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. 1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, kontribusi sektor IKM secara nasional cukup besar dalam menciptakan lapangan usaha, dan penyerapan tenaga kerja. Meskipun sudah ada roadmap industri unggulan menurut Kemenperin (Kementrian Perindustrian) tahun 2013, namun Provinsi Sumatera Utara belum melakukan roadmap industri unggulannya. Padahal jika dilihat berdasarkan data–data yang ditampilkan pada latar belakang penelitian, Provinsi Sumatera Utara memilki potensi yang cukup besar untuk melakukan penyusunan roadmap industri unggulan provinsinya. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Di manakah lokasi utama IKM di Provinsi Sumatera Utara tahun 2005 dan 2013?
2.
Dimanakah lokasi dan apakah jenis kelompok sektor industri unggulan Sumatera Utara?
3.
Bagaimana pola penyebaran spasial IKM di Provinsi Sumatera Utara ?
4.
Apakah faktor–faktor yang menentukan lokasi konsentrasi geografis IKM di Provinsi Sumatera Utara tahun 2005-2013 ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu : 1. Menganalisis lokasi utama IKM di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2005 dan 2013. 2. Menganalisis daerah dan jenis sektor industri unggulan di Provinsi Sumatera Utara.
10
3. Menganalisis pola penyebaran spasial IKM antar Kabupaten/Kota di
Provinsi
Sumatera Utara. 4. Menganalisis faktor–faktor penentu lokasi konsentrasi geografis IKM di Provinsi Sumatera Utara 2005-2013. 1.4 Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri dari lima bab dengan sistematika sebagai berikut. Bab 1 menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, serta tujuan dan manfaat dari penelitian. Bab 2 membuat beberapa literatur sebagai landasan teori yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain, Teori Pertumbuhan, Teori Lokasi dan Teori Kluster/Industrial Distrik. Studi empiris sebelumnya yang pernah dilakukan serta perbedaan dan persamaannya dengan penelitian ini. Bab 3 menjelaskan sumber data yang digunakan untuk analisis Industri Mikro dan Kecil. Metodologi yang digunakan untuk analisis IKM. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis matrik kepadatan industri, Sistem Informasi Geografi (SIG), Moran I, LISA, Indikator Sektor Unggulan dengan SLQ-DQL dan SSLQ–DSLQ, serta analisis Model Logit dan Multinomial. Bab 4 menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dengan menggunakan Matrik Kepadatan Industri dan SIG untuk mengidentifikasi lokasi Industri Mikro dan Kecil. Analisis SLQ–DLQ dan SSLQ-DSLQ dilakukan untuk mengidentifikasi daerah dan jenis sektor unggulan IKM. Analisis Moran I dan LISA dilakukan untuk mengidentifikasi pola penyebaran IKM, dan Analisis Metode Logit dan Multinomial logistic Regression dilakukan untuk mengetahui faktor–faktor probabilitas pendorong terjadinya konsentrasi industri mikro dan kecil di Provinsi Sumatera Utara. Bab 5 merupakan kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan selama penelitian, serta saran bagi pemerintahnProvinsi Sumatera Utara dalam meningkatkan 11
potensi industri mikro dan kecil. Saran tentang hal – hal yang perlu dilakukan oleh pelaku industri, agar dapat meningkatkan hasil produksi.
12